Anda di halaman 1dari 36

STUDI KASUS

FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK


MALARIA

Dosen pengampu

Lucia Vita Inandha, M.Sc., Apt.

Disusun oleh

Kelas A2 Kelompok 4

Desi Mulyawati 1720333588

Desty Erza A. 1720333589

Dewi Anggriani 1720333590

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi Penyakit
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit protozoa genus plasmodium (P)
yang menyerang sel darah merah. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
betina. Spesies nyamuk anopheles yang terbukti menjadi penular malaria di Indonesia
sebanyak 24 spesies.
Spesies plamodium yang dapat menginfeksi manusia tetapi adalah
P. falciparum yang menyebabkan malaria falciparum
P. vivax yang menyebabkan malaria vivaks/ tertiana
P. ovale yang menyebabkan malaria ovale
P. malariae yang menyebabkan malaria malariae/ kuartana
P. knowlesi yang menyebabkan malaria pada kera juga dilaporkan menginfeksi manusia di
daerah hutan Asia Tenggara. P. falciparum, P. malariae, P. vivax umumnya terdapat diseluruh
negara dengan malaria. P. Ovale umumnya hanya terdapat diAfrika. P. falciparum paling
banyak menyebabkan kematian. Seorang penderiata dapat terinfeksi lebih dari satu jenis
plasmodium. Penularan dapat terjadi pada janin yang dikandung ibu penderita malariaatau
melalui transfusi darah.

B. Siklus hidup plasmodium


Siklus hidup plasmodium sangat komplek yang dimulai dari masuknya sporozoit kedalam
aliran darah manusia akibat gigitan nyamuk pembawa plasmodium tersebut. Sporozoit dalam
waktu kurang dari 30 menit berpindah ke liver dan masuk ke sel liver hepatosit. Sporozoit
berkembang di liver menjadi puluhan ribu merozoit dalam waktu 6-16 hari. Merozoit
berpindah kealiran darah dan menginvasi eritrosit dan berkembang serta masak dalam waktu
24-72 jam. Sel darah merah yang terinfeksi akan lisis melepaskan merozoit yang akan
menginfeksi sel darah merah lainnya dan memulai siklus. Tanda klasik dari malaria, episode
febril dan menggigil akut yang terjadi setiap 48-72 jam adalah bersamaan dengan lisisnya sel
darah merah yang terinfeksi dan melepas merozoit. Beberapa merozoit berkembang ke tahap
seksual gametosit yang dapat secara seksual berkembang menjadi sporozoit baru. Sporozoit
baru akan dihisap oleh nyamuk anopheles yangdapat menulari orang lain.

a. Fase aseksual
Dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit yang
terdapat dalam air liurnya ke dalam sirkulasi darah manusia. Dalam waktu 30 menit 1
jam, sporozoit masuk kedalam sel parenkhim hati dan berkembang biak membentuk
skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut intrahepatic schizogony
atau pre-erythrocyte schizogony atau skizogoni eksoeritrosit, karena parasit belum masuk
kedalm eritrosit (sel darah merah). Lamanya fase ini berbeda-beda untuk tiap spesies
plasmodium; butuh waktu 5,5 hari untuk P.falciparum dan 15 hari untuk P.malariae. Pada
akhir fase terjadi sporulasi, dimana skizon hati pecah dan banyak mengeluarkan merozoit
ke dalam sirkulasi darah. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian sporozoit membentuk
hipnozoit dalam hati yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, atau dikenal sebagai
sporozoit tidur yang dapat mengakibatkan relaps pada malaria, yaitu kambuhnya
penyakit setelah tampak mereda selama periode tertentu. Fase eritrosit dimulai saat
merozoit dalam sirkulasi menyerang sel darah merah melalui reseptor permukaan eritrosit
dan membentuk trofozoit. Proses menjadi trofozoit skizon merozoit. Setelah dua
sampai tiga generasi merozoit terbentuk, sebagian berubah menjadi bentuk seksual, gamet
jantan dan gamet betina.
b. Fase seksual Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung
parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini
mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan makrogametosit, yang kemudian
terjadi pembuahan membentuk zygote (ookinet). Selanjutnya, ookinet menembus dinding
lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan
dan bermigrasi mencapai kelenjar air liur nyamuk. Pada saat itu sporozoit siap
menginfeksi jika nyamuk menggigit manusia.

C. Epidemiologi
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan
kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu
malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Spesies Plasmodium yang bertanggung jawab untuk malaria manusia termasuk P. falciparum,
P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Malaria menimpa sekitar 500 juta orang di dunia setiap
tahun dan menyebabkan hingga 2,7 juta kematian setiap 5 tahun spesies Plasmodium yang
disebarkan oleh nyamuk Anopheles, yang endemik di daerah tropis seperti sub-Sahara Afrika,
Asia, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan bagian dari Turki, Yunani, dan Timur Tengah.
Mekanisme lain penularan termasuk transfusi darah, berbagi jarum, dan nifas. Pada awal abad
kedua puluh, lebih dari 500.000 kasus malaria terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat;
sekitar 1.300 kasus sekarang dilaporkan setiap 6,7,8 tahun.
Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API,
dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi
malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera
sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus
malaria tinggi. Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014
pengendalian malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk menurunkan
angka kesakitannya dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Dari gambar diatas angka kesakitan
malaria (Annual Parasite Incidence) tahun 2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga
masih harus dilakukan upaya efektif untuk menurunkan angka kesakitan 0,85 per 1000
penduduk dalam waktu 4 tahun, agar target Rencana Strategis Kesehatan Tahun 2014
tercapai.

D. FAKTOR RESIKO
Secara umum, setiap orang dapat terinfeksi malaria, tetapi ada juga orang yang memiliki
kekebalan terhadap parasit malaria, baik yang bersifat bawaan/alamiah maupun didapat.
1. Orang yang paling berisiko terinfeksi malaria adalah anak balita, wanita hamil serta
penduduk non-imun yang mengunjungi daerah endemis malaria, seperti para pengungsi,
transmigran dan wisatawan.
2. Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis di daerah pemukiman baru : daerah
perkebunan dan transmigrasi.
3. Keadaan lingkungan di suatu daerah : Adanya danau air payau, genangan air di hutan,
persawahan, pembukaan hutan, tambak ikan, dan daerah pertambangan.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda
Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita, jenis plasmodium
dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
ditemukannya parasit dalam darah disebut sebagai periode prapaten. Masa inkubasi dan
masa prapaten berbeda bergantung pada jenis plamodium.

Jenis plasmodium Periode prapaten Masa inkubasi


(hari) (hari)
P. Vivax 12 12-17
P. Falcifarum 11 9-14
P. Malariae 33 18-40
P. Ovale 12 16-18

gejala awal malaria tidak spesiik, mirip dengan gejala penyakit infeksi virus sistemik
ringan. Gejala walnya dalah seperti sakit kepala, lelah, lemah, perasaan tidak nyaman
disaluran cerna, nyeri otot dan sendi yang kemudian diikuti dengan demam, menggigil,
berkeringat, anoreksia, muntah dan memburuknya kondisiumum pasien. Karena gejala
awal yang tidak spesifik sering kali tidak terdiagnosa bila hanya berdasarkan gejala saja.
Pada tahap awal, tidak terdapat kerusakan organ, terapi yang tepat akan dapat mengatasi
masalah. Tetapi apabila tidak tepat atau tertunda maka dapat terjadi infeksi parah dalam
beberapa jam, terutama pada malaria falcifarum. Keparahan yang terjadi meliputi: koma
(malaria serebral), asidosis metabolik, anemia berat hipoglikemia, gagal ginjal akut atau
edema pulmonal akut. Pada stadium ini dapat terjadi kefatalan. Kasus kefatalan berkisar
antara 10%-20%.
Gejala yang ditimbulkan oleh P. malariae dan P. Ovale umumnya ringan. Sedangkan P.
falcifarum lebih berat dan akut dibandingkan dengan yang lain. Gejala yang khas adalah
demam periodik, pembesaran limpa dan anemia.
Serangan demam yang khas pada malaria sering dimulai pada siang hari terdiri dari periode
menggigil, periode puncak demam, dan periode berkeringat.
Lamanya serangan demam tiap spesies plasmodium berbeda.
Periode menggigil yang daopat disertai kejang pada anak. Periode berlangsu ng 15-60
menit.
Periode puncak demam. Demam mencapai 410Cdan berlangsung sekitar 2 jam.
Periode berkeringat seluruh tubuh berkeringat, suhu tubuh menurun dengan cepat, tubuh
lelah dan mengantuk. Penderita akan merasa sehat. Periode ini berlangsung 2-4 jam.
Pembesaran limpa dan terasa nyeri merupakan gejala khas pada malaria kronis.
F. GEJALA
Gambaran khas dari penyakit malaria ialah adanya demam yang periodik, pembesaran
limpa (splenomegali), dan anemia (turunnya kadar hemoglobin dalam darah).
1. Demam
Demam pada malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya, tergantung dari plasmodium
penyebabnya. P.vivax menyebabkan malaria tertiana yang timbul teratur tiap tiga hari.
P.malariae
menyebabkan malaria quartana yang timbul teratur tiap empat hari dan P.falciparum
menyebabkan malaria tropika dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24 48
jam.
a. Stadium menggigil
Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita sering membungkus
badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat menggigil seluruh tubuhnya bergetar,
denyut nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, serta kulit pucat. Pada
anakanak sering disertai kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit 1 jam dan
dengan meningkatnya suhu badan.
b. Stadium puncak demam
Penderita berubah menjadi panas tinggi. Wajah memerah, kulit kering dan terasa panas
seperti terbakar, frekuensi napas meningkat, nadi penuh dan berdenyut keras, sakit kepala
semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran menurun, sampai timbul kejang (pada anak-
anak). Suhu badan bisa mencapai 41oC. Stadium ini berlangsung selama 2 jam atau lebih
diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Stadium berkeringat
Seluruh tubuhnya berkeringat banyak, sehingga tempat tidurnya basah. Suhu badan turun
dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan sering tertidur. Setelah bangun dari tidur,
penderita akan merasa sehat dan dapat melakukan tugas seperti biasa. Padahal, sebenarnya
penyakit ini masih bersarang dalam tubuhnya. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
2. Pembesaran limpa
Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis. Limpa menjadi bengkak dan
terasa nyeri. Pembengkakan tersebut diakibatkan oleh adanya penyumbatan sel-sel darah
merah yang mengandung parasit malaria. Lama-lama konsistensi limpa menjadi keras karena
bertambahnya jaringan ikat. Dengan pengobatan yang baik, limpa dapat berangsur normal
kembali.
3. Anemia
Anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah sampai di bawah normal disebabkan
penghancuran sel darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria. Selain itu, anemia timbul
akibat gangguan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Gejala anemia berupa
badan lemas, pusing, pucat, penglihatan kabur, jantung berdebar-debar, dan kurang nafsu
makan.
4. Malaria berat
Penyakit malaria akibat infeksi P.falciparum yang disertai gangguan berbagai sistem/organ
tubuh. Kriteria diagnosis malaria berat yang ditetapkan WHO, yaitu adanya satu atau lebih
komplikasi, seperti malaria serebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru,
hipoglikemia (kadar gula <40 mg%), syok, pendarahan spontan dari hidung, gusi, dan saluran
cerna, kejang berulang, asidemia dan asidosis (penurunan pH darah karena gangguan asam-
basa di dalam tubuh), serta hemoglobinuria makroskopik (adanya darah dalam urine).
Berikut ini beberapa komplikasi malaria berat :
a. Malaria serebral
Malaria serebral adalah malaria falciparum yang mengenai otak, yang disertai kejang-
kejang dan koma tanpa penyebab lain dari koma. Malaria serebral merupakan komplikasi
yang paling sering
menimbulkan kematian. Diduga penyebabnya adalah sumbatan kapiler pembuluh darah
otak oleh sel darah merah yang mengandung parasit malaria sehingga otak kekurangan
oksigen (anoksia otak). Gejala dapat timbul secara lambat atau mendadak. Biasanya
didahului oleh sakit kepala dan rasa mengantuk, disusul dengan gangguan kesadaran,
kelainan saraf, dan kejang-kejang bisa 2-3 hari.
b. Gagal ginjal akut
Pada malaria falciparum yang berat, kelainan fungsi ginjal sering terjadi terutama pada
penderita dewasa, jarang pada anak-anak. Angka kematian pada malaria berat dengan
gangguan fungsi ginjal dapat mencapai 45%, dibandingkan tanpa kelainan fungsi ginjal
yang hanya 10%. Diduga gangguan pada ginjal diakibatkan oleh sumbatan pada kapiler
darah ginjal oleh parasit malaria sehingga menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal.
Akibatnya, terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus ginjal. Komplikasi gagal ginjal akut
dapat menimbulkan asidosis metabolik, hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat dalam
darah), gagal jantung kongestif, aritmia jantung (gangguan irama jantung), dan perikarditis
(peradangan pada perikardium jantung).
c. Demam kencing hitam (black water fever)
Black water fever adalah sindroma dengan gejala serangan akut, berupa demam,
menggigil, penurunan tekanan darah, hemolisis (penghancuran sel darah merah)
intravaskuler, hemoglobinuria (adanya darah dalam urine), dan gagal ginjal. Namun,
parasit malaria yang dijumpai dalam darah hanya sedikit.
c. Gangguan fungsi hati
Pada gangguan fungsi hati akibat infeksi malaria falciparum, timbul ikterus (kuning pada
kulit, selaput lendir, mata dan mukosa) akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Jika gangguan fungsi hati disertai gangguan organ vital lain seperti gagal ginjal akut,
maka prognosisnya lebih buruk. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia,
asidosis metabolik, dan gangguan metabolisme obat di dalam tubuh
G. DIAGNOSIS
Malaria harus dikenali dengan tepat agar penderita mendapat perawatan yang tepat dan
mencegah penyebaran infeksi di masyarakat. Malaria dapat dicurigai berdasarkan gejala-
gejala dan tanda-tanda fisik yang ditemukan pada saat pemeriksaan. Diagnosis pada penyakit
malaria dapat dilakukan seperti mendiagnosis penyakit lain yaitu berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis malaria harus ditegakkan dengan
pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau dengan Rapid Diagnostic Test (RDT)
disebut juga tes diagnostik cepat.
Diagnosis malaria dapat sulit dilakukan, bila :
Malaria bukan merupakan penyakit endemik (seperti di AS). Petugas kesehatan tidak
familiar dengan penyakit ini. Petugas kesehatan yang memeriksa dapat lupa untuk
mempertimbangkan adanya penyakit tersebut dan tidak meminta dilakukan tes
diagnostik. Petugas laboratorium dapat kurang berpengalaman terhadap malaria dan
gagal mendeteksi parasit saat meneliti sampel darah dalam mikroskop.
Di beberapa area penyebaran malaria cukup besar, sehingga sebagian besar populasi
terinfeksi tetapi penderita tidak sampai sakit. Beberapa pembawa (carier) mempunyai
cukup imunitas untuk melindungi dari sakit malaria, tetapi tidak dari infeksi malaria.
Pada banyak daerah endemik malaria, kurangnya sumber daya merupakan hambatan
besar untuk menentukan diagnosis. Petugas kesehatan kurang terlatih, kurang cukup
perlengkapan dan kurang mendapat imbalan. Mereka juga harus membagi perhatian
untuk malaria dan penyakit lain seperti pneumonia, diare, TB dan HIV/AIDS.
DIAGNOSIS KLINIK
Diagnosis klinik didasarkan dari gejala pasien dan pemeriksaan fisik. Gejala awal malaria
seperti demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, sakit otot, mual dan muntah tidak
spesifik dan ditemukan juga pada penyakit lain seperti flu dan inveksi virus lain. Pemeriksaan
fisik juga sering tidak spesifik misalnya peningkatan suhu tubuh, berkeringat, dan merasa
lelah. Pemeriksaan fisik, ini dapat dilakukan untuk:
a. Malaria tanpa Komplikasi
Demam dengan pengukuran dengan thermometer suhu
menunjukkan > 37,5 O C
Konjunctiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpha (Splenomegali)
Pembesaran hati (Hepatomegali)
b. Malaria dengan Komplikasi
Gangguan kesadaran
Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk maupun berdiri)
Kejang-kejang
Panas sangat tinggi
Mata atau tubuh kuning
F. PATOFISIOLOGI
Infeksi didapat dari nyamuk Anopheles betina ketika air liur yang mengandung sporozoit
disuntikkan selama makan darah. Sporozoit menyebar secara hematogen ke hati, sehingga
pengembangan bentuk exoerythrocytic (skizon jaringan, hipnozoit) dalam hepatosit. Merozoit
dilepaskan dari skizon jaringan ke dalam sirkulasi sekitar 1 sampai 2 minggu kemudian, yang
mengarah ke invasi eritrosit. P. falciparum merozoit berkembang biak dalam eritrosit dari
segala usia, sedangkan spesies malaria lainnya dibatasi untuk sub-populasi tertentu. Dalam
eritrosit, merozoit mengkonsumsi hemoglobin dan matang untuk cincin, trofozoit, dan parasit
tahap skizon oleh replikasi aseksual atau seksual laki-laki dan bentuk gametocyte perempuan.
Pecahnya sel darah merah skizon terinfeksi terjadi setelah 48 jam (72 jam dengan P.
malariae), melepaskan merozoit yang mengabadikan invasi erythrocytic. Sel darah merah
gametocyte terinfeksi oleh nyamuk Anopheles menyebabkan pembuahan bentuk jantan dan
betina dalam usus nyamuk dan pengembangan sporozoit yang bermigrasi ke kelenjar ludah
nyamuk, menyelesaikan siklus menular. Kekambuhan penyakit tidak terjadi dengan P.
falciparum atau infeksi P. malariae; Namun, P. ovale dan P. vivax hipnozoit dapat menjadi
aktif beberapa minggu dan beberapa bulan setelah resolusi infeksi awal.
G. TERAPI
Pengobatan
Pengobatan malaria adalah pengobatan radikal yaitu membunuh semua stadium parasit yang ada
di dalam tubuh. Tujuan pengobatan radikal adalah untuk mendapatkan kesembuhan secara klinik
dan parasitologik serta memutus rantai penularan.

Ada beberapa obat anti malaria kombinasi yang digunakan di dunia


1. Artesunat - Amodiaquine
Setiap kemasan Atesunate + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister amodiakuin
terdiri dari 12 tablet @ 200 mg dan 153 mg amodiakuin basa dan blister artesunat terdiri
dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per oral selama tiga hari dengan dosis
tunggal harian, sebagai berikut:
- Amodiakuin basa 10 mg/kg bb
- Artesunat 4 mg/kg bb.
2. Dihydroartemisinin + Piperaquin
Fixed Dose Combination (FDC) 1 tablet mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg
piperaquin. Obat ini diberikan per-oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai
berikut:
- Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB
- Piperaquin dosis 16-32 mg/kgBB
3. Artemether + Lumefantrin
1 tablet mengandung 20 mg artemether ditambah 120 mg lumefantrine. Merupakan obat
Fixed Dose Combination. Obat ini diberikan peroral selama tiga hari dengan cara 2 x 4
tablet per hari.
4. Artesunat-Meflokuin
(digunakan di daerah Mekhong), Obat ini terdiri dari 50 mg artesunate dan 250 mg basa
Meflokuin.
5. Artesunat-Sulfadoxin Pirimetamin (SP),
Obat artesunat 50 mg, Sulfadoxin Pirimetamin (SP) dengan dosis Sulfadoxin 25 mg/kgBB
dan Pirimetamin dosis 1,25 mg/BB.
6. Artemisinin-Naphtoquin
(masih dalam penelitian), obat ini mengandung 250 mg artemisinin dan 100 mg Naphtoquin
dengan cara minum obat sekali minum sebanyak 4 tablet.
Di Indonesia saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan oleh program malaria:
1. Artesunate Amodiaquin
2. Dhydroartemisinin Piperaquin
A. Pengobatan malaria tanpa komplikasi
1. Malaria falciparum.
a. Pengobatan lini pertama
Saat ini Pada Program Malaria untuk pengobatan lini pertama Malaria falsiparum
digunakan obat Artemisinin Combination Therapy (ACT) yaitu:
Artesunat + Amodiakuin + Primakuin atau
Dihydroartemisinin + Piperakuin + Primakuin
Obat program yang tersedia saat ini adalah sediaan artesunate amodiaquin dan
dihydroartemisinin piperaquin. Setiap kemasan artesunate amodiaquin terdiri dari 2
blister, yaitu blister amodiakuin 200 mg ( setara amodiakuin basa 153 mg) 12 tablet dan
blister artesunat 50 mg 12 tablet. Obat diberikan selama 3 hari dengan dosis tunggal
harian amodiakuin basa 10 mg/kg BB dan artesunat 4 mg/kg BB, primakuin 0,75 mg/kg
BB.
Tabel 1 : Pengobatan lini pertama malaria falciparum dengan artesunat-
amodiakuin-primakuin berdasarkan umur.

Dosis menurut Berat Badan Amodiakuin basa 10 mg/kg BB


Artesunat 4 mg/kg BB
Primakuin 0,75 mg/kg BB
Perhatian: Artesunat + Amodiakuin + Primakuin, untuk Anak umur kurang dari
satu tahun dan ibu hamil serta penderita defisiensi G6PD tidak boleh menerima
primakuin.
Obat program untuk dihidroartemisinin - piperakuin adalah Fixed Dose combination
(FDC) setiap kemasan terdapat 8 tablet, setiap tablet mengandung dihydroartemisinin
40 mg dan piperakuin 320 mg. Dosis obat Dihydroartemisinin 2-4 mg/kg BB,
piperakuin 16-32 mg/kgBB, dan primakuin 0,75 mg/kg BB. Sebaiknya dosis ditentukan
berdasarkan berat badan. Regimen dosis untuk anak berdasarkan umur dapat dilihat
pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2 : Pengobatan lini pertama malaria falciparum dengan dihidroartemisinin
piperakuin- primakuin berdasarkan umur

Anak dengan berat badan dibawah 10 kg diberikan sesuai dengan dosis dengan
melarutkan 1 tablet dengan 5 ml air minum atau sirup.
b. Pengobatan lini kedua
Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala klinis tidak memburuk tapi parasit
aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi) maka diberikan
pengobatan lini kedua malaria falsiparum. Obat lini kedua adalah kombinasi Kina +
Doksisiklin /Tetrasiklin + Primakuin.
Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kg BB/hari selama 7 hari.
Dosis maksimal kina adalah 9 tablet untuk dewasa. Kina yang beredar di Indonesia
adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat.
Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50
mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari,
dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/kg BB/hari. Sedangkan untuk anak usia 8-14
tahun adalah 2 mg/kg BB/hari. Bila tidak ada doksisiklin dapat digunakan
tetrasiklin.Tetrasiklin diberikan 4 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kg BB.
Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis maksimal primakuin 3 tablet untuk
penderita dewasa. Pengobatan lini kedua untuk anak berdasarkan umur dapat dilihat
pada table 3 dan 4 dibawah ini.
Tabel 3 : Pengobatan lini kedua malaria falsiparum kombinasi kina doksisiklin
berdasarkan umur

* Dosis di berikan dalam kg/BB


** 2x 50 mg doksisiklin
*** 2 x 100 mg doksisiklin
Tabel 4: Pengobatan lini kedua malaria falsiparum kombinasi kina tetrasiklin
berdasarkan umur.

* Dosis di berikan dalam kg/BB


** 4 x 250 mg tetrasiklin
Perhatian: Baik doksisiklin maupun Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak
dibawah 8 tahun dan ibu hamil.
2. Pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale.
a. Pengobatan lini pertama
Dapat menggunakan klorokuin maupun ACT. Daerah yang telah mempunyai/tersedia
ACT yang cukup dan telah ada data resistensi klorokuin terhadap malaria vivaks dapat
menggunakan ACT. Dosis obat sama dengan dosis untuk malaria falsiparum, hanya
berbeda pada pemberian primakuin. Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis
0,25 mg/kg BB bersama dengan klorokuin. Klorokuin diberikan 1 kali sehari selama 3
hari dengan dosis 25 mg basa/kg BB/hari.
Apabila pemberian obat tidak memungkinkan dengan perhitungan berat badan, maka
pemberian obat dapat diberikan berdasarkan umur seperti dapat dilihat pada tabel 5
dibawah ini.
Tabel 5. Pengobatan malaria vivaks dan ovale

Catatan: Pemakaian Klorokuin tidak dianjurkan untuk daerah yang sudah resisten,
Sebaiknya menggunakan Artesunat + Amodiakuin
Untuk daerah yang telah resisten klorokuin terhadap P vivaks, pada penderita dapat
diberikan obat ACT dengan dosis yang sama dengan dosis obat untuk malaria
falsiparum ( lihat tabel 3 dan 4) dengan pemberian primakuin selama 14 hari dengan
dosis 0,25 mg/kg BB/hari.
Pengobatan dinyatakan efektif bila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian obat,
pasien dinyatakan sembuh secara klinis sejak hari ke 4 dan tidak ditemukan parasit
stadium aseksual sejak hari ke 7.
Pengobatan dinyatakan tidak efektif bila sampai dengan hari ke 28 setelah
pemberian obat terjadi
Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif , atau
Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau
timbul kembali setelah hari ke 14 (kemungkinan resisten)
Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari 15 sampai
hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru)
b. Pengobatan lini kedua untuk malaria vivaks
Pengobatan lini kedua, kina + primakuin, ditujukan untuk pengobatan malaria vivaks
yang resisten terhadap klorokuin. Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10
mg/kg BB/hari selama 7 hari. Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,25
mg/kg BB/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah 1 tahun harus dihitung
berdasarkan berat badan. Pengobatan lini kedua berdasarkan umur dapat dilihat pada
tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Pengobatan lini kedua malaria vivaks berdasarkan umur

* dosis diberikan dalam kg/BB


c. Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks yang relaps (kambuh), sama dengan regimen
sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan. Primakuin diberikan selama 14 hari
dengan dosis 0,5 mg /kg BB/hari.
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui anamnesis
ada keluhan atau riwayat urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa,
primakuin, kina, klorokuin atau obat lain), maka pengobatan diberikan secara
mingguan. Klorokuin diberikan 1 kali perminggu selama 8-12 minggu, dengan dosis 10
mg basa/kg BB/kali pemberian. Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin
dengan dosis 0,75 mg/kg BB/kali pemberian. Pemberian berdasarkan umur dapat dilihat
pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7: Pengobatan malaria vivaks penderita defisiesi G6PD berdasarkan umur

3. Pengobatan malaria malariae


Pengobatan malaria malariae cukup dengan klorokuin 1 kali per hari selama 3 hari, dengan
total dosis 25 mg/kgBB. Pengobatan berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 8 dibawah
ini.

Tabel 8. Pengobatan malaria malariae berdasarkan umur

4. Pengobatan malaria campuran


Pengobatan malaria Vivaks + falsiparum, lini pertama dilakukan dengan pemberian:
a. Pemberian Artesunat + Amodiakuin + Primakuin, menurut Berat Badan
Amodiakuin basa = 10 mg/kg BB
Artesunat = 4 mg/kg BB
Primakuin hari I = 0,75 mg/kg BB
Primakuin hari I-XIV = 0,25 mg/kg BB
Sebaiknya pemberian Artesunat + Amodiakuin + Primakuin, adalah menurut Berat Badan
Tabel 9. Pengobatan malaria campuran Malaria vivaks dan falsiparum
berdasarkan umur dengan Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

* dosis diberikan dalam kg/BB


b. Pemberian Dihidroartemisinin + Piperakuin (DHP)+ Primakuin menurut Berat Badan
sebagai berikut:
Dihidroartemisinin = 2-4 mg/kg BB
Piperakuin = 16-32 mg/Kg BB
Primakuin I = 0,75 mg/kg BB
Primakuin I -XIV = 0,25 mg/kg BB
Sebaiknya pemberian Dihidroartemisi nin + Piperakuin (DHP)+ Primakuin adalah menurut
Berat Badan
Tabel 10. Pengobatan malaria campuran Malaria vivaks dan falsiparum dengan
Dihidroartemisinin + Piperakuin (DHP) + Primakuin berdasarkan umur
5. Pengobatan malaria falsiparum tanpa ketersediaan obat artesunat amodiakuin.
Bila tidak tersedia artesunat amodiakuin, sementara tersedia sarana diagnostik malaria,
pada malaria falsiparum dapat diberikan Sulfadoksin-pirimetamin(SP) untuk membunuh
parasit stadium aseksual. Obat diberikan dengan dosis tunggal sulfadoksin 25 mg/kg BB,
atau berdasarkan dosis pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Primakuin juga diberikan untuk
membunuh parasit stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgBB. Pengobatan juga
dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita , lihat tabel 11 dibawah ini.
Tabel 11. Pengobatan malaria falsiparum dengan Sulfadoksin-pirimetamin(SP) +
primakuin berdasarkan umur

Bila pasien alergi dengan SP/obat lain atau pengobatan gagal (gejala klinis tidak
memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali ), penderita diberi
kina + doksisiklin/tetrasiklin + primakuin. Pemberian obat berdasarkan umur dapat dilihat
pada tabel 12 dan 13.
Tabel 12 Pengobatan malaria falsiparum dengan kombinasi kina-doksisiklin

* Dosis diberikan berdasarkan berat badan


** 2 x 50 mg doksisiklin
***2 x 100 mg doksisiklin
Tabel 13. Pengobatan malaria falsiparum dengan kombinasi kina-tetrasiklin
berdasarkan umur

* Dosis diberikan berdasarkan berat badan


** 4 x 250 mg tetrasiklin

6. Pengobatan pada penderita yang diduga (suspek) malaria.


Di daerah yang sarana kesehatannya tidak mempunyai sarana diagnostik malaria, penderita
yang diduga malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan primakuin.
Pemberian klorokuin 1 kali sehari selama 3 hari dengan dosis total 25 mg/kg BB. Primakuin
diberikan bersamaan dengan klorokuin pada hari pertama dengan dosis 0,75 mg/kg BB.
Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan umur seperti terlihat pad tabel 14
Tabel 14. Pengobatan terhadap penderita yang diduga malaria

B. Pengobatan malaria dengan komplikasi


Pengobatan malaria dengan komplikasi/berat pada prinsipnya meliputi:
a. Tindakan umum
b. Pengobatan simtomatik
c. Pemberian antimalaria
d. Penanganan komplikasi

1. Pilihan utama antimalaria adalah:


a. Artesunat intravena atau intramuskuler
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di rumah sakit atau
puskesmas perawatan. Sedangkan Artemeter parenteral direkomendasikan untuk
digunakan di lapangan atau puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Artemeter parenteral
tidak boleh diberikan pada penderita yang sedang hamil trimester I.
Artesunat parenteral tersedia dalam vial berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik
dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat. Larutan injeksi arsunat
dibuat dengan melarutkan serbuk kering dalam pelarut dan tambahkan larutan dextrose
sebanyak 3-5 ml.
Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus 2,4 mg/kg BB intravena
selama 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis sama. Selanjutnya artesunat
diberikan 2,4 mg/kg BB intravena satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat .
Larutan artesunat juga dapat diberikan secra i.m. dengan dosis yang sama. Bila penderita
sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan regimen artesunat + amodiakuin +
primakuin (lihat lini I pengobatan malaria falsiparum)
b. Artemeter intramuskuler
Artemeter intramuskuler tersedia dalam ampul berisi 80 mg artemeter dalam larutan
minyak. Berikan artermeter dalam loading dose 3,2 mg/kg BB i.m. Selanjutnya artemeter
diberikan 1,6 mg/kg BB i.m. satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila
penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan regimen artesunat +
amodiakuin + primakuin (lihat lini I pengobatan malaria falsiparum)
2. Pilihan alternatif obat malaria berat adalah Kina dihidroklorida parenteral.
Pada lokasi yang tidak mempunyai obat pilihan pertama (derivate artemisinin parenteral),
dan pada ibu hamil trimester I, dapat diberikan kina per infuse.
Obat diberikan dengan loading dose 20 mg/kg BB yang dilarutkan dalam 500 ml larutan
dektrose 5% atau NaCl 0,9% , diberikan selama 4 jam. Selanjutnya selama 4 jam
berikutnya hanya diberikan larutan larutan dektrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu
berikan dosis maintenance 10 mg/kg BB dalam larutan dektrose 5% atau NaCl 0,9%
selama 4 jam. Selanjutnya selama 4 jam berikutnya hanya diberikan larutan dektrose 5%
atau NaCl 0,9%. Berikan dosis maintenance sampai penderita dapat minum kina per oral
dengan dosis 10 mg/kg BB/kali, 3 kali sehari, dengan total dosis 7 hari dihitung sejak
pemberian kina per infuse yang pertama.
Dosis anak kina; 10 mg/kg BB ( bila umur , 2 bulan 6-8 mg/kg BB) diencerkan dalam 5-10
ml/kg BB larutan dektrose 5% atau NaCl 0,9%, diberikan selama 4 jam.Pemberian diulang
setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat.
Apabila tidak dimungkinkan pemberian kina per infuse, maka dapat diberikan kina
dihidroklorida 10 mg/kg BB intramuskuler dengan menyuntikkan dosis pada masing-
masing paha depan (kiri dan kanan), jangan diberikan pada bokong. Untuk pemakaian i.m.,
kina diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml dengan 5-8 ml larutan NaCl
0,9% .
Catatan
Kina tidak boleh diberikan secara intravena, karena membahayakan jantung dan
dapat menimbulkan kematian.
Pada penderita gagal ginjal , loading dose tidak diberikan . Dosis maintenance kina
diturunkan separuhnya.
Pada hari pertama pemberian kina per oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75
mg/kg BB.
Dosis maksimum kina dewasa 2000 mg/hari.
ALGORITMA PENGOBATAN KEJANG DAN STATUS EPILEPTIKUS
PADA ANAK

PREHOSPITAL
Diazepam rektal (0,5 mg/kgbb)
<5 kg : 2,5 mg
5-10 kg : 5 mg
>10 kg : 10 mg
Pemberian diazepam rektal dapat diulang 2 kali dengan interval 5 menit
BAB II
KASUS 4: MALARIA

KASUS
Data pasien :
Nama : An M
Usia : 10 tahun
Alamat : Jln Bundar 24
Pekerjaan : pelajar
BB/TB : 28 kg/ 120 cm
Tanggal masuk RS : 1 Agustus 2013
Riwayat Masuk RS
Anak M, masuk ke IGD diantar orang tuanya, setelah demam tinggi kurang lebih 3 hari, suhu
badan saat masuk 39,3 C. 1 jam sebelum masuk RS pasien mengalami kejang. Pada
pemeriksaan terdapat Hepatomegali, splenomegaly, pasien sangat lemah dengan status
kesadaran somnolen, konjuctiva anemis, wajah pucat. Hasil RPD malaria +, Hasil NS1 +
Dengue fever.
Hasil pemeriksaan darah :
Hb = 8 gr/dL (N = 10=15 gr/dL)
AL = 10.000sel/mm3 (N=4000-10.000 sel/mm3)
HT = 38% (N =30=36%)
Pada pemeriksaan sel darah merah terdapat penurunan ferritin serum
Basophil 0 ( 0-1%)
EOS 1% (1-3%)
NETROFIL 2 %(3-5%)
LIMFOSIT 20%(25-35%)
MONOSIT 3 %(4-6)
Trombosit 80 sel/mm3 (N = 150-400 sel/mm3)
Eritrosit 6.106 sel/mm3 (N= 4-5,5.106 sel/mm3)

Diagnosa Malaria falciparum


Dengue Fever
Rencana PengobatanMalaria :
Artesunat 3 tab @ 50 mg diberikan 3 hari
Amodiakuin 3 tab @ 200 mg setara 153 mg amodiakuin basa diberikan 3 hari
Primakuin tab 1 tab @ 25 mg garam, setara 15 mg basa diberikan hari pertama
Diazepam inj 5 mg
Dumin 125 mg rectal
Bioneuron injeksi
Cefotaxim 500 mg iv 2x1
Rantin 100 mg injeksi iv
RL infus 20 tpm

Tugas :
Buatlah pembahasan kasus diatas dengan format seperti laporan praktikum FRS
Pendahuluan (memuat patofisiologi singkat, farmakoterapi dan mekanisme kerja obat), Form
Database, uraian mengenai obat yang digunakan, Assessment (S,O, Terapi, DRP), Care Plan
dan Monitoring. Sertakan daftar pustaka.

STUDI KASUS

FORM DATA BASE PASIEN UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An M No Rek Medik : -


Tempt/tgl lahir : - Dokter yg merawat : -
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
BB/TB : 28 kg/ 120 cm
Alamat : Jln Bundar 24
Ras :-
Pekerjaan : Pelajar
Sosial :-

Riwayat masuk Rumah Sakit

Anak M, masuk ke IGD diantar orang tuanya, setelah demam tinggi kurang lebih 3 hari,
suhu badan saat masuk 39,3 C. 1 jam sebelum masuk RS pasien mengalami kejang. Pada
pemeriksaan terdapat Hepatomegali, splenomegaly, pasien sangat lemah dengan status
kesadaran somnolen, konjuctiva anemis, wajah pucat. Hasil RPD malaria +, Hasil NS1 +
Dengue fever.

Riwayat penyakit terdahulu : -.

Riwayat Sosial : -

Kegiatan
Pola makan/diet
- Vegetarian tidak
Merokok tidak
Meminum Alkohol tidak
Meminum Obat herbal tidak

Riwayat Alergi :-
B. KELUHAN/TANDA UMUM

1. Data Subyektif dan Data Obyektif

tanggal subyektif obyektif

1 Agustus 2013 Demam + (3 hari) suhu badan : 39,3 C


pemeriksaan
Kejang (1 jam sblm
terdapat:
MRS)
Hepatomegali

Lemah Splenomegali
Kesadaran somnolen
Pucat konjuctiva anemis
Hasil RPD :
malaria +,
Hasil NS1 + Dengue
fever.

2. Data Laboratorium

Parameter Nilai Normal Tanggal Pemeriksaan

1/08/2013

Hb N=10-15 gr/dL 8 gr/dL

AL N= 4000-10.000 sel/mm3 10.000 sel/mm3

Ht N =30=36% 38%

Feritin Menurun

Basophil 0-1% 0
Eosinofil
1-3% 1%
Netrofil
3-5% 2%

Limfosit
25-35% 20%

Monosit
4-6% 3%

Trombosit
N= 150-400 Sel/Mm3 80 Sel/Mm3
Eritrosit
N= 4-5,5.106 Sel/Mm3 6.106 Sel/Mm3

Diagnosis Tanggal/Tahun Nama Obat


Malaria falciparum Artesunat 3 tab @ 50 mg
1/08/2013
Dengue Fever Amodiakuin 3 tab @ 200 mg
Primakuin tab 1 tab @ 25 mg
Diazepam inj 5 mg
Dumin 125 mg rectal
Bioneuron injeksi
Cefotaxim 500 mg iv 2x1
Rantin 100 mg injeksi iv
RL infus 20 tpm

3. Riwayat penyakit dan pengobatan


C. DAFTAR OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI

OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI

No Nama Obat Indikasi Dosis Rute Interaksi ESO Outcome Terapi


Pemberian
50 mg Ruam kulit, Menyembuhkan demam dan
1 Artesunat Antimalaria Tablet oral -
1X1 kardiotoksik berkurangnya jumlah parasit
(3 tab) pada dosis plasmodium
tinggi

Tablet oral Mual muntah, Menyembuhkan demam dan


2 Amodiakuin Antimalaria 200 mg -
sakit perut, diare berkurangnya jumlah parasit

1X1 plasmodium

(3 tab)
Tablet oral Anoreksia, Menyembuhkan demam dan
3 Primakuin Antimalaria 25 mg -
hipersensitif berkurangnya jumlah parasit
garam
plasmodium

(1 tab,
awal)

4 Diazepam antikonvulsan 5 mg injeksi - Diare, mulut Menyembuhkan kejang


kering, mual,
muntah, anemia,
dll
Analgetik Hipersensitif Menurunkan suhu tubuh
5 Dumin 125 mg rektal -
Antipiretik
(paracetamol)
Diare, Jumlah eritrosit dan kadar Hb
6 Bioneuron Defisiensi vitamin injeksi -
konstipasi, nyari kembali normal
B complex
(vit: B1, B6, perut

B12)
iv
7 Cefotaxim Antibiotic 500 mg - Mual, muntah, -
demam, pusing,
2x1
dll
iv Takikardi,
8 Rantin Stress ulcer 100 mg -
agitasi, ganguan Mencegah stres ulkus
(ranitidin) penglihatan
Menanggulangi iv Urtikaria dan Tercapainya keseimbangan
9 RL infus 20 tpm -
dehidrasi pruritus tubuh
D. ASSESMENT

Problem Medic Subyektif Obyektif Terapi Analisis DRP


Artesunat 50 mg
malaria demam tinggi suhu badan 39,3 C Merupakan lini Dosis berlebih
(3 tab)
kurang lebih 3 hari pertama untuk
Amodiakuin 200 malaria falciparum
mg (3 tab)
Untuk anak usia 10
Primaquin 25 mg tahun dosis yang
(1 tab) dianjurkan adalah
Artesunat 50 mg
(2 tab)

Amodiakuin 200
mg (2 tab)

Primaquin 25 mg
(2 tab) Sub dosis

kejang kejang Diazepam Mengatasi kejang -

Demam suhu badan 39,3 C Dumin Menurunkan suhu -


(paracetamol) badan

Kekurangan Lemas dan pucat Infus RL Mengembalikan -


elektrolit kadar elektrolit
tubuh
Anemia Lemas dan pucat bioneuron multivitamin -

Stress ulcer Rantin (ranitidin) Mengurangi kadar -


asam dalam
lambung

Cefotaxime Obat tidak tepat


E. PLAN
1. Berdasarkan diagnosa, pasien menderita malaria falciparum, yang ditandai dengan
pemeriksaan RPD + malaria dan dari data subyektif pasien mengalami demam tinggi 3
hari
Pasien diberikan terapi artesunat, amodiakuin, primaquin sudah sesuai dan
merupakan lini pertama pengobatan malaria hanya dalam pemberian dosis
kurang sesuai yaitu dosis berlebih untuk artesunat dan amodiakuin
sedangkan dosis primakuin kurang. Maka disesuaikan dosis untuk anak 10
th diberikan artesunat 50 mg 2 tab, amodiakuin 200 mg 2 tab dan
primakuin 25 mg 2 tab pada hari 1-3.
2. Satu jam sebelum MRS pasien mengalami kejang
Pasien diberikan diazepam untuk mengatasi kejang sudah sesuai hanya
saja diazepam diberikan dalam bentuk rektal karena posisi pasien kejang.
3. Berdasarkan data subyektif dan obyektif pasien mengalami demam tinggi selama 3 hari
dengan suhu 39,30C
Pasien diberikan terapi antipiretik dumin untuk menurunkan suhu
badannya sudah sesuai.
4. Berdasarkan kedaan tubuh, pasien lemas dan pucat
Pasien diberikan invus RL untuk menanggulangi keadaan tubuh dan
mengembalikan elektrolit tubuh
5. Berdasarkan pemeriksaan subyektif pasien mengalami konjunctiva anemis, yang ditandai
dengan keadaan tubuh yang lemas dan pucat (anemia)
Pasien diberikan multivitamin bioneuron, untuk memulihkan kondisi
tubuh serta mengatasi anemia karena defisiensi nutrisi.
6. Berdasarkan pengobatan yang diberikan rantin, sebagai pertolongan jika terjadi stress
ulcer yang dikarenakan MRS.
Pasien diberikan ranitidin, tetapi pada kasus pasien tidak merasakan stress
ulcer lebih baik tidak perlu digunakan
7. Untuk pemberian antibiotik cefotaxime dihentikan karena tidak sesuai dengan penyakit
pasien yang bukan disebabkan oleh bakteri.
F. TERAPI NON FARMAKOLOGI
1. Demam kompres demam untuk mengurangi rasa panas akibat demam yang tinggi
2. Istirahat cukup penderita malaria akan merasakan kelelahan yang berlebihan, jangan
diabaikan karena akan menimbulkan pingsan dadakan
3. Perbanyak konsumsi air penderita malaria akan merasakan haus membandel sehingga
air dibutuhkan untuk mencegah tidak dehidrasi dan kekurangan cairan
4. Mengurangi konjunctiva anemis dan meningkatkan trombosit makan daging, seafood,
telur, produk susu, sayuran dan buah buahan
5. Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh di saat senja sampai fajar
6. Gunakan kelambu di atas tempat tidur untuk menghalangi nyamuk mendekat
7. Gunakan semprotan atau obat pembasmi nyamuk

G. MONITORING TERAPI
Gejala terjadinya komplikasi malaria berat
Mual muntah
Suhu tubuh pasien
Hb
Efek samping obat
Data laboratorium
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia

Dipiro, J. T. et al., 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th ed. USA:


Mc.Graw Hills Companies.

Permenkes No 5 tentang Pedoman Tatalaksana Malaria

TextBook of Herfindale. Paracitics Infection

Tim Penyusun ISO farmakoterapi 2. 2017. ISO Farmakoterapi 2 Jakarta Barat. Ikatan Apoteker
Indonesia

WHO. 2015. Guideline For The Treatment Of Malaria 3 Edition. Geneva. WHO Press

Anda mungkin juga menyukai