Anda di halaman 1dari 32

ARSITEKTUR PEMUKIMAN

ANALISA PERMASALAHAN
PEMUKIMAN RUSUNAWA KALIGAWE
DOSEN PENGAMPU : INDAH YULIASARI ST

DISUSUN OLEH :

NAMA : KUNARDI

NPM : 201445500066

KELAS : S5B

FAKULTAS TMIPA
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2016
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karenaberkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai
yang diharapkan. Dalammakalah ini saya menulis hasil laporan analisa
Permasalahan Pemukiman di Rumah Susun, suatu permasalahan yang selalu
dialami bagi masyarakat yang telah menempati Rumah Susun tersebut.
Tujuan utama dari Makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas pertama
dalam mata kuliah Arsitektur Pemukiman, di samping sebagai pembelajaran
penulis terhadap analisa permasalahan pemukiman di rumah susun..
Makalah ini menguraikan tentang informasi permasalahan pemukiman di
rumah susun terpilih dengan analisa gambar dan data berdasarkan referensi
pengalaman pihak terkait mengenai kehidupan tinggal di rumah susun beserta
penjelasan melalui gambar yang disajikan di dalam makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini dapat membantu mahasiswa, khususnya
penulis dalam kegiatan penyelesaian masalah yang di analisa di pemukiman
rumah susun.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah
tugas pertama ini.

Jakarta, Oktober 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia, yang
sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan dan
permukiman tidak dapat hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi
lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan tatanan
hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. Untuk
memenuhi kebutuhan rakyat akan perumahan dan permukiman yang dapat
terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan atau untuk memenuhi
tuntutan atau pemenuhan pola hidup modern berupa bangunan pasar modern dan
permukiman modern, pemerintah selalu dihadapkan pada permasalahan
keterbatasan luas tanah yang tersedia untuk pembangunan terutama didaerah
perkotaan yang berpenduduk padat. Dalam upaya meningkatkan daya guna dan
hasil guna tanah yang jumlahnya terbatas tersebut, terutama bagi pembangunan
perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah terutama
didaerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu adanya pengaturan,
penataan, dan penggunaan atas tanah, sehingga bermanfaat bagi masyarakat
banyak. Apalagi jika dihubungkan dengan hak asasi, maka tempat tinggal
Menyadari kenyataan tersebut, perlu kiranya dikembangkan suatu konsep
Pembangunan Perumahan yang dapat dihuni secara bersama-sama dalam suatu
bangunan bertingkat, yang dibagi-bagi atas bagian-bagian secara terpisah, baik
vertikal atau horizontal untuk masing-masing penghuni. Dikota-kota besar perlu
diarahkan pembangunan perumahan dan permukiman yang terutama sepenuhnya
pada pembangunan Rumah Susun . Pembangunan Rumah Susun merupakan
salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan permukiman
terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena
pembangunan Rumah Susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat
ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara
untuk peremajaan kota bagi daerah-daerah kumuh. Rumah Susun dibangun sesuai
dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama masyarakat yang
berpenghasilan rendah. Pembangunannya dapat dilaksanakan atau
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, atau
Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dibidang itu.

B. Tujuan
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan rumah
susun.Pembangunan Rumah Susun ini bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan
Rumah layak hunidan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-
bawah di kawasan perkotaan seperti fasum, fasos, kebutuhan hidup dan
keamanan.

C. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan makalah yang
berjudulAnalisa Permasalahan Rumah Susun ini adalah: Terpecahnya
penyelesaian masalah yang ada di pemukiman rumah susun. Dan menjadikan
bahan evaluasi dalam perancangannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Rumah Susun


Pengertian rumah susun menurut kamus besar Indonesia merupakan
gabungan dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan
untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang
diatur secara bertingkat. Jadi pengertian rumah susun adalah bangunan untuk
tempat tinggal yang diatur secara bertingkat.
Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa
berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana
sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan
yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-
masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun
dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai
hunian.
Penjabaran lebih terinci dari pengertian rumah susun sederhana sewa yang
tersebut di atas adalah:

1. Satuan Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut


sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan
secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai
sarana penghubung ke jalan umum.
2. Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola
atas barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan
melestarikan fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan,
pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan,
penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan,
pengawasan dan pengendalian rusunawa.
3. Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi
pemerintah atau badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk
oleh pemilik rusunawa untuk melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan
rusunawa.
4. Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah
pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang
milik negara berupa rusunawa.
5. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang
berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk
sewa, pinjam pakai, dan kerjasama pemanfaatan, dengan tidak mengubah
status kepemilikanyang dilakukan oleh badan pengelola untuk
memfungsikan rusunawa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
6. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang
melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola; Tarif
Sewa adalah jumlah atau nilai tertentu dalam bentuk sejumlah nominal
uang sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau sewa bukan
hunian rusunawa untuk jangka waktu tertentu.
7. Pengembangan adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau
komponen bangunan, prasarana dan sarana lingkungan yang tidak
terencana pada waktu pembangunan rusunawa tetapi diperlukan setelah
bangunan dan lingkungan difungsikan.
8. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola
sementara kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi
pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan.
9. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan
peraturan perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa
dan upaya penegakan hukum.
10. Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang selanjutnya disebut MBR,
adalah masyarakat yang mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan
dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat.

B. Landasan dan Tujuan Rumah Susun


Kebijaksanaan dibidang perumahan dan permukiman pada dasarnya
dilandasi oleh amanat GBHN (1993) yang menyatakan pembangunan
perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan
kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat. Pembangunan
perumahan dan permukiman perlu dtingkatkan dan diperluas sehingga dapat
menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Untuk menunjang dan memperkuat kebijaksanaan pembangunan rumah
susun, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang
rumah susun. Undang- undang rumah susun tersebut untuk mengatur dan
menegaskan mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan
kepemilikan rumah susun. Adapun tujuan pembangunan rumah susun adalah

1. Meningkatkan kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama


golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian
hokum dalam pemanfaatannya.
2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan
memperhatikan kelestariaan sumber daya alam dan menciptakan
lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang
3. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi
kehidupan masyarakat

Pengaturan dan pembinaan rumah susun dapat dilakukan oleh pemerintah


atau diserahkan kepada Pemda. Pada pelaksanaan pengaturan dan pembinaan
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU No.16 Tahun 1985, juga
disebutkan pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat golongan rendah
untuk memperoleh dan memiliki rumah susun yang pelaksanaannya diatur dengan
PP (Pasal 11 ayat 1 dan 2).
Pemerintah Indonesia lebih memberlakukan rumah sebagai barang atau
kebutuhan sosial. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peran pemerintah dalam
membantu pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat
berpenghasilan rendah. Kondisi ini dapat dimengerti karena sebagian besar
penduduk Indonesia merupakan golongan yang kurang mampu memenuhi
kebutuhan perumahan yang layak. Dalam kaitan ini, pemerintah memutuskan
untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kota besar sebagai usaha
peremajaan kota dan untuk memenuhi kebutuhan perumahan dengan pola yang
vertikal. Proses lahirnya kebijakan untuk melaksanakan pembangunan rumah
susun di kota-kota besar di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pengalaman
negara lain (seperti Singapura, Hongkong dan lain-lain) dalam mengatasi masalah
perkotaan yang diakibatkan urbanisasi, khususnya dalam bidang perumaan kota.
Konsep pembangunan rumah susun pada hakekatnya dimaksudkan untuk
mengatasi masalah kualitas lingkungan yang semakin menurun maupun untuk
mengatasi masalah keterbatasan lahan dalam kota. (Yeh, 1975:186; Hassan,
1997:32)

C.Pola Pembangunan Rumah Susun

Pembangunan rumah susun di Indonesia dikaitkan dengan dua kegiatan yaitu

1. Program Peremajaan Kota

Pada awalnya penerapan kebijaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia


dihubungkan dengan usaha peremajaan kota, yaitu usaha perbaikan dan
peningkatan kualitas lingkungan perumahan kumuh dan padat di pusat kota.
Lingkungan yang termasuk golongan ini merupakan lingkungan permukiman
yang sulit ditingkatkan kualitasnya melalui program perbaikan kampong (KIP).

Dipilihnya pusat kota sebagai rumah susun berdasarkan pertimbangan tingkat


kemudahan yang tinggi terhadap berbagai fasilitas dan prasarana yang dibutuhkan
oleh kelompok sasaran, seperti pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya.
Pertimbangan lain yang juga memepengaruhi dipilihnya pusat kota sebagai lokasi
rumah susun adalah perlunya peningkatan daya guna dan hasil guna lahn di pusat
kota yang sangat dibutuhkan untuk menampung dinamika perkembangan kegiatan
kota yang semakin meningkat serta pertimbangan efesiensi penyediaan prasarana
kota.

2. Program Pengadaan Perumahan

Pembangunan perumahan ditujukan untuk menunjang kebutuhan


perumahan dan memberikan akomodasi bagi masyarakat berpenghasila rendah
yang tidak memiliki penghasilan dan pekerjaan menetap. Sejalan dengan
pembangunan rumah susun dengan sistem kepemilikan, maka sejak tahun 1984
telah pula dibangun rumah susun sewa yang dapat dihuni secara sewa baik harian
maupun bulanan.

Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa juga dikaitkan dengan


program peremajan kota atau program pembangunan kota terpadu. Hanya saja
pelaksanaan pembangunannya yang berbeda. Bila dalam pembangunan rumah
susun dengan sistem kepemilikan lebih banyak dilakukan oleh Perum Perumnas
dan Dinas Perumahan, maka dalam pembangunan rumah susun sewa lebih banyak
ditangani oleh BUMD (Badan Usahan Milik Daerah).

Rumah susun merupakan alternatif pilihan perumahan di kota akibat


keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal, maka pendekatan yang dilakukan
dalam pembangunan adalah dengan memenuhi aspek-aspek yang menjadi dasar
pilihan masyarakat kelompok sasaran yaitu

1. Aksesibilitas lokasi rumah susun terhadap fasilitas perkotaan, seperti


lapangan pekerjaan, transportasi, pendidikan, perdagangan, kesehatan,
perbelanjaan.
2. Status kepemilikan yang terjamin secara hukum
3. Harga yang terjangkau oleh masyarakat kelompok sasaran Kelengkapan
fasilitas baik didalam unit maupun untuk lingkungannya
4. Lingkungan yang teratur, bersih dan memenuhi syarat sebagai rumah
layak.

3. Jenis Rumah Susun di Indonesia

Rumah Susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut :

1. Rumah Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh


golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan
oleh Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender di Pasar
Jumat, Lebak Bulus, Jakarta.
2. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau
disewakan oleh Perumnas atau Pengembang Swasta kepada
masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen
Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan.
3. Rumah Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada
masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing
atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya Casablanca,
Jakarta.

D.Persyaratan Teknis Rumah Susun

Berdasarkan PP nomor 4/ 1988 mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan


Rumah Susun yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun, antara lain
adalah kelengkapan, sarana dan prasarana rumah susun.

1. Kelengkapan rumah susun (Pasal 14)


Utilitas umum merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan di
rumah susun. Kelengkapan utilitas rumah susun harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :

Jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai perpipaan dan


perlengkapannya termasuk meter aiar, pengaturan tekanan air dan tangki
air dalam bangunan
Jaringan air listrik yang memenuhi persyaratan mengenai kabel dan
perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus, serta
pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang
membahayakan
Jaringan air gas yang memenuhi persyaratan beserta kelengkapannya
termasuk meter gas, pengatur arus serta pengamanan terhadap
kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan
Saluran pembuangan air hujan yang memenuhi persyaratan kualitas,
kuantitas dan pemasangan
Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas,
kuantitas dan pemasangan
Saluran dan atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan
terahada kebersihan, kesehatan dan kemudahan
Tempat kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi
lainnya
Alat transportasi berupa tangga, lift atau eskalator dengan tingkat
keperluan dan persyaratan yang berlaku
Pintu dan tangga darurat kebakaran
Tempat jemuran
Alat pemadam kebakaran
Penangkal petir
Alat/Sistem alarm
Pintu kedap asap pada jarak- jarak tertentu
Generator listrik digunakan untuk rumah susun yang mengunakan lift
2. Lokasi Rumah Susun (Pasal 22)

Dalam memilih lokasi rumah susun, maka lokasi tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

Lokasi rumah susun harus sesuai dengan peruntukan dan keserasian


lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah
Lokasi harus memungkinkan berfungsinya saluran-saluran pembungan
dalam lingkungan ke system jaringan pembuangan air hujan dan jaringan
air limbah.
Lokasi harus mudah dicapai angkutan umum baik langsung maupun tidak
langsung
Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan air bersih dan listrik

3. Prasarana Lingkungan (Pasal 25 dan 26)

Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang


memungkinkan di lingkungan rumah susun, sehingga dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, berupa jalan, tangga, selasar, drainase, sistem air limbah,
persampahan dan air bersih. Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan
prasarana sebagai berikut

Prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan


kegiatan sehari-hari bagi penghuni seperti jalan setapak, kendaraan &
tempat parkir
Prasarana lingkungan harus mempertimbangkan kemudahan dan
keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila
terjadi hal-hal yang membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan
yang sesuai dengan fungsi dan penggunaan jalan tersebut.
Jaringan distribusi air bersih, gas dan listrik dengan segala
kelengkapannya seperti tangki air, pompa air, tangki gas dan gardu-gardu
listrik
Saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan air hujan daru rumah
susun ke system jaringan pembuangan air kota
Saluran pembuangan air limbah dan atau septik yang menghubungkan air
limbah dari rumah susun ke system jaringan limbah kota
Tempat pembuangan sampah, sebagai pengumpul sampah dari Rusun
yang dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan
mempertimbangkan faktor kemudahan pengangkutan, kebersihan,
kesehatan dan keindahan
Kran-kran air untuk mencegah dan peangamanan terhadap bahaya
kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan
Tempat parkir kendaraan dan atau penyimpanan barang
Jaringan telepon dan alat komunikasi sesuai dengan keperluan

4. Sarana Lingkungan (Pasal 27)

Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk


penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial dan budaya.Fasilitas
lingkungan dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan :

Ruangan atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan


masyarakat, tempat bermain anak-anak dan kontak sosial lainnya sesuai
standar yang berlaku.
Ruangan atau bangunan untuk kebutuhan sehari-hari sesuai standar yang
berlaku, seperti kesehatan, pendidikan, peribadatan, olahraga.

5. Tinjauan Sarana
Tinjauan sarana bedasarkan berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara
perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Fasilitas Niaga (warung) :


- Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 250 penghuni.
- Berfungsi sebagai penjual sembilan bahan pokok pangan.
- Lokasi di pusat lingkungan rumah susun dan mempunyai radius 300 m.
- Luas lantai minimal adalah sama dengan luas satuan unit rumah susun sederhana dan
maksimal 36 m2 (termasuk gudang kecil).

2. Fasilitas Pendidikan (tingkat Pra Belajar) :


- Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1000 penghuni dimana anak-anak
usia 5-6 tahun sebanyak 8%.
- Berfungsi untuk menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6 tahun.
- Berada di tengah-tengah kelompok keluarga/digabung dengan taman-taman tempat
bermain di RT/RW.
- Luas lantai yang dibutuhkan sekitar 125 m2 (1,5 m2/siswa).

3. Fasilitas Kesehatan.
- Maksimal penghuni yang dilayani adalah 1000 penghuni.
- Berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia Balita.
- Berada di tengah-tengah lingkungan keluarga dan menyatu dengan kantor RT/RW.
- Kebutuhan minimal ruang 30 m2, yaitu ruangan yang menampung segala aktivitas.

4. Fasilitas Peribadatan.
Fasilitas peribadatan harus disediakan di setiap blok untuk kegiatan peribadatan
harian, dapat disatukan dengan ruang serbaguna atau komunal, dengan ketentuan:
- Jumlah penghuni minimal yang mendukung adalah 40 KK untuk setiap satu
musholla. Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan satu musholla untuk tiap
satu blok, dengan luas lantai 9 36 m2. Jumlah penghuni minimal untuk setiap
satu masjid kecil adalah 400 KK.
5. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum.
a. Siskamling.
- Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 200 orang.
- Dapat berada pada lantai unit hunian.
- Luas lantai minimal adalah sama dengan unit hunian terkecil.
b. Gedung Sebaguna.
6. Fasilitas Ruang Terbuka.
a. Tempat Bermain.
- Maksimal dapat melayani 12 30 anak.
- Berada antara bangunan atau pada ujung-ujung cluster yang mudah diawasi.
- Luas area minimal 75 180 m2.
b. Tempat Parkir.
- Berfungsi untuk menyimpan kendaraan penghuni (roda 2 dan 4).
- Jarak maksimal dari tempat parkir roda 2 ke blok hunian terjauh 100 m, sedangkan
untuk roda 4 ke blok hunian terjauh 400 m.
- Tempat parkir 1 kendaraan roda 4 disediakan untuk setiap 5 keluarga, sedang roda
2 untuk setiap 3 keluarga.
- 2 M2 tiap kendaraan roda 4; 1,2 M2 untuk kendaraan roda 2 dan satu tamu
menggunakan kendaraan roda 4 untuk tiap 10 KK.

6. Tinjauan Prasarana

Tinjauan prasarana berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum


No.05/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun
Sederhana Bertingkat Tinggi adalah sebagai berikut :

1. Sistem air minum

Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan


mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem
distribusi, dan penampungannya.
Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai pedoman
dan standar teknis yang berlaku.
Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus
memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian
rupa agar menjamin kualitas air.
Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelayakan
bangunan gedung.
Persyaratan plambing bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mengikuti:

1. Kualitas air minum mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 16


Tahun 2005 tentang Pengembangan sistem Air Minum dan
Permenkes 907/2002, sedangkan instalasi perpipaannya mengikuti
Pedoman Plambing; dan
2. SNI 03-6481-2000 Sistem Plambing 2000, atau edisi terbaru.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung,
atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku
dan/atau pedoman teknis.

2. Sistem air limbah


Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk
pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang
dibutuhkan.
Pertimbangan tingkat bahaya air limbah dan/atau air kotor diwujudkan
dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
Air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya tidak boleh
digabung dengan air limbah domestik.
Air limbah yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) harus diproses
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Air limbah domestik sebelum
dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:
1. SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
2. SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem
resapan, atau edisi terbaru;
3. SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau edisi
terbaru; dan
4. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung mengikuti
standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku.
3. Drainase
Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi dan pekarangannya harus
dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.
Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah,
dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah
pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan dan/atau sumur
penampungan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku.
Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain
yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
Sistem pematusan/penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah
terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti:

1. SNI 03-4681-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;


2. SNI 03-2453-2002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan
untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru;
3. SNI 03-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan, atau edisi terbaru; dan
4. Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung;
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung,
atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku
dan/atau pedoman teknis.
4. Pengolahan sampah.
Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk
penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing-
masing bangunan rusuna bertingkat tinggi, yang diperhitungkan
berdasarkan jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.
Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan
pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan
penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
Ketentuan pengelolaan sampah padat:
1. Bagi pengembang perumahan wajib menyediakan wadah sampah, alat
pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedangkan
pengangkutan dan pembuangan akhir sampah bergabung dengan
sistem yang sudah ada.
2. Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang,
memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas,
kertas, kertas koran, kardus, aluminium, kaleng, wadah plastik dan
sebagainya.
3. Sampah padat kecuali sampah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
harus dibakar dengan insinerator yang tidak mengganggu lingkungan.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung,
atau yang belum mempun
Bangunan rusunawa bertingkat tinggi harus dilengkapi dengan sistem proteksi
pasif dan sistem proteksi aktif.
1. Sistem Proteksi Pasif

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai sistem


proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik
berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan
struktur bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda
dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah
dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung.
Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan
kinerja, ketahanan api dan stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe
konstruksi yang diwajibkan, kompartemenisasi dan pemisahan, dan
perlindungan pada bukaan.
Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti:

1. SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk


pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
dan
2. SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke
luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan
gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang
belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar
baku dan/atau pedoman teknis.

2. Sistem Proteksi Aktif

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi, harus dilindungi terhadap


bahaya kebakaran dengan proteksi aktif.
Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni
dalam bangunan rusuna bertingkat tinggi.
Pada sistem proteksi aktif yang perlu diperhatikan meliputi:

1. Sistem Pemadam Kebakaran baik berupa APAR, sprinkler, hidran box


maupun hidran pilar/halaman;
2. Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran;
3. Sistem Pengendalian Asap Kebakaran; dan
4. Pusat Pengendali Kebakaran

Sistem proteksi aktif tersebut harus mengikuti:

1. SNI 03-3987-1995 Tata cara perencanaan, pemasangan pemadam


api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
rumah dan gedung;
2. SNI 03-1745-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru;
3. SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan
pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
4. SNI 03-3989-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru;
5. SNI 03-6571-2001 Sistem pengendalian asap kebakaran pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru; dan
6. SNI 03-0712-2004 Sistem manajemen asap dalam mal, atrium, dan
ruangan bervolume besar, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada
persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
Persyaratan Jalan Keluar dan Aksesibilitas untuk Pemadaman Kebakaran
Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran
meliputi perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan rusuna bertingkat tinggi, dan
perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan
terhadap bahaya kebakaran.
Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran
tersebut harus mengikuti:

1. SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses


lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah
dan gedung, atau edisi terbaru; dan
2. SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan
keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada gedung, atau
edisi terbaru.
3. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.

Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar/Eksit, dan Sistem


Peringatan Bahaya

1. Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar/eksit, dan sistem


peringatan bahaya dimaksudkan untuk memberikan arahan yang jelas
bagi pengguna bangunan rusuna bertingkat tinggi dalam keadaan
darurat untuk dapat menyelamatkan diri, yang meliputi:
1. Sistem pencahayaan darurat;
2. Tanda arah keluar/eksit; dan
3. Sistem Peringatan Bahaya.
Persyaratan Komunikasi Dalam Bangunan Rusuna Bertingkat Tinggi
1. Persyaratan komunikasi bangunan rusuna bertingkat tinggi dimaksudkan
sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal
bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran
dan/atau kondisi darurat lainnya. Antara lain: sistem telepon, sistem tata
suara, sistem voice evacuation, dll.
2. Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan
asal memenuhi pedoman dan standar teknis.

Persyaratan Instalasi Bahan Bakar Gas


1. Dalam hal rusuna bertingkat tinggi menggunakan gas pembakaran dari
Instalasi Gas Kota, maka harus memenuhi ketentuan:

1. Rancangan sistem distribusi gas pembakaran, pemilihan bahan


dan konstruksinya mengikuti peraturan berlaku dari instansi yang
berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.
2. Instalasi pemipaan (mulai dari katup penutup, meter-gas atau
regulator) mengikuti peraturan berlaku dari instansi yang
berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.
Katup penutup, meter-gas harus ditempatkan di luar bangunan.
3. Pada instalasi untuk pembakaran, harus dilengkapi peralatan
khusus untuk mendeteksi kebocoran gas yang secara otomatis
mematikan aliran gas.

1. Dalam hal rusuna bertingkat tinggi menggunakan gas pembakaran


Instalasi gas elpji (LPG), maka harus memenuhi ketentuan:

1. Rancangan sistem distribusi gas pembakaran, pemilihan bahan


dan konstruksinya mengikuti peraturan yang berlaku dari
instansi yang berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak
bertentangan.
2. Instalasi pemipaan untuk rumah tangga (domestik) dan gedung
(komersial) mengikuti peraturan yang berlaku dari instansi yang
berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak
bertentangan.
3. Bila pasokan dari beberapa tabung silinder digabung ke dalam
satu manipol (manifold atau header), maka harus mengikuti
peraturan yang berlaku dari instansi yang berwenang, atau
ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan. Tabung-tabung
silinder yang digabung harus ditempatkan di luar bangunan
rusuna bertingkat tinggi.
4. Pada instalasi pembakaran, harus dilengkapi dengan peralatan
khusus untuk mendeteksi kebocoran gas yang secara otomatis
mematikan aliran gas, dan tanda DILARANG MEROKOK.

Manajemen Penanggulangan Kebakaran

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi harus memiliki unit manajemen


pengamanan kebakaran.
BAB III
ANALISA MASALAH PEMUKIMAN
A. Data Rusunawa Kaligawe
Rumah susun sederhana sistem sewa (RUSUNAWA) Kaligawe berada di
kelurahan Kaligawe, kecamatan Gayamsari Kota Semarang. Dibangun di atas
lahan seluas 5 hektar milik Pemerintah Kota Semarang. Tahun pembangunan
rusunawa ini dimulai pada tahun 2009 dan selesai serta mulai ditempati tahun
2010. Tujuan dibangunnya rusunawa Kaligawe ini adalah diperuntukkan kepada
para pekerja atau pun kaum buruh yang berpenghasilan rendah. Terlebih khusus
lagi bagi mereka yang terkena normalisasi Kaligarang. Dengan penghasilan pas-
pasan diharapkan mereka tetap memiliki kesempatan tinggal di tempat yang teduh
dengan sewa yang terjangkau.
B. Kondisi Fisik Lingkungan Rusunawa Kaligawe
Rusunawa Kaligawe ini terdiri dari 7 blok (A, B, C, D, F, dan G) dengan total
unit hunian 672 unit ( 1 blok = 96 unit). Khusus untuk blok A, B, dan C terdiri
dari 4 lantai dengan lantai dasar sebagai unit usaha dan tempat parkir, setiap
lantainya terdapat 32 unit rumah. Sedangkan untuk blok D, E,F, dan G terdiri dari
5 lantai dengan lantai dasar digunakan sebagai unit usaha dan tempat parkir,
setiap lantainya terdapat 24 unit rumah. Rusunawa Kaligawe ini terdiri dari 2 tipe
rumah, yaitu tipe 21 dengan ukuran luas rumah 3 x 6 ditempatkan di blok A, B,
dan C. dan yang kedua tipe 24 dengan ukuran luas rumah 4 x 6 ditempatkan pada
blok D, E, F, dan G. Fasilitas yang terdapat di rusunawa Kaligawe ini adalah
mushola yang terdapat pada tiap blok, tempat parkir, PAUD dan TPQ. Utilitas
yang memenuhi di Rusunawa Kaligawe ini yaitu jaringan listrik, persampahan,
pipa saluran air (hidrant), dan lain-lain.
C. Karakteristik Warga Rusunawa Kaligawe
Dari kegiatan survei yang kami lakukan, kami mengambil 40 warga rusun
untuk dijadikan sample.
Biodata responden bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
UMUR RESPONDEN
Masalah Pembangunan Rumah Susun
Seiring dengan tujuan negara yakni menyejahterakan kehidupan bangsa,
pembanguan rumah susun yang diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat
bagi masyarakat tidak semua berjalan dengan yang semestinya.Fasilitas rumah
susun yang kurang memadai seperti :
- Akses air bersih
- Jaringan listrik
- Akses transportasi
- Akses keterjangkauan
- Pengelolaan air limbah rumah tangga
- Pembuangan sampah
- Pencahayaan dan ruang ventilasi udara yang tidak cukup.
- Kualitas dan kelayakan utilitas bangunan sebagai hunian jauh dari yang
diharapkan
- Sarana dan prasarana kesehatan dan keselamatan rumah susun

Kriteria Rumah Susun Sehat dan Sederhana


Dalam suatu lingkungan rumah susun, beberapa aspek kriteria berikut
dapat acuan rumah susun sebagai hunian masyarakat yang aman, sehat dan
nyaman :
1.Aspek Luar

Merupakan aspek yang menjadi kriteria rumah susun untuk mendukung kegiatan
warga rumah susun sehari hari.
- Jalan
Klasifikasi jalan pada lingkungan rusunawa perlu disesuaikan dengan lokasi
dimana rusunawa itu dibangun.
- Air Minum
Lingkungan rusunawa ini harus menyediakan sumber air bersih bagi penghuninya.
Sumber air bersih ini sedapat mungkin disediakan per unit atau per lantai dan
tidak secara sentral untuk seluruh area rusunawa. Kebutuhan air bersih dari tiap
rumah tangga yaitu 100 liter/hari untuk setiap anggta keluarga, dengan kualitas
jernih, tidak berasa dan tidak berbau.
- Pengelolaan Air Limbah
Lingkungan rusunawa harus memiliki sarana pengolahan air limbah, baik yang
berasal dari air bekas cucian, mandi ataupun kakus. Karena rusunawa memiliki
fungsi yang hampir sama dengan perumahan, maka air limbah rumah tangga
pengelolaannya cukup dengan menyediakan septic tank dan sumur resapan.
- Pembuangan Sampah
Dari hasil pengamatan, salah satu kebiasaan masyarakat tepian sungai adalah
membuang sampah di sungai. Agar rusunawa tetap terjaga kebersihannya, maka
sarana pembuangan sampah harus diperhitungkan dalam perencanaan dan
perancangan rusunawa terkait dengan kesehatan lingkungan.
- Jaringan Listrik
Pada lingkungan rusunawa pasokan listrik diperhitungkan dengan standar minimal
450 VA per hunian.
2) Aspek dalam
Merupakan aspek dari dalam rumah susun.Dalam arti lain aspek ini
merupakan kriteria aspek interior rumah susun.Berikut adalah layout interior
sederhana dari rumah susun sehat dan sederhana :
- Penambahan jendela atau ventilasi mengurangi kelembaban dan gas beracun
serta menambah cahaya matahari.
- Sering membuka jendela dan pintu.
- Menjemur pakaian di luar ruangan.
- Pembersihan genangan air.
- Pemakaian produk pembunuh bakteri dan pemakaian produk anti serangga.
BAB V
SIMPULAN

Dilihat dari hasil kegiatan survey yang kami lakukan, Rusunawa Kaligawe
dengan kondisi fisik bangunan yang memprihatinkan dan kondisi lingkungan
yang sering terjadi banjir dibangun di atas lahan yang potensial terkena banjir.
Mungkin pertimbangan awalnya adalah lokasi itu relatif dekat dengan konsentrasi
pabrik-pabrik di sekitar Kaligawe. Area berdirinya rumah susun itu sering
diibaratkan sebagai danau tepian tol yang cukup bisa memberikan gambaran
tentang Semarang yang akrab berkawan dengan air. Rawa yang cukup luas untuk
menampung luberan air tiba-tiba berdiri bangunan bersusun tinggi. Hal ini akan
mengakibatkan kerusakan yang memicu kekumuhan Rusunawa Kaligawe
semakin menjadi-jadi. Kurangnya koordinasi dan keseriusan pemerintah dalam
membuat perencanaan sebelum dan sesudah Rusunawa Kaligawe dibuat, memberi
dampak yang besar atas kerusakan yang mengakibatkan kekumuhan di Rusunawa
tersebut. Jadi, sudah seharusnya pemerintah mengkaji ulang mengenai kebijakan
yang dibuat untuk Rusunawa Kaligawe tersebut agar Rusunawa tersebut berfungsi
sesuai dengan fungsi dan tujuan awal pemerintah ketika merencanakan
pembuatannya, yaitu memberikan hunian yang layak huni, nyaman dan terjangkau
oleh masyarakat berkelas menengah kebawah.

Anda mungkin juga menyukai