PENULIS:
PEMBIMBING REFERAT :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya
tinjauan pustaka ini dapat diselesaikan. Tinjauan pustaka ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas di ruangan oleh residen Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan sebagai salah satu
sarana untuk terus belajar serta menambah ilmu pengetahuan yang diharapkan
dapat memberi manfaat bagi penulis maupun pembaca.
1. Dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJ(K) selaku Ketua Program Studi Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah dan sebagai dosen pembimbing dalam penyusunan
tinjauan pustaka ini yang telah membimbing dengan penuh dedikasi.
4. Rekan-rekan residen dan semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu
atas bantuan dan dukungan dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari
sempurna sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan saran yang membangun dari
para senior maupun teman-teman residen lainnya. Atas masukannya penulis
mengucapkan banyak terima kasih.
Hormat saya,
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
v
BAB I
PENDAHULUAN
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan 25-35 tahun. Prognosis biasanya
lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah 40
tahun jarang terjadi. Menurut Pedoman PPDGJ III, skizofrenia dijelaskan sebagai
gangguan jiwa yang ditandai dengan distorsi khas dan fundamental dalam pikiran
dan persepsi yang disertai dengan adanya afek yang tumpul atau tidak wajar.
(Amir,N,2014)
berlangsung kronis dan cenderung menjadi berat dan menetap serta disertai
eksaserbasi akut dan penurunan fungsi peran penderita. Onset gangguan skizofrenia
biasanya pada usia akhir masa remaja atau awal dewasa. Awitan pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan
1
memerlukan pengobatan yang ditujukan untuk mengatasi gangguan interaksi
kekambuhan pada pasien skizofrenia sehingga manfaatnya adalah hasil dari kajian
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia
mayor yang ditandai dengan adanya perubahan berat pada perasaan, pikiran,
persepsi dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual
kemudian. Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok,
yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi,
kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala
negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi
diri dari pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif,
apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) menjelaskan bahwa skizofrenia adalah suatu
penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
3
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan
WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami
gangguan jiwa, di Indonesia diperkirakan mencapai 264 dari 1000 jiwa penduduk
yang mengalami gangguan jiwa. Salah satu gangguan jiwa psikosa fungsional yang
pasien gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 1,7 per mil. Prevalensi terbanyak
adalah Propinsi DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan
(2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa Tengah (2,3 per mil) (Lesmanawati,
2012).Di Indonesia sendiri, kasus klien dengan Skizofrenia 25 tahun yang lalu
heterogen, tapi dengan gejala perilaku yang sedikit banyak serupa. Pasien
4
a. Faktor Genetika
1. Populasi Umum 1%
b. Faktor Diatesis-Stress
obat, stress psikososial , dan trauma. (Erlina, Soewadi, & Dibyo, 2010)
5
c. Hipotesis Dopamin
bagian kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia.
atropi krteks, atropi otak kecil (cerebellum) terutama pada penderita kronis
d. Faktor Keluarga
ke rumah sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien
berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur dan sangat
(Amir, 2014)
a. Fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya
bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
6
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi
sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan
perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan
teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin
b. Fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan
gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi
c. Fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita
A. jika ada dua atau lebih gejala dibawah ini, dimana gejala ini tampak secara
signifikan selama period 1 bulan (atau kurang jika dilakuan terapi yang
7
1. Waham
2. Halusinasi
B. Adanya gangguan secara fungsi satu atau lebih fungsi penting, seperti bekerja,
prodromal atau gejala sisa. Selama gejala prodromal atau gejala sisa, keluhan
yang nampak berupa gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang ada pada
kriteria A.
manik yang terjadi pada fase aktif ini, atau 2) jika terjadi episode mood selama
fase aktif, yang menunjukkan gejala minimal atau sebagian besar pada fase
E. Gangguan ini tidak diakibatkan oleh efek psikologi dari penggunaan obat
F. Jika ada riwayat gangguan spektrum autism atau gangguan komunikasi pada
masa anak, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat jika ada gejala dominan
halusinasi atau waham minimal 1 bulan (atau kurang jika dengan keberhasilan
8
Ada beberapa subtipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variabel
yaitu:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion ) atau isi pikirannya diambil
yaitu isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
adalah waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya biasanya bersifat mistik
atau mujizat.
9
c. Halusinasi auditorik, yaitu suara halusinasi yang berkomentar secara terus
antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa.
2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja apabila disertai baik
neologisme.
stupor.
d. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
10
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
3. Adanya gejala- gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
Penderita yang mengalami relaps diikuti oleh perburukan sosial lebih lanjut
menghadapi penderita dan juga pengobatan yang tidak adekuat yang dilakukan
Tidak ada kriteria umum yang dapat dianggap sebagai kriteria relaps. Secara
umum, istilah relaps ditujukan untuk gejala perburukan atau rekurensi gejala
relaps belum begitu jelas. Pada kenyataannya, relaps merupakan suatu istilah
relatif dan harus meliputi beberapa faktor berikut: kondisi pasien sebelum onset
11
terbaru; keparahan dari relaps dalam terminologi keparahan simtom, durasi dan
skizofrenia yang telah menjalani rawat inap di rumah sakit jiwa dan
dirawat inap. Setiap relaps yang terjadi berpotensi membahayakan bagi pasien
dan keluarganya. Apabila relaps terjadi maka pasien harus kembali melakukan
perawatan inap di rumah sakit jiwa (rehospitalisasi) untuk ditangani oleh pihak
parameter ini cukup signifikan dalam beberapa aspek. Setiap relaps berpotensi
Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2004, pasien gangguan jiwa yang
sebanyak 1183 orang (88,15%). Pada tahun 2005 pasien gangguan jiwa yang
dirawat berjumlah 1694 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia 1543
orang (91,09%). Dari 1543 orang penderita skizofrenia yang dirawat pada tahun
2005 sebanyak 1493 orang penderita remisi sempurna (96,76%), dan dari
jumlah tersebut penderita yang mengalami relaps sebanyak 876 orang penderita
12
(58,67%). Data di atas menunjukkan adanya peningkatan penderita skizofrenia
dari tahun ke tahun di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dan
Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain
penderita tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur,
dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat
dapat memicu stress. sehingga penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah
emosi tinggi yang diungkapkan (EE) (tingkat kritik dan keterlibatan berlebihan
yang berlebihan) dan atribusi penyakit jiwa terhadap mitos dan nilai sosial dan
budaya atau atribusi agama. (Ahmad, Khalily, Hallahan, & Shah, 2016)
Secara umum bahwa klien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai
50% klien yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara
13
keputusan. Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau
tingkat kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan. Alasan untuk hal ini
wanita muda menunjukkan kepatuhan yang lebih baik dibandingkan yang tua.
14
penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius dibandingkan penyakit-
penyakit lain seperti diabetes, epilepsi dan kanker. Jadi jelas bahwa jika
mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk
diterapi maka ketidakpatuhan dapat terjadi. Begitu juga persepsi sosial juga
berhubungan dengan simtom positif dan efek samping. Dalam konteks ini
dapat dipahami bahwa semakin lama pasien akan berubah sikapnya terhadap
pengobatan.
membeli obat atau walaupun mampu jarak tempuh dan transportasi dapat
lebih mau melanjutkan pengobatan. Efek samping obat neuroleptik yang tidak
15
kepatuhan. Efek samping yang umum dan penting adalah efek pada
ekstrapiramidal, gangguan seksual dan penambahan berat badan. Namun, pada data
ternyata tidak ada hubungan antara regimen terapi dan profil efek samping dengan
berbeda dari pasien yang patuh dalam melaporkan efek samping obat neuroleptik.
Penemuan ini adalah sama dengan penelitian lain yang menemukan bahwa efek
samping obat bukanlah alasan yang sering dikatakan pasien dalam menolak
antipsikotik konvensional.
merasakan dengan segera efek positif dari antipsikotik. Kadang pasien lebih dahulu
merasakan efek samping sebelum efek obat terhadap penyakitnya tersebut. Begitu
juga dengan pasien skizofrenia yang sudah dalam remisi biasanya relaps tidak
langsung segera terjadi bila pengobatan dihentikan. Relaps dapat terjadi beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan setelah obat anti psikotik dihentikan, jadi
pasien. Sebagai akibatnya pasien yang sudah dalam remisi sempurna mempunyai
yang mereka harapkan atau bahkan berbahaya. Hal ini menjadi tanggung jawab
16
yang seimbang dan realistik mengenai profil keuntungan dan kerugian antipsikotik
mengkonsumsi beberapa obat dengan waktu yang berbeda dalam satu hari atau
ketaatan terhadap obat yang diberikan dibanding pasien yang hanya mengkonsumsi
ketidakpatuhan yang sama diperoleh pada pasien yang tidak patuh terhadap
pemberian obat oral yang diganti dengan depot neuroleptik. Hal ini yang sering
obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang dapat
C. Faktor Lingkungan
kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang
17
mendukung. Sebagai kemungkinan lain, sikap negatif dalam lingkungan sosial
mengurangi kepatuhan yang biasanya terjadi bila pasien tinggal dengan orang lain.
Sebagai contohnya adalah situasi emosional yang tinggi dan keluarga atau pihak
lain yang tidak mau memperhatikan sikap positif pasien terhadap pengobatan.
memberi dukungan untuk menambah sikap yang positif terhadap pengobatan pada
pasien. Sebagai dokter kadang-kadang melupakan hal tersebut bahwa sikap positif
dimana teman sekamar pasien pernah mengalami pengalaman yang buruk terhadap
satu jenis obat dan menceritakannya maka akan merubah sikap pasien terhadap obat
bahwa dokter memiliki perhatian kepada pasien dan dokter mau meluangkan waktu
hubungan yang baik merupakan prasyarat untuk masuk ke dalam ikatan terapetik
dan memberikan informasi adalah hal yang penting dalam hubungan ini.
18
Informasi dapat diberikan pada pasien ataupun keluarga baik dalam jadwal
penyakitnya.
berikutnya dan dokter akan menepati dan untuk tidak menjadwal ulang walaupun
dengan pasien baik dengan gaya atau bahasa yang dapat dimengerti pasien sehingga
dapat tercipta hubungan terapetik yang baik yang nantinya dapat meningkatkan
Dengan mengikuti pedoman yang telah ditentukan maka pengobatan akan menjadi
berguna, rasional dan gampang dimengerti oleh pasien dan mereka tidak menjadi
bingung bila mereka mencoba mencari pendapat dokter lain. (Djuari, Lilik;
E. Faktor Psikososial
relapsnya skizofrenia. Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
19
untuk beradaptasi atau menanggulangi. Biasanya stresor psikososial terjadi dalam
kurun waktu satu tahun sebelum gangguan jiwa saat ini. Yang termasuk stresor
- Problem pendidikan.
- Problem pekerjaan.
- Problem perumahan.
- Problem ekonomi.
emotion) dan risiko terjadinya relaps pada skizofrenia. Sebagai salah satu faktor,
apa yang dimaksud dengan expressed emotion dalam hal ini, berupa kebiasaan
20
lingkungan keluarga dengan expressed emotion yang kuat (highly expressed
emotion) atau gaya afektif negatif secara signifikan lebih sering mengalami relaps
emotion yang rendah (low expressed emotion), atau gaya afektif yang normal.
kembali ke lingkungan rumah dimana sering terjadi keadaan kritis, kekerasan atau
menunjukkan outcome yang lebih baik pada pasien skizofrenia secara tradisional,
terhadap terapi mungkin dapat menurunkan atau paling tidak akan memperlambat
relaps pada pasien. Intervensi yang dapat dilakukan keluarga adalah lebih dapat
1) Overextension
perasaannya terbebani. Gejala dari cemas intensif dan energi yang besar
2) Restricted Consciousnes
Tahap ini menunjukkan pada kesadaran yang terbatas. Gejala yang sebelumnya
21
3) Disinhibition
Penampilan pertama pada tahap ini adalah adanya hipomania dan biasanya
meliputi munculnya halusinasi (halusinasi tahap I dan II) dan delusi, di mana
optimisme dan percaya diri. Gejala lain dari hipomania ini adalah rasa percaya
4) Psychotic disorganization
Pada saat ini gejala psikotik sangat jelas dilihat. Tahap ini diuraikan sebagai
berikut:
1) Pasien tak lagi mengenal lingkungan/ orang yang familiar dan mungkin
5) Psychotic Resolution
Tahap ini biasanya terjadi di rumah sakit. Pasien diobati dan masih mengalami
(Dyah, 2009)
22
2.2.4 Pencegahan Kekambuhan Skizofrenia
a. Pasien : minum obat secara teratur, latihan mengendalikan tanda dan gejala
merawat pasien dengan baik dan menciptakan lingkungan yang bersahabat serta
kesehatan jiwa, dan tidak mengucilkan warga yang mengalami gangguan jiwa.
(Prisma, 2014)
23
BAB III
RINGKASAN
mayor yang ditandai dengan adanya perubahan berat pada perasaan, pikiran,
persepsi dan perilaku seseorang. Saat ini belum ditemukan etiologi yang pasti
sekumpulan gangguan, mungkin dengan kausa yang heterogen, tapi dengan gejala
yang mengalami relaps diikuti oleh perburukan sosial lebih lanjut pada fungsi dasar
pasien. Terdapat beberapa hal yang dapat memicu kekambuhan pada skizofrenia.
Faktor dari pasien antara lain, pasien skizofrenia sulit mengikuti aturan minum obat
Terciptanya suatu hubungan yang baik antara dokter dan pasien, merupakan
prasyarat untuk masuk ke dalam ikatan terapetik dalam pemberian edukasi sangat
24
berikut, problem dengan kelompok pendukung utama (primary support group),
25
Daftar Pustaka
Ahmad, I., Khalily, M. T., Hallahan, B., & Shah, I. (2016). Factors Associated With
Psychotic Relapse in Patients With Schizophrenia in a Pakistani Cohort.
International Journal of Mental Health Nursing, 1.
Amelia, D. R., & Anwar, Z. (2013). Relaps Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 01(01), 54.
American Psychiatric Association . (2013). Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (5 ed.). United States of America: American Psychiatric
Association.
Amir, N. (2014). Buku Ajar Psikiatri (2 ed.). Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Dean, L. (2012). Schizophrenia. National Center for Biotechnology Information, 1.
Djuari, Lilik; Karimah, Azimatul. (2015). Lebih Dekat dengan Skizofrenia.
Surabaya: Biro Koordinasi Kedokteran (BKKM) Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Dyah, I. (2009). Hubungan Antara Bentuk Dukungan Keluarga Dengan Periode
Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soeroyo Magelang. Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional "Veteran".
Erlina, Soewadi, & Dibyo, P. (2010). Determinan Terhadap Timbulnya Skizofenia
Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof.HB Sainiin. Berita
Kedokteran Masyarakat, 1-2.
Fadli, S. M., & Mitra. (2013). Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga Serta
Frekuensi Kekambuhan Penderita Skizofrenia. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 469.
Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika-Atmajaya.
Prisma, M. (2014). Upaya Keluarga Mencegah Kekambuhan Pada Anggota
Keluarga Skizofrenia di RSJ Dr. Radjiman Wedijodiningrat Lawang.
Malang: RSJ Dr. Radjiman Wedijodiningrat Lawang.
Raharjo, A., Rochmawati, D. H., & Purnomo. (2014). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia di RSJD dr.Amino
Gondohutomo Semarang . Semarang: Universitas Islam Sultan Agung.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2010). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis
(2 ed.). Jakarta: EGC.
Safitri, M. (2010). Perbedaan Kualitas Hidup Antara Pasien Skizofrenia Gejala
Positif dan Gejala Negatif Menonjol. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
26
Simanjutak, Y. P. (2008). Faktor Resiko Terjadinya Relaps Pada Pasien
Skizofrenia Paranoid. Medan: Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Sirait, A. (2008). Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada
Skizofrenia Remisi Sempurna. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Xavier, R. M., & Vordrestrasse, A. (2017). Genetic Basis of Positive and Negative.
Biological Research for Nursing, 1.
Yaqin, F. T. (2015). Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Tanda dan Gejala
Skizofrenia Paranoid Dengan Upaya Mencegah Kekambuhan Pasien di
RSJD Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah .
27
Lampiran 1
kekambuhan skizofrenia
1. Petunjuk umum
a. Instrument REDI terdiri dari kumpulan gejala yang terbagi menjadi dua
sebelumnya.
tandatangan.
pada instrument untuk memberikan tanda mana yang ada dan mana yang
tidak.
f. Jika ragu-ragu karena gejala samar atau tidak terlalu parah, maka gejala
tetap dinyatakan ada. Karena itu berikan tanda centang () pada gejala
tersebut.
pengukuran.
2. Petunjuk Khusus
a. Skala Kuning terdiri dari gejala kognitif, afektif, dan psikomotor pada
skizofrenia.
28
b. Skala Merah berhubungan dengan gejala patognomonis (gejala pasti) pada
sebagainya.
(stabil). Jika cenderung stabil pada beberapa kali pengukuran, maka gejala
komunitas/peer group).
dini membantu penderita dan keluarga untuk mengatasi gejala lebih cepat,
e. Selalu amati gejala mana saja yang cukup dominan dan dirasa
29
g. Jika terjadi penggantian pengobatan, maka instrument REDI dapat
yang lama.
3. Catatan
stabil).
diri/orang lain).
Berilah tanda centang pada pernyataan yang anda rasakan dalam satu minggu ini,
Skala Kuning
30
4. Merasa tidak nyaman tanpa alasan
Total Kuning :
Skala Merah
2. Merasa bahwa sesuatu menyeramkan dan aneh sedang terjadi dalam badan
anda
31
4. Merasa sedang dibicarakan/ ditertawai
11. Sesuatu sedang mengendalikan anda dan mencoba mempengaruhi isi kepala
anda
Total Merah :
32