Anda di halaman 1dari 24

1

LAPORAN KASUS
POLIP NASAL

Oleh:
Junita Ekasti Sari
H1A011030

Pembimbing:
dr. Afif Rahmawan, Sp.THT-KL

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Polip Nasal.

Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu komponen penilaian

Kepaniteraan Klinik di Bagian Telinga Hidung Tenggorok RSUD Dr. M. Yunus,

Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Afif Rahmawan, Sp. THT-KL sebagai pembimbing

yang telah bersedia membimbing dalam laporan kasus ini.

2. Teman teman yang telah memberikan bantuan baik

material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,

maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat

berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, Januari 2017

Penulis
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................3

BAB I. LAPORAN KASUS........................................................................5

A. Identitas Penderita.....................................................................5

B. Data Dasar.................................................................................5

C. Pemeriksaan Fisik......................................................................7

D. Diagnosis ..................................................................................8

E. Pemeriksaan Penunjang.............................................................8

F. Hasil Follow-Up........................................................................9

G. Resume......................................................................................10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................12

A. Definisi......................................................................................12

B. Epidemiologi.............................................................................13

C. Etiologi......................................................................................13

D. Patofisiologi...............................................................................14

E. Manifestasi Klinik.....................................................................15

F. Diagnosis...................................................................................15

G. Diagnosis Banding....................................................................17

H. Tatalaksana................................................................................17

I. Komplikasi................................................................................18

J. Prognosis...................................................................................18
4

BAB III. PEMBAHASAN............................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................23
5

BAB I
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Yuhana
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds Talang Randai, Manna, Bengkulu Selatan
Berat Badan : 55 kg
Suku : Serawai

Berobat Pertama kali di Poli : 23 Januari 2017


Berobat kedua di poli : 27 Januari 2017
Rawat Inap : 29 Januari 2017
Operasi : 30 Januari 2017
No Rekam Medis : 73 59 27

B. DATA DASAR
1. ANAMNESIS
Anamnesis dengan pasien di poli THT dan bangsal B2 Seruni.
a. Keluhan Utama : Hidung tersumbat sejak 5 tahun lalu

b. Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 5 tahun yang lalu pasien mengeluhkan hidung kanan
tersumbat. Awal mulanya pasien mengeluh flu, flu berawal saat cuaca
dingin, flu dirasakan hilang timbul terutama saat cuaca dingin atau
terpapar debu. Flu disertai dengan keluarnya cairan dari hidung yang
berwarna bening. Flu tidak disertai demam, nyeri tenggorokan, dan rasa
gatal pada tenggorokan. Pasien mengeluhkan hidung tersumbat. Pasien
telah berobat ke puskesmas dan didiagnosis rhinitis alergi, pasien telah
minum obat tapi tak kunjung sembuh. 2 tahun berikutnya pasien
mengeluhkan hidung kanannya terasa semakin tersumbat serta hidung
kirinya juga ikut tersumbat. Pasien mengeluhkan hidungnya semakin
6

lama semakin tertututp sehingga susah untuk membuang ingus dan


bernapas. Pasien memeriksakan diri ke RSUD Manna, oleh dokter pasien
didiagnosis dengan polip hidung kanan dan kiri dan dianjurkan untuk
dioperasi. Setelah itu pasien tidak lagi memeriksakan dirinya ke RS
dengan alasan tidak mau di operasi.
Sejak 1 bulan sebelum berobat ke poli THT RSUD M.Yunus,
pasien mengeluh hidung kanannya terasa sudah tertutup. Pasien juga
mengeluh susah bernapas sehingga bernapas lewat mulut, suara menjadi
sengau, selain itu penciuman berkurang. Bengkak pada hidung juga
dikeluhkan tetapi tidak disertai nyeri tekan. Pasien juga mengeluh flu
dengan ingus encer berwarna jernih terkadang kekuningan, darah tidak
ada, ingus mengalir ke tenggorok disangkal. Pasien tidak mengeluhkan
rasa berat di wajah. Pasien juga mengeluh tidur ngorok, gigi berlubang
tidak disertai sakit kepala dan gangguan penglihatan.
Sejak 1 hari sebelum berobat ke poli THT, pasien mengeluh
hidung tersumbat yang semakin lama semakin berat yang disertai flu dan
batuk. Hidung tersumbat dan flu sudah dirasakan sejak lama. Batuk
dirasakan hilang timbul. Batuk tidak disertai dahak dan darah. Keluhan
demam disangkal. Batuk terutama dirasakan saat terpapar debu, cuaca
dingin dan minum es. Sakit tenggorokan dan gatal disangkal.
Saat berobat ke poli THT dan setelah diperiksa oleh dokter,
dokter menyarankan untuk dilakukan operasi karena terdapat benjolan di
dalam lubang hidung, pasien menyetujui untuk dilakukan operasi yang
dijadwalkan seminggu kemudian.

c. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat flu karena alergi


debu dan cuaca (sering berobat) dan sakit mag (juga sering minum obat)

d. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga pasien memiliki riwayat atopi, ibu


pasien mengalami penyakit gatal pada kulit karena alergi terhadap udara
dingin, adik pasien memiliki keluhan flu yang sama seperti pasien.
7

e. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan : Pasien suka


mengkonsumsi mie instan, dan minuman dengan pewarna dan minum air
es.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler
Napas : 24x/menit
Suhu : 36o C axiller

Pemeriksaan Sistemik
Kepala : DBN
Mata : KA (-/-), SI (-/-)
Toraks : DBN
Abdomen : DBN
Ekstremitas : DBN

Status Lokalis THT


Telinga: -Auricula Dextra
Canalis Acusticus Externus : Sempit, hiperemis (-), edema (-),
serumen (+) serosa
Membran timpani : Utuh
Pemeriksaan pendengaran : DBN
-Auricula Sinistra
Canalis Acusticus Externus : Sempit, hiperemis (+), edema (-),
serumen (+) serosa
Membran timpani : Sukar dinilai
Pemeriksaan pendengaran : DBN

Hidung:
8

Cavum nasi dextra : tidak lapang, konka inferior hipertrofi,


polip ukuran 2x1x2 cm, hiperemis (+),
dan edema (-), sekret (+) serosa
Cavum nasi sinistra : tidak lapang, konka inferior hipertrofi,
polip ukuran 1x0,5x1 cm, hiperemis (+),
dan edema (-), sekret (+) serosa
Septum nasi : tidak ada deviasi

Orofaring dan Mulut:


Arkus faring : simetris
Dinding faring : hiperemis (-)
Tonsil : Ukuran T1-T1
Hiperemis (-)
Detritus (-)
Kripta (-)
Uvula : normal
Post nasal drip (-)
Laringoskopi indirek : Sukar dinilai

D. DIAGNOSIS
Diagnosis utama: Polip Nasal Dextra stadium 3
Polip Nasal Sinistra stadium 2

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM (23/Januari/2017)
Nilai Nilai Normal
LED 40 mm/det 8-15
Ht 37 % 37-47
Hb 12,8 gr/dl 13-18
Leukosit 7.200 mm3 4.000-10.000
Trombosit 249.000mm3 150.000-400.000
Hitung Jenis 0/2/1/46/47/4 3-5/0/2-5/25-70/40-50/4-9
Masa Perdarahan 2 00
Masa Pembekuan 4 00
9

GDS 84 g/dl 70-120


Ureum 15 20-40
Creatinin 0,9 0,5-1,2
SGOT 30 <42
SGPT 36 <41

2. FOTO TORAKS PA (23/Januari/2017)


Cor: besar, bentuk normal
Pulmo: tidak tampak infiltrate/nodul
Sinus Phrenicocostalis kanan dan kiri tajam
Kesan: cor dan pulmo saat ini tak tampak kelainan

F. HASIL FOLLOW-UP
1. Hari pertama pasien di rawat di Bangsal B2 Seruni (29/Januari/2017):
S : ingus cair (+)
Hidung tersumbat (+)
Nafas lewat mulut (+)
O : KU baik, CM, N: 80x P:18x S:36C
Polip CND stadium 3, polip CNS stadium 2, hiperemis
A : Polip nasi dextra stadium 3, polip nasi sinistra stadium 2
P : Persiapan OP Polipektomi

2. Hari kedua pasien dirawat (30/Januari/2017), dilakulan operasi polipektomi


pada pukul 09.00 WIB.
Resume post OP polipektomi:
- dilakukan general anasthesia
- dilakukan pengangkatan polip
- perdarahan yang terjadi di kontrol
- setelah perdarahan terkontrol operasi selesai
- lama operasi 90 menit
- jumlah perdarahan 100 cc

Instruksi post OP Tonsilektomi:


- awasi tanda vital
10

- perdarahan
- infus RL 20 tpm
- Cefotaxime injeksi 2 x 1g (Skin Test)
- Transamin injeksi 3 x 1 amp
- Dexamethasone injeksi 3 x 1 amp
- Ketorolac injeksi 3 x 1 amp
- Ranitidin injeksi 2 x 1 amp
- Diet biasa

3. Follow up pasien post OP, didapatkan:


S : Demam (-), Nyeri (-), Perdarahan (-)
O : KU baik, CM, N: 80x P: 19x S: 36,1C
A : Post OP polipektomi
P : Infus RL, Cefotaxime inj, Transamin inj, Dexamethasone inj,
Ketorolac inj, diet makanan biasa

G. RESUME
Anamnesis:
Sejak 1 bulan sebelum berobat ke poli THT RSUD M.Yunus,
pasien mengeluh hidung kanannya terasa sudah tertutup dan hidumg
kirinya semakin tersumbat . Bengkak pada hidung juga dikeluhkan tetapi
tidak disertai nyeri tekan. Pasien juga mengeluh flu dengan ingus encer
berwarna jernih terkadang kekuningan, darah tidak ada, ingus mengalir
ke tenggorok disangkal. Pasien juga mengeluh susah bernapas sehingga
bernapas lewat mulut, suara menjadi sengau, selain itu penciuman
berkurang. Pasien tidak mengeluhkan rasa berat di wajah. Pasien juga
mengeluh tidur ngorok, gigi berlubang tidak diserttai sakit kepala dan
gangguan penglihatan.
Sejak 1 hari sebelum berobat ke poli THT, pasien mengeluh
hidung tersumbat yang semakin lama semakin berat yang disertai flu dan
batuk. Hidung tersumbat dan flu sudah dirasakan sejak lama. Batuk
dirasakan hilang timbul. Batuk tidak disertai dahak dan darah. Keluhan
demam disangkal. Batuk terutama dirasakan saat terpapar debu, cuaca
dingin dan minum es. Sakit tenggorokan dan gatal disangkal. Saat
11

berobat ke poli THT dan setelah diperiksa oleh dokter, dokter


menyarankan untuk dilakukan operasi seminggu kemudian.
Pasien memiliki riwayat flu karena alergi debu dan cuaca (sering
berobat) dan sakit mag (juga sering minum obat). Keluarga pasien
memiliki riwayat atopi, ibu pasien mengalami penyakit gatal pada kulit
karena alergi terhadap udara dingin, adik pasien memiliki keluhan flu
yang sama seperti pasien. Pasien suka mengkonsumsi mie instan dan
minuman dengan pewarna dan minum air es.

Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan hasil:
- Polip cavum nasi dextra sebesar 2x1x2 cm
- Polip cavum nasi sinistra sebesar 1x0,5x1 cm
- Warna polip bening keabu-abuan
- Cavum nasi hiperemis (+), edema (+), konka inferior CNS hipertrofi
Diagnosis Utama: Polip nasi dextra stadium 3 dan polip nasi sinistra stadium 2
Tatalaksana: Operasi Polipektomi
12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

POLIP NASAL
A. Definisi
Polip nasal ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, permukaannya licin, terjadi akibat
inflamasi mukosa shingga menimbulkan prolaps mukosa di dalam rongga
hidung.1,2,3 Polip hidung merupakan penyakit multifaktorial, mulai dari infeksi,
inflamasi non infeksi, kelainan anatomis serta abnormalitas genetik. Banyak
teori yang mengarahkan polip ini sebagai manifestasi dari inflamasi kronik, oleh
karena itu setiap kondisi yang menyebabkan inflamasi kronis pada rongga
hidung dapat menjadi faktor predisposisi polip. Kondisi-kondisi ini seperti rinitis
alergi atau non-alergi, sinusitis, intoleransi aspirin, asma, churg-strauss
syndrome, cystic fibrosis, katagener syndrome dan youns syndrome.1,2,3
1. Makroskopis
Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan
licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak
bening, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan
atau ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan
karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila
terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah
menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahunwarnanya dapat
menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuh polip terutama dari kompleks ostio-meatal di
meatus medius dan sinus etmoid. Ada polip yang tumbuh ke arah belakang
dan meluas di nasofaring disebut polip koana. Polip koana kebanyakan
berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Ada
juga sebagian kecil polip yang berasal dari sinus etmoid.1,3

2. Mikroskopis
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung
normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia engan submukosa yang sembab.
Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag.
Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah, saraf dan kelenjar
13

sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasiaepitel


karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau
gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Berdasarkan jenis sel peradangannya,
polip dikelompokkan menjadi 2 yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe
neutrofilik.1,3

Gambar 1. Polip Nasi3

B. Epidemiologi
Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia
anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun,
harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Polip
hidung dapat ditemukan pada semua kelompok ras.1,3,4
Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya
sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantunng pada pemilihan
populasi penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi
dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 42% di Finlandia. Di Amerika
Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-4%. Pada anak-anak sangat
jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Di Indonesia studi
epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan
prevalensi 0,2-4,3%. Polip hidung ditemukan 1-4% dari populasi. Penderita
polip hidung banyak ditemukan pada penderita asma non alergik sebanyak 13%
dibandingkan dengan asma alergi sebesar 5%.3,4

C. Etiologi
Bermacam-macam teori mengenai ppenyebab timbulnya polip hidung
telah sering diajukan, tetapi belum ada teori yang dapat diterima dengan mutlak.
Timbulnya polip dapat karena disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Teori
tersebut antara lain: teori alergi, peradangan dan infeksi, obstruksi mekanik,
14

gangguan saraf, supurasi sinus, pembuluh darah dan limfe. Pada penelitian
akhir-akhir ini dikatakan bahwa polip berasal dari adanya epitel mukosa yang
ruptur oleh karena trauma, infeksi dann alergi yang menyebabkan edema
mukosa sehingga jaringan menjadi prolaps.5
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau
reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip
hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi
dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan
adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa
hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung
oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang
(neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.
Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak anak. Pada
anak anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.5

D. Faktor Predisposisi5
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan
hipertrofi konka.

E. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan
terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke
dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab
tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang
lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema
mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada
akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus
15

maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan
turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang
berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi
karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat
di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat
sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar
dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.1,5,6

F. Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan
di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat
keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau
anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya
akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya
adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung. 1,5,6
Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari
konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip
dan konka polipoid ialah :
Polip :
- Bertangkai
- Mudah digerakkan
- Konsistensi lunak
- Tidak nyeri bila ditekan
- Tidak mudah berdarah
- Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

G. Diagnosis1,6,7,8
1. Anamnesis
Keluhan utama penderita polip ialah hidung rasa tersumbat dari yang ringan
sampai yang berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau
anosmia. Dapat juga disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai
sakit kepaladi daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin
didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat
16

timbul ialah bernapas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur
dan penurunan kualitas hidup.
Polip nasi dapat menyebabkan gejala saluran napas bawah berupa
batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.
Selain itu harus ditanyakan riwayat rinitis alergi, asma, intoleransi terhadap
aspirin, alergi obat dan alergi makanan.

2. Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal
dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polipmenurut Mackay dan Lund (1997) adalah
sebagai berikut:
Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius
Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga
hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3 : Polip yang masif

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Naso-endoskopi
Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan
rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.
Pada polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostim
asesorius sinus maksila. Penggunaan nasoendoskopi sangat membantu
penegakan diagnosis kasus polip yang baru.

b. Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di
dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan CT
scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung
dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip
atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. CT scan terutama
diindikasikan pada kasuus polip yang gagal dengan terapi
medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan
tindakan bedah terutama bedah endoskopi.

H. Diagnosis Banding8,9
17

1. Konka polipoid
Polip didiagnosabandingkan dengan konka polipoid, yang ciri cirinya
sebagai berikut :
- Tidak bertangkai
- Sukar digerakkan
- Nyeri bila ditekan dengan pinset
- Mudah berdarah
- Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas
adrenalin).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan
polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang
juga harus hati hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik,
maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi
dan dengan penyakit jantung lainnya.

I. Tatalaksana7,8,9
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :
2. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari,
kemudian dosis diturunkan perlahan lahan (tappering off).
3. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5
cc, tiap 5 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
4. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat
untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan
pengobatan kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil,
sehingga lebih aman.
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip
(polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat
sinusitis, perlu dilakukan drainase sinus. Oleh karena itu sebelum operasi
polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis
yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu, pada pasien polip dengan
keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus dan adanya perdarahan pembuatan
foto sinus paranasal tidak boleh dilupakan.
18

Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar polip setelah


pemberian dekongestan dan anestesi lokal.
Pada kasus polip yang berulang ulang, perlu dilakukan operasi
etmoidektomi oleh karena umumnya polip berasal dari sinus etmoid.
Etmoidektomi ada dua cara, yakni :
1. Intranasal
2. Ekstranasal

J. Komplikasi7,10
Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu sebagai berikut:
1. Obstruksi nasofaring
2. Woakes syndrome

K. Prognosis8,10
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga
perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal
pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan
eliminasi.
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa
dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid
atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah
berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan
hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan.

BAB III
PEMBAHASAN
19

MASALAH PADA KASUS:

Gambar 2. Polip pada pasien

Ny.Y, 34 tahun, didiagnosis menderita polip nasal stadium 3, dengan kondisi


polip berukuran 2x1x2 cm pada cavum nasi dextra, sekret (+) dan polip nasi sinistra
stadium 2 dengan polip berukuran 1x0,5x1cm. Penyebab terjadinya polip nasi belum
diketahui secara pasti. Namun sebagian besar kejadian polip nasi dihubungkan dengan
faktor predisposisi inflamasi kronik pada hidung seperti rhinitis alergi. Pada pasien ini,
kemungkinan penyebab terjadinya polip adalah Rhinitis alergi. Rhinitis alergi dapat
menyebabkan perubahan mukosa hidung maupun ketidakseimbangan saraf vasomotor.
Prolaps submukosa yang diikuti dengan reepitelisasi, pembentukan kelenjar baru dan
peningkatan penyerapan natrium mengakibatkan retensi air sehingga membentuk polip.
Polip yang semakin lama semakin membesar ini menutupi saluran pernapasan (hidung)
sehingga menimbulkan berbagai manifestasi klinis. Selain itu kebiasaan pasien
mengkomsumsi mie instan, memasak dengan menggunakan penyedap rasa, minuman
dengan bahan pewarna dan air es dapat menjadi faktor risiko polip. Pada pasien ini,
alasan dilakukannya polipektomi adalah adanya peradangan pada mukosa hidung,
hidung terasa penuh, tidur mengorok, sekret serosa yang banyak, napas lewat mulut dan
penciuman yang menurun. Apabila tidak dilakukan polipektomi maka dapat
menimbulkan komplikasi yang buruk pada pasien.

Tatalaksana pasien dengan polip stadium 1 dan 2 adalah dengan cara pemberian
intranasal corticosteroid selama 4-6 minggu. Apabila ada perubahan/perbaikan kondisi
pasien lanjutkan pengobatan. Apabila tidak ada perubahan yang bermakna, berikan
sistemik kortikosteroid secara oral. Apabila setelah pemberian kortikosteroid oral ada
perbaikan kondisi pasien, lanjutkan dengan pemberian intranasal kortikosteroid.
20

Apabila pengobatan secara medikamentosa tidak memberikan perubahan samasekali,


segera lakukan tindakan operatif. Tindakan operatif juga diindikasikan untuk polip
stadium 3.4,11

Sumber : Paraya. Medical and surgical management of nasal polyps

Pemberian intranasal kortikosteroid dapat berupa:

1. Flucasone propionate 50 mcg/lubang hidung/hari 2x semprot

Flucasone propionate adalah derivate corticosteroid dari fluticasone yang sering


digunakan untuk tatalaksana rhinitis alergi dan asthma, serta tatalaksana polip
nasal. Beberapa penelitian mengatakan bahwa FPND dapat mengecilkan ukuran
polip nasal, sehingga meningkatkan aliran udara serta memperbaiki gangguan
penciuman pada kejadian polip nasal. Mekanisme kerjanya sama dengan
mekanisme kerja budesonide, namun dapat menyebabkan efek samping berupa
iritasi mukosa, infeksi, mukosa kering, dermatitis, pruritus, dan lain-lain.11,12,13

2. Budesonide 64 mcg/lubang hidung/hari 2x semprot

Budesonide adalah obat golongan kortikosteroid (cortisone-like drug) yang


sering digunakan sebagai obat simptomatik seperti hidung tersumbat dan
rhinorrhae pada rhinitis alergi dan polip nasal, serta sering juga digunakan dalam
21

tatalaksana asthma. Budesonide nasal spray memiliki massa kerja cepat dan
memiliki efek tinggi sebagai hormone glukokortikoid. Budesonide berikatan
dengan reseptor glukokortikoid dengan afinitas yang tinggi dibandingkan
dengan cortisol dan prednisolon. Budesonide intranasal diabsobsi melalui
mukosa hidung masuk kedalam tubuh dan dimetabolisme via cytochrome P450
isoenzym 3A4 (CYP3A4). mekanisme kerja budesonide adalah menghambat
kerja sel-sel multiple seperti neutrofil, makrogaf, eosinofil, sel mast, dan limfosit
serta menghambat mediator-mediator inflamasi seperti histamine, eicosanoid,
leukotrin, dan sitokin. Budesonide tidak diberikan bersamaan dengan obat-bat
yang dapat meningkatkan efeknya seperti itrakonazol, ketokonazol, dan obat-
obatan lainnya yang dimetabolisme melalui CYP3A4.11,12,13

Setelah dilakukan polipektomi, pasien diberikan obat berupa:


1. Cefotaxime injeksi
Sefotaksim termasuk ke dalam golongan sefalosporin generasi ketiga.
Sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi lebih stabil terhadap banyak bakteri
beta laktamase sehingga memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas.
Dibandingkan dengan agen generasi kedua, obat ini memiliki cakupan gram
negatif yang lebih luas dan juga terhadap gram positif aerobik. Obat ini dapat
digunakan sebagai pencegahan pasca operasi (pencegahan septikemia) yang
disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, serratia, streptokokus dan stafilokokus.
Efek samping tersering yang terjadi adalah timbulnya reaksi alergi, seperti
anafilaksis, demam, ruam kulit sehingga pada pasien dengan riwayat anafilaksis
pada penisilin tidak boleh menggunakan sefalosporin. Obat ini diberikan tiap 6
sampai 12 jam, dan tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 1, 2, dan 10 g.
Dosis untuk anak sebesar 50-200mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis.14,15,16

2. Transamin injeksi (Asam traneksamat)


Obat ini mempunyai indikasi dan mekanisme kerja yang sama dengan
asam aminokaproat, tetapi 10 kali lebih poten dengan efek samping yang lebih
ringan. Obat ini digunakan untuk mengentikan perdarahan (hemostatik) dengan
cara menghambat mekanisme fibrinolisis. Fibrinolisis adalah proses pemecahan
atau penghancuran fibrin (bekuan darah) oleh plasmin. Efek samping yang
mungkin muncul adalah pruritus, eritema, ruam kulit, mual dan muntah. Dosis iv
22

yang dianjurkan 0,5-1 g, 2-3 kali perhari diberikan dengan lambat, sekurang-
kurangnya dalam 5 menit, dan obat ini (90%) dieksresikan melalui urin dalam
24 jam.14,15

3. Dexamethasone injeksi
Deksametason merupakan glukokortikoid kerja lama ( t1/2 36-72 jam)
yang salah satu efeknya adalah mencegah atau menekan gejala inflamasi, berupa
kemerahan, rasa sakit, panas, dan pembengkakan ditempat radang. Obat ini
bekerja dengan menghambat pelepasan mediator inflamasi. Penelitian
menyebutkan bahwa obat ini juga memiliki efek antiemetik dengan mekanisme
yang belum diketahui secara pasti. Sediaan deksametason injeksi adalah
4mg/ml.14,15,16

4. Ketorolac injeksi
Ketorolak (OAINS) merupakan analgesik poten dengan efek anti-
inflamasi sedang, dan obat ini selektif menghambat COX-1. Efek analgesik ini
terbukti efektif untuk menggantikan morfin dalam beberapa situasi yang
melibatkan nyeri pasca operasi ringan dan sedang. Efek samping yang mungkin
muncul adalah gangguan saluran cerna, mengantuk, pusing dan sakit kepala.
Dosis iv 15-30 mg, dan dipakai tidak lebih dari 5 hari karena kemungkinan
iritasi lambung besar.14,15

5. Ranitidin injeksi

Ranitidin merupakan obat penghambat reseptor H2. Ranitidin digunakan untuk


menangani gejala dan penyakit akibat produksi asam lambung yang berlebihan.
Kelebihan asam lambung dapat membuat dinding sistem pencernaan mengalami
iritasi dan peradangan. 300 mg per hari. Dosis ini bisa diminum sekaligus atau
dibagi menjadi dua. Ranitidin bisa diberikan selama 2-12 minggu, tergantung
pada kondisi dan respons pasien terhadap pengobatan.14,15
23

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaiti. Bashiruddin, Jenny; Restuti, Ratna D.
Dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher
Edisi Keenam. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 224-7.
2. Hanis IF, Raharjo SP, Arfandi RB & Djufri NI. 2010. Hubungan antara stadium
polip nasi dengan fungsi ventilasi dan drainase telinga tengah berdasarkan
gambaran timpanogram. CDK 179, UNHAS.
3. Mudassir, dkk. 2012. Analisis kadar malondialdehid (MDA) plasma penderita
polip hidung berdasarkan dominasi sel inflamasi pada pemeriksaan
histopatologi. Makasar: FK UNHAS

4. Amalyah & Taufiq FP. 2013. Polip nasi rekuren bilateral stadium 2 pada wanita
dengan riwayat polipektomi dan rhinitis alergi. Medula vol 1 (5)

5. Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. 2009. Jakarta: EGC. p. 81.

6. Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. Buku Ajar Patologi


Robbins Edisi 7 Volume 2. 2007. Jakarta: EGC. p. 486.

7. Lee DH et al. 2013. Nasopharynx obstruction by huge nasal polyp with


metaplastic ossification. J Rhinol 20 (2)

8. Longmore, Murray. et al. 2009. Nasal polyps- Oxford handbook of clinical


specialties. 8th Ed. New York: oxford University Press

9. Adam, Boies, Higler. BOIES. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. 2012. Jakarta,
EGC.

10. Wardani RS, Mayangsari ID, Koento T, Amozegar E. 2014. Woakes syndrome.
ORLI 44(1), Jakarta

11. Newton, JR and Kim Wong. 2008. A review of asal polyposis-theraupetics and
clinical risk management. Publisher and license dove medical press. Ltd

12. Assanasen, Paraya and Robert M. 2001. Medical and surgical management of
nasal polyps. Lippincott Williams and wilkins inc.

13. Gunawan, SG, FKUI. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI
24

14. Syarif, Amir. Ascobat, Purwantyastuti. Estuningtyas, Ari. Setiabudy, Rianto.


Setiawati, Arini. Sunaryo, R. Dkk. Farmakologi dan Terapi Edisi Lima. 2009.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 682-5, 818-9.

15. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 10. 2012. Jakarta: EGC.

16. Theodorus. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta: EGC. 2012. p. 246.

Anda mungkin juga menyukai