Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan merupakan tempat kerja yang unik
dan sangat kompleks. Semakin luas pelayanan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan
semakin kompleks fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan. Kompleksitas tersebut membuat
rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang besar baik bagi pasien, pekerja medis dan
nonmedis maupun bagi pengunjung rumah sakit.
Laboratorium merupakan salah satu pelayanan dan fasilitas dasar bagi rumah sakit.
Kegiatan yang ada di laboratorium mempunyai potensi bahaya yang cukup besar yang
berasal dari faktor biologis, fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Seiring dengan kemajuan
IPTEK, khususnya kemajuan teknologi laboratorium, maka resiko yang dihadapi petugas
laboratorium di rumah sakit akan semakin meningkat.
Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan bahan biologi dan
kimia yang merupakan bahan toksik korosif, mudah meledak dan terbakar. Selain itu dalam
pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-
alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit
yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan.
Oleh karena itu, pihak pengelola rumah sakit harus menerapkan upaya-upaya
kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit (K3RS) dengan efektif, efisien dan terpadu.
Salah satu dari upaya tersebut adalah upaya kesehatan dan keselamatan kerja
laboratorium. Upaya tersebut meliputi pengontrolan bahaya kimia, biologi, radiasi, dan
mekanikal serta penggunaan alat pelindung diri (APD).
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat termasuk
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap pekerja medis maupun nonmedis, tapi juga terhadap
pasien dan pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pengelola RS menerapkan upaya-
upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di RS.
K3 merupakan upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan
derajat kesehatan dengan cara pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK),
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Konsep dasar K3 RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah
sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah
sakit.
Program K3RS
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan teknologi,
namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit
dan kecelakaan akibat kerja. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan pelaksanaan K3
yang bertujuan untuk mendukung ketercapaian program K3. Kebijakan pelaksanaan K3
tersebut antara lain :
1. Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan RS
2. Menyediakan Organisasi K3 di rumah sakit
3. Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit
4. Membudayakan perilaku K3 di rumah sakit
5. Meningkatkan SDM yang profesional dalam bidang K3 di masing-masing unit
kerja di rumah sakit
6. Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
1. Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar,
Oksidator, Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus
listrik.
2. Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-
ciri dan karakteristiknya.
b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan
sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani
sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi
c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang
dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi
administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja
yang aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah
ambang.
d. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
3. Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang
diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut
company profile. Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari
material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan
lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan,
mengelola B3 harus menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit
pengadaan barang setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang
diminta termasuk jenis B3. Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat
form seleksi yang memuat kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta
sistem penilaian untuk masing-masing criteria yang ditentukan.
Standar SDM K3 di Rumah Sakit
Kriteria tenaga K3
1. Rumah Sakit Kelas A
a. S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
b. S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
c. Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi
minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
e. Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
f. Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
g. Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 2 orang
h. Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan
khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
i. Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 2 orang
2. Rumah Sakit Kelas B
a. S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS
b. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
c. Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
d. Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
e. Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang
f. Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan
khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
g. Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
3. Rumah Sakit kelas C
a. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
b. Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
c. Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang
d. Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta
pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat,
aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya.
Langkah manajemen:
1. Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan
mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS
mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti
pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur
organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu
disusun strategi antara lain :
a. Advokasi sosialisasi program K3 RS.
b. Menetapkan tujuan yang jelas.
c. Organisasi dan penugasan yang jelas.
d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS.
e. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f. Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
g. Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan
dan pencegahan.
h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
2. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan meliputi:
a. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk
menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan
penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya
risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang
menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
b. Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau
peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko
sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).
c. Membuat peraturan.
Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional
Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus
dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang
terkait.
d. Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
e. Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3
dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 RS.
f. Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan
dicatat serta dilaporkan.
3. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta
kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan
melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan
kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
a. Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan
dan prosedur.
3) Membuat program K3 RS
b. Fungsi unit pelaksana K3 RS
1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif.
5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
6) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan
sesuai kegiatannya.
8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses.
Struktur Organisasi K3 RS
Keanggotaan:
a. Unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran
direksi RS. Akan sangat efektif bila ada yang berlatarbelakang pendidikan K3.
b. Unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris dan
anggota. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta
anggota.
c. Ketua unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di
RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur RS.
d. Sedang sekretaris unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga profesional K3
RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3 (berlatarbelakang pendidikan K3).
DISKUSI
Organisasi K3 laboratorium RS
Laboratorium yang merupakan pusat dari bahan kimia dan biologis yang berbahaya,
harus melakukan labeling dengan pelabelan MSDSs. Selain itu harus ada pelatihan K3
laboratorium agar pekerja selalu waspada terhadap bahaya dalam laboratorium.
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan dari
tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang
dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi
maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 3040%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.
Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian
besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai
banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering
mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban
kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident),
Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease &
Work Related Diseases).
Kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium rumah sakit merupakan salah satu
implementasi K3RS. Untuk dapat menjalankan K3 laboratorium RS dengan efektif dan
efisien seorang manajer harus memperhatikan pengorganisasian untuk K3 laboratorium RS,
sistem informasi K3 laboratorium RS, pengontrolan bahaya kimia, biologis, radiasi, mekanis,
alat pelindung diri, desain laboratorium dan monitoring bahaya di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Wolper, L.F., 2011. Health care administration: managing organized delivery system. 5th ed.
Canada: Jones and Barlett publisher.
Dunn, R.T., 2002. Haimanns healthcare management. 7th ed. Chicago: Health
Administration Press.
Charney, W.ed., 2010. Handbook of modern hospital safety. Boca Raton: CRC Press-Taylor
& Francis Group.
Robson, L.S., et al. 2007. Review the effectiveness of occupational health and safety
management system interventions: A systemic review. Safety science 45, pp.329-353.
Bakti Husada, 2009. Standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS). [pdf]
Available at < http://www.depkes.go.id/downloads/Standart%Kesehatan20dan%20
Keselamatan%20Kerja%20di%20Rumah%20Sakit%20(K3RS).PDF> [Accessed 11
October 2013]