110115393 / i
Jawab:
kesalahan pelayanan obat atau Medication error (ME) yang dapat terjadi dimana
saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien mulai dari produksi, peresepan,
pembacaan resep, peracikan, penyerahan, dan monitoring pasien serta dengan tujuan
untuk pencegahan kesalahan pelayanan obat dengan perlu dilakukan berbagai konsep
manajemen diantaranya adalah manajemen resiko guna memberikan pelayanan
pengobatan yang aman bagi pasien
Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase
dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991).
1. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi:
a. Kesalahan resep
Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang
sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru,suatu dosis diberikan kepada pasien yang
keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau protokol
klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di
bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya.
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah
yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu
atau lebih unit dosis sebagai tambahan
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu obat
untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak
menggunakan obat untuk masalah ini.
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak memerlukan terapi
obat.
2. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses
dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas.Salah dalam
menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis
kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah,
atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang
memadai terhadap terapi yang ditulis .
Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek samping.
Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu antibiotik, pasien
memerlukan perhatian pelayanan medis.
3. Administration Error
Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada proses penggunaan obat.
Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya.Kesalahan yang
terjadi misalnya pasien salah menggunakan supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi
dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan
tetapi diminum bersama makan.
Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum dosis terjadwal
berikutnya.
Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari waktu
pemberian obat terjadwal.
Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu obat.
Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis; melalui
rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri sebagai ganti mata kanan),
kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru.
Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu regimen
obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan terapi obat antihipertensi.
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik,
psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau tidak menggunakan obat.
4. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh
petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat
dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi
karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik,
ataupun salah dalam pemberian informasi.
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh
dokter penulis.
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian. Misalnya,
pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar.Tidak
mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia inkompatibel.
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan
telah membahayakan. Termasuk obat -obat yang disimpan secara tidak tepat.
Faktor Penyebab medication error antara lain dapat terjadi pada situasi berikut:
a. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat
alergi dan penggunaan obat sebelumnya.
b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan
obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul efek samping.
c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang keliru dalam
membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang relatif mirip dengan obat lainnya,
kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas
(q.d atau q.i.d/QD).
d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru oleh pasien.
e. Faktor-faktor lingkungan,seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak terang, hingga suasana
tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya medication error.
Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya medication error:
Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan obat
kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab sebagai upaya
pencapaian dan peningkatan kesehatan pasien dan mutu kehidupannya. Jika pelayanan ini
tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan kesalahan obat atau masalah
yang berkaitan dengan obat akan banyak terjadi.
Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi resep, riwayat
pengobatan pasien, pemberian informasi yang tidak lengkap pada etiket, kurangnya
informasi pada perawat, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker,
perawat, maupun pasien.
tidak memadai
Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan penuntun untuk
melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat yang efektif dan efisien di
rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di rumah sakit dapat
berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
6. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang belum memadai .Sistem
formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium tidak akomodatif bagi
pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah sakir tidak terkendali, dan kondisi
tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.
Tidak berdayanya PFT di rumah sakit, antara lain sistem formularium tidak
terlaksana, formularium tidak baik, dan pengembangan kebijakan serta prosedur berkaitan
dengan obat sangat lambat. Hal-hal tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah
sakit.
Semakin banyak tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien, makin besar kemungkinan
kesalahan informasi yang disampaikan.
11. Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP.
Masih belum adanya standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar prosedur
operasional sehingga tidak ada acuan baku dalam penatalaksanaan suatu penyakit
dengan baik. Misalnya penatalaksanaan malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun tenaga
medis hanya didasarkan atas pengalaman.
Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri dari bermacam-
macam obat dengan perbandingan yang ada, contoh cotrimoksazol (trimetroprim
800 mg + sulfametoksazol 400 mg).
Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication error. Contoh
obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan adalah obat pencegah pembekuan
darah Coumadin dan obat anti parkinson Kemadrin. Taxol (paclitaxel) suatu
agen antikanker kedengarannya hampir sama dengan Paxil (paroxetine) yang
merupakan suatu antidepresan.
c. Kesalahan alat
Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua pengobatan
yang mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak nama obat yang nampak serupa
terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau salah melafalkan. Permasalahannya
menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki cara pemberian yang sama dan dosis yang
hampir sama.
e. Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat
Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada pengobatan pediatri dan
pada produk-produk intravena. Beberapa studi menunjukkan
bahwa kesalahan dalam perhitungan dosis tidak hanya ringan tetapi juga kesalahan
yang fatal, misal kesalahan 10 kali lipat atau mencapai 15%.
g. Kesalahan diagnosis
Pengunaan singkatan dalam resep terkadang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan obat,
seperti misalnya:
Singkatan q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat menyebabkan
kesalahan pembacaan menjadi qid (quarter in die atau empat kali sehari) atau qod (setiap
hari yang berbeda)
Angka desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat terbaca sebagai 10
akibat tanda desimalnya berada pada garis keras resep.
Jawab :
Sejumlah pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden pada
saat memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait penggunaan obat yang
dikenal dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan
lainnya, kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan
farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju
sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus menangani medication safety.
Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi :
1. Mengelola laporan medication error
Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan
yang aman
Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety
dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan
obat -obat sesuai formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan
sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan
pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alikemedication names) secara terpisah.
Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya :
- cairan elektrolit pekat seperti KCl injeksi, heparin, warfarin, insulin,
kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan
agonis adrenergik.
- kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara
alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication
error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep.
Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep
dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep,
singkatan, hubungi dokter penulis resep.
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
- Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui).Contohnya, Apoteker perlu mengetahui
tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit
untuk keperluan perhitungan dosis.
- Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital
dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data laboratorium
yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis
dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing ) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat
yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya.
Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang
meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus
menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat
pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada
saat mengembalikan obat ke rak.
Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan
pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep
terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal
yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan
dan didiskusikan pada pasien adalah :
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama
pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat
lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction ADR)
yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat
yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada
pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan
yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di
rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan
petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
Tepat pasien
Tepat indikasi
Tepat waktu pemberian
Tepat obat
Tepat dosis
Tepat label obat (aturan pakai)
Tepat rute pemberian
2. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan,
area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk
menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang
nyaman. Selain itu area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya
kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.
4. Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stress
dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.
5. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan
insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan
dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.