Anda di halaman 1dari 17

Siti Qanitah

110115393 / i

1. Berikan contoh risiko dalam praktek kefarmasian!

Jawab:
kesalahan pelayanan obat atau Medication error (ME) yang dapat terjadi dimana
saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien mulai dari produksi, peresepan,
pembacaan resep, peracikan, penyerahan, dan monitoring pasien serta dengan tujuan
untuk pencegahan kesalahan pelayanan obat dengan perlu dilakukan berbagai konsep
manajemen diantaranya adalah manajemen resiko guna memberikan pelayanan
pengobatan yang aman bagi pasien

Tipe error kategori keterangan


No error A Keadaan atau kejadian yang
potensial menyebabkan
terjadinya error
B Error terjadi, tetapi obat
belum mencapai pasien
C Error terjadi, obat sudah
mencapai pasien tetapi tidak
menimbulkan risiko
Obat mencapai pasien dan
sudah terlanjur
diminum/digunakan
ERROR-NO HARM Obat mencapai pasien tetapi
belum sempat
diminum/digunakan
D Error terjadi dan
konsekuensinya diperlukan
monitoring terhadap pasien,
tetapi tidak
menimbulkan resiko (harm)
pada pasien
E Error terjadi dan pasien
memerlukan terapi atau
intervensi serta
menimbulkan resiko
(harm) pada pasien
yang bersifat sementara
F Error terjadi & pasien
memerlukan perawatan
atau perpanjangan
ERROR-HARM perawatan di rumah sakit
disertai cacat yang bersifat
sementara
G Error terjadi dan
menyebabkan resiko
(harm) permanen
H Error terjadi dan nyaris
menimbulkan kematian
(missal : anafilaksis, henti
jantung)
ERROR-DEATH I Error terjadi dan
menyebabkan kematian
pasien

Jenis Kesalahan Obat

Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase
dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991).

1. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi:

a. Kesalahan resep

Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui,


terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan
pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh
dokter (atau penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak benar
misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang ditulis
untuk pasien tersebut
Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai
pada pasien.

b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi

Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang
sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru,suatu dosis diberikan kepada pasien yang
keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau protokol
klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di
bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya.

c. Kesalahan karena dosis tidak benar

Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah
yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu
atau lebih unit dosis sebagai tambahan

pada dosis obat yang diorder.

d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati

Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu obat
untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak
menggunakan obat untuk masalah ini.

e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan

Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak memerlukan terapi
obat.

2. Transcription Errors

Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses
dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas.Salah dalam
menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis
kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:

a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru

Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah,
atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang
memadai terhadap terapi yang ditulis .

b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)

Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek samping.
Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu antibiotik, pasien
memerlukan perhatian pelayanan medis.

c. Kesalahan karena interaksi obat

Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat,

obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium.

3. Administration Error

Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada proses penggunaan obat.
Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya.Kesalahan yang
terjadi misalnya pasien salah menggunakan supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi
dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan
tetapi diminum bersama makan.

Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu :

a. Kesalahan karena lalai memberikan obat

Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum dosis terjadwal
berikutnya.

b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru

Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari waktu
pemberian obat terjadwal.

c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru

Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu obat.

Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis; melalui

rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri sebagai ganti mata kanan),
kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru.

d. Kesalahan karena tidak patuh

Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu regimen
obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan terapi obat antihipertensi.

e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar


Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter, juga termasuk
dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat yang keliru (misalnya
mata kiri, seharusnya mata kanan).

f. Kesalahan karena gagal menerima obat

Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik,
psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau tidak menggunakan obat.

4. Dispensing Error

Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh
petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat
dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi
karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik,
ataupun salah dalam pemberian informasi.

Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :

a. Kesalahan karena bentuk sediaan

Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh
dokter penulis.

Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.

b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru

Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian. Misalnya,
pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar.Tidak
mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia inkompatibel.

Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan cahaya.

c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak

Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan
telah membahayakan. Termasuk obat -obat yang disimpan secara tidak tepat.

Bentuk-bentuk kejadian medication error :

Prescribing Transcribing Dispensing Administration


Kontraindikasi Copy erorr Kontraindikasi Administration error
Duplikasi Dibaca keliru Dosis berlebih kontraindikasi
Tidak terbaca Ada intruksi yang Kegagalan Obat tertinggal
terlewatkan menerjemahkan disamping bed
intruksi
Intruksi tidak jelas Mis-stamped Kurangnya persediaan Dosis berlebih
obat
Intruksi keliru Intruksi tidak Intruksi penggunaan Kegagalan mencek
dikerjakan obat tidak jelas intruksi
Intruksi tidak lengkap Intruksi verbal Salah menghitung Tidak mencek
diterjemahkan salah dosis identitas pasien
Perhitungan dosis Salah meberi label Dosis keliru
keliru
Salah menulis intruksi Salah menulis intruksi
Dosis keliru Patient off unit
Pemberian obat diluar Pemberian obat diluar
intruksi intruksi
Intruksi verbal Intruksi verbal
dijalankan keliru dijalankan keliru

Faktor Penyebab medication error antara lain dapat terjadi pada situasi berikut:

a. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat
alergi dan penggunaan obat sebelumnya.

b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan
obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul efek samping.

c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang keliru dalam
membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang relatif mirip dengan obat lainnya,
kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas
(q.d atau q.i.d/QD).

d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru oleh pasien.

e. Faktor-faktor lingkungan,seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak terang, hingga suasana
tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya medication error.

Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya medication error:

1. Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

a. Jumlah dan mutu apoteker tidak memadai

b. Personel non-professional dalam bidang pekerjaan apoteker


2. Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai

3. Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan obat
kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab sebagai upaya
pencapaian dan peningkatan kesehatan pasien dan mutu kehidupannya. Jika pelayanan ini
tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan kesalahan obat atau masalah
yang berkaitan dengan obat akan banyak terjadi.

4. Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB)

Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi resep, riwayat
pengobatan pasien, pemberian informasi yang tidak lengkap pada etiket, kurangnya
informasi pada perawat, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker,
perawat, maupun pasien.

5. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat yang

tidak memadai

Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan penuntun untuk
melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat yang efektif dan efisien di
rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di rumah sakit dapat
berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.

6. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang belum memadai .Sistem
formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium tidak akomodatif bagi
pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah sakir tidak terkendali, dan kondisi
tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.

7. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya

Tidak berdayanya PFT di rumah sakit, antara lain sistem formularium tidak
terlaksana, formularium tidak baik, dan pengembangan kebijakan serta prosedur berkaitan
dengan obat sangat lambat. Hal-hal tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah
sakit.

8. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat Pengetahuan


pasien yang kurang memadai tentang obat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan salah
penggunaan obatnya. Sedangkan, profesional kesehatan yang memiliki pengetahuan kurang
terhadap obat dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang tepat bagi pasien.

9. Kesalahan komunikasi (communication errors).


Kesalahan komunikasi dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan dokter/apoteker dalam
berkomunikasi dengan pasien. Dapat juga diakibatkan karena pasien tidak memberitahukan
gejala penyakit yang dirasakannya dengan jelas.

10. Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan.

Semakin banyak tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien, makin besar kemungkinan
kesalahan informasi yang disampaikan.

11. Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP.

Masih belum adanya standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar prosedur
operasional sehingga tidak ada acuan baku dalam penatalaksanaan suatu penyakit
dengan baik. Misalnya penatalaksanaan malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun tenaga
medis hanya didasarkan atas pengalaman.

12. Penyebab kesalahan obat yang umum

a. Kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan yang membingungkan

Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri dari bermacam-
macam obat dengan perbandingan yang ada, contoh cotrimoksazol (trimetroprim
800 mg + sulfametoksazol 400 mg).

b. Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip

Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication error. Contoh
obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan adalah obat pencegah pembekuan
darah Coumadin dan obat anti parkinson Kemadrin. Taxol (paclitaxel) suatu
agen antikanker kedengarannya hampir sama dengan Paxil (paroxetine) yang
merupakan suatu antidepresan.

c. Kesalahan alat

Contohnya : pompa intravena dimana katupnya tidak berfungsi, menyebabkan periode


pemberian obat menjadi terlalu cepat.

d. Tulisan tangan tidak terbaca

Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua pengobatan
yang mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak nama obat yang nampak serupa
terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau salah melafalkan. Permasalahannya
menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki cara pemberian yang sama dan dosis yang
hampir sama.
e. Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat

f. Perhitungan dosis yang tidak teliti

Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada pengobatan pediatri dan
pada produk-produk intravena. Beberapa studi menunjukkan

bahwa kesalahan dalam perhitungan dosis tidak hanya ringan tetapi juga kesalahan
yang fatal, misal kesalahan 10 kali lipat atau mencapai 15%.

g. Kesalahan diagnosis

Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat menyebabkan

kesalahan tindakan medis selanjutnya.

h. Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep

Pengunaan singkatan dalam resep terkadang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan obat,
seperti misalnya:

Singkatan U (unit) untuk insulin dan pitosin dapat menyebabkan kesalahan


pembacaan menjadi 0 yang menyebabkan overdosis yang berbahaya.

Singkatan IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV (intravena) atau 10.

Singkatan q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat menyebabkan
kesalahan pembacaan menjadi qid (quarter in die atau empat kali sehari) atau qod (setiap
hari yang berbeda)

Angka desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat terbaca sebagai 10
akibat tanda desimalnya berada pada garis keras resep.

i. Kesalahan penulisan etiket

j. Beban kerja berlebihan

k. Obat-obatan yang tidak tersedia


2. Bagaimana proses mengelola risiko tersebut!

Jawab :
Sejumlah pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden pada
saat memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait penggunaan obat yang
dikenal dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan
lainnya, kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan
farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju
sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus menangani medication safety.
Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi :
1. Mengelola laporan medication error
Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi

2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin medication


safety
Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error
Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden
yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis

3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan
yang aman
Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety
dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada

4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety


Komite Keselamatan Pasien RS
Dan komite terkait lainnya

5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat

6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang ada

Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek:

1. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan,


penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian
(misalnya memanfaatkan IT).
2. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas),
penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi
obat, konseling, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang
menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam
tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui
kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan
insiden/kesalahan.

Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :

1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan
obat -obat sesuai formularium.

2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan
sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.

3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan
pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alikemedication names) secara terpisah.
Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya :
- cairan elektrolit pekat seperti KCl injeksi, heparin, warfarin, insulin,
kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan
agonis adrenergik.
- kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara
alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication
error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep.
Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep
dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep,
singkatan, hubungi dokter penulis resep.
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
- Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui).Contohnya, Apoteker perlu mengetahui
tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit
untuk keperluan perhitungan dosis.
- Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital
dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data laboratorium
yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis
dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing ) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat
yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya.
Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang
meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus
menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.

5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat
pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada
saat mengembalikan obat ke rak.
Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan
pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep
terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal
yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan
dan didiskusikan pada pasien adalah :
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama
pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat
lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction ADR)
yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat
yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada
pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan
yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.

7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di
rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan
petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
Tepat pasien
Tepat indikasi
Tepat waktu pemberian
Tepat obat
Tepat dosis
Tepat label obat (aturan pakai)
Tepat rute pemberian

8. Monitoring dan Evaluasi


Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek terapi,
mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring
dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan
perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus
terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus
secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan
strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara lain :

1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )


Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu
dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak
lengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat daftar
singkatan dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk
diwaspadai.

2. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan,
area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk
menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang
nyaman. Selain itu area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya
kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.

3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja


Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi baik
langsung maupun melalui telepon.

4. Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stress
dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.

5. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan
insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan
dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.

Pengelolaan Kesalahan Obat


Kesalahan obat dapat berkisar dari resiko minimal sampai ke resiko
yang mengancam kehidupan pasien Kesalahan ini diakibatkan oleh kesalahan
karena melaksanakan suatu tindakan (commission) atau kesalahan karena tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Penggolongan kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak lanjut yang
lebih baik terhadap pendeteksian kesalahan obat. Penetapan penyebab kesalahan obat
harus digabung dengan pengkajian dari keparahan kesalahan. Korelasi antara
kesalahan dan metode distribusi obat harus dikaji (misal,dosis unit,
persediaan di ruang, atau obat ruah; pracampuran dan sediaan oral atau
injeksi). Proses ini akan membantu mengidentifikasi masalah sistem dan
merangsang perubahan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan kembali.

Berbagai metode pendekatan organisasi untuk menurunkan kesalahan


pengobatan, antara lain:
Memaksa fungsi dan batasan (forcing function & constraints)
Otomatisasi dan computer (automation & computer)
Standar dan protokol
Sistem daftar tilik dan cek ulang (check list & double check system)
Aturan dan kebijakan (rules & policy)
Pendidikan dan informasi, serta (education & information)
Lebih cermat dan waspada.

Apoteker berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan medication error,


baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam
proses pengobatan. Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk
meminimalkan terjadinya kesalahan pengobatan, antara lain:
Menciptakan budaya safety (aman)
Mengembangkan program-program untuk keamanan pasien
Membiasakan mencatat dan mengkomunikasikan setiap kejadian yang
berpotensi untuk error.

Tindakan berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara lain :


a) Setiap terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu harus
diberikan kepada pasien.
b) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan secara
lisan segera disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala IFRS. Suatu
laporan kesalahan obat tertulis harus segera menyusul.
c) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan
investigasi harus dimulai dengan segera.
d) Laporan kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan
perbaikan beraitan harus dikaji oleh pengawas, kepala bagian SMF yang
terlibat, administrator rumah sakit yang sesuai, komite keselamatan rumah
sakit dan penasehat hukum.
e) Apabila diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat dalam kesalahan,
harus membicarakan tentang bagaimana kesalahan terjadi dan bagaimana
terjadinya kembali dapat dicegah.
f) Informasi yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana lain
yang menunjukkan kegagalan berkelanjutan, harus berlaku sebagai suatu
manajemen yang efektif dan alat edukasi dalam pengembangan staf.
g) Pengawas, pimpinan bagian/departemen dan berbagai komite yang
sesuai, harus mengkaji laporan kesalahan dan menetapkan penyebab dari
kesalahan serta mengembangkan tindakan untuk mencegah terjadinya kembali.
h) Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah
sakit agar pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan pasien, serta untuk
mengembangkan pelayanan edukasi yang bernilai, untuk pencegahan
kesalahan yang akan datang.
Contoh soal kasus medication error
1. Kasus Prescribing error
Tuan Hasan merupakan pasien yang terdaftar sebagai pasien Askes, dia
melakukan kunjungan rutin ke sebuah rumah sakit , pada kunjungan kali ini tn. Hasan
menerima resep dengan diagnosis dislipidemia, osteoartritis, hipertensi,
gerd, cpod dan neuropati. Tn. Hasan menerima obat-obatan sebagai berikut :
R/ Glucosamin 500 3x1 90
Nifedipine 2x1 60
Meloxicam 15 mg 1x1 30
Lansoprazole 30 mg 1x1 7
Neurodex 3x1 90
OBH Syrup 2x1 1
Dexanta 3x1 21
Dalam resep tersebut pasien menerima pengobatan yang tidak sesuai dengan
diagnosa yaitu OBH syrup yang seharusnya tidak perlu diberikan. Terdapat
pula pengobatan ganda untuk diagnosis gerd, yaitu lansoprazole (PPI) dan
dexanta (antasida). Terapi untuk gerd diberikan berdasarkan fase
perkembangan gerd, yang dikategorikan dalam beberapa fase, yaitu :
Fase I : Terapi yang dianjurkan adalah dengan merubah gaya
hidup plus antasida, dan atau dosis rendah untuk antagonis reseptor H2
(cimetidin, famotidin, nizatidin, ranitidin).
Fase II : Terapi yang dianjurkan adalah dengan modifikasi pola hidup
plus dosis standar dari antagonis reseptor H2 untuk 6- 12 minggu
(simetidin 400 mg, famotidin 20 mg, nizatidin 150 mg, ranitidine 150 mg) atau
penghambat pompa proton untuk 4-8 minggu (esomeprazol 20 mg/hari, lansoprazol
15-30 mg/hari, omeprazole 20 mg/hari, pantoprazol 40 mg/hari, rabeprazol 20
mg/hari). Perubahan gaya hidup plus penghambat pompa proton untuk 8- 16
minggu (esomeprazol 20-40 mg/hari, lansoprazol 30 mg/hari, omeprazole 20
mg/hari, pantoprazol 40 mg/hari, rabeprazol 20 mg/hari) atau antagonis
reseptor H2 alam dosis tinggi selama 8- 12 minggu (simetidin 400 mg atau
800 mg, famotidin 40 nizatidin 150 mg, ranitidine 150 mg).
Fase III : Terapi interventional (perasi antirefluks atau terapi endoluminal).
Jenis-jenis penggunaan obat yang tidak rasional :
1. Over Prescribing
2. Under Prescribing
3. Incorrect Prescribing
4. Use of ineffective or Harmful drugs
5. Polypharmacy
Dalam resep ini terdapat penggunaan obat yang tidak rasional
yang tergolong kedalam Over Prescribing (pengobatan ganda untuk GERD)
dan Incorrect Prescribing (pemberian OBH yang idak sesuai dengan diagnose). Over
Prescribing yaitu menggunakan obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu tinggi,
pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih dari yang diperlukan.
Over prescribing juga didefinisikan sebagai pemberian obat baru dan mahal
padahal tersedia obat lama yang lebih murah yang sama efektif dan sama
amannya, pengobatan simptomatik untuk keluhan ringan sehingga dana untuk
penyakit yang berat tersedot, atau penggunaan obat dengan nama dagang
walaupun tersedia obat generik yang sama baiknya. Incorrect Prescribing yaitu obat
yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat untuk suatu indikasi tertentu tidak
tepat, penyediaan ( di apotek, rumah sakit) salah, atau tidak disesuaikan dengan
kondisi medis, genetic, lingkungan, faktor lain yang ada pada saat itu.

Anda mungkin juga menyukai