Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

KATARAK HIPERMATUR

Pembimbing :

dr. Henry A. W, Sp.M

dr. Agah Gadjali, Sp.M

dr. Hermansyah, Sp.M

dr. Gartati Ismail, Sp.M

dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M

Disusun oleh:

Razwa Maghvira
1102012232

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 7 Agustus 8 September 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


BAB I

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 30 April 1965
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Alamat : Jl. Gotong royong No. 73, RT 6/1, Duren Sawit, Jakarta Timur
Tanggal Masuk RS : 14 Agustus 2017
Tanggal Pemeriksaan : 14 Agustus 2017

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 14 Agustus 2017 di poli
mata RS Polri.
Keluhan utama: Penglihatan mata kiri buram sejak satu tahun sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan: Mata kiri silau jika melihat cahaya, berair, pandangan ganda dan
kadang terasa nyeri.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Ir. Soekanto dengan keluhan mata kiri buram.
Keluhan ini dirasakan sejak satu tahun sebelum masuk rumah sakit dan dirasa semakin
memberat 6 bulan sebelm masuk rumah sakit. Pandangan mata kiri buram dan kabur
seperti tertutup kabut yang semakin lama semakin memberat, hingga saat ini mata kiri
sudah sangat buram untuk melihat. Pasien merasa mata kiri tidak dapat melihat pada
jarak dekat maupun jauh, sehingga terkadang untuk aktivitas seperti berjalan pasien
harus dibantu oleh keluarganya. Pasien mengeluhkan mata kiri sering terasa pegal-
pegal. Mata kiri juga mengeluarkan air, silau (+), pandangan ganda dan terasa sangat

1
mengganjal. Pasien mengatakan bahwa mata kanan masih dapat melihat namun kabur
dan berkabut. Pasien tidak mengeluhkan nyeri hebat, tidak mata merah, pasien juga
tidak mengeluhkan mual dan muntah. Pasien mengaku pernah menggunakan kacamata
sebelumnya karena gangguan penglihatan mata kiri. Pasien juga menyangkal pernah
mengkonsumsi obat-obatan baik dalam bentuk tablet maupun obat tetes mata dalam jangka
panjang. Pasien tidak pernah mengalami benturan atau trauma pada daerah mata. Pasien
memiliki riwayat penyakit diabetes dan tidak memiliki hipertensi .
Pasien mengaku tidak pernah berobat ke dokter mata sebelumnya untuk mengobati
penyakitnya. Saat ini pasien mengaku pandangan mata kirinya buram, sehingga kesulitan untuk
melihat. Oleh karena keluhan tersebut pasien datang ke RS Ir. Soekanto.
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien memiliki penyakit diabetes mellitus yang sudah terkontrrol dengan glimepirid
2x2mg, acarbose 2x500mg, dan metformin 3x500mg
- Pasien saat ini menggunakan kacamata ODS S+ 2,00
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat mengalami benturan disangkal
- Riwayat operasi mata disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat keluarga dengan riwayat penyakit yang sama disangkal


- Riwayat penyakit diabetes disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : Afebris

2
3.2 Status Oftalmologis

OD OS
Visus 1/60 1/300
Pemeriksaan TIO 5/7,5 = 25,8 mmHg 4/7,5 = 30,4 mmHg
Kedudukan Bola Mata Ortoforia
Gerakan Bola Mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Lapang Pandang Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Supra Silia Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Palpebra Superior Tenang Tenang
Palpebra Inferior Tenang Tenang
Konjungtiva tarsal Tenang Tenang
superior
Konjungtiva tarsal Tenang Tenang
inferior
Konjungtiva bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih ; arkus senilis (+) Jernih ; arkus senilis (+)
Bilik mata depan/ COA Kedalaman sedang ; jernih Kedalaman sedang ;
jernih
Iris Cokelat ; kripte (+) ; Cokelat ; kripte (+) ;
sinekia (-) sinekia (-)
Pupil Bulat ; diameter 3mm ; RL Bulat ; diameter 3mm ;
(+) ; RCTL (+) RL (+) ; RCTL (+)
Lensa Keruh pada sebagian Keruh pada hampir
lensa ; shadow test (+) seluruh lensa; shadow
test (-)

3
TIO perpalpasi N+1 N+2
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan dengan Slit Lamp OS

Pemeriksaan dengan Slit Lamp OD

V. RESUME
Pasien wanita, usia 52 tahun datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan
penglihatan buram pada mata kiri dan kanan sejak 1 tahun SMRS dan memberat sejak 6 bulan
SMRS. Pasien mengatakan penglihatan buram seperti tertutup kabut pada mata kiri sehingga
pasien sulit untuk melihat jelas. Keluhan disertai dengan mata kiri silau jika melihat cahaya.
Pasien mengatakan awalnya penglihatan buram dirasakan saat melihat jauh , namun
saat ini pasien buram saat melihat dekat dan telah mengganggu aktivitas sehari - hari.

4
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu afebris, dan pernafasan 18 x/menit).
Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan:

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)

1/60 Visus 1/300

5/7,5 = 25,8 mmHg TIO 4/7,5 = 30,4 mmHg

N+1 TIO perpalpasi N+2

Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang

Jernih ; arkus senilis (+) Kornea Jernih ; arkus senilis(+)

Keruh pada sebagian lensa ; Lensa Keruh pada hampir


shadow test (+) seluruh lensa; shadow test
(-)

I. DIAGNOSA KERJA
- Katarak senilis stadium Hipermatur ODS dengan glukoma sekunder
II. DIAGNOSA BANDING
- Katarak senilis imatur ODS
- Katarak senilis matur ODS
III. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
- Timolol 0,5% 2x1 tetes ODS
- asetazolamide 3x250mg
- Kalium aspartat 2x1tab

B. Terapi Operatif
- Pada Ocular Sinistra: Dapat dilakukan Operasi ECCE atau Fakoemulsifikasi
+ IOL secara bertahap

5
C. Edukasi Pasien
- Menjelaskan cara pemakaian obat dan pentingnya menggunakan obat dengan
teratur sesuai petunjuk
- Menjelaskan kepada pasien untuk rutin kontrol setelah operasi
- Setelah operasi, pasien tidak diperbolehkan untuk menggaruk, menekan, dan
terkena air pada mata yang dioperasi
- Menghindari mengangkat beban, mengejan dan bersin yang kuat selama
kurang lebih dua bulan

D. Rencana Monitor/Evaluasi
- Kunjungan pertama: dijadwalkan dalam waktu 48 jam setelah operasi (untuk
mendeteksi dan mengatasi komplikasi dini seperti kebocora luka yang
menyebabkan bilik mata dangkal, hipotonus, peningkatan tekanan intraokular,
edema kornea ataupun tanda-tanda peradangan).
- Kunjungan kedua: dijadwalkan pada hari ke 4-7 setelah operasi jika tidak
dijumpai masalah pada kunjungan pertama, yaitu untuk mendeteksi dan
mengatasi kemungkinan endoftalmitis yang paling sering terjadi pada minggu
pertama pasca operasi.
- Kunjungan ketiga: dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan pasien dimana
bertujuan untuk memberikan kacamata sesuai dengan refraksi terbaik yang
diharapkan.

IV. PROGNOSIS
OKULI Sinistra (OS)
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Cosmetican : Dubia Ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA
2.1.1 Anatomi Lensa

Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya.
Lensa tidak memiliki pembuluh darah dan tidak memiliki pembuluh limfe. Lensa berbentuk
cakram bikonveks dan transparan, yang terletak di dalam bilik mata belakang. Pada keadaan
normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan
diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau gambar tadi akan diubah menjadi
sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan
diterjemahkan sehingga dapat dipahami.
Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam
kapsul lensa. Epitel lensa membentuk serat lensa secara terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat di bagian sentral sehingga membentuk nukleus lensa.
Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang
paling tua. Di bagian luar nukleus terdapat serat yang lebih muda disebut korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus disebut korteks anterior, sedangkan yang di

7
belakang nukleus disebut korteks posterior. Nukleus memiliki konsistensi yang lebih keras
dibandingkan korteks. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zinn yang
menggantungkan lensa di seluruh equatornya pada badan siliar. Serat zonula yang berasal dari
lamina basal pars plana dan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu dengan
lensa pada bagian anterior dan posterior kapsul lensa.
Secara fisiologik, lensa memiliki sifat tertentu:
1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
3. Terletak di tempatnya
Keadaan patologik lensa dapat berupa:

1. Kekenyalan berkurang pada orang tua sehingga mengakibatkan presbiopi


2. Keruh atau disebut katarak
3. Tidak berada di tempatnya atau subluksasi atau luksasi

Gambar 2. Kedudukan Lensa di Bola Mata

8
Gambar 3. Anatomi dan Struktur Lensa Kristalin

Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akanmenekan serat-serat
lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat paling tua yang terbentuk merupakan
lensa fetus yang diproduksi pada fase embrionik dan masih menetap hingga sekarang. Serat-serat
yang baru akanmembentuk korteks dari lensa (AAO, 2011).

2.1.2 Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan cahaya masuk ke dalam mata sehingga terbentuk
bayangan yang tajam pada retina. Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat
karena kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai akomodasi.
Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang bulat (sferis), tergantung
besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas
musculus ciliaris, yang bila berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa
menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek objek yang
lebih dekat. Relaksasi musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut,
membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan bertambahnya usia, daya
akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan lahan seiring dengan penurunan elastisitasnya.

9
Gambar 4. Perubahan pada lensa saat akomodasi

Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf parasimpatik cabang nervus III (okulomotorius). Obat-
obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu akomodasi, sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine)
memblok akomodasi. Obat-obatan yang menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik.

2.1.3 Metabolisme Lensa


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua
kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di
bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior
dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap
dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-
shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk

10
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa
menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.

2.2 KATARAK
2.2.1 Definisi Katarak
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun
akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi
pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma,
inflamasi atau penyakit lainnya.
Menurut INASCRS (Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery) 2011, katarak
adalah kekeruhan lensa kristalin yang menyebabkan turunnya tajam penglihatan dan menyebabkan
keluhan gangguan penglihatan lainnya seperti kontras sensitivitas, silau dan tidak nyaman. Kekeruhan
ini dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme serat akibat proses degenerasi, trauma, obat-obatan,
penyakit sistemik dan lain-lain.
2.2.2 Klasifikasi Katarak
Klasifikasi katarak berdasarkan usia:
1. Katarak kongenital : katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senilis : katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun

11
Tabel 2. Klasifikasi Katarak Berdasarkan Waktu Terjadinya

2.2.3 Epidemiologi Katarak


Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Berbagai studi cross-sectional melaporkan
prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50%, prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada individu usia di atas 75 tahun.

12
Berdasarkan National Programme fo Control of Blindness 1992, katarak merupaan salah
satu penyebab kebutaan yang utama, dimana urutan penyebab kebutaan adalah katarak,
kelainan kornea, optic atrofi, dan kelainan retina.
2.2.4 Etiologi Katarak
a. Degeneratif (usia)
b. Diabetes
c. Radang mata
d. Trauma mata
e. Riwayat keluarga dengan katarak
f. Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya
g. Merokok
h. Pembedahan mata lainnya
i. Terpajan banyak sinar ultraviolet (matahari)
2.2.5 Patogenesis Katarak
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa
katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya
dan mengurangi transplantasinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna
lensa menjadi kuning atau voklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat
lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang.

Ada beberapa teori mengenai patogenesis katarak:


1. Konsep Penuaan
Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks
lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja
nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya
seseorang, maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi
keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang.
Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang
dengan bertambah beratnya katarak.

2. Teori Radikal Bebas


Mekanisme terjadinya katarak karena penuaan memang masih diperdebatkan, tetapi telah
semakin nyata bahwa oksidasi dari protein lensa adalah salah satu faktor penting. Serat-serat
protein yang halus yang membentuk lensa internal itu sendiri bersifat bening. Kebeningan lensa

13
secara keseluruhan bergantung pada keseragaman penampang dari serat-serat ini serta keteraturan
dan kesejajaran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak, keseragaman struktur ini menghilang
dan serat-serat bukannya meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar
dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah.
Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat mengakibatkan sel-
sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak yang banyak terjadi adalah pada lensa
mata sehingga menyebabkan katarak.
Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia mungkin disebabkan oleh
kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi sangat kuat dan terutama didasarkan pada
perbedaan antara kadar antioksidan di dalam tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka
yang memiliki lensa bening.

3. Sinar Ultraviolet
Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber radikal bebas
penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sinar matahari.
Memang sudah diketahui bahwa radiasi ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan.
Jaringan di permukaan mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka
yang mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat mempercepat terjadinya
katarak
4. Merokok
Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein lensa. Rokok
kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid. Kita tahu bahwa radikal bebas
dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari semua ini, tidaklah mengherankan bahwa
perokok lebih rentan terhadap katarak dibanding dengan yang bukan perokok.

2.3 KATARAK SENILIS


2.3.1 Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun. Penyakit ini mempengaruhi tajam penglihatan sesorang yang di tandai
dengan penebalan lensa pada mata yang terjadi secara progresif dan bertahap. Katarak
merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat diobati.
Perubahan lensa pada usia lanjut menurut Ilyas (2015) :
1. Kapsul
- Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)

14
- Mulai presbiopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular
2. Epitel makin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengakak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa:
- Lebih iregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna coklet protein lensa nukleus
mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
- Korteks tidak berwarna karena:
Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai terjadi pada
usia lebih dari 60 tahun.

2.3.2 Klasifikasi Katarak Senilis

a. Katarak Senilis Berdasarkan Stadium


Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu insipien, imatur, matur
dan hipermatur.
Tabel 3. Perbedaan stadium katarak senilis (Ilyas, 2015)

15
1. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di
dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi
jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak isnipien. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Intumesen.
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan
lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah
lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Stadium ini
tidak selalu terjadi pada proses katarak. Katarak intumesen biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan
ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya
akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat
vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
3. Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang
belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan
iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa, disebut shadow test
positif.

16
4. Katarak Matur
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh
lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa
yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi kelur dari
kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi
kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni.
6. Katarak Morgagni
Merupakan lanjutan dari katarak hipermatur dimana likuefaksi total pada
korteks telah menyebabkan inti tenggelam pada bagian inferior. Bila proses
katarak hipermatur berlanjut disertai dengan perubahan kapsul, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam
korteks lensa karena lebih berat.

17
b. Katarak Senilis Berdasarkan Morfologi
Tabel 4. Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan Morfologi

1. Katarak Nukleus
Katarak nukleus sebagai hasil dari sclerosis nukleus yang menyebabkan
terbentuknya kekeruhan sentral lentikular. Pada dekade keempat kehidupan, tekanan serat
lensa perifer menyebabkan penebalan seluruh lensa terutama nukleus. Katarak nukleus
meningkatkan kekuatan refraksi lensa sehingga menyebabkan myopia lentikuler dan
terkadang menghasilkan titik fokus kedua sehingga terjadi diplopia monokular. Katarak
nukleus ini berkembang sangat lambat. Karena adanya myopia lentikular, penglihatan
dekat (bahkan tanpa kacamata) tetap baik untuk waktu yang lama

2. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal, terdapat perubahan komposisi ion dari korteks lensa dan
akhirnya mengubah hidrasi dari serat lensa.katarak ini biasanya bilateral tapi tidak simetris.
Pasien katarak kortikal cenderung mengalami hiperopia. Namun gangguan fungsi
penglihatan bervariasi tergantung seberapa dekat kekeruhan dengan aksis visual.

18
3. Katarak Subkapsular Posterior
Katarak subkapsular posterior berlokasi pada korteks di dekat kapsul posterior.
Pada katarak ini terdapat terbentuk kekeruhan yang bergranuler. Awalnya terdapat
sekumpulan kecil kekeruhan granular yang lalu berkembang ke perifer. Seiring dengan
pertambahan kekeruhan, sisa korteks dan nukleus menjadi ikut terlibat. Gejala yang biasa
timbul adalah penglihatan yang berkurang dan glare (silau) siang hari atau di saat terkena
cahaya yang terang. Katarak ini dapat disebabkan trauma, penggunaan kortikosteroid,
inflamasi, dan radiasi ion.

Gambar 6. Stadium Katarak

c. Kesesuaian antara derajat kekeruhan lensa dengan visus pasien


a. Derajat 1: Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit keruh
dengan warna agak keputihan. Refleks fundus juga masih dengan mudah diperoleh dan usia
penderita biasanya kurang dari 50 tahun.
b. Derajat 2: Nukleus dengan kekerasan ringan, tampak nukleus mulai sedikit berwarna
kekuningan, visus biasanya antara 6/12 sampai 6/30. Refleks fundus juga masih mudah
diperoleh dan katarak jenis ini paling sering memberikan gambaran seperti katarak
subkapsularis posterior.

19
c. Derajat 3: Nukleus dengan kekerasan medium, dimana nukleus tampak berwarna kuning
disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara 3/60
sampai 6/30.
d. Derajat 4: Nukleus keras, dimana nukleus sudah berwarna kuning kecoklatan dan visus
biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana refleks fundus maupun keadaan fundus sudah
sulit dinilai.
e. Derajat 5: Nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna kecoklatan bahkan ada yang
berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan usia penderita
sudah diatas 65 tahun. Katarak ini sangat keras dan disebut juga brunescent cataract atau
black cataract.
2.3.3 Gejala Klinis
Pasien dengan katarak senilis memiliki riwayat penurunan tajam
penglihatan yang progresif dan bertahap dan terdapat gangguan penglihatan dalam
gelap dan pada objek yang dekat. Tanda dan gejala pada katarak senilis, yaitu:
- Penurunan tajam penglihatan
Ini merupakan keluhan utama yang biasanya dialami oleh pasien dengan katarak
senilis. Penurunan tajam penglihatan biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
- Penglihatan seperti berkabut atau berasap
- Silau atau Glare
Pasien dapat mengalami gejala silau yang bervariasi, mulai dari penurunan
sensitivitas terhadap cahaya yang terlalu terang atau silau mengihilang saat siang hari
kemudian memburuk pada malam hari. Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan
besar kekeruhannya, biasanya dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular.
- Myopic shift
Membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata. Ini merupakan akibat meningkatnya
kekuatan fokus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke miopia
(penglihatan dekat). Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi
peningkatan kekuatan dipotri lensa, yang dapat menyebabkan myopia ringan atau
sedang. Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya
penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat kekuatan refraktif lensa
nuklear sklerotik yang menguat, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak

20
diperlukan lagi. Perubahan ini disebut dengan second sight. Akan tetapi, seiring
dengan penurunan kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut akhirnya menghilang.
- Diplopia monokular
Seiring berkembangnya waktu, nukleus lensa mengalami perubahan, yaitu lebih padat pada
bagian dalam lensa dan mengakibatkan pembiasan multipel di tengah lensa sehingga
menyebabkan refraksi ireguler karena indeks bias yang berbeda.
- Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih menjadi
spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam lensa.
- Melihat warna terganggu atau diskriminasi warna yang buruk

2.3.4 Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit
yang menyertai (contoh: diabetes melitus, hipertensi, cardiac anomalies). Penyakit seperti
diabetes militus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara
dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler
posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil.
Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra,
konjungtiva, dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada
lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk
menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan
lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang
pandang dan pengukuran TIO

Pemeriksaan Rutin
1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta
menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz

21
4. Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes
mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp
untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan

Pemeriksaan Tambahan
1. Biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak
2. Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
3. Shadow Test untuk menentukan derajat kekeruhan katarak

Gambar 7. Shadow Test (+)


2.3.4 Tatalaksana
1. Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 6/12, yaitu pemberian
kacamata dengan koreksi terbaik.
2. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untk melakukan aktivitas yang
berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi medis lain untuk operasi, pasien dapat
dilakukan operasi katarak
3. Tatalaksana pasien katarak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah operasi katarak berupa
EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi + IOL dengan mempertimbangkan ketersediaan alat, derajat
kekeruhan katarak dan tingkat kemampuan ahli bedah
4. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro, di
mana pasien dipersiapkan untuk implantasi IOL
5. Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran biometri A-- scan
6. Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL dapat ditentukan berdasar
anamnesis ukuran kacamata yang selama ini dipakai pasien. IOL standar power +20.00 dioptri,

22
jika pasien menggunakan kacamata, power IOL standar dikurangi dengan ukuran kacamata.
Misalnya pasien menggunakan kacamata S --6.00 maka dapat diberikan IOL power +14.00 dioptri
7. Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secara berturutan) sangat
tidak dianjurkan berkaitan dengan risiko pasca operasi (endoftalmitis) yang bisa berdampak
kebutaan. Tetapi ada beberapa keadaan khusus yang bisa dijadikan alas an pembenaran dan
keputusan tindakan operasi katarak bilateral ini harus dipikirkan sebaik-baiknya.

Indikasi Operasi:
1. Fungsi penglihatan: jika visus <6/12 atau sudah mengganggu untuk melakukan kegiatan sehari-hari
berkaitan dengan pekerjaan pasien.
2. Indikasi medis: terjadi penyulit lain yang disebabkan oleh katarak itu sendiri, seperti uveitis, dislokasi
lensa, glaukoma, endoftalmitis, dan penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik: terkadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak agar pupil
kembali menjadi hitam

Teknik Operasi
Terapi definitif dari katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Terdapat 3 prosedur yang biasa
digunakan yaitu ekstraksi katarak intrakapsular, ekstraksi katarak ekstrakapsular dan fakoemulsifikasi.

a. Ekstraksi katarak intrakapsular


Pada teknik ini, seluruh lensa akan dikeluarkan bersama kapsul lensa termasuk kapsul posterior.
Saat ini teknik tersebut sudah mulai ditinggalkan karena tingginya kejadian komplikasi pascaoperasi,
seperti ablasio retina, edema makular sistoid, astigmatisme, robekan iris, dan edema kornea. Selain itu,
diperlukan insisi limbus superior 140-160 sehingga membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih
lama. Teknik ini masih dapat digunakan jika tidak tersedia fasilitas yang cukup untuk dilakukan teknik
ekstraksi katarak ekstrakapsular. Operasi ini dapat dilakukan pada beberapa kondisi, yaitu: Pasien
katarak muda, Pasien dengan kelainan endotel, Keratoplasti, Implantasi lensa intraokular posterior,
Implantasi lensa sekunder intraokular, Bedah glaukoma, mata dengan predisposisi terjadi prolaps badan
kaca, ablasio retina, mata dengan edema makular sistoid. Pencegahan penyulit pada bedah katarak
seperti prolapsnya badan kaca. Kontraindikasi absolut teknik ini ialah anak-anak dan dewasa muda
dengan katarak dan kasus ruptur kapsular karena trauma. Kontraindikasi relatif berupa miopia tinggi,
sindrom Marfan, dan katarak morgagni.

23
b. Ekstraksi katarak ekstrakapsular
Pada teknik ini, lensa dikeluarkan bersama kapsul anterior, sedangkan kapsul posterior
ditinggalkan. Oleh sebab itu, terdapat ruang bebas di tempat bekas lensa yang memungkinkan untuk
ditempatkan lensa pengganti (lensa intraokuler ruang posterior). Insisi dilakukan di limbus atau sebelah
perifer kornea, biasanya di bagian superior (kadang temporal), sedangkan pembukaan dilakukan di
kapsul anterior lalu nukleus dan korteks dikeluarkan dan diganti dengan lensa intraokular yang
ditempatkan di capsular bag yang disokong oleh kapsul posterior. Pembedahan ini dapat dilakukan
pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intraokuler posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intraokuler, bedah glaukoma mata dengan
presdisposisi terjadinya prolaps badan kaca, riwayat ablasi retina, edema makular sistoid, dan
pascabedah ablasio.

Gambar 8. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular

Keuntungan teknik ini dibandingkan ekstraksi intrakapsular:


Insisi yang lebih kecil meminimalisasi trauma dan waktu penyembuhan menjadi lebih singkat
Komplikasi aderensi korpus vitreus ke kornea dan iris dapat diminimalisasi.
Letak anatomis lensa intraokuler yang lebih stabil karena disokong oleh kapsul posterior
Kapsul posterior yang utuh dapat berperan sebagai sawar terhadap bakteri dan mikroorganisme yang
mungkin masuk saat operasi serta menahan pertukaran molekul antara akuos humor dan vitreous.
Kekurangan dari teknik ini adalah dapat terjadi opasifikasi sekunder pada kapsul posterior yang
disebut sebagai katarak sekunder. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan discission pada kapsul

24
posterior dengan neodymium: YAG laser. Letupan energi laser akan menyebabkan letupan kecil di
jaringan target sehingga akan terbentuk lubang kecil di kapsul posterior pada aksis pupil

c. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik yang berguna untuk menghancurkan nukleus
lensa yang keras sehingga bahan nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui insisi sebesar + 3mm.
Insisi yang sama digunakan untuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Jika menggunakan
lensa yang kaku, diperlukan insisi sebesar 5 mm. Keuntungan dari insisi kecil ini adalah bekas sayatan
tidak perlu dijahit, penyembuhan luka lebih cepat dengan distorsi kornea lebih sedikit, mengurangi
inflamasi intraokuler pascaoperasi, dan pemulihan fungsi visual lebih cepat. Risiko terlepasnya bahan
posterior lensa melalui robekan kapsular posterior dapat dihindari.

Gambar 9. Fakoemulsifikasi

Perawatan pasca operasi (jika ada tindakan operasi)

1. Frekuensi pemeriksaan pasca bedah ditentkan berdasarkan tingkat pencapaian visus optimal
yang diharapkan.
2. Pada pasien dengan rrisiko tinggi, seperti pada pasien dengan satu mata, mengalami komplikasi
intraoerasi atau ada riwayat penyaki mata lain sebelumnya seperti uveitis, glaucoma dan lain-
-lain, maka pemeriksaan harus dilakukan satu hari setelah operasi

25
3. Pada pasien yang dianggap tidak bermasalah baik keadaan pre operasi maupun intra operasi
serta diduga tidak akan mengalami komplikasi lainnya maka dapat mengikuti petunjuk
pemeriksaan lanjutan (follow up) sebagai berikut:
a. Kunjungan pertama: dijadwalkan dalam kurun waktu 24--48 jam setelah operasi (untuk
mendeteksi dan mengatasi komplikasi dini seperti kebocoran luka yang menyebabkan
bilik mata depan dangkal, hipotonus, peningkatan tekanan intaraokular, edema kornea
ataupun tanda--tanda peradangan.)
b. Kunjungan kedua: dijadwalkan pada hari ke 4--7 setelah operasi jika tidak dijumpai
masalah pada kunjungan pertama, yaitu untuk mendeteksi dan mengatasi kemungkinan
endoftalmitis yang paling sering terjadi pada minggu pertama pasca operasi
c. Kunjungan ketiga: dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan pasien di mana bertujuan
untuk memberikan kacamata sesuai dengan refraksi terbaik yang diharapakan.
4. Obat--obatan yang digunakan pasien pasaca operasi bergantung dari keadaan mata serta
disesuaikan dengan kebutuhan. Tetapi penggunaan tetes mata kombinasi antibiotika dan steroid
harus diberikan kepada pasien untuk digunakan setiap hari selama minimal 4 minggu pasca operasi.

2.3.5 Komplikasi Pasca Operasi


a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka
gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan resiko terjadinya
glaukoma atau traksi pada retina.
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode paska
operasi dini. Pupil mengalami distorsi.
c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi
(<0,3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam
penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan (hipopion).
d. Astigmatisma pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk
mengurangi astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran kacamata baru
namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang
berlebih dapat terjadi pada garis jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya
menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik dengan anastesi lokal,
dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah
infeksi namun mungkin diperlukan jahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi tidak
sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil menghindarkan komplikasi

26
ini. Selain itu, penempatan luka memungkinkan koreksi astigmatisma yang telah ada
sebelumnya.
e. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila
disertai dengan hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring berjalannya waktu, namun
dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
f. Ablasio retina. Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan
rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat
kehilangan vitreous.
g. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang
pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui
permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau. Dapat dibuat
satu lubang kecil pada kapsul dengan laser (neodymium yttrum (ndYAG) laser) sebagai prosedur
klinis rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina setelah
kapsulotomi YAG. Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan
bahwa bahan yang digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih lensa
intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam mencegah opasifikasi
kapsul posterior

2.4 Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga tidak
menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka
prognosis pada katarak senilis umumnya baik.

2.5 Pencegahan
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah oleh karena
faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang memperberat seperti
mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan
menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam
vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat.

27
ANALISA KASUS
Berdasarkan teori Berdasarkan kasus
Definisi Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa Pasien wanita usia 52 tahun
yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas
50 tahun.
Faktor risiko
Gejala 1. Penurunan tajam penglihatan yang 1. Penglihatan pada mata kanan
terjadi secara progresif atau perlahan buram sejak 1 tahun yang lalu
2. Penglihatan seperti berkabut atau 2. Pasien mendeskripsikan
berasap penglihatan yang buram seperti
3. Mata merasa silau tertutup kabut
4. Melihat halo sekitar sinar 3. Keluhan disertai dengan mata
5. Melihat warna terganggu merasa silau jika melihat cahaya
6. Melihat ganda yang terlalu terang
7. Membaiknya penglihatan dekat tanpa 4. Pandangan ganda
kacamata
Pemeriksaan Status Oftalmologis OD 1. Visus OD 1/60, OS 1/300
Fisik 1. Penurunan tajam penglihatan yang 2. Kornea jernih, arkus senilis (+)
progresif, tergantung derajat kekruhan 3. COA: kedalaman sedang, jernih
lensa yang terjadi. Visus dapat > 6/12 4. Iris: tidak terdapat sinekia
sampai < 1/60 anterior
2. Terdapat kekeruhan pada lensa, 5. Lensa OD keruh pada sebagian
tergantung stadium kekeruhan yang lensa dan shadow test (+)
terjadi. Pada stadium imatur, kekeruhan 6. Lensa OS keruh pada hampir
lensa sebagian, cairan lensa bertambah, seluruh lensa dan shadow test (-
iris terdorong, COA dangkal, sudut bilik )
mata sempit dan shadow test (+) 7. Pada palpasi palpebra superior
OD: N+1; OS: N+2

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan TIO dengan Tonometri Pada OD: TIO = 25,8 mmHg
Penunjang Schiotz: jika TIO dalam batas normal Pada OS: TIO = 30,4 mmHg
(kurang dari 21 mmHg) dilakukan
dilatasi pupil dengan tetes mata
Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil
cukup lebar dilakukan pemeriksaan
dengan slit lamp untuk melihat derajat
kekeruhan lensa apakah sesuai dengan
visus pasien
2. Pemeriksaan funduskopi jika masih
memungkinkan

Terapi 1. Penatalaksanaan non bedah untuk visus 1. Pemberian kacamata pada


lebih baik atau sama dengan 6/12, yaitu pasien ini tidak begitu
pemberian kacamata dengan koreksi diperlukan. Karena pada pasien
terbaik. ini visusnya sudah menurun

28
2. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 pada kedua mata (kurang dari
tetapi sudah mengganggu untuk 6/12)
melakukan aktivitas yang berkaitan 2. Terapi bedah: pasien
dengan pekerjaan pasien atau ada disarankan untuk dilakukan
indikasi medis lain untuk operasi, operasi ECCE atau
pasien dapat dilakukan operasi katarak Fakoemulsifikasi + IOL pada
3. Tatalaksana pasien katarak dengan OD
visus terbaik kurang dari 6/12 adalah 3. Terapi edukasi : mengedukasi
operasi katarak berupa EKEK + IOL cara pemakaian obat dan
atau fakoemulsifikasi + IOL dengan penggunaan secara teratur, rutin
mempertimbangkan ketersediaan alat, kontrol setelah operasi, dan
derajat kekeruhan katarak dan tingkat perawatan pasca operasi.
kemampuan ahli bedah

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury General Ophthalmology. 18th ed.


McGraw-Hill Professional. 2011.
2. Harper R.A, Shock J.P. Lensa. Dalam: Susanto D, Pendit B.U. eds. Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015.
3. Ilyas S, Yulianti S.R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia, Jakarta. 2015.
4. Kanski JJ.J, Bowling B. Clinical Ophthalmology: Systemic Approach. 7th ed. Saunders.
2012.
5. Hutauruk J, Istiantoro, Tri B. Katarak. Dalam: IPDs CIM (Compendium of Indonesian
Medicine). Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). 1sr Edition. 2009.
6. Katarak Pada Penderita Dewasa. Panduan Penatalaksanaan Medis (PPM). Indonesian
Society of Cataract and Refractive Surgery (INASCRS). 2011.
7. Andrew I Jobling, Robert C Augustey: What causes steroid cataracts? A review of
steroid-induced posterior su bcapsular cataracts; n.Clin Exp Optom 2002; 85: 2: 61-75.
8. Review Article Diabetic CataractPathogenesis, Epidemiology and Treatment;
Hindawi Publishing Corporation Journal of Ophthalmology Volume 2010.
9. K V Raju , Sisira Sivan N.V : A clinical study of Complicated Cataract In Uveitis.
Kerala Journal of Ophthalmology Vol. XXII, No.1, March 2010.
10. Jungmook Lyu, Jung-A Kim,Sung Kun Chung, Ki-San Kim, and Choun-Ki Joo :
Alteration of Cadherin in Dexamethasone-Induced Cataract Organ-Cultured Rat Lens;.
Investigative Ophthalmology & Visual Science, May 2003, Vol. 44, No. 5.

30

Anda mungkin juga menyukai