5
5
Postmodernisme
Modernisme dimulai pada tahun 1890 dan berlangsung sampai sekitar tahun 1945.
Postmodernisme dimulai setelah Perang Dunia II terutama setelah tahun 1968.
Modernisme didasarkan pada penggunaan akal dan pikiran logis untuk memperoleh
pengetahuan.
Pemikiran selama era postmodernisme didasarkan pada dasar yang tidak ilmiah dan proses
berpikir irasional sebagai reaksi terhadap modernisme.
Sifat hirarkis dan terorganisir serta determinasi iptek menandai modernisme. Sebaliknya,
postmodernisme didasarkan pada anarkisme, non-totaliter, dan ketidakpastian.
Perbedaan mendasar lain antara modernisme dan postmodernisme adalah bahwa pemikiran
modernisme berkisar tentang pencarian kebenaran abstrak dalam hidup, sementara pemikir
postmodernisme percaya bahwa tidak ada kebenaran universal.
Pemikiran modernisme percaya pada belajar dari pengalaman masa lalu dan mempercayai
teks yang menceritakan masa lalu.
Di sisi lain, pemikiran postmodernisme menentang setiap kebenaran dalam teks yang
menceritakan masa lalu dan menjadikan itu tidak ada gunanya pada masa kini.
Hal ini tidak terjadi dengan pemikir postmodernisme. Mereka percaya akan penampilan luar
dan bermain di permukaan serta tidak peduli dengan kedalaman subjek.
Selama era modernisme, seni dan karya sastra karya dianggap sebagai kreasi unik dari
seniman. Orang-orang serius dalam memproduksi seni dan karya sastra.
Selama era postmodernisme, seiring berkembangnya komputer dan media, karya seni dan
sastra mulai disalin dalam bentuk digital.
Orang tidak lagi percaya seni dan karya sastra memiliki satu makna unik. Mereka lebih
percaya untuk memberikan makna sendiri terhadap karya sastra dan seni.[]
Modernisme VS Postmodernisme Linguistik Terapan: Sebuah Jalan Tengah
Postmodernisme hadir didalam khasanah pemikiran filsafat sebagai reaksi atas positivisme
yang berusaha mempositifkan semua bidang keilmuan. Kecurigaan atas segala sesuatu
yang bersifat mapan dalam filsafat telah dimulai sejak nietzsche memaklumatkan kematian
tuhan sebagai simbol supremasi absolutisme. Bersamaan dengan pembunuhan tuhan ini
nietsche juga memalu (sesuai dengan slogannya befilsafat dengan palu) pemikiran-
pemikuran filsafat yang dianggap mutlak, valid dan tidak perlu lagi diperdebatkan. Adalah
Habermas yang menekuni skeptisisime Nierzschean dan menggabungkkanya dengan
kritisisme Marx.
Dalam pandangan Habermas, ilmu pengetahuan didalam positivisme bersigat mutlak, anti-
kritik, dan mengecilkan kemanusiaan (dehumanisasi). Modernisme yang sekiranya mampu
memberi ruang bagi kemanusiaan nyatanya justru memojokkan manusia sebagai objek.
Sekiranya metode positivisme diterapkan dalam ilmu-ilmu alam (naturweisenscaften)
mungkin lebih tepat sasasran akan tetapi menggunakan positivisme untuk bidang-bidang
humaniora (geistweisenscaften) memang bukan hal yang bijak. Klaim modernisme (yang
terwakili oleh positivisme) atas ke-bebas-nilai-an ilmu pengetahuan juga mengindikasikan
adanya kepentingan-kepentingan yang bermain sehingga menjadikan ilmu pengetahuan
sebagai kesadaran palsu dan metafisika baru yang anti kritik.
Sekiranya hal demikianlah yang menjadi perhatian Weidenmann didalam tulisannya The
Redifinition of Applied Linguistics: Modernism and Postmodernism Views. Weidenmann
berusaha untuk memetakan perkembangan linguistik terapan baik secara filosofis maupun
secara teknis berdasarkan hasil-hasil tulisan sebelumnya mengenai linguistik terapan dan
pengajaran bahasa. Dia (weidenmann), memulai dengan prasangka adanya hal yang luput
dari cara pandang modernisme dalam bidang linguistik terapan. Dia juga membagi
perkembangan linguistik terapan menjadi 6 tradisi: linguist/behavioris, model paradigma
linguistik yang diperluas, model multi disiplin, penelitian pemerolehan bahasa kedua,
konstruktivisme, dan post-modernisme. Berikut penjabarannya atas tradisi/model tadi.
Model yang kedua diatas telah mengilhami hadirnya model ketiga yaitu model multi-disiplin
yang berusaha menjembatani beberapa bidang studi untuk memecahkan permsalahan bahasa
dan pengajaran bahasa. Didalamnya terdapat bidang ilmu sosial, psikologi dan juga ilmu
kependidikan (pedagogy). Berangkat dari model yang kedua ini, muncullah tradisi ke-4 yaitu
penelitian pemerolehan bahasa kedua. Tradisi ini menganjurkan agar dibuat design yang
memungkinkan pengajar-bahasa asing-sebagai- bahasa-kedua menyampaikan bahan ajar
denganm lebih komunikatif. Pandangan ini beranggapan bahwa dibutuhkan berbahai
pendekatan maupun teori-teori linguistik untuk menjadikan pengajaran bahasa menempatkan
kompetensi komunikasi sebahai kemampuan berbahasa. Cara pandang ini juga hadir sebagai
reaksi dari keterputusannya bahasa dari konteks sosial dan rendahnya tingkat kompetensi
komunikasi didalam tradisi linguistik tradisional, struktural, mupun transformasional
grammar-nya Chomskyan.
Konsep LTK yang memberikan ruang bagi kemajemukan dipandang sebagai relativitas yang
sangat diharamkan oleh para modernis. Kedua kubu ini, seperti yang terjadi diberbagai
bidang ilmu yang, sangat bertolak belakang. Modernisme menghendaki adanya ilmu
pentetahuan yang mutlak, terukur, valid, dan universal. Disisi lain, postmodernisme
menghendaki adanya pluraritas, ke-lokal-an, dan relatif. Bagaimanapun, weidenmann
melanjutkan analsisnya pada penerapan yang ia sebut sebagai post-method yaitu penyusunan
atas metode pengajaran bahasa secara independen oleh guru bahasa. Hal ini tentu saja
menarik karena sebagian besar pengajaran bahasa menggunakan buku teks yang diproduksi
secara massal dan belum tentu bahan ajar tersebut sesuai dengan kondisi lokal dari peserta
ajar.
Sebagai penutup, weidenmann mengarahkan apda proses perancangan dasar pengajaran
bahasa yang mampu untuk menutupi kekurangan dari cara pandang linguistik terapan modern
dan postmodern. Desain dari pengajaran bahasa harus dapat merangkum totalitas
aspek/fungsi/fimensi/mode pengalaman: kinematik, fisik, bahasa, sosial, ekonomi, estetika,
hukum, dan etika. Keselurahan dari aspek/fungsi/fimensi/mode pengalaman tersebut
bertujuan untuk menciptakan desain yang akuntable, terukur, valid dan juga mencakup situasi
spesifik dari peserta ajar. Baik cara pandang modernisme maupun postmodernism
memberikan kontribusi yang setara bagi perkembangan linguistik terapan dan juga
pengajaran bahasa.
POST MODERN
Istilah post modern pertama kali digunakan oleh ahli sejarah Toynbee di tahun 1875.
Toynbee memunculkan istilah post modern untuk menjelaskan berakhirnya dominasi barat,
dan berkembangnya budaya non barat. Secara sederhana, definisi dari post modern adalah
sebuah pemikiran yang mengkritik pandangan modernisme melalui cara pandang yang
cenderung pada keanekaragaman, bukan homogenitas, pada kejenakaan bukan serius,
cenderung pada berantakan daripada bersih, cenderung pada penggambaran walaupun
terkadang juga memiliki keteraturan geometris.
Beberapa konsep
2. Hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari, karena seni tidak lagi bercerita,
melainkan mengeksplorasi hakekat realitas.
3. Kebudayaan dan kesenian elit dihilangkan jaraknya dengan kebudayaan dan kesenian
populer.
4. Semua yang dibicarakan oleh post modern adalah non seni, tetapi kemudian bisa
diterapkan pada seni, karena tidak ada batas-batas antara seni dan non seni.
5. Karya seni dianggap daur ulang saja yang sifatnya eklektis (campuran) antara barat dan
timur.
7. Realitas bisa dipindahkan ke image, jadi yang penting adalah image / kesan.
secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan
Postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain: Pertama,
postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi
janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan
dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi,
urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka
meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal,
birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif,
kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi
postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world
view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.
Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah relatif,
dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas
mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk identitas diri.
Hal ini senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) dikenal
sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang menentang rasionalitas,
moralitas tradisional, objektivitas, dan pemikiran-pemikiran Kristen pada umumnya.
Nietzsche sche berkata, Ada banyak macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki mata; dan
oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.
Menurut Romo Tom Jacob, kata postmodern setidaknya memiliki dua arti: (1) dapat
menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau
kembali kepada situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2)
suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru
dan tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.
1. Sigfried Giedion
2. Frank OGehry
3. Theo Van Doesburg
4. Robert Venturi
5. Robert Stem
6. Thomas Gordon Smith
7. Richard Meier
8. Ron Davis
9. Eugene Kupper
10. Michael Graves
11. GunnarAsplund
12. Charles Moore
13. William Turn Bull
14. Fredericd Fisher
1. Pelapisan ruang
2. Penggunaan ruang-ruang yang miring
3. Mempunyai kesan misterius
4. Terdapat penghilangan baik formal maupun non formal
5. Menggunakan elernen-elemen yang mengejutkan dan menimbulkan kesan
monumental