Anda di halaman 1dari 23

TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR

PENDUGAAN EROSI
DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation)
DI SITU BOJONGSARI, DEPOK

Oleh :
Arika Listiani
05021181320010

Di Kutip Dari Skripsi :


NURINA ENDRA PURNAMA
F14104028

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah sebagai sumber daya alam telah mengalami berbagai tekanan
seiring dengan peningkatan jumlah manusia. Tekanan tersebut telah menyebabkan
penurunan mutu tanah yang berujung pada pengurangan kemampuan tanah untuk
berproduksi. Penurunan mutu tanah tersebut disebabkan oleh proses pencucian
hara dan proses erosi tanah terutama pada lahan-lahan yang tidak memiliki
penutupan vegetasi.
Erosi merupakan peristiwa hilangnya lapisan tanah atau bagian-bagian
tanah di permukaan. Di Indonesia erosi yang sering dijumpai adalah erosi yang
disebabkan oleh air. Erosi dapat menimbulkan kerusakan baik pada tanah tempat
terjadi erosi maupun pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut
diendapkan. Kerusakan pada tanah tempat erosi terjadi berupa penurunan sifat-
sifat kimia dan fisik tanah yang pada akhirnya menyebabkan memburuknya
pertumbuhan tanaman dan rendahnya produktivitas. Sedangkan pada tempat
tujuan akhir hasil erosi akan menyebabkan pendangkalan sungai, waduk,
situ/danau, dan saluran irigasi. Dengan peningkatan jumlah aliran air di
permukaan dan mendangkalnya sungai menyebabkan makin seringnya terjadi
banjir (Mukhlis, 2009).
Kota Depok merupakan daerah yang tergolong memiliki banyak situ.
Tercatat 26 situ tersebar di wilayah selatan Jakarta ini. Namun, dari 26 situ yang
tersebar di enam kecamatan, kira-kira 80 persen diantaranya dalam kondisi
mengkhawatirkan. Sebagian sudah banyak yang beralih fungsi, yang semula
dimanfaatkan sebagai daerah resapan air atau penampung hujan kini menjadi
permukiman penduduk, lapangan bola, dan pembuangan limbah atau sampah.
Bahkan erosi yang terjadi di daerah situ semakin parah dari waktu ke waktu.
Padahal situ-situ tersebut itu cukup potensial menjaga wilayah Jakarta dan Depok
dari banjir. Situ atau danau merupakan bentuk mikro daerah tangkapan air.
Dengan mengetahui karakteristik biofisik situ beserta tingkat bahaya erosi dan
sedimentasinya maka dapat dilakukan tindakan pengelolaan yang diperlukan
berupa pengendalian laju erosi tanah dan rehabilitasi lahan.
Semula prediksi erosi adalah suatu metode untuk memperkirakan atau
menduga laju erosi yang terjadi dari lahan yang dipergunakan bagi usaha
pertanian tertentu. Persamaan yang sering digunakan untuk memprediksi erosi
adalah persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE). Persamaan ini adalah
model pendugaan erosi yang digunakan untuk menghitung besarnya erosi yang
terjadi dalam jangka panjang pada suatu daerah. Metode USLE mempunyai
kelebihan, yaitu proses pengolahan datanya yang sedehana, sehingga mudah
dihitung secara manual maupun menggunakan alat bantu program komputer
(software). Hal ini memudahkan para petugas yang 3 bekerja di lapangan dalam
membuat suatu perkiraan kasar terhadap besarnya laju erosi (Indiarti, 2010).
Universal Soil Loss Equation (USLE) sudah dua puluh tahun lebih
digunakan sebagai metode pendugaan besarnya erosi yang cukup baik. Metode ini
dikembangkan di Amerika Utara dengan tujuan untuk mengetahui besarnya erosi
pada lahan pertanian. Pengembangan metode ini didasarkan pada hasil
pengukuran pada sepuluh ribu stasiun pengamatan erosi yang tersebar di seluruh
Amerika Utara. Dengan keserdahanaan, kemudahan dalam pemasukan input data,
dan hasil yang cukup baik metode ini banyak dipakai di berbagai sektor di luar
pertanian termasuk di sektor kehutanan (Ispriyanto, 2012). Nilai erosi yang
diperoleh dari pendekatan USLE selanjutnya dapat dipergunakan untuk menduga
laju erosi yang terjadi pada suatu wilayah dan menentukan Klasifikasi Tingkat
Bahaya Erosi, sehingga untuk mencegah kerusakan lahan akibat erosi dapat
dihindari sedini mungkin dengan teknikteknik konservasi lahan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini bertujuan untuk meninjau
kembali besarnya erosi yang terjadi dan konservasi yang dapat dilakukan pada
pendugaan erosi Dengan metode usle (universal soil loss equation) Di situ
bojongsari, depok sebagai tugas akhir mata kuliah Teknik Konservasi Tanah dan
Air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum Situ Atau Danau


Situ adalah istilah yang digunakan masyarakat sunda untuk menyebut
danau yang memiliki ukuran relatif kecil. Situ merupakan tipe perairan tergenang
yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, diantaranya sebagai
resapan air, pengendali banjir, pengendali iklim mikro, habitat bagi biota, sumber
air, pemasok air ke lingkungan sekitarnya (akuifer), pengendap lumpur serta
pencegah intrusi air laut pada daerah pesisir. Bahkan dari segi estetika yang
dimiliki, situ dapat berperan sebagai obyek wisata (Suripin, 2001). Zona
kedalaman situ ditunjukan pada Gambar 1 (Strategi Pengelolaan Situ Jabodetabek,
2007).

Gambar 1. Zona Kedalaman Bentuk Perairan Menggenang dan Proses


Fotosintesis (Suwignyo, P, 2000 di dalam Strategi Pengelolaan Situ
Jabodetabek, 2007).
Sementara itu Haeruman (2009) berpendapat bahwa keberadaan danau
atau situ sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata
air. Jika ditinjau dari sudut tata air, situ berperan sebagai reservoir yang dapat
dimanfaatkan airnya sebagai alat pemenuhan irigasi. Secara fisik komponen
pembentuk tipologinya dibagi dalam tiga (3) bagian, yaitu: a) Medium tampungan
sumber daya air. b) Daerah peralihan (ekoton) c) Daerah tangkapan air.
2.2 Erosi
2.2.1 Pengertian Erosi
Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached ) dan
kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, dan gravitasi
(Haryadi, 2006). Secara deskriptif, Arsyad (2000) menyatakan erosi merupakan
akibat interaksi dari faktor iklim, tanah, topografi, vegetasi, dan aktifitas manusia
terhadap sumber daya alam. Erosi dibagi menjadi dua macam, yaitu erosi geologi
dan erosi dipercepat (Hardifal, 2011).
Laju pelapukan tanah memang susah diukur secara tepat, namun dengan
beberapa pendekatan, para pakar geologi telah sepakat bahwa untuk membentuk
lapisan tanah setebal 25 mm pada lahan-lahan alami dibutuhkan waktu kurang
lebih 300 tahun. Waktu yang diperlukan menjadi berkurang sangat drastis dengan
adanya campur tangan manusia, untuk membentuk lapisan tanah setebal 25 mm
hanya memerlukan waktu kurang lebih 30 tahun.
2.2.2 Proses Erosi
Menurut Suripin (2001) erosi terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap
pelepasan partikel tunggal dari masa tanah dan tahap pengangkutan oleh media
yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia
tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga
yaitu pengendapan. Untuk dapat terjadi erosi, tanah harus dihancurkan oleh curah
hujan dan aliran permukaan, kemudian diangkut ke tempat lain oleh curah hujan
dan aliran permukaan.
2.2.3 Faktor faktor yang Mempengaruhi Erosi
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi yang terpenting
adalah curah hujan, tanah, lereng, vegetasi, dan manusia (Hardifal, 2011).
a. Curah Hujan yaitu sifat hujan yang terpenting yang mempengaruhi besarnya
erosi adalah curah hujan.
b. Tanah yaitu sifat fisik tanah sangat berpengaruh terhadap besarnya erosi.
Kepekaan tanah terhadap erosi disebut erodibilitas.
c. Lereng, Arsyad (2000) dan Hardifal (2011) mengemukakan unsur topografi
yang paling berpengaruh terhadap erosi adalah panjang dan kemiringan lereng.
d. Vegetasi, Menurut (Hardifal, 2011) Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah :
1). Menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah,
sehingga kekuatan tanah untuk menghancurkan dapat dikurangi. 2).
Menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air Infiltrasi. 3).
Penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh tranpirasi (penguapan air)
melalui vegetasi.
e. Manusia yaitu Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia
menjadi lebih baik atau lebih buruk.
2.2.4 Pendugaan Erosi
Praktek-praktek bercocok tanam dapat merubah keadaan penutupan lahan
dan oleh karena itu dapat mengakibatkan terjadinya erosi permukaan pada tingkat
atau besaran yang bervariasi. Oleh karena besaran erosi yang berlangsung
ditentukan oleh intensitas dan bentuk aktifitas pengelolaan lahan, maka perkiraan
besarnya erosi yang terjadi akibat aktifitas pengelolaan lahan tersebut perlu
dilakukan. Dari beberapa metode untuk memperkirakan besarnya erosi
permukaan, metode Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah metode yang
paling umum digunakan (Asdak, 1995). Wischmeier dan Smith (1978) juga
menyatakan bahwa metode yang umum digunakan untuk menghitung laju erosi
adalah metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Adapun persamaan ini
adalah:
A = R . K . L . S . C . P ..........................................................................................(1)
dimana :
A : Jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun)
R : Indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan)
K : Indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah)
LS : Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S)
C : Faktor tanaman (vegetasi)
P : Faktor usaha-usaha pencegahan erosi (konservasi)
2.3 Keadaan Umum Situ Bojongsari
Situ Bojongsari merupakan situ terluas di Kota Depok. Secara
administratif Situ Bojongsari terletak di Kelurahan Sawangan (Sawangan Lama),
Kecamatan Sawangan, dengan letak geografisnya pada 623'15" LS dan
10645'13" BT. Situ ini termasuk dalam lingkup administratif DAS Angke yang
memiliki tujuh muara (teluk), yang masing-masing teluknya terletak di dukuh
yang berbeda dalam Wilayah Kecamatan Sawangan. Situ Bojongsari memiliki
luas perairan 28.25 ha dengan kedalaman 3 4 meter, terletak 70 meter dari
permukaan laut. Perairan situ dikelilingi oleh areal perkebunan pada sebelah
selatan, permukiman di sebelah barat, areal perkebunan di sebelah utara, dan
terdapat sarana rekreasi di sebelah timurnya.
2.4 Kerusakan Situ
Secara umum kondisi Situ Bojongsari memang terlihat masih bagus,
bahkan bagian selatan situ masih tampak alami belum terjamah aktifitas manusia.
Namun apabila kita tinjau dari parameter kerusakan-kerusakan situ, maka saat ini
Situ Bojongsari termasuk kategori situ kritis, yang memerlukan pemulihan
sesegera mungkin untuk mempertahankan fungsi optimal situ. Kerusakan di Situ
Bojongsari sebagai berikut :
1. Sedimentasi
Perairan Situ Bojongsari kini sudah dipenuhi limbah rumah tangga dan
sampah yang berakibat pada pendangkalan situ. Limbah rumah tangga diprediksi
akan semakin bertambah dari tahun ke tahun akibat jumlah permukiman ilegal
yang bertambah. Belum lagi sumber mata air yang sudah tertutup sedimen dan
sampah. Selain itu, sedimentasi di Situ Bojongsari terutama di bagian selatan
hingga barat daya disebabkan terutama oleh aktifitas penduduk yang menanam
singkong di tepi situ. Selain itu, luas situ juga mulai menyusut dengan banyaknya
permukiman penduduk dan kolam pemancingan ikan atau empang. Situ
mengalami pendangkalan antara tiga dan lima meter sehingga harus dikeruk
dengan kedalaman yang sama.
2. Vegetasi Enceng Gondok (Eichhornia crassipes)
Selain itu, perairan situ juga banyak ditumbuhi tumbuhan air seperti
enceng gondok ( Eichhornia crassipes ) dan Salvinia sp. Situ Bojongsari hampir
60 % tertutup oleh Salvinia sp. Keadaan tersebut apabila dibiarkan akan
menimbulkan akibat negatif bagi perairan yaitu mengurangi ketersediaan volume
air karena evapotranspirasi dan pendangkalan perairan karena pembusukan
Salvinia s.p. Akibat selanjutnya akan terjadi penipisan oksigen terutama di kolom
air bagian bawah, sehingga keadaan dapat menjadi anaerob. Sumber daya air yang
demikian ini jelas kurang bermanfaat. Dalam hal ini usaha restorasi perairan akan
dapat meningkatan manfaatnya.
BAB III
GAMBAR SPESIFIK LOKASI

Gambar 2. Kondisi Perairan Situ Gambar 3. Usaha Rumah Makan di


Bojongsari Timur Situ Bojongsari
Sebagai Sarana Rekreasi

Gambar 4. Kondisi sekitar situ bojongsari

Gambar 5. Vegetasi Ketela Pohon di Gambar 6. Cottage di Tengah Situ


Bojongsari
Barat Daya Situ Bojongsari

Gambar 7. Kondisi Check Dam yang Gambar 8. Kondisi Situ Bojongsari


Tidak Terawat yang Tidak Terawat

Gambar 9. Vegetasi Enceng Gondok Gambar 10. Erosi Longsor pada


di Perairan Situ Bojongsari Tebing Situ
BAB IV
METODELOGI

4.1 Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Situ Bojongsari, Kecamatan Sawangan,
Kota Depok. Waku penelitian dimulai Bulan November 2007 sampai dengan
Bulan Pebruari 2008.
4.2 Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan berupa komputer dengan program Microsoft Office
Excel dan program (software) ArcView 3.2 yang dibuat oleh ESRI (Environmental
Systems Research Institute) untuk perhitungan. Bahan yang digunakan berupa
data sekunder dan peta-peta sebagai berikut :
1. Data Curah Hujan DAS Ciliwung Tengah Tahun 1992 2001
2. Peta Jenis Tanah DAS Ciliwung Skala 1 : 20000000
3. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Skala 1 : 25000
4.3 Metode Penelitian
4.3.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder hasil
pengukuran yang berhubungan dengan erosi di Situ Bojongsari. Data
dikumpulkan melalui salinan atau turunan data/copy dari instansi yang terkait
melalui pengadaan dan pembelian data atau peta. Selain itu datadata juga
diperoleh dari akses internet. Sumber data yang akan digunakan untuk penelitian
dapat dilihat pada Tabel 8. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Januari
sampai Februari 2008. Jenis data yang diperlukan untuk melakukan analisa
pekerjaan studi ini terdiri dari : a. Curah Hujan, b. Peta Kontur, c. Peta Jenis
Tanah, d. Peta Penutupan Lahan Tahun 2001
4.3.2 Pengolahan Data
Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti kerangka pendekatan yang
dapat dilihat pada gambar 13. Tahap awal penelitian adalah pengumpulan data-
data yang dibutuhkan dalam mendeskripsikan permasalahan untuk memprediksi
nilai erosi di Situ Bojongsari, yang terdiri dari data hujan (curah hujan dan hari
hujan) dan peta-peta. Tahap selanjutnya mengolah data-data yang diperlukan
untuk dipakai dalam perhitungan pendekatan USLE guna memprediksi besarnya
erosi. Tahap-tahap pengolahan data selengkapnya sebagai berikut:
a. Menghitung nilai R (erosivitas hujan) menggunakan rumus yang dikemukakan
oleh Lenvain (DHV, 1989) sebagai berikut :
R = 2.21 P 1.36
dimana :
R : indeks erosivitas
P : curah hujan bulanan (cm)
b. Dari berbagai rumus perhitungan erosivitas, pada kasus ini dipilih rumus di atas
karena data curah hujan yang tersedia hanya data curah hujan bulanan.
c. Menentukan nilai K (erodibilitas tanah) berdasarkan jenis tanah, bersumber
pada nilai K yang terdapat pada Lampiran 7. Jenis tanah diperoleh berdasarkan
Peta Jenis Tanah DAS Ciliwung.
d. Menentukan Nilai LS, bersumber pada nilai LS pada Tabel 2. Sebelum
menentukan besarnya nilai LS, harus diketahui terlebih dahulu kemiringan
lereng. Kemiringan lereng pada penelitian ini diperoleh dari Peta Kontur DAS
Ciliwung.
e. Menentukan nilai CP. Nilai CP dapat dicari dengan menentukan faktor C dan P
masing-masing atau digabungkan sekaligus menjadi faktor CP. Pada penelitian
ini, karena faktor CP diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan,
maka penentuan nilai CP dilakukan dengan dua cara di atas disesuaikan dengan
kondisi di lapangan. Selanjutnya nilai CP atau C dan P dapat dilihat pada Tabel
3, Tabel 4, Lampiran 7, dan Lampiran 9.
f. Selanjutnya nilai A (jumlah kehilangan tanah maksimum) dapat dihitung sesuai
dengan Rumus USLE 31
A=R.K.L.S.C.P
dimana :
A : Jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun)
R : Indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan)
K : Indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah)
LS : Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S)
C : Faktor tanaman (vegetasi)
P : Faktor usaha-usaha pencegahan erosi (konservasi)
g. Menghitung luas Daerah Tangkapan Air (DTA) di sekeliling Situ Bojongsari
dengan memplotkan hasil penelusuran DTA melalui kontur peta top pada
milimeter block.
h. Selanjutnya dengan informasi solum tanah, dapat ditentukan Tingkat Bahaya
Erosi (TBE).
i. Setelah itu dilakukan pendugaan kemungkinan umur Situ Bojongsari dengan
terlebih dahulu mengukur luas Situ Bojongsari dan menghitung volumenya.
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan

Gambar 13. Diagram Alir Pendugaan Nilai Erosi


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation),


faktorfaktor erosi yang akan dihitung meliputi faktor erosivitas hujan (R), faktor
erodibilitas (K), faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), dan faktor
pengelolaan tanaman dan usaha pencegahan erosi (CP).
1. Faktor Erosivitas (R)
Data curah hujan yang digunakan untuk menghitung faktor erosivitas
diperoleh dari data curah hujan DAS Ciliwung Tengah. Data curah hujan DAS
Ciliwung Tengah tetap dapat dipakai dalam penelitian ini karena data curah hujan
diukur dan diolah oleh stasiun klimatologi Depok. Karena sebaran data curah
hujan yang diambil dari suatu stasiun memiliki sebaran sampai 30 km. Curah
hujan rata-rata bulanan untuk DAS Ciliwung Tengah berkisar antara 168 mm
sampai dengan 377 mm, dengan curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan
November dan terendah pada Bulan Juli. Curah hujan mempunyai peranan yang
cukup tinggi terhadap erosi tanah yang terjadi. Masukan data curah hujan terdiri
dari jumlah curah hujan bulanan selama 10 tahun dari tahun 1992 sampai tahun
2001. Sehingga setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai erosivitas seperti
yang ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Erosivitas di DAS Ciliwung Tengah
Tahun R
1992 3.087.682
1993 3.225.605
1994 2.429.612
1995 3.321.904
1996 3.087.792
1997 1.910.324
1998 3.203.011
1999 2.080.779
2000 1.874.487
2001 2.419.636
2. Faktor Erodibilitas (K)
Berdasarkan peta jenis tanah pada Gambar 11, maka Situ Bojongsari
termasuk kawasan yang memiliki jenis tanah latosol coklat kemerahan. Tanah
latosol secara umum memiliki bahan induk berupa batuan vulkanik bersifat
intermedier, yaitu batuan dengan kadar Besi (Fe) dan Magnesium (Mg) cukup
tinggi. Tanah jenis ini bersolum dalam, pH agak tinggi, dan memiliki kepekaan
terhadap erosi rendah. Selanjutnya setelah mengetahui jenis tanah, maka nilai
erodibilitas (K), dapat diketahui pada Lampiran 7. Sehingga didapat nilai K untuk
daerah Situ Bojongsari sebesar 0.121.
3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Untuk Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) ditentukan dengan
menggunakan Peta Sebaran Kelas Kelerengan DAS Ciliwung, kemudian nilai LS
dapat diperoleh melalui Tabel 2. Dari Peta Kelas Kelerengan DAS Ciliwung,
dapat diketahui bahwa Situ Bojongsari terletak pada kemiringan lahan yang
beragam dari 0 50 %. Pada penelitian ini, kelas kemiringan ditentukan
berdasarkan peta kontur DAS Ciliwung (lembar Cibinong) yang diolah dengan
program Arc View 3.2. Berdasarkan bentuk topografinya, areal DAS Ciliwung
dikelompokan menjadi 5 kelas kemiringan (s) yaitu 0 5 %, 5 15 %, 15 35 %,
35 50 %, dan > 50 %. Nilai indeks LS berkisar antara 0.25 sampai 12.
Gambar 11. Peta Tanah DAS Ciliwung (Departemen Pekerjaan Umum Kota
Administratif Depok).

Gambar 12. Vegetasi di Daerah Tangkapan Air Situ Bojongsari


4. Perhitungan Nilai Laju Erosi (A)
Setelah parameter-parameter dalam persamaan USLE telah ditentukan
nilainya, maka besanya erosi di Situ Bojongsari dapat diperkirakan dengan
mengkalikan faktor faktor erosi melalui persamaan berikut :
A = R x K x LS x CP
Perhitungan erosi di Situ Bojongsari ini, dibagi dalam lima wilayah erosi
(zonasi) berdasarkan faktor vegetasi (C) dan konservasi (P) seperti yang terlihat
pada Gambar 19. Perbedaan vegetasi dan konservasi ditunjukan oleh perbedaan
warna. Untuk lebih memudahkan dalam pengolahan data, maka masingmasing
lokasi akan disimbolkan dengan angka 1 5, yang urutannya adalah :
Zona warna coklat : Lokasi 1
Zona warna ungu : Lokasi 2
Zona warna oranye : Lokasi 3
Zona warna hijau : Lokasi 4
Zona warna abu-abu : Lokasi 5
Pembagian lima daerah erosi akan disajikan pada Tabel 8 Tabel 12
berikut. Pada lokasi 3, memiliki tingkat kemiringan lereng yang seragam.
Terdapat tiga kelas kemiringan lereng pada lokasi ini, yaitu 0 - 5 %, 15 - 35 %,
dan 35 - 50 %. Sehingga untuk memperoleh nilai LS total sebagai berikut :
s = 0 5 % (pada luas lahan 18.13 ha), maka LS = 0.25
s = 15 35 % (pada luas lahan 2.81 ha), maka LS = 4.25
s = 35 50 % (pada luas lahan 10.34 ha), maka LS = 9.50
Maka nilai LS total pada Lokasi 3
(0.25 x 18.13) + (4.25 x 2.81) + (9.50 x 10.34)
=
(18.13 + 2.81 + 10.34)
4.53 + 11.94 + 98.2
=
31.28
= 3.67
Untuk lokasi 1 memili kemiringan lereng yang sama yaitu 35-50 %.
Selanjutnya pada lokasi 2 kemiringan lereng seragam antara 0 5 %.Kondisi yang
sama juga terdapat di lokasi 4 dan lokasi 5 yang memilki kemiringan lereng yang
sama. Hasil perhitungan nilai total laju kehilangan tanah selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 3. Nilai Faktor-Faktor Erosi pada Lokasi 1
Tahun R K s(%) LS C P CP
1992 3.087.682 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
1993 3.225.605 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
1994 2.429.612 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
1995 3.321.904 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
1996 3.087.792 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
1997 1.910.324 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
1998 3.203.011 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
1999 2.080.779 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
2000 1.874.487 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098
2001 2.419.636 0.121 35-50 9.50 0.195 0.50 0.098

Tabel 4. Nilai Faktor-Faktor Erosi pada Lokasi 2


Tahun R K s(%) LS C P CP
1992 3.087.682 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
1993 3.225.605 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
1994 2.429.612 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
1995 3.321.904 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
1996 3.087.792 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
1997 1.910.324 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
1998 3.203.011 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
1999 2.080.779 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
2000 1.874.487 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
2001 2.419.636 0.121 0-5 0.25 - - 0.010
Tabel 5. Nilai Faktor-Faktor Erosi pada Lokasi 3

Tabel 6. Nilai Faktor-Faktor Erosi pada Lokasi 4


Tahun R K s(%) LS C P CP
1992 3.087.682 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
1993 3.225.605 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
1994 2.429.612 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
1995 3.321.904 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
1996 3.087.792 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
1997 1.910.324 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
1998 3.203.011 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
1999 2.080.779 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
2000 1.874.487 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128
2001 2.419.636 0.121 0-5 0.25 0.32 0.40 0.128

Tabel 7. Nilai Faktor-Faktor Erosi pada Lokasi 5


Tahun R K s(%) LS C P CP
1992 3.087.682 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
1993 3.225.605 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
1994 2.429.612 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
1995 3.321.904 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
1996 3.087.792 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
1997 1.910.324 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
1998 3.203.011 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
1999 2.080.779 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
2000 1.874.487 0.121 0-5 0.25 - - 0.020
2001 2.419.636 0.121 0-5 0.25 - - 0.020

Tabel 8. Hasil Perhitungan Laju Kehilangan Tanah (A) di Situ Bojongsari Tahun
1992 2001
T R*K LS CP

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
92 373.61 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
93 390.30 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
94 293.98 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
95 401.95 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
96 373.62 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
97 231.15 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
98 387.56 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
99 251.77 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
0 226.81 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
1 292.78 9.50 0.25 3.67 0.25 0.25 0.098 0.01 0.1 0.128 0.02
A
ton/ha/tahun
1 2 3 4 5
347.83 0.93 137.11 11.96 1.87
363.37 0.98 143.24 12.49 1.95
273.70 0.73 107.89 9.41 1.47
374.22 1.00 147.52 12.86 2.01
347.84 0.93 137.12 11.96 1.87
215.20 0.58 84.83 7.40 1.16
360.82 0.97 142.23 12.40 1.94
234.40 0.63 92.40 8.06 1.26
211.16 0.57 83.24 7.26 1.13
272.58 0.73 107.45 9.37 1.46
Keterangan : T = tahun
Tabel 9. Hasil Perhitungan Total Laju Kehilangan Tanah (A) di Situ Bojongsari
Per Tahun
Total Nilai A (Ton/ha/tahun) LOKASI
1 2 3 4 5
JUMLAH TOTAL KEHILANGAN TA 3001.1 8.06 1183.0 103.1 16.1
NAH 1 3 5 2
(10 Tahun)
RATA- 300.11 0.80 118.30 10.31 1.61
RATA KEHILANGAN TANAH 1 6 3 5 2
(1 Tahun / per tahun)

Setelah nilai erosi dari kelima lokasi diperoleh, selanjutnya melalui


informasi solum tanah dapat diketahui Tingkat Bahaya Erosi (TBE). Tanah di
sekitar Situ Bojongsari termasuk jenis tanah latosol yang mempunyai solum tanah
> 90 cm.
Tabel 10. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sekitar Situ Bojongsari
Lokasi Laju Erosi Luas Erosi Kelas Erosi
(ton/ha/tahun) Petak (ton/tahun)
(ha)
1 300.111 16.56 4969.84 Berat
2 0.806 37.35 30.10 Sangat Ringan
3 118.303 31.28 3700.52 Sedang
4 10.315 46.25 477.07 Sangat Ringan
5 1.612 14.06 22.66 Sangat Ringan
Dari Tabel 15 perhitungan di atas didapat nilai rata-rata kehilangan tanah
di lima lokasi yang mengelilingi Situ Bojongsari berdasarkan batas Daerah
Tangkapan Air (DTA) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. Kelima lokasi
ini diduga dapat menyebabkan erosi di sekitar situ, sehingga dalam kurun waktu
beberapa tahun mendatang apabila tidak segera dilakukan aksi tindak pencegahan
erosi maka akan menyebabkan sedimentasi situ.
Dari perhitungan nilai A dan klasifikasi tingkat bahaya erosi dapat
diketahui bahwa nilai kehilangan tanah yang paling kecil berada di lokasi 5.
Lokasi 5 merupakan areal dengan vegetasi perumputan dengan penutupan tanah
sebagian dan ditumbuhi alang-alang tepatnya pada bagian utara hingga timur laut
Situ Bojongsari dengan total kehilangan tanah 22.66 ton/tahun. Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa areal di sekeliling Situ Bojongsari masih
dalam kondisi relatif aman terhadap bahaya erosi dan sedimentasi. Hal ini juga
diperkuat dengan perhitungan kemungkinan umur Situ Bojongsari. Pendugaan
umur situ dilakukan dalam rangka memprediksi sampai kapan suatu situ dalam
kondisi bagus secara ekosistem dan merencanakan praktik konservasi yang harus
dilakukan umtuk memperpanjang umur situ.

BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pendugaan erosi yang dilakukan di
Situ Bojongsari, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
7. Berdasarkan perhitungan cakupan daerah tangkapan pada masingmasing zona
maka dapat diketahui bahwa nilai erosi terbesar yang tergolong kelas erosi
berat terdapat pada lokasi 1 sebesar 4969.84 ton/ha. Sedangkan nilai erosi
terkecil terdapat pada lokasi 5 yang tergolong kategori erosi sangat ringan
sebesar 22.66 ton/ha.
8. Penyebaran luas untuk kelas TBE yang tergolong sangat ringan terjadi pada
kelas kelerengan 0-5 % dan sedang pada kelas kelerengan 15-35 %, sedangkan
kelas erosi berat terjadi pada kelas kelerengan 35-50 %.
9. Faktor penyebab erosi terbesar pada Situ Bojongsari karena tanah yang terbawa
aliran permukaan akibat vegetasi di sekitar situ tidak dapat menahan aliran
permukaan serta jarak tanam yang terlalu jauh (kurang rapat).
10. Umur Situ Bojongsari mampu mencapai 211 tahun. Hasil ini bukan
merupakan nilai mutlak. Nilai ini hanya berupa prediksi, karena pada
hakekatnya umur situ juga tergantung dari aktivitas manusia di sekelilingnya
dan kemauan manusia untuk mengelola lingkungan hidup
11. Untuk mencegah terjadinya erosi maka perlu dilakukan reboisasi di sekitar
situ dan pembuatan bangunan penangkal erosi.

6.2 Saran
Dalam rangka peningkatan pelestarian dan pemulihan Situ Bojongsari
pada tanah yang tererosi berat dan sangat berat perlu diupayakan usaha konservasi
lahan baik secara mekanis maupun vegetatif, diperlukan adanya Kebijakan
Pemerintah Daerah dalam kegiatan pemeliharaan dan pemulihan kerusakan Situ
Bojongsari, perlu adanya tata ruang dan batas bantaran Situ Bojongsari yang
kemudian menjadi Perda (Peraturan Daerah) agar kerusakan dapat dihindarkan
sehingga kelestarian situ dapat dijaga.

DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Jogjakarta.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Haeruman. 2009. Kebijaksanaan Pengelolaan Danau Dan Waduk Ditnjau Dari
Aspek Tata Ruang, Seminaloka Nasional Pengelolaan Dan
Pemanfaatan Danau Dan Waduk. PPLH-LP. IPB.Bogor.23 hal.
Hardifal. 2011. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
Haryadi. 2006. Teknik Pengawetan Tanah dan Air. JICA IPB. Bogor.
Indiarti. 2010. Kajian Erosi DAS Citarum Hulu Terhadap Sedimentasi Waduk
Saguling, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.
Ispriyanto, R. 2012. Erosi di Areal Tumpangsari Tegakan Pinus merkussi Jungh
et de Vriese Umur 1 tahun (Studi Kasus di KPH Tasikmalaya, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan.
Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Mukhlis, S.E. 2009. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit
ANDI.Yogyakarta.
Wischmeier dan Smith, 1978. Pendugaan Erosi dengan Pendekatan USLE
(Universal Soil Loss Equation) Menggunakan SIG (Sistem Informasi
Geografi) di Sub- DAS Ciwidey, Bandung. Skripsi. Jurusan Teknik
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

LAMPIRAN
Lampiran 1 . Data Curah Hujan Bulanan DAS Ciliwung Tengah Periode Tahun
1992-2001
BULAN Tahun Rat
Curah Hujan(mm)
a-
199 199 199 199 199 199 199 199 200 200 rata
2 3 4 5 6 7 8 9 0 1
Januari 364 444 502 518 368 321 351 243 276 331 372
Pebruari 369 291 287 362 477 117 438 240 230 307 312
Maret 362 365 401 414 270 187 585 110 81 336 311
April 352 326 500 297 501 273 410 313 198 321 349
Mei 387 324 333 290 291 362 235 295 448 289 325
Juni 163 295 141 372 89 42 373 250 208 225 216
Juli 223 116 19 177 233 22 394 255 191 250 168
Agustus 218 381 25 19 344 140 203 142 167 148 179
Septemb 229 288 66 332 274 38 160 84 208 285 196
Oktober 462 353 359 498 353 123 541 329 184 386 359
er
Novemb 419 408 368 556 301 523 125 391 385 297 377
Desembe 363 453 26 190 387 396 99 244 68 82 245
er
JUMLA 391 404 326 402 378 254 371 289 264 325 3409
r
BK 01 04 27 15 08 34 04 06 04 07 0.6
H
BB 12 12 9 11 11 9 11 11 10 11 10.7
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Kota Administratif Depok

Anda mungkin juga menyukai