AKUNTABILITAS KINERJA
a. Pertumbuhan Ekonomi
Produk Domestik Bruto (PDB) sampai dengan triwulan III Tahun 2014 telah
tumbuh sebesar 5,11 persen, sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan PDB
triwulan III tahun 2013 yang bernilai sebesar 5,8 persen. Pertumbuhan terjadi pada
semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor
Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai angka sebesar 10,19 persen dan
terendah pada sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 1,34 persen. PDB
tersebut diatas adalah PDB dengan migas, sedangkan jika tidak termasuk migas,
PDB Indonesia sampai dengan triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 5,30 persen,
atau sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan III tahun 2013
yang bernilai sebesar 6,33 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III tahun 2014 yang
tumbuh sebesar 5,11 persen, walaupun menurun dibandingkan triwulan III tahun
2013 namun tetap memberikan gambaran akan prestasi yang dicapai oleh
Indonesia ditengah perkembangan ekonomi dunia yang memburuk.
Peningkatan aliran investasi ini juga dibarengi dengan perbaikan kualitas investasi
dalam hal peralihan investasi pada sektor-sektor bernilai tambah tinggi, serta
penyebaran lokasi investasi. Aliran investasi secara bertahap telah mengalami
pergeseran dari investasi pada sumber daya alam seperti pertambangan, beralih
pada industri manufaktur seperti kimia dasar dan barang dari kimia. Dari sisi lokasi,
aliran investasi secara bertahap bergerak ke berbagai lokasi proyek di luar Jawa
sesuai dengan Program Pemerintah melalui MP3EI yang mendorong pembangunan
kawasan dan infrastruktur pendukung pada koridor-koridor di luar koridor Jawa.
Industri agro memberikan kontribusi yang relatif tinggi terhadap sektor industri
non migas, seperti tersaji pada tabel berikut:
Dari tabel di atas terlihat bahwa kontribusi industri agro terhadap industri
manufaktur secara keseluruhan relatif dominan, hampir mencapai 50 persen. Hal ini
berarti industri agro mempunyai peranan yang cukup besar terhadap
perkembangan industri manufaktur. Peningkatan pertumbuhan sedikit saja akan
Pada periode triwulan III tahun 2014, kontribusi industri agro mencapai nilai
sebesar 45,84 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan kontribusi triwulan III tahun
2013 yang bernilai sebesar 44,26 persen sebagai akibat meningkatnya kontribusi
cabang industri makanan, minuman dan tembakau.
Pertumbuhan industri non migas pada triwulan III tahun 2014 adalah sebesar 5,30
persen. Pertumbuhan ini didukung oleh pertumbuhan industri agro sebesar 3,70
persen. Kondisi ini membuat industri agro berperan negatif terhadap pembentukan
pertumbuhan industri non migas. Hal ini disebabkan oleh menurunnya
pertumbuhan sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 3,34
persen, sedangkan dua cabang lain yaitu industri barang kayu dan produk lainnya
tumbuh 6,18 persen dan industri kertas dan barang cetakan sebesar 4,45 persen.
Kinerja ekspor dan impor produk industri manufaktur umumnya dan industri agro
khususnya tersaji pada tabel berikut:
Sumber: Laporan Exim Industri Agro periode Januari sd Oktober Tahun 2014
1 Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit 100,2 163,1 129,3 71,8 -44,47 0,07 13,2 7,7 -42,05 0,07
2 Pulp dan Kertas 3.019,9 3.200,6 2.743,7 2.743,1 -0,02 2,64 300,9 287,0 -4,61 2,55
3 Makanan dan Minuman 6.158,4 5.801,3 4.802,9 4.802,8 0,00 4,62 553,5 443,4 -19,88 3,94
4 Pengolahan Kayu 503,4 490,6 407,7 395,6 -2,97 0,38 49,1 41,0 -16,50 0,36
5 Rokok 504,4 501,7 392,5 400,5 2,04 0,39 47,6 70,6 43,38 0,63
6 Makanan Ternak 2.799,7 3.044,5 2.596,5 2.843,4 9,51 2,74 422,6 302,2 -28,49 2,68
7 Pengolahan Tetes 59,9 62,8 51,3 47,2 -8,08 0,05 2,7 4,0 50,14 0,04
8 Pengolahan Rotan Olahan 0,5 0,8 0,6 0,4 -34,61 0,00 0,1 0,1 23,67 0,00
9 Pengolahan Hasil Hutan Ikutan 27,7 29,1 24,7 24,2 -1,13 0,02 2,3 2,2 -6,10 0,02
IMPOR INDUSTRI AGRO 13.174,2 13.294,5 11.149,2 11.329,0 -79,73 100,00 1.392,0 1.158,2 -0,44 100,00
Sumber: Laporan Exim Industri Agro periode Januari sd Oktober Tahun 2014
Dari sisi impor seperti tersaji pada tabel diatas, nilai impor tertinggi adalah industri
makanan ternak. Impor tertinggi dari produk industri agro adalah pada kelompok
makanan ternak meningkat sebesar 9,51% pada periode Januari Oktober 2014.
Untuk industri pengolahan kelapa/kelapa sawit mengalami penurunan impor
sebesar 44,47% dan industri pengolahan rotan juga mengalami penurunan impor
sebesar 34,61% begitupun juga industri pengolahan tetes juga mengalami
penurunan impor sebesar 8,08%. Meningkatnya impor makanan ternak disebabkan
oleh berkurangnya ketersediaan bahan baku pakan ternak di dalam negeri untuk
kebutuhan industri.
Realisasi PMDN
Realisasi investasi (ijin usaha tetap) PMDN industri agro Tahun 2014 sampai
dengan triwulan III sebesar Rp.5,57 triliun dengan 106 ijin usaha yang terdiri
dari 86 ijin usaha di sektor industri makanan dengan nilai investasi sebesar
Rp. 4,16 Trilyun, 4 ijin usaha sektor industri kayu dengan nilai investasi sebesar
Rp. 11,9 Milyar dan 16 ijin usaha di sektor industri kertas dan percetakan dengan
nilai investasi sebesar Rp.1,396 Trilyun.
Perkembangan realisasi investasi PMDN tahun 2010 s/d triwulan III 2014 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.7. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN menurut Sektor Industri Agro
Realisasi investasi (ijin usaha tetap) kategori Penanaman Modal Asing (PMA)
pada tahun 2014 hingga triwulan III untuk sektor industri agro sebanyak 219 ijin
usaha industri dengan nilai investasi sebesar US$ 662 milyar, terdiri dari
US$ 482,1 juta dari sektor industri makanan, US$ 46,6 juta sektor industri kayu
dan diikuti sektor industri kertas dan percetakan senilai US$ 133,3 juta.
Secara rinci perkembangan investasi PMA dapat terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.8. Perkembangan Realisasi Investasi PMA menurut Sektor Industri Agro
a. Prioritas Nasional
Hasil yang telah dicapai oleh Direktorat Jenderal Industri Agro dalam
pengembangan industri prioritas nasional yang menjadi tanggung jawabnya yaitu
Gambar 3.1.
Produksi Gula
PT. RNI
Gambar 3.2.
Pada saat ini, terdapat 58 pabrik gula yang sebagian besar berkapasitas kurang
dari 3.000 TCD. Mesin yang digunakan merupakan mesin-mesin lama yang
menggunakan teknologi proses sulfitasi sehingga rendemen yang dicapai rata-
rata hanya 7%. Peningkatan penambahan kapasitas produksi gula sebesar 1 juta
ton diharapkan dapat dilakukan melalui program revitalisasi pabrik gula (milik
PTPN dan perusahaan swasta) yang sudah ada dan pembangunan pabrik gula
baru.
Dalam pelaksanaan revitalisasi industri gula melalui restrukturisasi
mesin/peralatan pabrik gula BUMN perlu dibentuk Lembaga Penilai Independen
(LPI) yang bertujuan untuk memverifikasi kewajaran harga pembelian
mesin/peralatan PG BUMN dengan spesifikasi teknis yang diperlukan dalam
memutuskan permohonan dan pencairan Program Restrukturisasi Mesin
Peralatan Industri Gula oleh Kuasa Pengguna Anggaran sehingga membantu Tim
Pengarah dan Tim Teknis membuat rekomendasi yang menjamin
terselenggaranya Program Revitalisasi Industri Gula Melalui Restrukturisasi
Mesin/Peralatan Pabrik Gula secara efektif dan akuntabel.
Pada tahun 2014, telah dilaksanakan laporan pendahuluan, laporan antara dan
laporan akhir untuk verifikasi perusahaan industri gula dalam rangka
pelaksanaan program restrukturisasi mesin peralatan industri gula.
Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh industri gula meliputi on-farm
dan off-farm. Disisi on-farm masalah yang cukup menonjol rendahnya tingkat
produktivitas gula yang saat ini hanya mencapai kisaran 6 ton/ha, disamping itu
masalah ketersediaan lahan di Jawa yang tergeser oleh komoditi lain dan alih
fungsi lahan. Sementara di luar Jawa dengan adanya otonomi daerah
ketersediaan areal untuk pengembangan pabrik-pabrik baru terkendala oleh
sulitnya proses penguasaan lahan. Disisi off-farm telah dilaksanakan program
Sistem Manajemen Mutu atau yang sering disebut sebagai ISO 9000 merupakan
konsensus internasional mengenai praktek manajemen mutu yang baik. ISO 9000
terdiri dari standar dan pedoman yang berkaitan dengan sistem manajemen
mutu dan standar pendukung yang berkaitan. Manfaat penerapan ISO 9000 bagi
perusahaan antara lain dapat meningkatkan kinerja perusahaan, meningkatkan
efisiensi kegiatan, memperbaiki manajamen organisasi, dan meningkatkan
kepercayaan dari konsumen.
Kebutuhan konsumsi gula nasional tahun 2013 diperkirakan sebesar 5,5 juta
ton, dimana 2,903 juta ton untuk konsumsi langsung (rumah tangga) dan 2,613
juta ton untuk keperluan industri. Pesatnya perkembangan kebutuhan gula,
sementara peningkatan produksi relatif rendah, menjadikan Indonesia sebagai
importir terbesar dunia, baik untuk gula konsumsi langsung (plantation white
sugar) maupun kebutuhan untuk industri (refined sugar). Khususnya untuk gula
kristal rafinasi, hingga saat ini bahan bakunya (raw sugar) diperoleh dari luar
negeri (impor) dikarenakan bahan baku tersebut tidak bisa dipenuhi dari dalam
negeri. Oleh karenanya kebijakan pemerintah dalam menentukan kuota impor
raw sugar sangat berpengaruh terhadap produksi 11 pabrik gula kristal rafinasi.
Dari sisi kebijakan pemerintah menetapkan bahwa kualitas gula rafinasi yang
dihasilkan oleh pabrik gula rafinasi dalam negeri wajib memenuhi SNI wajib yang
ditetapkan. Kebijakan lain yang perlu dicermati bahwa produk gula rafinasi
dalam negeri hanya dapat dipasarkan kepada makanan, minuman dan farmasi.
Indonesia sebagai negara importir gula yang cukup besar, terus berusaha
mengurangi ketergantungan terhadap impor gula dengan berbagai program
peningkatan produksi gula dalam negeri diantaranya dengan kebijakan
perlindungan terhadap pasar domestik dan insentif peningkatan produksi tebu
dan kinerja pabrik gula. Terkait dengan komoditas gula, pemerintah telah
menetapkan kebijakan untuk melakukan segmentasi pasar antara gula tebu dan
gula kristal rafinasi, agar kedua tujuan dapat dicapai, yaitu menjamin pasokan
gula pada industri dengan harga bersaing dan melindungi produsen gula dalam
negeri dari persaingan pasar gula internasional yang sebenarnya tidak adil. Gula
kristal putih diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung
masyarakat. Sementara gula kristal rafinasi diperuntukan untuk memenuhi
kebutuhan industri makanan dan minuman. Agar segmentasi pasar ini efektif,
pemerintah mengatur pola distribusi, terutama gula kristal rafinasi melalui jalur
tertutup dan dilakukan monitoring terhadap hal tersebut. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya rembesan gula kristal rafinasi ke masyarakat. Menyikapi
kondisi ini, Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri makanan
minuman memandang perlu untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi
pabrik gula rafinasi sebagai pemasok gula kristal rafinasi. Untuk itu diperlukan
kegiatan evaluasi persediaan raw sugar dan gula kristal rafinasi di kedelapan
pabrik gula rafinasi yang ada
Pada tahun 2014, kegiatan Evaluasi Persediaan Raw Sugar Dan Gula Kristal
Rafinasi yang dilaksanakan antara lain: rapat persiapan, rapat rapat pergulaan
Yang menjadi binaan dan tanggung jawab serta hasil-hasil yang telah dicapai
Direktorat Jenderal Industri Agro dalam pengembangan klaster industri prioritas
tersebut adalah sebagai berikut:
Industri padat karya yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal Industri Agro
adalah industri furniture. Hasil yang telah dicapai meliputi:
Industri berbasis sumber daya alam yang menjadi binaan Direktorat Jenderal
Industri Agro adalah industri pengolahan kelapa sawit, industri hilir kakao, dan
industri pengolahan rumput laut.
(b) Peningkatan Konsumsi Cokelat Serta Fasilitasi Pada Sidang ICCO / ACC
Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar dengan
laut seluas lebih kurang 5,8 juta km2 dari garis pantai sepanjang 81.000 km.
Industri hasil laut terdiri dari ikan, udang, rumput laut dan produk kelautan
lainnya. Dari sisi kuantitas atau diversitas potensi sumberdaya hasil laut yang
dimilikipun cukup banyak. Produksi perikanan tahun 2008 dari
penangkapan dan budidaya mencapai 9,05 juta ton. Dari total produksi
tersebut maka perikanan budidaya menyumbang 47,49%. Laju pertumbuhan
Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat dilihat
pada tabel berikut:
TW III
TW III 2014
Sasaran 2013
IKU Satuan
Strategis Capaian Target Realisasi Capaian
(%) (%)
Tingginya Laju 63,03 6.53 8,24 126,18 Persen
nilai tambah pertumbuhan
industri industri agro
Kontribusi 101.87 9.03 9.63 106,64 Persen
industri agro
terhadap PDB
nasional
Dilihat dari aspek pencapaian target, dibandingkan dengan capaian tahun 2013,
indikator laju pertumbuhan industri agro mengalami peningkatan capaian yang
signifikan dari sebesar 63.03 persen capaian tahun 2013 menjadi sebesar 126,18
Meningkatnya realisasi laju pertumbuhan industri agro dari 3,70 persen pada
tahun 2013 menjadi 8,24 persen pada tahun 2014 disebabkan oleh meningkatnya
realisasi laju pertumbuhan industri agro sektor industri makanan,minuman dan
tembakau dengan realisasi sebesar 8,80 persen. Selain sektor industri tersebut,
sektor industri barang kayu dan hasil hutan lainnya serta kertas dan barang
cetakan juga meningkat realisasinya yaitu masing-masing sebesar 7,27 persen
dan 5,12 persen.
Upaya yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Industri Agro dalam
mengatasi berbagai permasalahan program pengembangan industri agro melalui
kebijakan-kebijakan dan program yang mendorong peningkatan daya saing
industri agro, antara lain:
(2) Mengurangi beban biaya logistik dan distribusi dengan berpartisipasi aktif
mengusulkan perbaikan infrastruktur (pelabuhan dan jalan) dan efisiensi
pelayanan (jasa pelabuhan, transportasi).
(3) Mengingkatkan produktifitas SDM dan R&D industri agro baik dibidang
teknologi proses, produk dan manajemen untuk efisiensi dan peningkatan
daya saing industri agro.
Tabel 3.11. Kontribusi Sektor Industri Agro Terhadap PDB Nasional (Persen)
TW III TW III
Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012
2013 2014
1. Makanan, minuman dan tembakau 7.50 7.23 7.37 7.58 7,50 7,81
2. Barang kayu dan hasil hutan lainnya 1.43 1.25 1.14 1.04 1,01 1,03
3. Kertas dan barang cetakan 1.09 1.02 0.93 0.81 0,77 0,78
Industri Agro 10.02 9.50 9.44 9.43 9,28 9,63
Sumber: BPS, data diolah.
Dari data pada tabel diatas, konstribusi semua sub sektor industri agro
cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 kontribusi industri
agro bisa mencapai 10,02 persen, menjadi sebesar 9,50 persen pada tahun 2010,
9,44 persen pada tahun 2011, 9,43 persen pada tahun 2012 dan 9,28 persen pada
triwulan III tahun 2013 dan 9,63 persen pada triwulan III tahun 2014. Kontribusi
tertinggi sektor industri agro terhadap PDB Nasional selama satu periode RPJMN
2009 - 2014 diraih oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau
dengan nilai sebesar 7,81 persen pada periode triwulan III tahun 2014 atau
sebesar Rp. 571,32 triliun, meningkat dari tahun 2013 sebesar 7,50 persen atau
sebesar Rp. 488,91 triliun.
Kontribusi ekspor produk industri agro terhadap ekspor nasional diukur melalui
nilai penghitungan peningkatan nilai ekspor produk industri agro terhadap
terhadap total ekspor nasional.
Pangsa pasar produk industri agro nasional terhadap total permintaan di pasar
dalam negeri diukur melalui nilai perbandingan pangsa pasar produk industri
agro di dalam negeri terhadap total permintaan pasar dalam negeri.
Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.12. Capaian IKU dari tingginya penguasaan pasar dalam negeri dan
luar negeri
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%) (%)
Tingginya Kontribusi ekspor 121.58 12,5 35,98 287,84 Persen
penguasaan produk industri
pasar dalam agro terhadap
negeri dan luar ekspor nasional
negeri Pangsa pasar 147.04 14 32,32 230,85 Persen
produk industri
agro nasional
terhadap total
permintaan di
pasar dalam
negeri
Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat dilihat
pada tabel berikut:
Dari sisi capaian, IKU tingkat produktifitas dan kemampuan SDM industri agro
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan capaian
pada tahun 2013. Pada tahun 2013, capaiannya adalah sebesar 980,43 persen
sedangkan capaian pada tahun 2014 adalah sebesar 1085,41 persen. Peningkatan
produktifitas dan kemampuan SDM industri agro ini dilakukan melalui:
b) Jumlah produk dengan Tingkat Kandungan Lokal > 40% sebesar 18 produk.
Jumlah investasi industri agro hulu dan hilir diukur melalui penghitungan
realisasi ijin invetasi baru maupun pengembangan. Data bersumber dari BKPM.
Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tingkat capaian indikator jumlah investasi industri agro hulu dan antara pada
tahun 2014 adalah sebesar 1201,17 persen, meningkat signifikan sebesar 73,12
persen dibanding tingkat capaian pada tahun 2013 yang hanya sebesar 1128,05
persen.
Realisasi investasi baru dan pengembangan bidang industri agro adalah sebanyak
1021 jumlah perusahaan yang terdiri dari 34 perusahaan di sektor industri hasil
hutan dan perkebunan, 961 perusahaan di sektor industri makanan, hasil laut
dan perikanan serta 26 perusahaan di sektor industri minuman dan tembakau.
Tingkat pencapaian indikator jumlah produk dengan TKDN > 40% pada tahun
2014 adalah sebesar 18 produk, meningkat dari capaian pada tahun 2013.
Industri Hasil Hutan dan Perkebunan mempunyai 18 produk yang sudah
bersertifikasi TKDN dari kementerian Perindustrian yang terdiri 14 produk
industri pengolahan kayu dan 4 produk industri pengolahan kertas.
Realisasi, target serta capaian dari Indiaktor Kinerja Utama (IKU) dapat terlihat
pada tabel berikut:
2013 2014
Sasaran Strategis IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
(%) (%)
Mengusulkan Rekomendasi 100 1 2 200 Jenis
Insentif yang usulan
Mendukung insentif
Pengembangan Perusahaan 60 15 22 146,67 Perusahaan
Industri Agro industri yang
memperoleh
insentif
Pada awalnya insentif yang akan diusulkan oleh Direktorat Jenderal Industri Agro
dalam rangka mendukung peningkatan daya saing industri agro di pasar dalam
negeri maupun luar negeri terdiri dari 5 jenis insentif yakni: Bea Keluar (BK), Bea
Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.17. Capaian IKU dari Mengembangkan R & D di instansi dan industri
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian (%) Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%)
Mengembangkan Kerjasama 100 1 1 100 Kerjasama
R & D di instansi R&D instansi
dan industri dengan
industri
Dari tabel diatas terlihat bahwa realisasi indikator kerjasama R&D instansi
dengan industri pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 meningkat 100
persen yaitu 1 (satu) kerjasama R & D . Kerjasama R & D instansi dengan industri
dengan target tahun 2014 sebanyak 1 kerjasama, capaian pada triwulan tahun
2014 sudah dilakukan kerjasama antara Direktorat Industri Minuman dan
Tembakau dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Serta Institut
Pertanian Bogor untuk melaksanakan kegiatan pelatihan di bidang industri
pengolahan kopi dan Penyusunan Roadmap Industri Pengolahan Kopi 2015-
Realisasi, target serta capaian dari Indiaktor Kinerja Utama (IKU) dapat terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.18. Capaian IKU dari Memfasilitasi akses pembiayaan dan bahan baku
untuk meningkatkan kapasitas produksi
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian (%) Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%)
Memfasilitasi Tingkat 98.53 80 74,61 93,26 Persen
akses utilisasi
pembiayaan dan kapasitas
bahan baku produksi
untuk Perusahaan 100 8 24 300 Perusahaan
meningkatkan yang
kapasitas mendapat
produksi akses ke
sumber
pembiayaan
Perusahaan 360.00 15 67 446,67 Perusahaan
yang
mendapat
akses ke
sumber
bahan baku
Realisasi capaian indikator tingkat utilisasi kapasitas produksi pada tahun 2014
adalah sebesar 93,26 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan realisasi capaian
pada tahun 2013 yang mencapai 98,53 persen. Target utilisasi pada tahun 2013
dan 2014 sama-sama sebesar 80 persen, dengan realisasi pada tahun 2014
sebesar 93,26 persen dan realisasi pada tahun 2013 sebesar 98,53 persen.
Tingkat realisasi tertinggi terjadi pada sektor industri hasil hutan perkebunan
yang mencapai nilai sebesar 82,70 persen dan sektor industri makanan,hasil laut
dan perikanan yang mencapai nilai sebesar 70,62 persen. Realisasi terendah
terjadi pada sektor industri minuman dan tembakau yang hanya mencapai nilai
sebesar 70,52 persen.
Kapasitas yang relatif masih rendah di sektor industri minuman dan tembakau
disebabkan oleh sebagian besar industri minuman dan tembakau masih
total kapasitas industri minuman dan tembakau di tahun 2014 ini mencapai
sekitar 13.426 ribu ton namun realisasi produksi hanya mencapai 9.468 ribu ton,
hal ini disebabkan diantaranya oleh utilitas industri pengolahan teh dan
tembakau yang masih di bawah 70%.
Pada sektor industri makanan hasil laut dan perikanan, jumlah perusahaan yang
mendapat akses ke sumber bahan baku sebanyak 27 perusahaan melalui fasilitas
BMDTP (Bea Masuk Ditanggung Pemerintah) berikut daftar perusahaan
penerima BMDTP :
Tabel 3.19 Daftar Perusahaan Penerima BMDTP di Dit IMHLP
No Nama Perusahaan No Nama Perusahaan
PT. Charoen Pokphand
1 15 PT. Citra Ina Feedmill
Indonesia
2 PT. Metro Inti Sejahtera 16 PT Malindo feedmill
3 PT. Wonokoyo Jaya Corporindo 17 PT Feedmill Indonesia
4 PT. Wonokoyo Jaya Kusuma 18 PT Japfa Comfeed Indonesia
5 PT. Sinta Prima Feedmill 19 PT Cheil Jedang Superfeed
6 PT. Cargill Indonesia 20 PT Cheil Jedang Feed Lampung
7 PT. Kerta Mulya Saripakan 21 PT CJ Feed Medan
PT. Bintang Jaya Proteina
8 22 PT CJ Feed Jombang
Feedmill
9 PT. Matahari Sakti 23 PT. Suri Tani Pemuka
10 PT. Sierad Produce 24 PT. Indojaya Agrinusa
11 PT. Sinar Indochem 25 PT Welgro Feedmill Indonesia
PT. Central Proteina Prima
12 PT. Mabar Feed Indonesia 26
Group
13 PT. Sabas Indonesia 27 PT. Wirifa Sakti
14 PT. Gold Coin Indonesia
Dalam rangka mendukung perusahaan untuk memperoleh akses bahan baku,
Direktorat industri hasil hutan dan perkebunan berupaya mendukung
ketersediaan bahan baku kayu legal dengan membangun 2 (dua) terminal kayu di
Bitung Sulawesi Utara dan Kendal Jawa Tengah, sedangkan dalam hal legalitas
kayu pada tahun 2014, direktorat industri hasil hutan dan perkebunan telah
memberikan bantuan sertifikasi legalitas kayu kepada 10 perusahaan dengan
Realisasi, target serta capaian dari Indiaktor Kinerja Utama (IKU) dapat terlihat
pada tabel berikut:
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%) (%)
Memfasilitasi Perusahaan 149.5 210 325 154,76 Perusahaan
promosi mengikuti
industri seminar/konferensi,
pameran, misi
dagang/investasi,
promosi
produk/jasa dan
investasi industri
Pada tahun 2014, dari target sebanyak 210 perusahaan terealisasi sebanyak
325 perusahaan. Kegiatan yang difasilitasi diantaranya adalah:
Event pameran yang dilakukan baik di dalam dan luar negeri merupakan
bentuk partisipasi IHHP dalam rangka melakukan promosi investasi dan
pemeran produk-produk, adapun kegiatan yang di fasilitasi adalah
International Furnishing Show IMM di Koln Jerman diikuti 25 perusahaan,
International furniture expo di Shanghai, China 16 perusahaan, Iffina di Jakarta
8 perusahaan, Trade expo Indonesia TEI di Jakarta diikuti oleh 68 perusahaan,
dan IFEX (International Furniture Expo) yang diikuti 62 perusahaan, sehingga
secara keseluruhan pada tahun 2014 jumlah perusahaan yang difasilitasi
untuk mengikuti pameran adalah 176 perusahaan hal ini lebih tinggi dari
target yang ditetapkan sebanyak 60 perusahaan, kondisi ini lebih tinggi dari
tahun 2013 yang mencapai 143 perusahaan.
Sampai dengan tahun 2014, Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan
Perikanan telah memfasilitasi 56 perusahaan untuk mengikuti
pameran/promosi dagang baik di dalam negeri maupun di luar negeri,
seminar/konferensi internasional. Adapun event promosi industri yang diikuti
oleh Dit Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan antara lain Partisipasi
Pameran The 39th International Food and Baverage Exhibition diikuti oleh 16
perusahaan, Agrinex diikuti oleh 2 perusahaan, SIAL China Asia's Leading
Professional Food & Beverage Exhibition diikuti oleh 4 perusahaan, Pameran
Makanan dan Minuman Kementerian Perindustrian diikuti oleh 16
perusahaan, Pameran Produksi Indonesia 2014 diikuti oleh 9 perusahaan,
Agrowisata Indonesia 2014 di Bali diikuti oleh 2 perusahaan, Hari Kakao
Indonesia 2014 di Makassar diikuti oleh 21 perusahaan, dan Hari Pangan
Sedunia diikuti oleh 1 perusahaan.
Standardisasi sebagai bentuk dari non tariff barrier terhadap masuknya produk-
produk impor sangat diperlukan. Sasaran ini dicapai dengan Indikator Kinerja
Utama:
a) SNI yang diberlakukan secara wajib dengan target pada tahun 2014 sebesar
1 (satu) SNI.
Indikator SNI yang diberlakukan secara wajib diukur melalui perhitungan jumlah
SNI yang diberlakukan secara wajib di lingkungan Direktorat Jenderal Industri
Agro.
Realisasi, target serta capaian dari Indiaktor Kinerja Utama (IKU) dapat terlihat
pada tabel berikut:
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%) (%)
Memfasilitasi SNI yang 100 1 1 100 RSNI
penerapan diberlakukan
standardisasi secara wajib
Indikator kinerja rancangan SNI yang diusulkan pada tahun 2014, tingkat
capaiannya adalah sebesar 100 persen, sama dengan tingkat capaian pada tahun
2013 yang hanya sebesar 100 persen. Target pada tahun 2013 adalah sebanyak
1 SNI wajib yang ditargetkan dan terealisasi sebanyak 1 SNI yaitu SNI Wajib
Minyak Goreng Sawit Berfortifikasi Vitamin A, sedangkan pada tahun 2014, dari
target sebanyak 1 SNI terealisasi sebanyak 1 SNI yaitu SNI Wajib Kopi Instant.
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%) (%)
Meningkatnya Sertifikasi asessor 100 3 32 1000 Orang
kualitas Jumlah Standar - 3 0 0 SKKNI per
lembaga Kompetensi Kerja tahun
pendidikan Nasional Indonesia
dan pelatihan (SKKNI)
serta
kewirausahaan
Tabel 3.23. Capaian IKU dari Meningkatkan Budaya Pengawasan pada Unsur
Pimpinan dan Staf
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%) (%)
Meningkatkan Terbangunnya 100 4 4 100 Satker
Budaya Sistem
Pengawasan Pengendalian
pada Unsur Intern di Unit
Pimpinan dan Kerja
Staf
Realisasi indikator kinerja ini tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 sama yaitu
sebesar 100 persen, dikarenakan semua unit kerja di lingkungan Direktorat
Jenderal Industri Agro telah mengikuti pelatihan Satgas SPIP yang dilaksanakan
Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat dilihat
pada tabel berikut:
Pada tahun 2008 pernah dilakukan kajian mengenai standar kompetensi yang
dibutuhkan di lingkungan Direktorat Jenderal Industri Agro, namun tidak pernah
direviu dan diperbaharui.
Realisasi, target serta capaian dari Indiaktor Kinerja Utama (IKU) dapat terlihat
pada tabel berikut:
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%) (%)
Terbangunnya Penerapan 0 4 0 0 Satker
organisasi sistem
yang manajemen
profesional mutu
dan pro bisnis
Capaian indikator kinerja tersebut diatas masih sama dengan capaian pada tahun
2014 yaitu 0 persen, karena belum ada unit kerja di lingkungan Direktorat
Jenderal Industri Agro yang menerapkan sistem manajemen mutu. Diharapkan
pada tahun berikutnya rencana ini dapat terwujud agar pelayanan kepada
stakeholders semakin meningkat.
Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat terlihat
pada tabel berikut:
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
(%) (%)
Membangun Tersedianya 100 1 1 100 Paket
Sistem Informasi sistem
yang informasi
Terintegrasi dan online
Handal Pengguna yang 104 25.000 444.843 1779 Jumlah
mengakses Pengguna
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
% %
Meningkatnya Tingkat 100 85 85 100 Persen
kualitas ketepatan
perencanaan waktu
dan pelaksanaan
pelaporan kegiatan
Tingkat 100 100 100 100 Persen
kesesuaian
pelaksanaan
kegiatan dengan
dokumen
perencanaan
Nilai Sakip 77,71 70 70 100 Nilai
Ditjen Industri
Agro
Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.29. Capaian IKU dari Meningkatkan Sistem Tata Kelola Keuangan dan
BMN yang Profesional
2013 2014
Sasaran
IKU Capaian Target Realisasi Capaian Satuan
Strategis
% %
Meningkatkan Tingkat 80,27 90 85,30 94,77 Persen
Sistem Tata Penyerapan
Kelola Anggaran
Keuangan dan
BMN yang
Profesional
Jumlah anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Industri Agro tahun 2014 adalah
sebesar Rp.268.303.300.000,- setelah dilakukan revisi anggaran menjadi sebesar
Rp.199.275.906.000,-. Adapun Realisasinya adalah sebesar Rp. 169.982.842.429,-
atau sebesar 85,30 persen lebih rendah dibandingkan target sebesar 90 persen.
Hal ini terjadi karena ada beberapa kegiatan swakelola yang belum terlaksanakan
serta adanya kegiatan pihak ketiga yang tidak terlaksana sehingga ke depannya
perlu perencanaan yang lebih baik lagi.Pencapaian sasaran strategis berdasarkan
tiga perspektif dapat dirangkum seperti terlihat pada tabel berikut:
No. CAPAIAN
PERSPEKTIF
2014 2013
1. Perspektif Pemangku 448,30 330,25
Kepentingan(Stakeholders)
2. Perspektif Proses Pelaksanaan Tupoksi 246,18 103,69
3. Perspektif Peningkatan Kapasitas 241,57 70,89
Kelembagaan
Rata-rata 312,02 168,28
Dari sisi perspektif proses pelaksanaan tupoksi pada tahun 2014 telah mencapai
246,18 persen, mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun 2013
yang hanya sebesar 103,69 persen.
Dari sisi perspektif peningkatan kapasitas kelembagaan, pada tahun 2014 telah
mencapai 241,57 persen, mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan
tingkat pencapaian pada tahun 2013 yang hanya sebesar 70,89 persen.
A. Prioritas Nasional :
C. Non Prioritas:
4. Ketahanan Pangan
Pada tahun 2014 Direktorat Jenderal Industri Agro tidak memberikan
bantuan mesin dan peralatan pengolahan makanan, hasil laut dan
perikanan yang mendukung ketahanan pangan, hal ini dikarenakan
kegiatan pembangunan pabrik pakan ternak di Papua Barat dihentikan,
kerena gagal lelang, sehingga kegiatan tersebut dilakukan penghematan.
5. Kegiatan Penunjang
Untuk mendukung tercapainya sasaran yang ditetapkan di dalam
RENSTRA Ditjen Industri Agro pada tahun 2014, Direktorat Jenderal
Industri Agro berpartisipasi pada 11 sidang kerjasama internasional, 19
pameran, dan mengadakan 2 pelatihan. Total kegiatan yang dilaksanakan
sebanyak 20 kegiatan, dan telah memenuhi target yang ditetapkan.
Sidang kerjasama internasional yang diikuti meliputi:
Kuatnya daya saing industri pengolahan sehingga bisa dilakukan penerapan SNI
Wajib Industri Agro
Banyaknya event pameran baik dalam dan luar negeri yang dapat dimanfaatkan
untuk promosi produk industri agro
Tumbuhnya iklim investasi industri agro. Hal ini dapat dilihat dari munculnya
unit usaha baru pada tahun 2014, yang menyebabkan naiknya nilai ekspor
produk industri agro serta meningkatnya produkstivitas tenaga kerja.
Banyaknya event pameran baik dalam dan luar negeri yang dapat dimanfaatkan
untuk promosi produk industri agro.
Tersedianya insentif berupa tax allowance dan tax holiday sehingga membantu
industri dalam mendapatkan akses bahan baku.
Banyaknya event pameran baik dalam dan luar negeri yang dapat dimanfaatkan
untuk promosi produk hilir agro sehingga meningkatkan nilai ekspor.
Kampanye dan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang diterapkan pada beberapa
komoditi industri agro.
Bekerja sama dengan intansi, asosiasi dan perusahaan untuk mendapatkan data
yang lebih aktual dan berkualitas
B. REALISASI ANGGARAN
Tingkat realisasi penyerapan anggaran pada tahun 2014 sebesar 85,30 persen
lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2013 sebesar 72,24 persen. Realisasi tertinggi
adalah pada kegiatan Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil Hutan dan
Perkebunan yang dilaksanakan oleh Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan
dengan realisasi sebesar 91,93 persen dan terendah pada kegiatan Revitalisasi dan
Penumbuhan Industri Minuman dan Tembakau yang dilaksanakan oleh Direktorat
Industri Minuman dan Tembakau dengan realisasi sebesar 77,90 persen.
Anggaran ditargetkan 90 persen dan terealisasi sebesar 85,30 persen pada tahun
2014. Melihat kondisi tersebut di atas, maka realisasinya dibawah dari target. Tidak