Anda di halaman 1dari 9

PSIKOSOMATIK

Oleh:
Felix Rico Suwandi
11 2015 344

Pembimbing:
dr. Marodjahan Siregar, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
1. Definisi
Gangguan psikosomatik ialah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang
menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu peristiwa
psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Ada juga yang memberikan batasan
bahwa gangguan psikosomatik merupakan suatu kelainan fungsional suatu alat atau sistem organ
yang dapat dinyatakan secara obyektif, misalnya adanya spasme, hipo atau hipersekresi,
perubahan konduksi saraf dan lain lain. Keadaan ini dapat disertai adanya organik/struktural
sebagai akibat gangguan fungsional yang sudah berlangsung lama. Gangguan fungsional yang
ditemukan bersamaan dengan gangguan struktural organis dapat berhubungan sebagai berikut:
Gangguan fungsional yang lama dapat menyebabkan atau mempengaruhi timbulnya
gangguan struktural seperti asma bronchial, hipertensi, penyakit jantung koroner, arthritis
rheumatoid dan lain-lain.1
Gangguan atau kelainan struktural dapat menyebabkan gangguan psikis dan
menimbulkan gejala-gejala gangguan fungsional seperti pada pasien penyakit jantung, penyakit
kanker, gagal ginjal dan lain-lain.1
Gangguan fungsional dan struktural organik berada bersamaan oleh sebab yang berbeda.
Dalam kenyataannya, di klinik jarang sekali faktor psikis/emosi seperti frustasi, konflik,
ketegangan dan sebagainya dikemukakan sebagai keluhan utama oleh pasien. Justru keluhan
keluhan fisis yang beraneka ragam yang selalu ditonjolkan oleh pasien. Keluhan-keluhan yang
dirasakan pasien umumnya terletak di bidang penyakit dalam seperti keluhan sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan, saluran cerna, saluran urogenital, dan sebagainya. 1
Keluhan-keluhan tersebut adalah manifestasi adanya ketidakseimbangan sistem saraf
otonom vegetatif, seperti sakit kepala, pusing, serasa mabuk, cenderung untuk pingsan, banyak
keringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, gangguan pada lambung, dan usus, diare,
anoreksia, kaki dan tangan dingin, kesemutan, merasa panas atau dingin seluruh tubuh dan
banyak lagi gejala lainnya.1
2. Patofisiologi
Patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan gangguan psikis/emosi
belum seluruhnya dapat diterangkan namun sudah terdapat banyak bukti dari hasil penelitian
para ahli yang dapat dijadikan pegangan. Gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan
gangguan psikosomatik ternyata diikuti oleh perubahan-perubahan fisiologis dan biokimia pada
tubuh seseorang. Perubahan fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem
saraf autonom vegetatif, sistem endokrin dan sistem imun.1
Patofisiologi gangguan psikosomatik dapat diterangkan melalui beberapa teori sebagai berikut:
Gangguan Keseimbangan Saraf Autonom Vegetatif gejala klinis yang timbul dapat berupa
hipertoni parasimpatik, ataksi vegetatif yaitu bila koordinasi antara simpatik dan parasimpatik
sudah tidak ada lagi dan amfotoni. Gangguan Konduksi Impuls Melalui Neurotransmitter
gangguan konduksi ini disebabkan adanya kelebihan atau kekurangan neurotransmitter di
presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor-reseptor postsinaps. Beberapa
neurotransmitter yang telah diketahui berupa amin biogenik antara lain noradrenalin, dopamine,
dan serotonin. Hiperalgesia Alat Viseral Meyer dan Gebhart (1994) mengemukakan konsep dasar
terjadinya gangguan fungsional pada organ visceral yaitu adanya visceral hyperalgesia. Keadaan
ini mengakibatkan respon reflex yang berlebihan pada beberapa bagian alat visceral tadi. Konsep
ini telah dibuktikan pada kasus-kasus non-cardiac chest pain, non-ulcer dyspepsia dan irritable
bowel syndrome.Gangguan Sistem Endokrin/Hormonal perubahan-perubahan fisiologi tubuh
yang disebabkan adanya stress dapat terjadi akibat gangguan sistem hormonal. Perubahan
tersebut terjadi melalui hypothalamic-pitutary-adrenal axis (jalur hipotalamus-pituitari-
adrenal).Perubahan dalam Sistem Imun
Perubahan tingkah laku dan stress selain dapat mengaktifkan sistem endokrin melalui
hypothalamus-pituitary axis (HPA) juga dapat mempengaruhi imunitas seseorang sehingga
mempermudah timbulnya infeksi dan penyakit neoplastik.

3. Diagnosis
Pada umumnya pasien dengan gangguan psikosomatik datang ke dokter dengan keluhan
somatiknya. Jarang sekali keluhan psikis atau konfliknya dikeluhkan secara spontan. Keluhan
psikis yang menjadi stressornya baru akan muncul setelah dilakukan anamnesis yang baik dan
mendalam. Keluhan somatisnya sangat beraneka ragam dan sering berpindah-pindah dari satu
sistem organ ke organ lain. Gangguan psikosomatik pada orang yang tidak stabil, dapat
disebabkan bukan saja oleh stress yang luar biasa, tetapi juga oleh kejadian-kejadian dan keadaan
sehari-hari, umpamanya rumah tangga yang sibuk, terlalu banyak orang di dalam satu rumah,
suami atau istri yang tidak dapat menyesuaikan diri atau tidak mengindahkan keinginan satu
sama lain.2
Untuk itu, penting ditanyakan beberapa pertanyaan berikut dalam proses anamnesis:
- Faktor sosial dan ekonomi: kepuasan dalam pekerjaan; kesukaran ekonomi; pekerjaan yang
tidak tentu; hubungan dengan keluarga dan orang lain; minatnya; pekerjaan yang terburu-buru;
kurang terbiasa
- Faktor perkawinan: perselisihan, perceraian, dan kekecewaan dalam hubungan sexual; anak-
anak yang nakal dan menyusahkan.
- Faktor kesehatan: penyakit-penyakit yang menahun; pernah masuk rumah sakit; pernah
dioperasi; adiksi terhadap obat-obatan, tembakau, dan lain-lain
- Faktor psikologik: stress psikologik; keadaan jiwa waktu operasi; status dalam keluarga.2

4. Jenis Gangguan Psikosomatik


Untuk klasifikasi jenis gangguan psikosomatik, maka jenis gangguan dibagi menurut organ yang
paling sering terkena, yaitu gangguan gastrointestinal, gangguan kardiovaskular, gangguan
pernapasan, gangguan endokrin, gangguan kulit, gangguan muskuloskeletal, psikoonkologi. 3
a. Gangguan Gastrointestinal
1. Dispepsia Fungsional
Merupakan perasaan tidak enak dan sakit pada daerah epigastrium . Gejala-gejala yang
sering dikeluhkan pasien berupa rasa penuh pada ulu hati sesudah makan, kembung, sering
bersendawa, cepat kenyang, anoreksia, nausea, vomitus, rasa terbakar pada daerah ulu hati dan
regurgitasi.4
2. Konstipasi Psikogenik
Buang air besar biasanya terjadi setelah timbul rangsangan di hipotalamus yang
diteruskan ke kolon dan sfingter ani melalui susunan saraf autonom. Pasien sering mempunyai
keluhan tidak dapat atau mengalami kesulitan buang air besar. Akibat kelainan tersebut,
rangsangan di hipotalamus ikut menurun sampai tidak ada, sehingga rangsangan di usus besar
pun sangat berkurang. 4
3. Diare Psikogenik
Seseorang yang sedang mengalami ketegangan jiwa, sedang emosi, atau sedang dalam keadaan
stress , hidupnya tidak teratur. Keadaan demikian akan menyebabkan terangsangnya hipotalamus
terus-menerus secara tidak teratur. Rangsangan di hipotalamus ini akan diteruskan ke susunan
saraf autonom. Susunan saraf yang berulang kali terangsang ini akan menyebabkan timbulnya
hiperperistaltik kolon, sehingga bolus makanan terlalu cepat dikeluarkan karena hiperperistaltik
tersebut, reabsorpsi air di kolon terganggu, dan timbullah diare. 4
b. Gangguan Kardiovaskular
1. Hipertensi
Hipertensi oleh banyak peneliti dianggap sebagai suatu penyakit yang multifaktorial. Selain
faktor psikis yang menstimulasi efek simpatikotonik, pengaruh lingkungan sekitar 9 dan sosio-
kultural juga ikut berperan. Faktor-faktor psikis stuasional yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah, merupakan model outlet yang aman sebagai reaksi normal fisiologis. 5
2. Gangguan Irama Jantung
Mekanisme regulasi jantung mudah bereaksi terhadap rangsangan pikis dan penilaiannya dalam
hal khayalan dan pengalaman merupakan faktor-faktor yang menentukan dalam terjadinya
penyakit. Afek seperti rasa takut, sedih, gembira atau ketegangan jiwa mempengaruhi fungsi
somatik secara tidak khas.emosi agresif mempercepat frekuensi jantung. Pengalaman depresif
menekan dan memperlambatnya. Aritmia psikogenik tanpa adanya gangguan struktural pada
umumnya tidak akan menyebabkan kematian, namun dapat memberikan impilkasi yang buruk
terhadap kondisi psikis pasien. 5
c. Gangguan Pernapasan
1. Sindrom Hiperventilasi
Sindrom hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan ventilasi berlebihan yang
menyebabkan perubahan hemodinamik dan kimia sehingga menimbulkan berbagai gejala
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada pasien adalah napas sesak, napas pendek, dada tertekan,
nyeri pada epigastrium, pusing, sakit kepala,mulut dan tenggorokan kering, disfagi, dan rasa
penuh pada lambung.penyebab paling sering untuk hiperventilasi ialah emosi rasa takut dan
kegelisahan. 6
2. Asma Bronkial
Asma merupakan suatu gangguan karena hiperaktivitas yang diikuti bronkokontriksi yang
reversible serta adanya reaksi inflamasi kronik serta kerusakan epitel. Dalam perkembangannya,
pathogenesis asam dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor genetik , permusuhan, kejengkel(atopi
dan hiperaktivitas bronkus pada keluarga), faktor lingkungan, allergen seperti debu rumah,
serbuk sari bunga, virus dan bakteri, polusi udara; faktor individu, adanya stressor dan
kemampuan untuk mengatasi asma.6
d. Gangguan Endokrin
1. Kelainan Tiroid
Pasien tirotoksikosis umumnya datang dengan keluhan yang dianggap bersifat psiksi belaka.
Misalnya rasa cemas, mudah marah, paranoid, rasa seperti leher tercekik atau terikat, rasa takut
tanpa sebab yang jelas, insomnia dengan mimpi buruk, dan gugup. Keluhan ini sering diikuti
dengan hiperaktivitas saraf otonom seperti keringat banyak, mulut kering, pupil lebar, kulit
pucat, nadi cepat, dan sebagainya.7
2. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit meabolik yang ditandai dengan adanya defek
pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hipetglikemia kronik pada pasien diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan berbagai organ seperti
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah serta mempengaruhi kondisi psikis. Gangguan
psikis yang biasa terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah depresi. 7
e. Gangguan Muskuloskeletal
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi kronik dengan pathogenesis autoimun dan
etiologi yang multikompleks. Berbagai faktor yang dapat berperan penting seperti
immunogenetik, kelamin, umur dan stress. Hubungan stress dengan AR masih belum jelas,
meskipun pada berbagai penelitian terdapat perkembangan bahwa faktor stressor lingkungan,
psikologis, dan biologis menjadi faktor predisposisi.7
f. Gangguan Urologi
Secara psikofisiologis yang mendasari terjadinya gangguan urologi yaitu irritable bladder ialah
sensibilitas fungsi kandung kemih yang berlebihan atau ambang rangsang yang rendah yang
bersifat psikovegetatif, yang dapat ditemukan dengan pengukuran tegangan intravesikal. Dengan
demikian perubahan-perubahan pengisian kandung kemih yang berlebihan. 7

5. Penatalaksanaan
Pertama tama kita dapat menerangkan kepada penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya
yang rusak atau yang kurang, tidak terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja
tidak teratur. Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil
contoh sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang takut
menjadi bergemetar dan pucat. 8
Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi
yaitu:
Fase 1 : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter bersama-sama
berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan
tes laboratorium bila perlu. Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan
dijelaskan kepada penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejala-gejala.
Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.
Fase 2 : merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi
keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien
Fase 3 : ialah fase kesadaran intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih banyak
bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat
pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaaan dan pengertian.8

Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka:


1. Obat tidur (hipnotik)
Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah senyawa
benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan triazolam. Pada insomnia
dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti tioridazin, prometazin.9
2. Obat penenang minor dan mayor
Obat penenang minor
Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas,agitasi, spasme otot,
delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas hebat maksimal 2 bulan
sebelum dicoba dihentikan secara perlahan (tapering off) untuk menghindari toleransi dan
adiksi.8
Obat penenang mayor
Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti clorpromazin,
tioridazin dan haloperidol. Diberikan hanya pada kasus gejala agitasi , kegelisahan yang
berlebihan, agresi dan kegaduhan.8
3. Antidepresan
Yang biasa digunakan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin, imipramin,
mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian ditingkatkan. Saat ini,
golongan trisiklik sudah jarang digunakan karena efek samping yang banyak akibat kerja anti
kolinergiknya. Antidepresan baru dengan efek samping yang minimal adalah golongan8:
- SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor): sertalin, paroksetin, fluoksetin, fluvoksamin
- SSRE (Selective Serotonin Reuptake Enhancer): Tianeptin
- SNRI (Serotonin Nor Epinephrin Reuptake Inhibitor): Venlafaksin
- RIMA (Reversible Inhibitory Monoamine Oxidose type A): Moklobemid
- NaSSA (Nor-adrenalin ang Serotonin Anti Depressant): Mitrazapin
- Atipik: Trazodon, Nefazodon8

Kesimpulan

Gangguan psikosomatik merupakan gangguan yang melibatkan antara pikiran dan tubuh.
Hal ini berarti bahwa adanya faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.Komponen
emosional memainkan peranan penting pada gangguan psikosomatik. Manifestasi penyakit fisik
juga sering diturunkan dan kepribadian seseorang. Gangguan psikosomatik dapat rnelibatkan
berbagai sistem organ di dalam tubuh sehingga memerlukan penanganan secara terintegrasi dari
ahli medis dan ahli psikiatri. Tujuan terapi haruslah mengerti motivasi dan mekanisme gangguan
fungsi dan untuk membantu pasien mengerti sifat penyakitnya. Tilikan tersebut harus
menghasilkan pola perilaku yang berubah dan lebih sehat.

Daftar pustaka
1.Mudjaddid, E. Shatri, Hamzah. Gangguan Psikosomatik: Gambaran Umum dan
Patofisiologinya. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat
Penerbitan FKUI. 2006. p896-8
2. Maramis, W.F. Gangguan Psikosomatik. Dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:
Airlangga University Press. p339-72
3. Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. Faktor Psikologik Yang Mempengaruhi Kondisi
Medis (d/h Gangguan Psikosomatik). Dalam Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.p287-93
4. Hadi, Sujeno. Psikosomatik Pada Saluran Cerna Bagian Bawah. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p907-9
5. Halim, S. Budi, dkk. Aspek Psikosomatik Hipertensi. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p913-4
6. Putranto, Rudi. Mudjaddid, E. shatri, Hamzah. Sindrom Hiperventilasi. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p920-1
7. . Djokomoeljanto, R. Gangguan endokrin. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK
UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p937-8\
8. Mudjaddid, E. Budihalim, S. Sukatman, D. Psikofarmaka dan Psikosomatik. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p901-2

Anda mungkin juga menyukai