Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma gigi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup
serius pada anak disebabkan prevalensi yang tinggi di berbagai negara
terutama pada gigi permanen. Trauma gigi adalah kerusakan yang
mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis.
Kondisi ini sering terjadi pada masa prasekolah, masa sekolah dan dewasa
muda. Perawatan yang telah dilakukan untuk kasus trauma gigi telah
mencapai 5% dari semua perawatan trauma yang ada. Tinjauan literatur
yang dilakukan selama 12 tahun melaporkan bahwa trauma gigi pada anak
usia sekolah persentasenya mencapai 25%, pada orang dewasa sebesar
33% telah mengalami trauma pada gigi permanennya dan sebagian besar
trauma terjadi sebelum usia 19 tahun. Trauma gigi paling sering terjadi
antara usia 2-4 tahun dan antara usia 8-10 tahun pada anak laki- laki
maupun perempuan. Laki -laki terkena trauma gigi 2 sampai 3 kali lebih
sering daripada perempuan. Keadaan ini disebabkan karena anak laki-laki
yang lebih aktif berpartisipasi dalam permainan dan olahraga
dibandingkan dengan anak perempuan. Trauma gigi sering terjadi di
rumah, di sekolah, di jalan raya maupun tempat umum lainnya. Sebagian
besar trauma hanya melibatkan satu gigi permanen dan gigi yang paling
sering terkena trauma adalah gigi insisivus sentralis maksila.Jenis trauma
gigi yang paling sering mengenai gigi permanen adalah fraktur enamel
(uncomplicated crown fracture), fraktur enamel dentin (uncomplicated
crown fracture) dan fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown
fracture).
Trauma gigi dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Trauma gigi secara langsung terjadi ketika suatu benturan langsung
mengenai gigi dan trauma gigi tidak langsung terjadi ketika lengkung gigi
rahang bawah memberikan hantaman kepada lengkung gigi rahang atas,

1
seperti benturan yang mengenai dagu ketika terjatuh atau berkelahi.
Faktor-faktor predisposisi mendudkung terjadi trauma gigi yaitu protrusi
anterior dengan maloklusi klas II divisi 1, overjet yang mencapai 3-6 mm
dan penutupan bibir yang tidak sempurna. Anak yang tidak dirawat trauma
gigi mempunyai dampak negatif 20 kali lebih besar pada kualitas hidup
dibandingkan dengan anak tanpa trauma gigi.6 Trauma gigi dapat
membahayakan kesehatan gigi dan dapat mengganggu estetik, psikologi,
berbicara, sosialisasi dan masalah terapi.
Klasifikasi yang ada untuk trauma gigi seperti klasifikasi
Andreasen, World Health Organization (WHO), Andreasen yang diadopsi
oleh WHO, Garcia- Godoy, Ellis & Davey dan lain-lain. Peneliti
menggunakan klasifikasi Andreasen yang telah diadopsi oleh WHO untuk
mengidentifikasi jenis trauma gigi dikarenakan klasifikasi tersebut dapat
menjelaskan dan menggambarkan secara detail kasus trauma gigi.
Klasifikasi Andreasen yang telah diadopsi oleh WHO meliputi kerusakan
pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada jaringan periodontal,
kerusakan pada jaringan tulang pendukung dan kerusakan pada gingiva
dan mukosa mulut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definisi dari trauma gigi?
2. Bagaimana etiologi dari trauma gigi?
3. Bagaimana klasifikasi dari trauma gigi?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari trauma gigi?
5. Bagaimana patofisiologi dari trauma gigi?
6. Bagaimana komplikasi dari trauma gigi?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari trauma gigi?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari trauma gigi?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari trauma gigi.
2. Mengetahui penyebab atau etiologi dari truma gigi.

2
3. Mengetahui klasifikasi dari trauma gigi.
4. Mengetahui tanda gejaladari trauma gigi.
5. Mengetahui patofisiologidari trauma gigi.
6. Mengetahui komplikasidari trauma gigi.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjangdari trauma gigi.
8. Mengetahui penatalaksanaan dari trauma gigi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dental atau patah
gigi merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen dari satu gigi lengkap yang
biasanya disebabkan oleh trauma atau benturan.
Fraktur gigi dapat dimulai dari ringan (melibatkan chipping dari lapisan
gigi terluar yang disebut email dan dentin) sampai berat (melibatkan fraktur
vertikal, diagonal, atau horizontal akar).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Ellis (2010) terdiri dari enam kelompok dasar:
1. Fraktur email
Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit
mengenai dentin.
2. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa
Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak dentin, tapi tanpa
mengenai pulpa.
3. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa
Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.
4. Fraktur akar
5. Luksasi gigi
6. Intrusi gigi
Ellis dan Davey (2011) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior
menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu:
1. Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan
jaringan email.
2. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan
jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.

4
3. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan
menyebabkan terbukanya pulpa.
4. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non
vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
5. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi
atau avulsi.
6. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur
mahkota.
7. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
8. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi
yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap
pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.
9. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

C. ETIOLOGI
Menurut penelitian Peng pada tahun 2007, kebanyakan penyebab
fraktur dental adalah benturan atau trauma terhadap gigi yang menimbulkan
disrupsi atau kerusakan email, dentin, atau keduanya. Disamping itu, faktor
lain yang ditambahkan oleh American Dental Association (ADA) yaitu
kebiasaan buruk, kehilangan sebagian besar struktur gigi, paparan email gigi
terhadap suhu ekstrim, tambalan pada gigi, gigi pasca rawatan endodontik
dan kesalahan dokter gigi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut klasifikasi fraktur dari Ellis (2010), fraktur terdiri dari empat
kelompok dasar:
1. Fraktur Email
Fraktur mahkota sederhana tanpa mengenai dentin.

5
Gambar 1. Fraktur terbatas pada email dengan hilangnya struktur gigi

2. Fraktur Dentin Tanpa Terbukanya Pulpa


Fraktur mahkota yang megenai cukup banyak dentin, tanpa megenai
pulpa.

Gambar 2. Fraktur terbatas pada email dan dentin dengan hilangnya


struktur gigi, tapi tidak melibatkan pulpa
3. Fraktur Mahkota dengan Terbukanya Pulpa
Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.

Gambar 3. Fraktur yang melibatkan email dan dentin dengan hilangnya


struktur gigi dan eksposur pulpa.
4. Fraktur Akar
Fraktur terbatas pada akar gigi yang melibatkan sementum, dentin, dan
pulpa.

6
Gambar 4. Fraktur terbatas pada akar gigi yang melibatkan sementum,
dentin, dan pulpa

E. PATOFISIOLOGI
Kejadian trauma gigi pada umumnya terjadi bersamaan dengan cidera
mulut lainnya. Deteksi dan pengobatan dini dapat meningkatkan
kelangsungan hidup dan fungsi dari gigi tersebut. Sekitar 82% gigi yang
mengalami trauma adalah gigi-gigi maksiler. Fraktur gigi maksiler tersebut
64% adalah gigi incisivus sentral, 15% incisivus lateral, dan 3% caninus
(peng, 2007). Fraktur dental pada umumnya terjadi pada sekelompok usia
anak, remaja, dan dewasa muda dengan rasio laki-laki terhadap perempuan 2-
3 : 1. Penyebab umum fraktur dentaladalah benturan atau trauma terhadap
gigi yang menyebabkan disrupsi atau kerusakan enamel, dentin, atau
keduanya. Dari penelitian terhadap 1610 anak-anak, faktor predisposisi
fraktur dental antara lain postnormal occlusion, overjet yang melebihi 4 mm,
bibir atas yang pendek, bibir yang inkompeten, dan pernapasan melalui mulut
(Peng, 2007).
Literatur lain menyebutkan bahwa umur, aktivitas olahraga, riwayat
medis, dan anatomi gigi juga merupakan fraktur predisposisi. Fraktur dental
jarang ditemukan pada anak-anak dibawah 1 tahun. Apabila ada, dapat
disebabkan oleh kekerasan terhadap anak. Pada usia 1-3 tahun ketika anak
belajar berjalan dan berlari insidennya meningkat yang diakibatkan oleh
aktivitas yang tinggi dan kurangnya koordinasi anggota tubuh menyebabkan
anak sering jatuh. Pada anak usia sekolah, taman bermain dan cidera akibat
bersepeda merupakan penyebab tersering. Selama masa remaja, cidera
olahraga merupakan kasus yang umum. Pada usia dewasa, cidera olahraga,

7
kecelakaan sepeda motor, kecelakaan industri dan pertanian, dan kekerasan
dalam rumah tangga merupakan penyebab potensial. Olahraga yang
melibatkan kontak fisik merupakan penyebab umum fraktur dental, seperti
sepakbola dan bola basket. Olahraga tanpa kontak fisik seperti berkuda juga
dapat menyebabkan fraktur dental (Schwartz, 2010).
Frekuensi fraktur dental yang lebih tinggi ditemukan pada pasien
dengan retardasi mental dan serebral palsi. Penyalahgunaan obat dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur dental (Schwartz, 2010).
Gigi insisivus maksiler yang menonjol keluar atau ketidakmampuan
menutup gigi pada keadaan istirahat dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya fraktur. Benturan atau trauma, baik berupa pukulan langsung
terhadap gigi atau berupa pukulan tidak langsung terhadap mandibula, dapat
menyebabkan pecahnya tonjolan-tonjolan gigi, terutama gigi-gigi posterior.
Selain itu, tekanan oklusal yang berlebihan terutama terhadap tumpatan yang
luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung oleh dentin dapat pula menyebabkan
fraktur. Keparahan fraktur bisa hanya sekedar retak saja, pecahnya prosesus,
sampai lepasnya gigi yang tidak bisa diselamatkan lagi. Trauma langsung
kebanyakan mengenai gigi anterior, dan karena arah pukulan mengenai
permukaan labial, garis retakannya menyebar ke belakang dan biasanya
horizontal atau oblique (Schwartz, 2010).
Pukulan terhadap gigi anterior paling sering terjadi pada anak-anak dan
apabila dibiarkan maka tubulus dentinnya akan terpapar pada flora normal
mulut sehingga dapat menimbulkan infeksi dan inflamasi pulpa sehingga
perlu dirawat. Di pihak lain, gigi posterior yang fraktur karena tekanan
oklusal yang besar biasanya karena mempunyai tumpatan yang luas. Pada
gigi semacam ini, hanya sedikit tubulus dentin yang terbuka yang langsung
berhubungan dengan pulpa karena telah terjadinya reaksi terhadap karies dan
prosedur penambalannya berupa kalsifikasi tubulus dan penempatan dentin
reaksioner di rongga pulpa. Dengan demikian jaringan pulpanya jarang sekali
ikut terkena (Schwartz, 2010).
Trauma terhadap gigi pada umumnya bukan merupakan keadaan yang
mengancam nyawa, tetapi cidera maksilofasial lain yang berhubungan dengan

8
trauma dental dapat mengganggu jalan napas. Fraktur biasanya terjadi pada
gigi permanen, sedangkan gigi susu biasanya hanya mengalami perubahan
letak. Morbiditas yang berhubungan dengan fraktur dental bisa seperti
gagalnya pergantian gigi, perubahan warna gigi, abses, hilangnya ruang pada
arkus dental, ankylosis, lepasnya gigi secara abnormal, dan resorpsi akar
merupakan keadaan yang signifikan. Trauma dental sering berhubungan
dengan laserasi intraoral. Ketika ada gigi yang pecah atau hilang dan pada
saat yang bersamaan terdapat laserasi intraoral, maka harus diperhatikan
bahwa bagian gigi yang hilang dapat tertanam di dalam robekan luka tersebut
(Roberts, 2003; Peng, 2007).

F. KOMPLIKASI
Dalam setiap kunjungan pasien perlu ditanyakan riwayat medisnya dan
hubungannya dengan terjadinya traumatik injuri pada gigi. Penyakit yang
perlu dicurigai antara lain :
1. Penyakit jantung
2. Alergi terhadap obat-obatan
3. Serangan yang tiba-tiba (Epilepsi)
4. Perawatan yang sedang dijalani.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan pasien yang mengalami fraktur terdiri dari pemeriksaan
darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan
data vital, riwayat kesehatan pasien, dan keluhan pasien, sedangkan
pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan kembali klinis lengkap yang
terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiografis untuk dapat melihat ukuran pulpa
dan jarak garis fraktur, dan kelainan pada jaringan pendukung
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah rontgen. Foto rontgen
penting sebelum membuat diagnosis pada pasien, dan dari foto tersebut kita
dapat melihat batas fraktur sampai mana. Dari foto tersebut, lokasi yang
mengalami fraktur akan muncul gambaran garis yang radiolusen.

9
H. PENATALKSANAAN
Trauma gigi yang disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut,
abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan. Tindakan darurat yang harus
dilakukan seperti debridement luka, penjahitan, kontrol perdarahan dari luka
jaringan lunak, dan pemberian anti tetanus serum bila ada kemungkinan luka
yang didapat sepsis.
Pada trauma gigi yang hanya mengenai enamel atau hanya
menyebabkan retaknya enamel, selain prosedur diagnostik yang lengkap,
perawatan dilakukan dengan menghaluskan struktur gigi yang kasar saja dan
dikontrol setelah 2 minggu dan 1 bulan setelah terjadi trauma. Trauma gigi
yang mengenai enamel dan dentin memerlukan restorasi sementara, atau
indirect pulp capping . Trauma gigi yang mengenai pulpa dan atau saluran
akar memerlukan perawatan dengan tujuan untuk mempertahankan vitalitas
pulpa. Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping,
pulpotomi, ataupun pulpektomi. Pada gigi yang mengalami avulsi,
penanganan darurat yang dapat dilakukan adalah dengan menyimpan gigi
yang avulsi tersebut di dalam cairan susu yang dingin sebelum kemudian
dibawa ke dokter gigi untuk ditanamkan kembali sesegera mungkin. Cairan
susu dipilih sebagai media penyimpanan karena susu memiliki osmolalitas
yang paling mirip dengan darah manusia sehingga dapat membantu
mempertahankan vitalitas dari jaringan ligamen periodontal. Susu dianggap
lebih baik menjadi media penyimpanan dibanding saliva karena pada saliva
terdapat banyak bakteri. Media lain yang juga dapat digunakan untuk
penyimpanan adalah cairan saline fisiologis dan albumin telur.

10
I. WOC

Kondisi kecelakaan lalu lintas,


Kondisi kecelakaan olahraga, saat bermain,
patologis tindakan kriminal, child abuse, dalam
lingkungan rumah tangga.

Tekanan
oklusal

Trauma

Fraktur

Cidera Terjadi kerusakan Lepasnya gigi


maksilofasi pada daerah gigi secara abnormal
al
Pelepasan mediator Laserasi
Jalan nafas tidak
nyeri (histamin, intraoral
efektif
bradikinin,
prostaglandin dll)
Robekan luka
Terpapar makanan
Merangsang reseptor
manis dan minuman
nyeri (nosiseptor)
dingin Resiko Infeksi

Hipotalamus dan
sistem limbik

Otak (korteks
sematosensorik)

Persepsi nyeri

Nyeri akut

11
12

Anda mungkin juga menyukai