Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah,
kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku.Etika adalah ilmu tentang
kesusilaan yang bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang melibatkan
aturan atau prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar. Moral adalah perilaku yang
diharapkan oleh masyarakat yang merupakan standar perilaku dan nilai yang harus
diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal. Etiket atau adat
merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang serta menjadi suatu kebiasaan di dalam
suatu masyarakat baik berupa kata kata maupun bentuk perbuatan yang nyata.Etika adalah
kode prilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok tertentu.Etika juga
merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar.Etika berhubungan dengan hal
yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan kewajiban moral. Etika berhubungan dengan
peraturan untuk perbuatan atau tidakan yang mempunyai prinsip benar dan salah, serta
prinsip moralitas karena etika mempunyai tanggung jawab moral, menyimpang dari kode
etik berarti tidak memiliki prilaku yang baik dan tidak memiliki moral yang baik. Etika bisa
diartikan juga sebagai, yang berhubungan dengan pertimbangan keputusan, benar atau
tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan
hal yang harus dilakukan.Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber
dari martabat dan hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari
profesi.Profesi menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi individu
yang dilayani.Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu
profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI atau IBI.
Moral, istilah ini berasal dari bahasa latin yang bearti adat atau kebiasaaan. Pengertian moral
adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang merupakan standar perilaku dan
nilai yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia
tinggal. Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang
benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum,
adat dan praktek professional.Etika, moral dan etiket sulit dibedakan, hanya dapat dilihat
bahwa etika lebih dititikberatkan pada aturan, prinsip yang melandasi perilaku yang
mendasar dan mendekati aturan, hukum dan undang-undang yang membedakan benar atau
salah secara moralitas.nilai-nilai moral yang ada dalam kode etik keperawatan Indonesia
(2000), diantaranya:
1. Menghargai hak klien sebagai individu yang bermartabat dan unik
2. Menghormati nilai-nilai yang diyakini klien
3. Bertanggung jawab terhadap klien
4. Confidentiality

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja model hubungan perawat, dokter, dan pasien?
1.2.2 Bagaimana hubungan perawat dan pasien?
1.2.3 Bagaiman hubungan antara perawat dengan perawat?
1.2.4 Bagaiman hubungan perawat dan dokter?
1.2.5 Apa saja model-model pengambilan keputusan etika dalam keperawatan?
1.2.6 Bagaiman otonomi pasien?
1.2.7 Bagaiman sikap terhadap kematian?
1.2.8 Bagaimana pengambilan keputusan?

1.3 Tujuan

1.3.1 Dapat mengetahui tentang model hubungan perawat, dokter, dan pasien.

1.3.2 Dapat mengetahui tentang hubungan perawat dan pasien.

1.3.3 Dapat mengetahui tentang hubungan antara perawat dengan perawat.

1.3.4 Dapat mengetahui tentang hubungan perawat dan dokter.

1.3.5 Dapat mengetahui model-model pengambilan keputusan etika dalam keperawatan.

1.3.6 Dapat mengetahui tentang otonomi pasien.

1.3.7 Dapat mengetahui tentang sikap terhadap kematian.

1.3.8 Dapat mengetahui tentang pengambilan keputusan.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Hubungan Perawat, Dokter, Dan Pasien


2.1.1 Model Aktivitas- Pasivitas
Suatu model dimana perawat dan dokter berperan aktif dan pasien
berperan pasif.Model ini tepat untuk bayi, pasien koma, pasien dibius, dan pasien dalam
keadaan darurat.Dokter berada pada posisi mengatur semuanya, merasa mempunyai
kekuasaan, dan identitas pasien kurang diperhatikan. Model ini bersifat otoriter dan
paternalistic.

2.1.2 Model Hubungan Membantu


Merupakan dasar untuk sebagian besar dari praktik keperawatan atau praktik kedokteran.
Model ini terdiri dari pasien yang mempunyai gejala mencari bantuan dan perawat atau
dokter yang mempunyai pengetahuan terkait dengan kebutuhan pasien.Perawat dan
dokter memberi bantuan dalam bentuk perlakuan/ perawatan atau pengobatan. Timbal
baliknya pasien diharapkan bekerja sama dengan mentaati anjuran perawat atau dokter.
Dalam model ini, perawat dan dokter mengetahui apa yang terbaik bagi pasien,
memegang apa yang diminati pasien dan bebas dari prioritas yang lain. Model ini bersifat
paternalistik.

2.1.3 Model Partisipasi Mutual


Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang sama atau kesejahteraan antara
umat manusia merupakan nilai yang tinggi, model ini mencerminkan asumsi dasar dari
proses demokrasi. Interaksi, menurut model ini, menyebutkan kekuasaan yang sama,
saling membutuhkan, dan aktivitas yang dilakukan akan memberikan kepuasan kedua
pihak. Model ini mempunyai ciri bahwa setiap pasien mempunyai kemampuan untuk
menolong dirinya sendiri yang merupakan aspek penting pada layanan kesehatan saat ini.
Peran dokter dalam model ini adalah membantu pasien menolong
dirinya sendiri.Dari perspektif keperawatan, model partisipasi mutual ini penting untuk
mengenal dari pasien dan kemampuan diri pasien.Model ini menjelaskan bahwa manusia
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Keperawatan bersifat
menghargai martabat individu yang unik, berbeda satu sama lain dan membantu
kemampuan dalam menentukan dan mengatur diri sendiri ( Bandman and
Bandman,2004. dikutip dari American Nurses Assocication, Nursing: Asocial Policy.
Kansas City. MO: 2005).
2.2 Hubungan Perawat dan Pasien
Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai tujuan tertentu.Seorang perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan juga mempunyai tujuan tertentu. Kondisi yang
dihadapi pasien merupakan penentu peran perawat terhadap pasien ( Husted dan Husted,
2006 ).
Untuk menjelaskan peran perawat secara umum dapat digunakan kerangka yang
mengacu pada pandangan dasar Helldegard .E Pepley, tentang hubungan perawat dan
pasien dalam asuhan keperawatan, merupakan rasa percaya, pengukuran pemecahan
masalah (Problem Solving), dan kolaborasi.

Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, perawat dapat berperan sebagai konselor
pada saat pasien mengungkapkan kejadian dan perasaan tentang penyakitnya.Perawat
juga dapat berperan sebagai pengganti orang tua (terutama pada pasien anak), saudara
kandung, atau teman bagi pasien dalam ungkapan perasaan-perasaannya.

2.3 Hubungan antara Perawat dengan Perawat


Dalam membina hubungan antarsesama perawat yang ada, baik dengan lulusan S.Kep
maupun DIII Keperawatan (Am.Kep) diperlukan adanya sikap saling menghargai dan
saling toleransi sehingga sebagai perawat baru dapatr mengadakan pendekatan yang baik
dengan kepala ruangan, dan juga para perawat lainnya.

Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama dengan sesama
perawat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terhadap klien. Dalam
menjalankan tugasnya, perawat harus dapat membina hubungan baik dengansesama
perawat yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Dalam membina hubungan tersebut,
sesama perawat harus mempunyai rasa saling menghargai dan saling toleransi yang
tinggi agar tidak terjadi sikap saling curiga dan benci.

Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien komunikasi antartenaga


kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi tentang
klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat
tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural, dan hubungan
intrapersonal.
2.4 Hubungan Perawatdan Dokter
Hubungan perawat dengan dokter telah terjalin seiring perkembangan kedua kedua
profesi ini, tidak terlepas dari sejarah, sifat ilmu/ pendidikan, latar belakang personal dan
lain- lain.
Kedokteran dan keperawatan, walaupun kedua disiplin ilmu ini sama- sama berfokus
pada manusia, mempunyai beberapa perbedaan. Kedokteran lebih bersifat paternalistik,
yang mencerminkan figur seorang bapak, pemimpin dan pembuat keputusan
(judgment).Sedangkan keperawatan lebih bersifat mothernalistik, yang mencerminkan
figure seorang ibu (mother instink) dalam memberikan asuhan keperawatan, kasih
sayang, dan bantuan (helping relationship).

2.5 Model-Model Pengambilan Keputusan Etika Dalam Keperawatan


Ada 3 model pengambilan keputusan yang pertama adalah keputusan etis yang berpusat
pada pasien , keputusan etis yang berpusat pada dokter dan berpusat pada birokrasi .
Dalam kasus ini kami akan mencoba untuk mengambil keputusan etis berdasarkan pada
5 tahap pengambilan keputusan secara etis menurut Silvia:

1. Pengkajian, tahap ini akan dilakukan dengan melihat situasi klien.

2. Identifikasi masalah

3. Mempertimbangkan kemungkinan tindakan, tindakan dengan pendekatan


deontologik yaitu dengan berdasar pada moralitas dari suatu keputusan etis dan
memperhatikan prinsip etika yaitu Beneficience dan justice.

4. Keputusan dan seleksi tindakan.

Membuat keputusan dengan memberikan informasi kepada klien bahwa setelah


perawatan jika mengalami perbaikan maka pasien diharapkan untuk meninggalkan
kebiasaan buruknya.Dengan memberikan penyuluhan pasca perawatan tentang
bahaya dari kebiasaan buruk itu.

5. Refleksi terhadap keputusan dan tindakan yang diambil, artinya keputusan dan
tindakan yang diambil tidak bertentangan dnegan hukum dan agama.

2.6 Otonomi Pasien (facilitate autonomy)


Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan hidup
individu.Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap
pilihannya sendiri.Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang mempunyai
kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri.
Bagian dari apa yang didiperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang,
menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah
pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Curtin, 2002). Permasalahan dari penerapan
prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh
banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah SAkit, ekonomi,
tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan pasien untuk
memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya sesuai dengan yang
diinginkan.

2.7 Sikap Terhadap Kematian


Kehilangan tidakselalu oleh kematian tetapi semua kehilangan disertai putus hubungan.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

2.7.1 Tipe Kehilangan :


1. Kehilangan Obyek Eksternal
Mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang, berpindah tempat, dicuri atau
rusak karena bencana alam. Bagi anak-anak kehilangan boneka, selimut, dll. Sedangkan
orang dewasa mungkin kehilangan perhiasan, motor, hap, dll. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang tergantung pada nilai dan kegunaan yang dimiliki benda tersebut
2. Kehilangan Lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan, yang mencakup meninggalkan
lingkungan tersebut atau kepindahan permanen. Misalnya pindah ke kota baru,
mendapatkan pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui
perpisahan dengan lingkungan yang telah dikenal dapat melalui situasi :
1) Maturasional (seorang lansia pindah ke panti werda, rumah perawatan)
2) Situasional(mengalami cedera / penyakit, kehilangan rumah karena bencana alam)
Perawatan mengakibatkan seseorang merasa di isolasi dari kejadian rutin. Peraturan
rumah sakit membuat suatu lingkungan yang impersonal dan demoralisasi. Kesepian
akibat lingkungan yang tidak dikenal mengancam harga diri dan membuat berduka
menjadi lebih sulit.
3. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara kandung, guru,
pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja, bahkan mungkin hewan peliharaan, dan
mungkin juga artis atau atlet idolanya. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan,
pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.
4. Kehilangan Aspek Diri
Dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian
tubuh seperti anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fisiologis
mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga
diri, percaya diri, kekuatan respeks, atau cinta. Kehilangan ini dapat terjadi akibat
penyakit, cedera, atau perubahan perkembangan atau situasi. Kehilangan ini dapat
menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan
akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh
dan harga diri.
5. Kehilangan Hidup
Perhatian utama sering bukan pada kematian tetapi mengenai nyeri dan kehilangan
kontrol. Sebagian besar orang takut akan kematian dan gelisah mengenai kematian.
Setiap orang berespons berbeda terhadap kematian :
1) Orang yang menderita penyakit kronis lama dapat mengalami kematian sebagai
peredaan.
2) Sebagian menganggap kematian jalan menuju bersatu di surga dg orang yang
dicintai.
3) Sedangkan orang lain takut perpisahan, dilalaikan, kesepian, atau cedera. Ketakutan
akan kematian sering menyebabkan individu menjadi ketergantungan.
2.7.2 Dalam Menghadapi Kehilangan
1) Bagaimana persepsi individu terhadap kehilangan
2) Tahap perkembangan
3) Kekuatan/koping mekanisme
4) Support system

2.7.3 Respons Fisik Yang Berhubungan Dengan Kehilangan :


1. Sakit kepala
2. Nafsu makan menurun atau meningkat
3. Perubahan kebiasaan BAB dan BAK
4. Perubahan pola tidur dan mimpi
5. Sesak nafas dan mulut kering
6. Tercekik pada tenggorokan dan / dada
7. Kelemahan otot
8. Tidak enak badan
9. Marah dan permusuhan
10. Kesalahan dan menyalahkan diri sendiri

2.7.4 Peran Perawat Dalam Menjelang Kematian


1. Menganjurkan pasien bicara tentang perasaan dan kehilangannya : ijinkan
Expresi feeling (menangis, marah ).
2. Dengarkan pasien
3. Memberi bantuan dan informasi yang diperluksn
4. Menenangkan pasien bahwa berduka adalah proses normal
5. Menghormati agama, kultur. dan sosial pasien

2.7.5 Berduka, Berkabung Dan Kehilangan Karena Kematian


Istilahberduka, berkabung dan kehilangan karena kematiansering digunakan tumpang
tindih. Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan dan aktivitas
yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup berduka dan berkabung.Berduka
merupakan reaksi bio- psiko- sosial terhadap persepsi dari kehilangan.Berduka adalah
proses mengalami reaksi psikologis, sosial dan fisik terhadap kehilangan yang
dipersepsikan. Respons tersebut yang diekspresikan terhadap kehilangan
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur,
keputusasaan, kesepian ketidakberdayaan, rasa bersalah, marah, dan lain-lain. Berkabung
adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati
berduka/dukacita. Proses berduka/dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal,
menyedihkan , dan berkepanjangan.

1. Teori Engel (1964)


Proses berduka mempunyai 3 fase yang dapat diterapkan pada seseorang yang berduka
dan menjelang kematian, yaitu :
1) Fase pertama, individu menyangkal realitas kehidupan dan mungkin menarik diri,
duduk tidak bergerak, atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat seperti
pingsan, berkeringat, mual, diare, frekuensi jantung cepat, gelisah, insomnia, dan
keletihan.
2) Fase kedua, individu mulai merasa kehilangan tiba-tiba dan mungkin mengalami
keputusasaan. Secara mendadak menjadi marah, rasa bersalah, frustrasi, depresi, dan
kehampaan. Menangis adalah khas individu menerima kehilangan.
3) Faseketiga, Marah dan deoresi tidak lagi terjadi. Kehilangan telah jelas bagi individu
yang mulai mengenali hidup. Dengan mengalami fase ini seseorang telah
berkembang kesadaran dirinya (fungsi emosi dan intelektual menjadi lebih tinggi).

2. Teori KublerRoss (1969)


Tahapan menjelang ajal ( Dr. E. Kubler Ross )
1) MDenial( Mengingkari /menyangkal )
2) Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah, lemah,
letih, dan pucat. Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal. Ia
mungkin tidak menerima informasi ini sebagai kebenaran, dan bahkan mungkin
mengingkarinya.
Saya? Tidak, tak mungkin
Hal ini tidak terjadi pada saya
Saya terlalu muda untuk mati
Perawat :
Cobalah untuk tidak mempertegas atau mengingkari kenyataan bahwa pasien
menjelang kematian
Contoh :
Hasil lab ini tidak benar, saya tidak menderita ca
Pasti sulit bagi anda untuk memahami hasil pemeriksaan tersebut
3) Anger( Marah )
Individu melawan kehilangan dan dapat bertindak pada seseorang dan segala
sesuatu di lingkungan sekitarnya. Perasaan marah dapat diproyeksikan pada
orang atau benda yang ditandai dengan muka merah, suara keras, tangan
mengepal, nadi cepat, gelisah, dan perilaku agresif.
Terjadi ketika pasien tidak lagi dapat mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Pasien mungkin menyalahkan orang disekelilingnya termasuk
perawat
Mengapa saya?
: Semua ini adalah kesalahanmu. Saya seharusnya tidak datang ke RS ini
Perawat:
Pahami penyebab marah pasien. Berikan pengertian dan dukungan. Dengarkan.
Cobalah memenuhi dengan cepat kebutuhan dan tututannya yang masuk akal.
Contoh :
Makanan ini tidak enak, tidak cocok untuk dimakan
Coba saya cari dulu, apakah ada makanan lain yang dapat meningkatkan selera
anda
4) Bargaining( Tawar-menawar )
Terdapat penundaan realitas kehilangan. Individu mampu mengungkapkan rasa
marah atau kehilangan, ia akan mengekspresikan rasa bersalah, takut dan rasa
berdosa. Pada tahapan ini pasien seringkali mencari pendapat orang lain.
Kemarahan biasanya mereda dan pasien menimbulkan kesan sudah dapat
menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya. Pasien mencoba menawar waktu
untuk hidup. Ia seringkali akan berjanji kepada Tuhan.
Jika Engkau mengijinkan saya hidup 2 bulan lagi, saya berjanji akan menjadi
orang baik
Saya tahu, saya akan mati dan saya siap untuk mati tetapi tidak sekarang
Perawat :
Sebanyak mungkin permohonan pasien dapat dipenuhi. Dengarkan penuh
perhatian.
Contoh :
Jika Tuhan dapat menundanya, saya akan ke gereja setiap minggu
Apa anda ingin dikunjungi rohaniawan
5) Depression( Depresi )
Terjadi ketika ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Individu menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara,
dan putus asa. Perilaku yang muncul seperti menolak makan, susah tidur, dan
dorongan libido menurun, serta merasa terlalu kesepian. Pasien datang dengan
kesadaran penuh bahwa ia akan segera mati.
Ya, benar aku
Saya selalu berjanji pada suami saya bahwa kita akan ke Eropa dan sekarang
kita tidak akan pernah pergi lagi
Ini biasanya merupakan satu waktu yang sedih. Pasien cenderung tidak banyak
bicara dan mungkin sering menangis.
Perawat :
Perawat duduk dengan tenang di samping pasien. Hindari kata klise yang
memperberat depresi pasien. Bersikaplah mengasihi dan mendukung. Biarkan
pasien tahu bahwa ia boleh depresi.
Contoh :
Semua yang terjadi benar-benar tidak masuk akal
Saya mengerti anda sangat tertekan
6) Acceptance(Menerima )
Reaksi fisiologis menurun dan interaksi sosial berlanjut. Fase ini berkaitan
dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang berpusat pada obyek
kehilangan mulai berkurang. K-R mendefinisikan penerimaan lebih sebagai
menghadapi situasi ketimbang menyerah untuk pasrah atau putus asa. Pada tahap
ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Pasien berusaha menyelesaikan
urusan-urusan /tugasnya yang belum selesai dan mungkin tak ingin bicara lagi. K-
R menyatakan : mencapai tahap ini tidak selalu berarti maut sudah dekat. Tahap
ini bukanlah tahap pasrah berarti kekalahan.

Biarlah maut cepat-cepat mengambil aku, karena aku sudah siap


Perawat :
Jangan menganggap bahwa hanya karena pasien telah menerima kenyataannya,
bukan berarti ia tidak merasa takut atau tidakmemerlukan dukungan emosional.
Dengarkan dengan penuh perhatian, dukung dan rawatlah.
Contoh :
Saya sangat kesepian
Saya disini menemani anda. Apa anda ingin membicarakan sesuatu
3. Fase Berduka menurut Rando [1993]
Respons berduka dibagi menjadi 3 katagori, yaitu :
1) Penghindaran, dimana terjadi syok, menyangkal dan ketidakpercayaan.
2) Konfrontasi, terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang
melawan kehilangan dan kedukaan mereka yang dirakan paling dalam dan dirasakan
paling akut..
3) Akomodasi, secara bertahap terjadi penurunan kedukaan akut. Klien belajar
menjalani hidup dengan kehilangan mereka.
Peran Perawatadalah Mengamati perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.
Mati / Meninggal adalahberhentinya fungsi vital yang permanen, akhir penghidupan
manusia.
2.7.6 Mempersiapkan Kematian
1. Setiap pasien bereaksi dengan cara yang unik
2. Kepada siapa pasien ingin mengungkapkan perasaannya keputusan yang sangat pribadi
3. Perawat harus bersedia mendengarkan, tetapi jangan memperbesar masalah.

2.8 Pengambilan Keputusan


Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu
masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang
untuk mengambil suatu tindakan yang tepat.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :
1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada
sistematika tertentu :
a. Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.
b. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
c. Falsafah yang dianut organisasi.
d. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan
manajemen di dalam organisasi.
e. Masalah harus diketahui dengan jelas.
f. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan
sistematis.
g. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif
yang telah dianalisa secara matang.

Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas, akan
menimbulkan berbagai masalah :
1. Tidak tepatnya keputusan.
2. Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi
baik dari segi manusia, uang maupun material.
3. Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi antara
kepentingan organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut.
4. Timbulnya penolakan terhadap keputusan.
Sikap atau watak berfikir kritis dapat ditingkatkan dengan memantapkan secara
positif dan memotivasi lingkungan kerja. Kreativitas penting untuk
membangkitkan motivasi secara individu sehingga mampu memberikan konsep
baru dengan pendekatan inovatif dalam memecahkan masalah atau isu secara
fleksibel dan bebas berpikir. Keterbukaan menerima kritik akan mengakibatkan
hal positif seperti; semakin terjaminnya kemampuan analisa seseorang terhadap
fakta dan data yang dihadapi dan akan meningkatkan kemampuan untuk
mengatasi kelemahan. Prinsip utama untuk menetapkan suatu masalah adalah
mengetahui fakta, kemudian memisahkan fakta tersebut dan melakukan
interpretasi data menjadi fakta objektif dan menentukan luasnya masalah
tersebut.Manajer membutuhkan kemampuan untuk menetapkan prioritas
pemecahan masalah. Umumnya untuk pemecahan masalah selalu menggunakan
metoda coba-coba dan salah, eksperimen, dan atau tidak berbuat apa-apa (do
nothing). Pembuatan keputusan dapat dipandang sebagai proses yang
menjembatani hal yang lalu dan hal yang akan datang pada saat manajer hendak
mengadakan suatu perubahan.
Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan diatas adalah salah satu
penyelesaian yang dinamis. Penyebab umum gagalnya penyelesaian masalah
adalah kurang tepat mengidentifikasi masalah.Oleh karena itu identifikasi
masalah adalah langkah yang paling penting.Kualitas hasil tergantung pada
keakuratan dalam mengidentifikasi masalah.
Identifikasi masalah dipengaruhi oleh informasi yang tersedia, nilai, sikap dan
pengalaman pembuat keputusan serta waktu penyelesaian masalah. Terutama
waktu yang cukup untuk mengumpulkan dan mengorganisir data
2.8.1 FormatPengambilan Keputusan
Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses pemecahan
masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan pilihan,
mengidentifikasi keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan, memprioritaskan
pilihan, menseleksi pilihan yang paling baik untuk menilai sebelum mendefinisikan
tujuan, implementasi dan evaluasi.
2.8.2 Gaya Pengambilan Keputusan
Gaya pengambilan keputusan manajer perawat/bidan umumnya sama dengan gaya
kepemimpinan yang digunakan oleh manajer tersebut diatas. Ada 7 variabel yang
berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk menyeleksi gaya yang paling cocok,
yaitu :
1. Pentingnya kualitas keputusan untuk keberhasilan institusi.
2. Derajat informasi yang dimiliki oleh manajer.
3. Derajat pada masalah yang terstruktur dalam organisasi.
4. Pentingnya komitmen bawahan dan keterampilan membuat keputusan.
5. Kemungkinan keputusan autokratik dapat diterima.
6. Komitmen bawahan yang kuat terhadap tujuan institusi.
7. Kemungkinan bawahan konflik dalam proses akhir pada keputusan final.
Metode autokratik hasilnya lebih cepat dalam pengambilan keputusan dan cocok
untuk situasi yang krisis atau ketika kelompok senang menerima tipe ini sebagai
gaya keputusan. Bagaimanapun anggota staf umumnya lebih mendukung untuk
pendekatan konsultatif dan kelompok. Konflik dapat terjadi ketika masalah tidak
terstruktur dibahas atau jika manajer tidak mempunyai pengetahuan atau
ketrampilan dalam proses pemecahan masalah.
2.8.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan
keputusan, antara lain:
1. Faktor Internal
Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan. Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal
karakteristik, kultural, sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat,
pengetahuan dan sikap pengambilan keputusan yang dimiliki.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu.Suatu nilai yang
berpengaruh pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan
masalah, bagaimana evaluasi itu dapat dilaksanakan.Nilai ditentukan oleh salah satu
kultural, sosial, latar belakang, filosofi, sosial dan kultural.
2.8.4 Pengambilan Keputusan Kelompok
Ada dua kriteria utama untuk pengambilan keputusan yang efektif:
1. Keputusan harus berkualitas tinggi dan dapat mencapai tujuan atau sasaran yang
sebelumnya telah didefinisikan.
2. Keputusan harus diterima oleh orang yang bertanggungjawab melaksanakannya.
Contoh; Rapat merupakan salah satu alat terpenting untuk mencapai informasi dan
mengambil keputusan. Ada keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat dipetik
melalui suatu rapat, yaitu :
1) Masalah yang timbul menjadi jelas sifatnya karena dibicarakan dalam forum
terbuka.
2) Interaksi kelompok akan menghasilkan pendapat dan buah pikiran serta
pengertian yang mendalam.
3) Penerimaan dan pelaksanaan keputusan diambil oleh peserta rapat.
4) Rapat melatih menerima pendapat orang lain.
5) Melalui rapat peserta dilatih belajar tentang pemikiran orang lain dan belajar
menempatkan diri pada posisi orang lain.
6) Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses
pemecahan masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan
pilihan, mengidentifikasi keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan,
memprioritaskan pilihan, menyeleksi pilihan yang paling baik untuk menilai
sebelum mendefinisikan tujuan, implementasi dan evaluasi.
2.8.5 Evaluasi dari Pilihan
Pilihan yang masuk ke kolom keuntungan itulah yang menjadi prioritas pengambilan
keputusan. Mungkin ada 2 atau 3 pilihan, maka diseleksi lebih jauh untuk memilih satu
pilihan.
1. Rangking sesuai prioritas dari pilihan tersebut.
2. Seleksi pilihan yang terbaik.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Model Hubungan Perawat, Dokter, Dan Pasien
1. Model Aktivitas- Pasivitas
Suatu model dimana perawat dan dokter berperan aktif dan pasien berperan pasif. Model
ini bersifat otoriter dan paternalistic.
2. Model Hubungan Membantu
Merupakan dasar untuk sebagian besar dari praktik keperawatan atau praktik kedokteran.
Dalam model ini, perawat dan dokter mengetahui apa yang terbaik bagi pasien,
memegang apa yang diminati pasien dan bebas dari prioritas yang lain. Model ini bersifat
paternalistik.
3. Model Partisipasi Mutual
Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang sama atau kesejahteraan antara
umat manusia merupakan nilai yang tinggi, model ini mencerminkan asumsi dasar dari
proses demokrasi. Model ini mempunyai ciri bahwa setiap pasien mempunyai
kemampuan untuk menolong dirinya sendiri yang merupakan aspek penting pada
layanan kesehatan saat ini
3.1.2 Hubungan Perawat dan Pasien
Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai tujuan tertentu. Seorang
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan juga mempunyai tujuan tertentu.
Kondisi yang dihadapi pasien merupakan penentu peran perawat terhadap pasien
( Husted dan Husted, 2006 ).
3.1.3 Hubungan antara Perawat dengan Perawat
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural, dan hubungan
intrapersonal.
3.1.4 Hubungan Perawatdan Dokter
Hubungan perawat dengan dokter telah terjalin seiring perkembangan kedua kedua
profesi ini, tidak terlepas dari sejarah, sifat ilmu/ pendidikan, latar belakang personal dan
lain- lain.
3.1.5 Model Pengambilan Keputusan
1. Pengkajian
2. Identifikasi masalah
3. Mempertimbangkan kemungkinan tindakan
4. Keputusan dan seleksi tindakan.
5. Refleksi terhadap keputusan dan tindakan yang diambil

3.1.6 Sikap Terhadap Kematian

Kehilangan tidakselalu oleh kematian tetapi semua kehilangan disertai putus hubungan.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

3.1.7 Pengambilan Keputusan


Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu
masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang
untuk mengambil suatu tindakan yang tepat.

3.2 Saran

3.2.1 Berharap agar mahasiswa lebih memahami masalah-masalah etik moral pelayanan
kesehatan.

3.2.2 Bisa memberi pemahaman untuk mahasiswa tentang masalah-masalah etik moral
pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing: concept theory and practices. Philadelphia. Addison
Wesley.

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.(1999, 2000).Kode Etik Keperawatan, lambing dan Panji
PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia, Jakarta: PPNI

Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak
diterbitkan.

Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung
dan Hoge Road:Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai