Anda di halaman 1dari 11

BAB III

Sejarah Letusan Gunung Galunggung dan Karakteristik Letusannya

3.1. Karakter Letusan

Karakter kegiatan G. Galunggung berupa erupsi leleran sampai dengan erupsi yang
besar yang berlangsung secara singkat atau lama, atau dari erupsi yang bertipe
Strombolian hingga Pellean. Tanda-tanda peringatan kegiatan (precursor) hanya
berlangsung antara beberapa bulan hingga minggu menjelang erupsi.

Gambar 3.1: Erupsi Gunung Galunggung 1982 (sumber google image)

1. Erupsi 1822
Tanda-tanda awal erupsi diketahui pada bulan Juli 1822, dimana air Cikunir menjadi
keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan ke kawah menunjukkan bahwa air keruh
tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah.
8 sampai 12 Oktober, erupsi menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat
panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Luncuran awan panas melalui celah antara
Pr. Haur dengan Pr. Ngamplong menuju Cisayong dan Cidadap di bagian lereng timur,
hingga Ci Tandui yang berjarak 18 km dari puncak. Aliran lahar bergerak ke arah
tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Korban manusia tercatat 4011 jiwa dan
kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak. Kekuatan erupsi 8,26.

2. Erupsi 1894
7 sampai 9 Oktober, terjadi erupsi yang menghasilkan awan panas.
27 dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir pada alur sungai yang sama dengan lahar
pada 1822.
Desa yang hancur sebanyak 50 buah, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu.
3. Erupsi 1918
6 Juli, erupsi diawali gempa bumi, menyebabkan hujan abu setebal 2-5 mm yang terbatas
di dalam kawah dan lereng selatan.

9 Juli, muncul kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85 m dengan ukuran 560 x 440
m yang dinamakan gunung Jadi.

4. Erupsi 1982-1983

Erupsi pertama terjadi pada 5 April 1982, yang disertai suara dentuman, pijaran api, dan
kilatan halilintar. Kegiatan erupsi berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari
1983. Secara umum periode erupsi 1982-1983 dibagi menjadi 3 fase; sesuai dengan tipe
erupsinya, yaitu :

a. Fase pertama, erupsi awal (5 April-6 Mei 1982) berupa erupsi tipe Pellean yang
menghancurkan kubah lava Gunung Jadi, serta menghasilkan awan panas, lontaran
batu, hujan batu, abu, dan gas. Kubah lava yang terhancurkan diperkirakan 40%.
Awan panas meluncur dan mengendap di Cibanjaran sejauh 5,1 km serta di
Cikunir dan Cipanas sejauh 4,6 km. Tinggi abu erupsi mencapai 12 km dari
kawah.
Erupsi pada 17-19 Mei, masih merupakan fase penghancuran kubah lava dianggap
sebagai erupsi utama dalam fase pertama ini, dimana tinggi asap erupsi
mencapai lk 30 km dan sisa kubah lava Gunung Jadi sebesar 5%. Setelah fase
erupsi pertama ini, kegiatan selanjutnya selalu merupakan kelompok erupsi.
b. Fase kedua, berupa erupsi tegak tipe vulkano, yang secara dominan menghasilkan
piroklastik jatuhan, lontaran batu dan hujan pasir, serta menghancurkan seluruh
sisa kubah G. Jadi. Tinggi asap erupsi pada 13-19 Juli mencapai +/- 35 km dan
melemparkan sebagian sumbat lava pada pipa kepundan hingga kedalaman 150
meter dari dasar kawah. Terjadi semburan lava pijar dan abu.
Erupsi 24 Juni, menyebabkan pesawat terbang British Airways 747 melakukan
pendaratan darurat, karena salah satu dari keempat mesin jetnya mati akibat
kemasukan abu.

c. Fase ketiga, merupakan erupsi Strombolian yang melontarkan batu pijar seperti
kembang api. Erupsi yang lebih lemah dan menyemburkan asap dan abu dengan
tingkat penghancuran kecil, mencapai tinggi maksimal asap erupsi setinggi 12 km.
Erupsi terus mengecil atau melemah dan terjadi penumpukan bahan erupsi berupa
tefra di dasar kawah dan di sekeliling lubang erupsi membentuk kerucut silinder
dengan ketinggian 60 m di atas dasar kawah. Fase erupsi ini diakhiri oleh
keluarnya aliran lava dari radial fissure dekat dasar kerucut silinder. Sejak Januari
1983 Gunung Galunggung sudah tidak memperlihatkan aktifitasnya lagi, erupsi
yang terjadi pada Januari 1984 berupa dua erupsi phreatik kecil yang
mengeluarkan uap air dan sedikit abu.

3.2. Sejarah Letusan

Letusan yang di ketahui selama masa sejarah seelum letusan 1982 secara garis besar
dapat di uraikan sebagai berikut:

1. LETUSAN 1822, 8 Oktober


a. Kejadian Letusan
Letusan Gunung Galunggung yang paling awal yang di ketahui, terjadi
pada 8 Oktober 1822. Pada tanggal tersebut antara pukul 13.00 dan 14.00 WIB
penduduk melihat tiang asap hitam yang sangat besar naik dengan cepat disertai
suara dentuman. Dalam waktu yang singkat sekitar Gunungapi menjadi gelap
gulita. Tanah material pijar juga tampak di semburkan. Dilaporkan bahwa aliran
pijar bersamaan dengan gumpalan asap hitam menyebar kea rah timur laut sejauh
10 mil atau 16 km. Asap tersebut juga di sertai dengan angin yang kuat yang
menyebabkan atap rumah rumah rubuh dan pohon tumbang. Letusan
menghancurkan desa-desa dan membinasakan penduduk dalam keadaan
ketakutan yang hanya sanggup bergerak beberapa langkah dalam usaha mereka
untuk menyingkir. Korban diantaranya jatuh di Cisayong dan Indihiang yang
berlokasi 10km di Gunungapi galunggung. Di antara korban terdapat seorang
wanita dan kedua anaknya dalam posisi sedang berlari, sementara tubuh mereka
hangus. Suatu bukti bahwa aliran piroklastik mencapai daerah tersebut dan
menelan korban sebanyak 4011 jiwa. Pada pukul 15.00 wib, letusan mencapai
puncaknya. Di lereng selatan dan barat hingga sejauh 25 mil dari Gunungapi,
terjadi hujan lumpur yang merusak perkebunan dan tanah garapan. Pada pikul
16.00 wib dentuman berkurang dan pada pukul 15.00 wib kegiatan Gunungapi
mereda. Cuaca terang kembali. Sampai sejauh 6 mil kea rah timur dan timur laut
hanya beberapa pohon yang masih tegak dan semua rumah rebah. Sebaran aliran
piroklastik kea rah timur laut tidak mengikuti pola topografi, menandakan telah
terjadi awan panas letusan terarah. Sesuatu yang sangat tidak lazim, karna
berdasarkan peta yang sudah ada sebelum letusan di kawah tidak ada kubah lava.
Bencana selanjutnya berupa lahar, sementara itu letusan kecil dan asap putih tebal
masih di amati sampai 16 Oktober. Beberapa hari kemudian sebuah kubah lava
muncul di lubang letusannya.

b. Karakteristik Letusan
Sebelum letusan dasar kawah rata, ada danau kawah kecil. Air mengalir keluar dari
Sungai Cikunir. Segera setelah letusan ada sebuah lubang letusan yang besar di tempat
sebelumnya berupa danau kawah. Aliran ke Sungai Cikunir terbendung oleh hasil letusan
baru. Air mengalir ke lubang letusan baru tapi langsung teresap. Beberapa hari kemudian
sebuah massa kubah lava muncul yang akhirnya mengisi seluruh lobang letusan baru.
Tidak ada letusan bahkan letusan uap sekalipun yang menyertai pembentukan kawah lava
tersebut.

2. Letusan 1894, 17 sampai 19 Oktober


a. Kejadian Letusan
Pada malam hari, 17/18 Oktober 1894, suara dentuman yang kuat terdengar oleh
penduduk di sebelah timur Gunung Galunggung. Kegiatan tersebut berlangsung
sepanjang hari 18 Oktober. Pada pukul 1 siang semburan material pijar dapat di amati
dari kota Tasikmalaya. Abu tertiup kea rah barat mencapai Bandung dan Bogor, 250 km
dari Gunung Galunggung. Malam 18/19 Oktober dentuman yang lebih kuat terdengar
lebih sering. Abu tersebar ke segala arah, mencapai Sumedang, 75 km barat laut Gunung
Galunggung. Volume bahan di perkirakan sebanyak 22 juta m3.
Pada 21 Oktober pukul 10 wib penduduk yang mengunjungi kawah melaporkan
bahwa di kawah terdapat lima lubang letusan. Kegiatan yang hanya tampak di kawah
yang terbesar berupa air yang mendidih. Kubah lava 1822 tidak ada lagi. Letusan tersebut
menyebabkan 50 desa musnah, tetapi tidak ada korban manusia. Sampai beberapa tahun
kemudian tidak ada kegiatan Gunungapi yang tampak, kecuali sumber mata air panas di
Sungai Cibanjaran dan Sungai Cikunir di kampung Cipanas.

b. Karakteristik Letusan
Letusan yang terjadi di tanggal 17 Oktober 1849 yang menghasilkan awan panas.
Selanjutnya pada tanggal 21 Oktober terjadi aliran lahar yang mengalir pada alur sungai
yang sama dengal lahar yang dihasilkan pada letusan Gunung Galunggung tahun 1822.
Dan dari akibat dari letusan kali ini tidak sama dengan letusan tahun 1822, sebagian
rumah ambruk karna tertimpa hujan abu dan letusannya menghancurkan 50 desa.

3. Letusan 1918, 19 Juli sampai 17 Agustus


a. Kejadian Letusan
Pada 16 Juli 1918 pukul 10 malam dilaporkan guncangan gempa lemah. Pada 19 Juli
pagi penduduk melaporkan bahwa di hutan Gunung Galunggung tampak cahaya api
disertai asap dari arah kawah. Diduga terjadi kebakaran hutan, sehingga dikirimkan
petugas untuk memadamkan api, tetapi yang mereka lihat adalah kegiatan Gunungapi
berupa prmbrntukan kubah lava. Kubah lava tersebut muncul dari dasar danau kawah.
Pada 20 Juli kubah bergaris tengah 50m dan tinggi 25m. Kegiatan disertai suara desisan
yang sangat nyaring dan permukaan air danau kawah tampak bergolak. Tampaknya
terjadi letusan freatik, abu tipis mencapai Singaparna, 15 km dari tenggara Gunungapi,
sementara di tepi kawah setebal 1 mm. Pada 27 Juli kubah menjadi jauh lebih besar dan
masih terus tumbuh. Pada waktu itu tingginya sama dengan Gunung Warirang dan garis
tengahnya 200-250 m. Fragmen lava tua bergaris tengah 10 cm tersebar di sekita kubah
lava yang sedang tumbuh hingga sejauh 100 m dari kubah. Malam hari tampak sinar api,
khususnya ketika terjadi guguran lava. Pada 17 Agustus sudah tidak tampak perubahan
kubah tersebut. Berdasarkan letusan 1822, tampaknya ketinggian 1918 tersebut masih
merupakan kegiatan lanjutan 1894. Kegiatan tersebut diduga bahwa magma tidak dapat
mencapai permukaan karena gas telah habis dilepaskan ketika terjadi letusan yang
menghancurkan kubah lava 1822, tetapi magma telah terkumpul di dekat permukaan.

b. Karakteristik Letusan
Letusan pada bulan Juli 1981 yang tercatat sebagai letusan Gunung Galunggung
yang ke tiga. Diawali dengan gempa bumi, pada tanggal 6 Juli ini letusan menghasilkan
hujan abu setebal 2-5 mm. Dan tercatat pada tanggal 9 Juli muncul kubah lava di dalam
danau kawah dengan ukuran 560 x 440 m setinggi 85 m yang kemudian dinamakan
Gunung Jadi.

4. Letusan April 1982 sampai Januari 1983


a. Kejadian Letusan
Dalam sejarah kegiatannya seperti di uraikan di atas, letusan Gunung Galunggung
selalu berlangsung dalam waktu singkat hanya dalam orde hari atau bahkan hanya dalam
orde jam saja. Kegiatan berupa penghancuran sumbat lava dan kemudian membentuk
yang baru. Tetapi kegiatan yang baru berlangsung selama Sembilan bulan.
Melihat kegiatan sebelumnya menunjukan adanya pola tertentu yang dimulai
dengan penghancuran kubah lava, kecuali letusan 1822. Kemungkinan kepundan tersebut
tetap buka untuk beberapa tahun atau tersumbat oleh kubah lava baru. Letusan 1894
menyebabkan kawah terbuka hingga 1918, sedangkan dalam tahun 1822 kubah lava
segera terbentuk setelah letusan yang eksplosif terhenti.
Dapat dipercaya bahwa dalam pra-sejarah Gunung Galunggung mempunyai bentuk
kerucut simetris, namanya Gunung Guntur, dengan puncak setinggi lebih dari 2000 m.
Kawah tersebut terisi air. Ada dua hipotesis yang menerangkan tentang pembentukan
kawah tapal kuda yang sekarang:

Hipotesis pertama: Permukaan danau naik hingga air menyebabkan banjir di


selatan kawah. Banjir tersebut membawa sejumlah besar bahan Gunungapi yang
merupakan sebagian hancuran tubuh Gunungapi secara teratur kea rah timur. Aliran
tersebut menghasilkan endapan lahar yang sangat besar dan luas sehingga membentuk
kipas raksasa dengan pusatnya terletak di bagian dalam kawah. Ujungnya memanjang kea
rah dataran tinggi alluvial yang sekarang, terletak di Kota Tasikmalaya.
Pasca longsoran besar tertinggal sisa-sisa yang kedap air seperti bongkah besar
lava dan breksi, membentuk sisa erosi berupa kerucutperbukitan. Lebih dari 3.684 bukit
terdapat di dalamnya.baik Escher maupun Wasito yang menyelidiki bukit-bukit tersebut
tidak mendapatkan sistem penyebaran bukit-bukit baik dari berat jenis maupun
ukurannya.
Ciri-ciri endapan banjir atau lahar dikenal pada bukit-bukit yang beribu
banyaknya di Tasikmalaya. Bila memperhitungkan kemiringan lereng dan jumlah angkut
sejumlah bongkah besar lava yang jauh hal ini sangat sulit untuk mrnjrlaskan mekanisma
longsoran besar pada kondisi jenuh air.

Hipotesis kedua: Sebagai perbandingan dengan type letusan denga Gunung


Guntur yang menghasilkan Gunung Galunggung ialah erupsi Bezzymianny tahun 1956
dan seterusnya, Helens 1980. Gunung api di kecamatan itu menurut pengamatan
Gorshkov (1959), setelah istirahat dalam waktu lama, meletus dahsyat. Arah letusannya
tidak vertikal tetapi terarah secara meander. Letusan serupa juga terjadi di Mt.St. Helens
pada Mei 10980. Dilaporkan oleh saksi mata dan sebagai dokumentasi yang sangat baik.
Letusan bersamaan dengan longsoran besar lereng bagian atas yang mungkin disebabkan
oleh gaya berat atau desakan dari dalam. Karena letusan terarah mendatar dan
dikombinasikan dengan longsoran besar merupakan kejadian yang khas untuk
menerangkan endapan yang terdapat di Gunung Galunggung. Peristiwa seperti itu dikenal
dengan sebutan sector failre. Hipotesis urutan tersebut di rekontruksi oleh Wirakusumah
(1982). Kejadian tersebut bersamaan atau segera disusul oleh aliran piroklastik yang
hebat. Endapannya menyelimuti bukit-bukit yang terbentuk akibat longsoran di atas, yang
kemudian dikenal dengan Bukitan Sapuluh Rebu di Tasikmalaya. Seluruh rangkaian
kejadian di atas diduga berulangulang pada 4000 sampai 6000 tahun yang silam
(Bronoto, 1982)
Gunung Galunggung yang kira-kira terletak 350 km di sebelah tenggara Jakarta,
tiba-tiba meletus pada subuh 5 April 1982 setelah istirahat 63 tahun. Letusan di ikuti oleh
kilatan api dan halilintar membangunkan 200.000 orang pemukim di dekat gunungapi itu.
Kira kira 80.000 orang diungsikan ke pusat-pusat pemukiman di kaki gunung tersebut.
Serangkaian pertama diikuti oleh serangkaian letusan besar dan kecil dan
menyebabkan 35.000 orang mengungsi yang harus disediakan perumahan darurat.
Makanan dan transportasi. Kira-kira 94.000 hektar tanah pertanian tertimbun abu dan
tidak dapat menghasilkan apa-apa selama lebih dari sembilan bulan.Sebanyak 300.000
kepala keluarga mengalami masa paceklik berbulan-bulan. Di banyak tempat air tercemar
oleh abu gunungapi dan lahar menjadi ancaman yang berbahaya bagi 300.000 penduduk
yang tinggal di sekitar gunungapi.
Daerah yang terlanda aliran piroklastik maupun lahar tidak menyimpang dari
taksiran batas bahaya yang telah di petakan dalam 1979 (Gambar 3.1)
Gambar 3.1
Pada umumnya urutan kegiatan erupsi 1982 dapat di kelompokan menjadi 3
tingkatan, yakni sebagai berikut:
1. Penghancuran bagian kubah lava yang urutan tingkat kehancurannya
diperlihatkan pada gambar 3,2.
2. Fase kegiatan gas dari jenis letusan vulkano.
3. Fase penurunan akumulasi gas dari jenis letusan stombolian

Pada mulanya diperkirakan letusan dimulai oleh penghancuran total kubah lava.
Kegiatan pada tinggkat ini diasumsikan merupakan jenis vulkano kuat dengan tekanan
gas tinggi. Perkiraan pada tingkat kemudian akan diikuti oleh fase penurunan gas dan
diakhiri oleh erupsi bertekanan gas lemah, dan akan diikuti oleh kegiatan efusifa. Apakah
erupsi tersebut akan diikuti oleh pertumbuhan kubah lava baru atau tidak, belum dapat
dipastikan ketika itu.

Perkiraan tersebut sebagian besar benar, sebagian lagi menunjukan terjadinya


penghancuran total kubah lsva selama erupsi April s/d 17-19 Mei, kira kira
menghancurkan sekitar 20% (Gb. 3.2), dan pada fase akhir 80% kubah lava. Pada fase
berikutnya, setelah kubah lava hancur, terjadi kawah yang terbuka (Gb, 3.3) . Letusan
didominasi olehletusan vulkanian kuat, bahkan lebih kuat dari fase pertama. Kegiatan
dalam fase ini meningkat hingga Juli. Menjelang akhir Juli tekanan berkurang dan magma
mencapai permukaan ditandai oleh cahaya api yang mendahului pada setiap letusan.
Puncak kegiatan dicapai pada 13 Juni dan 23-24 Juli, meskipun demikian ternyata letusan
dalam Agustus masih eksplosif (Gb. 3.4). Aliran lava yang di hasilkan merupakan akhir
rangkaian suatu kegiatan, terjadi pada awal Januari 1983.

Beberapa hasil penting sehubungan dengan perkiraan dan evaluasi letusan telah
tercapai, berdasarkan pemanduan hasil yang diperoleh dari beberapa metoda pemantauan
(Tabel 3.1).

Tabel 3.1
Seperti terlihat pada table (3.1), ternyata Direktorat Vulkanologi telah mampu
memprediksi erupsi 13-19 Juli, 10 hari sebelumnya,kemudian memberi peringatan kepada
setiap instansi terkait termasuk pelabuhan udara.

Suatu kenyataan yang diamati disini bahwa jenis batuan hasil letusan Gunung
Galunggung 1982/1983 adalah basal, bahkan pada tahap akhir kegiatannya kandungan
silikanya mengandung 47% . Magma jenis ini secara langsung tidak akan menyebabkan
terjadinya letusan eksplosif seperti yang dialami selama April sampai Agustus 1982.

Berdasarkan berbagai gejala gunungapi yang dipantau di lapangan dan hasil


letusannya, Siswowodjojo (1988) menafsirkan bahwa terjadi resapan air kedalam pipa
kepundan atau diaprema yang dapat mencapai heat front atau bahkan kolom magma
bagian atas.Persentuhan tersebut dalam waktu yang relative singkat menyebabkan
terbentuknya uap yang merupakan energy letusan eksplosif. Intensitas letusan yang
dimanifestasikan sebagai ketinggian tiang asap, sangat tergantung pada kedalaman lokasi
persentuhan air dengan heat front atau mungkin percampuran antara air dan magma.
Sheridan dan Wohletz (1983) menyimpulkan bahwa proses semacam itu dapat mencapai
kondisi yang menghasilkan energi maksimal apabila terjadi percampuran dalam
perbandingan yang tepat antara volum air dan massa magma. Tetapi hal itu akan mungkin
terjadi apabila kedua bahan itu memenuhi persyaratan, diantaranya perbedaan suhu yang
sangat besar dan dapat saling menyisip (interfinger) (colgate dan sigurgeirson, 1973).

Suratkabar Indonesia juga menyebarkan berita ini sebagai berita utama, yang
memberikan peringatan kepada setiap orang. Penerbangan Singapura Airlines Jumbo Jet
membawa 230 penumpang terbang melewati awan letusan pada ketinggian sekitar 9 km.
Akibatnya menyebabkan ketiga mesinnya macet sehingga menyebabkan pesawat anjlok
sejauh 2,4 km. Hanya dengan satu mesin pilot berhasil mendaratkan pesawat tersebut
dengan selamat di Jakarta. Kejadian serupa sebelumnya terjadi sama seperti itu pada
erupsi 23-27 Juli 1982. Letusan-letusan tersebut menghasilkan abu dan lapili, menutupi
desa-desa yang berada pada jarak 7-10 km di sebelah barat Gunung Galunggung hingga
setebal 8=18ncm, menghancurkan beberapa ratus rumah. Penduduk tasikmalaya melihat
lontaran lava pijar pada pukul 19.00, 19.10 dan 19.30. Erupsi 3 Juli diramalkan satu hari
sebelumnya oleh Direktorat Vulkanologi, sehingga dapat memberikan peringatan serta
mengungsikan penduduk ke tempat yang lebih aman.
Pada hari itu pukul 20.50, pesawat jumbo Jet British Airways dengan penumpang
sebanyak 240 orang terbang kira-kira 150 km. Pesawat memasuki awan letusan yang
mengandung abu yang menyebabkan keempat mesinnya macet, menutupi dan mengikis
kaca depan dan permukaan sayap. Pesawat tersebut anjlok setinggi 7,5 km sebelum
mesinnya kemudian bisa di hidupkan kembali dan mendarat dengan selamat di Jakarta.

Tercatat banyak penerbangan Indonesia yang menuju dan dari Bali dan Australia,
tetapi tidak ada yang terganggu oleh abu letusan selama penerbangan. Hal ini dikarenakan
mereka menuruti peringatan keras dari pemerintah melalui Garudan dan membaca siaran
pers dari Direktorat Vulkanologi melalui surat kabar Jakarta dan Bandung. Sedangkan
pesawat Singapura yang mengalami kecelakaan nyaris fatal adalah karena:

1. Peringatan dari Direktorat Vulkanologi benar-benar di abaikan.


2. Petugas Singapura Airlines tidak membaca surat kabar Jakarta
3. Singapura sebagai Negara tetangga terdekat Indonesia yang mempunyai banyak
penduduk berbahasa Indonesia, merasa tidak perlu mencatat peringatan
peringatan tersebut.
4. Mengubah lintasan Singapura-Perth mungkin menyebabkan penerbangan tersebut
menjadi terlalu mahal.

Pengalaman yang diperoleh pilot-pilot dalam kecelakaan yang hampir fatal dekat
Gunung Galunggung tersebut mungkin dapat berharga untuk Simposium Internasional
yang pertama tentang Volcanik AshAnd Aviation Safety yang di selenggarakan di
Amerika Serikat pada bulan Juli 1991.
b. Karakteristik Letusan

Letusan terakhir terjadi pada tanggal 5 mei 1982 disertai suara dentuman, pijaran
api, dan kilatan halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir
pada 8 Januari 1983. Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta
wilayah pada radius sekitar 20 km dari kawah Gunung Galunggung, yaitu mencakup
Kecamatan Indihiang, Kecamatan Sukaratu, dan Kecamatan Leuwisari. Pada periode
pasca letusan, merupakan masa rehabilitasi kawasan bencana, yaitu dengan menata
kembali jaringan jalan yang terputus, pengerukan lumpur/pasir pada beberapa aliran
sungai dan saluran irigasi khususnya Sungai Cikunten, kemudian dibangun check dam
(kantong lahar dingin) di daerah Sinagar sebagai benteng pengaman melimpahnya banjir
lahar dingin ke kawasan kota Tasikmalaya. pada tahun tahun berkembangnya dibangun
jaringan jalan Kereta Api dari dekat Stasion KA Indihiang (Kp. Cibungkul -
Parakanhonje) ke check dam Sinagar sebagai jalur khusus untuk mengangkut pasir dari
Galunggng ke Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai