Ca Nasofari
Ca Nasofari
Ca Nasofari
STATUS PASIEN
1
setiap hari terutama di pagi hari. Selain itu pasien mengeluh pendengaran kedua
telinga berkurang, terasa tidak nyaman dan seperti mampet terutama telinga kiri.
Pasien juga mengeluh nyeri kepala cekot-cekot, hilang timbul, semakin memberat,
timbul tiba-tiba saat pagi hari dan hilang menjelang siang. Pasien tidak mengeluh
pandangan ganda, namun pasien mengeluh pandangan agak sedikit kabur. Pasien
dibawa oleh keluarga berobat di RS Dokter Kariadi Semarang, dan dilakukan
endoskopi dan biopsi nasofaring. Hasil biopsi didapatkan suspek karsinoma
nasofaring. Pasien dan keluarga dimotivasi untuk dilakukan biopsi ulang dan
kemoradiasi, namun pasien menolak dan pulang. Pada tanggal 22 April 2015,
Benjolan di leher dirasa menimbulkan nyeri tertusuk sehingga pasien menjadi
sulit untuk menelan dan bernafas, kemudian pasien dibawa ke RSUD Ambarawa.
Selama di Igd pasien diberi oksigen. Keluarga pasien meminta untuk dirawat inap
dan menolak untuk dirujuk kembali ke RS dokter Kariadi. Selain sulit bernafas,
pasien juga mengeluh nyeri kepala seperti tertusuk,hidung mampet, Pendengaran
berkurang dan telinga sebelah kiri sakit, pandangan sedikit kabur, sulit menelan
dan agak sedikit sakit jika menelan. Selama anamnesis suara pasie serak dan
pasien sulit mengucapkan kalimat dan terkadang berhenti sesekali di tengah
kalimat
2
4. Riwayat sosial Ekonomi:
Pasien merupakan perokok aktif sejak SMP sampai saat ini, 1 hari pasien
bisa menghabiskan 2 bungkus rokok.
Pola makan pasien tidak teratur, dan pasien sering mengkonsumsi makanan
instant dan ikan asin.
Pasien bekerja sebagai buruh bangunan kasar dan tidak pernah memakai alat
peindung terutama masker
5. Anamnesa Sistem :
Sistem serebrospinal : Pusing cekot-cekot
Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : Sesak nafas
Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem Muscukoskeletal : tidak ada keluhan
Sistem Integumen : tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : tidak ada keluhan
6. Resume Anamnesa :
Tn. JM 47 tahun datang dengan riwayat benjolan dileher yang semakin
lama semakin besar dan mengganggu. Pasien juga mengeluh benjolan tersebut
mengakibatkan pasien sulit untuk menelan sehingga pasien jarang makan. Sering
mengeluh nyeri kepala cekot-cekot, pandangan kabur, hidung tersumbat,
pendengaran di berkurang dan nyeri terutama di telinga kiri. Awal tahun 2015
dilakukan biopsy nasofaring dan didiagnosis suspect carcinoma nasofaring.
Pasien dan keluarga dimotivasi untuk biopsy ulang dan kemoradiasi namun
keluarga menolak.
B. PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 22 April 2015)
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit berat, kesan status gizi cukup
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/69 mmHg
Nadi : 108x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
3
Suhu : 37,40C
SpO2 : 98 %
Kepala
Normosephal . Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher
Inspeksi : Pembesaran KGB (+) di 1/3 lateral kiri dan kanan atas
Palpasi : Teraba massa di region submandibularis sinistra dan dextra,
nyeri tekan (+)
Thoraks
Paru
I : Dada tampak simetris pada thoraks dextra dan sinistra,
tidak terlihat retraksi intercosta
Pa : Gerakan nafas teraba simetris pada thoraks dextra dan
sinistra, fremitus suara teraba simetris pada thoraks dextra
dan sinistra
Pe : Batas paru-hepar : ICSVI MCL dextra
A : Wheezing (-/-), Rhonki (-/-), vs (+/+)
Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis tidak teraba
Pe : Batas jantung :
Batas jantung atas : ICS IIIMCL sinistra
Batas jantung kanan : parasternal line dextra
Batas jantung kiri : ICS V II jari lateral MCL sinistra
Batas jantung bawah : ICS VI MCL sinistra
A : S1/S2 normal, thrill (-), gallop (-), murmur (-)
Abdomen
I:
Bentuk datar
Gerakan peristaltik tidak terlihat
Massa (-)
4
A : Peristaltik usus normal
Pa :
Soefl
Hepar tidak teraba
Lien tak teraba
Nyeri tekan epigastrium (-)
Pe : Timpani di seluruh abdomen
Ekstremitas atas dan bawah
Edema (-)
Sianosis (-)
Hangat
2. Status Lokalis
Telinga :
Dekstra Sinistra
Auricula Bentuk normal, Nyeri tekan Bentuk normal, Nyeri tekan
(-), Massa (-) (-), Massa (-)
PreAuricula Tragus pain (-), Fistel (-), Tragus pain (-), Fistel (-),
abses (-) abses (-)
RetroAuricula Nyeri tekan (-), abses (-), Nyeri tekan (-), abses (-),
edema (-), Hiperemis (-) edema (-), Hiperemis (-)
Mastoid Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
CAE Serumen (+), hiperemis (-) Serumen (+), hiperemis (-)
discharge mukopuruloen (-), discharge mukopuruloen (-),
corpus alienum(-) corpus alienum(-)
Membran timpani
Perforasi (-) (-)
Cone Of Light Positif arah jam 5 Positif arah jam 7
Warna Putih keabuan seperti Berwarna merak pink
mutiara
Bentuk Cekung Cekung
5
Hidung
Dekstra Sinistra
Hidung luar Bentuk(Normal), Bentuk(Normal),
Hiperemi(-), Nyeri tekan Hiperemi(-), Nyeri tekan
(-), Deformitas (-) (-), Deformitas (-)
Rinoskopi Anterior
Vestibulum Nasi Normal, Ulkus (-) Normal, Ulkus (-)
Cavum Nasi Bentuk(Normal), Bentuk ( Normal)
Mukosapucat(-), Mukosapucat(-),
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus Nasi Media Mukosa Hiperemi (-), Mukosa Hiperemi (-),
Sekret (+ bening kental) Sekret (+ bening kental)
Massa (-) Massa (-)
Konka Nasi inferior Edema (-), Mukosa Edema (-), Mukosa
Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Septum Nasi Deviasi (-), Perdarahan Deviasi (-), Perdarahan
(-), Ulkus (-) (-), Ulkus (-)
Pemeriksaan Tenggorokan
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna pucat, sudut bibir
mencong ke kiri.
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Lidah Permukaan lidah putih, tampak seperti sisa
makanan, atrofi (-), Deviasi kearah kiri.
Geligi
Uvula
Palatum Mole
Faring Tidak dapat dievaluasi karena pasien susah
Tonsila palatin membuka mulut, lebarnya 2 jari
Fossa tonsillaris dan
arkus faringus
6
3. Status Neurologicus
a. Kesadaran
Kompos mentis, GCS (E4 V5 M6)
b. Kepala
Bentuk normal, simetris. Pericranial tenderness (-/-)
c. Leher
Pergerakan (+).
d. Pemeriksaan Saraf Kranialis
7
Troklearis (IV)
Pergerakan mata torsi superior Normal Normal
Trigeminus (V)
Membuka mulut Terbatas, lebar 2 jari
Mengunyah Normal
Menggigit Normal
Sensibilitas muka Normal Normal
Abdusens (VI)
Pergerakan mata ke lateral (+) (+)
Fasialis (VII)
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Vestibulokoklearis (VIII)
Fungsi pendengaran Normal Normal
(Subjektif)
Detik arloji Normal Normal
Suara berbisik (+) (+)
Tes Rinne, Scwabah, weber Rinne (positif) Rinne (positif)
Weber (lateralisasi -) Weber(lateralisasi-)
Scwabah ( Sama Scwabah ( Sama
dengan pemeriksa dengan pemeriksa
Glossofaringeus (IX)
Perasaan lidah (bagian Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
belakang)
Refleks muntah (+) (+)
Suara sengau (+) (+)
8
Vagus (X)
Bicara (+) serak (+)serak
Menelan Sulit sulit
Assesorius (XI)
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan kepala (+) (+)
Hipoglossus (XII)
Pergerakan lidah Berkurang
Deviasi kearah kiri
Artikulasi Berkurang
Pemeriksan otonom
Fungsi BAB : dalam batas normal
Fungsi BAK : dalam batas normal
Keringat : Normal
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi 24 Januari 2015
No Jenis Pemeriksaan Dekstra Sinistra
1 Nasoskopi
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) (-)
Konka Inferior Hipertrofi (-) Hipertrofi(-)
Konka Media Edema(-), Hipertrofi(-) Edema(-), Hipertrofi(-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Massa (-) (-)
Lain-lain (-) (-)
2 Nasofaringoskopi
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret Discharge (+) mukoid Discharge (+) mukoid
OsteumTubaeustachi Tidak tampak Tidak tampak
Torus Tubarius Sulit dinilai Sulit dinilai
9
Fossa rosen mulleri Sulit dinilai Sulit dinilai
Massa (+)Permukaan rata, (+)Permukaan rata, tidak
tidak rapuh, tidak rapuh, tidak mobile
mobile
Lain-lain
3 Sinuskopi
Mukosa Tidak dilakukan (TDN) TDN
Osteum TDN TDN
Tubaeustachii
Massa TDN TDN
Lain-lain TDN TDN
4 Laringoskopi
Pangkal lidah TDN TDN
Valekula TDN TDN
Epiglotis TDN TDN
Plika Ari epiglotika TDN TDN
Ariteroid TDN TDN
Fossa Piriformis TDN TDN
Plika Ventrikularis TDN TDN
Plika Vokalis TDN TDN
Gerakan TDN TDN
Aproksimasi TDN TDN
Massa TDN TDN
Lain-lain TDN TDN
KESAN: Tampak Massa di Nasofaring kanan dan kiri, permukaan rata,
tidak rapuh, tidak mobile
10
Mikroskopik
Setelah potong dalam tipis serial, sediaan biopsi nasofaring menunjukan
keeping jaringan yang sebagian tampak dilapisi epitel pseudostratified bersilia,
diantaranya tampak infiltrasi kelompok-kelompok sel epithelial yang sedikit
sekali, berinti bulat, oval, pleomorfik, hiperkromatik, kromatin kasar, nucleoli
prominen, mitosis abdnormal sedikit ditemukan dengan stroma jaringan ikat
fibrous kolagen sembab hiperemis bersebukan limfosit, histiosit, leukosit
PMN.
Kesimpulan
Infiltrasi sel-sel ganas epithelial
Catatan : Jenis Sulit ditemukan karena sel ganas yang ditemukan sedikit sekali
Saran :
Biopsi Ulang.
1.2 Diagnosis
Diagnosis utama : Carcinoma nasofaring
Otitis Media Akut Aurikula Sinistra stadium hiperemis
Diagnosis Banding : Limfoma
11
1.3 Planning
Rencana terapi :
Medikamentosa :
- Infus RL 20 tpm
-Ketorolac 2x30mg
- Ranitidine 2x1 amp
- Mecobalamin 1x1
- Vitamin C 1x1
Non-Medikamentosa:
-Tirah baring
-Diet lunak
- Biopsi ulang
1.4 FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Aurikula:
AD: Membran
timpani utuh,
mukosa
normal,
serumen +
AS: Membran
12
timpani utuh,
mukosa
normal
serumen +
Nasal :
Deviasi
septum (-),
Sekret (+/+)
mukoid
Oris:
Tonsil t1-t1
Atrofi lidah (-
) Karies dentis
(-) sudut bibir
mencong ke
kiri, lidah
deviasi ke kiri
24-4-2015 Pasien TD : 120/80
08.00 mengeluh sulit HR : 78 Karsinoma Terapi lanjut
menelan, RR : 19 Nasofaring
telinga sakit, T : 36,7 Motivasi ulang untuk
hidung rujuk
tersumbat
Keluarga
pasien
menolak untuk
dirujuk
13
dirujuk
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batas nasopharing3 :
15
Bangunan yang penting pada nasopharing4
16
Nasopharing akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding
posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata etrtentu seperti
hak.
Fungsi nasopharing4 :
Sebagai jalan udara pada respirasi
Jalan udara ke tuba eustachii
Resonator
Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
Gaya gravitasi
Gerakan menelan
Gerakan silia (kinosilia)
Gerkan usapan palatum molle
2.2 DEFINISI
Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan
rasio 2-3:1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin
ada hubungannya dengan faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain.
17
daerah dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya
pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya.6
Dijumpai pula kenaikan angka kejadian ini pada komunitas orang perahu
(boat people) yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal
ini tampak mencolok pada saat terjadi pelarian besar besaran orang Vietnam dari
negaranya. Bukti epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini di
Singapura.6
18
Ada peneliti yang mencoba menghubungkannya dengan merokok, secara
umum resiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan
perokok. Ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika
utara dan Hongkong merupakan hasil dari mengurangi frekuensi merokok.
Adanya hubungan antara faktor kebiasaan makan dengan terjadinya KNF
dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang tinggi pada
mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton
(Cantonese-style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan
lamanya mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina
makanan ini mulai digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih.2
1. Bentuk ulseratif
Bentuk ini paling sering terdapat pada dinding posterior dan di daerah
sekitar fosa rosenmulleri. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan
tuba eustachius dan pada bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil
disertai dengan jaringan yang nekrotik dan sangat mudah mengadakan infiltrasi
ke jaringan sekitarnya. Gambaran histopatologik bentuk ini adalah karsinoma
sel skuamosa dengan diferensiasi baik.
19
2. Bentuk noduler/lubuler/proliferatif
3. Bentuk eksofitik
Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu sisi nasofaring, tidak
dijumpai adanya ulserasi, kadang-kadang bertangkai dan permukaannya licin.
Tumor jenis ini biasanya tumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi
seluruh rongga nasofaring. Tumor ini dapat mendorong palatum molle ke
bawah dan tumbuh kearah koana dan masuk ke dalam rongga hidung.
Gambaran histopatologik berupa limfasarkoma.
20
Klasifikasi EBV :
2.5 PATOLOGI
Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid
icosahedral dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat
berasosiasi dengan beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T,
mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas
yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan
Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga
berhubungan dengan KNF, yaitu2 :
1. Adanya infeksi EBV
2. Faktor lingkungan
3. Genetik
1) Virus Epstein-Barr2
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten
dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama
yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada
limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen
komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul
EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini
merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam
DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal.
Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel
nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua
reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel
nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor). Sel
yang terinfeksi oleh virus Epstein-Barr dapat menimbulkan beberapa
21
kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus Epstein-
Barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus Epstein- Barr yang
menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali
menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel
dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga
terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.
Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten,
yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1
berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein
transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang
dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen
yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur
protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam
amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan
200 asam amino pada ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1
menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan
meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan
menghambat respon imun lokal.
2) Genetik2
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif menonjol dan memiliki agregasi familial.
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen)
dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah
gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1
bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan
karsinogen.
3) Faktor lingkungan2
Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang
berada di berbagai daerah di Asia dan Amerika Utara, telah dikonfirmasikan
bahwa ikan asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar
nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan
nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik
karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yang terkena
paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu
kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan
kembali infeksi dari EBV.
22
2.6 GEJALA DAN TANDA1
a. Nasal sign :
Pilek lama yang tidak sembuh.
Epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya
sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah
jambu.
Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.
b. Ear sign :
Tinitus. Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi tuba oklusi,
karena muara tuba eustachii dekat dengan fosa Rosenmulleri. Tekanan
dalam kavum timpani menjadi menurun sehingga terjadi tinnitus.
Gangguan pendengaran hantaran
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
GEJALA STADIUM LANJUT
a. Eye sign :
Diplopia. Tumor merayap masuk foramen laseratum dan menimbulkan
gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan
menimbulkan kebutaan.
b. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
c. Cranial sign
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada
penderita. Gejala ini berupa :
Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara
hematogen.
Sensitibilitas daerah pipi dan hidung berkurang.
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni akibat paralisis dari pita suara
23
Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX,
N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
o Lidah
o Palatum
o Faring atau laring
o M. sternocleidomastoideus
o M. trapezeus
2.7 DIAGNOSIS
2. Pemeriksaan nasofaring
Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop.
3. Biopsi nasofaring1,2,4
Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik
ditunjang dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau
sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian,
hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan
dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
biopsy). Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri
konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan
dilakukan biopsy.
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang
dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut
ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung.
Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum
mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kacalaring dilihat daerah
nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut
24
atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor
akan terlihat lebih jelas.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan
mala dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam
narcosis.
5. Pemeriksaan Radiologi1,4,9
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan
penunjang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologik
tersebut adalah:
Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada
daerah nasofaring
Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.
a. Foto polos
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam
mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
25
Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue
technique)
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
b. CT Scan
Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan
radiografi polos adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik,
sedangkan bila kecil mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih jika
perluasan tumor adalah submukosa, maka hal ini akan sukar dilihat dengan
pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika penyebaran ke jaringan
sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam
mendeteksi hal tersebut. Keunggulan CT Scan dibandingkan dengan foto
polos ialah kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas
pada daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-
perubahan pada tulang, dengan kriteria tertentu dapat dinilai suatu tumor
nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat dinilai
apakah sudah ada perluasan tumor ke jaringan sekitarnya, menilai ada
tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intrakranial.
6. Pemeriksaan Neuro-Oftalmologi
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak
melalui beberapa lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi
sebagai gejala lanjut KNF ini.
7. Pemeriksaan Serologi1
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA
(capsid antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam
mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta
mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III
dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer
berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA
sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan
ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan, titer yang didapat
berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.
26
2.8 DIAGNOSIS BANDING2,9
a. Hiperplasia adenoid
Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa, pada anak-anak
hiperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat
suatu massa jaringna lunak pada atap nasofaring umunya berbatas tegas dan
umunya simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda-tanda
infiltrasi seprti tampak pada karsinoma.
b. Angiofibroma juvenilis
Baisanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai
KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltratf. Pada
foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas tegas.
Proses dapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang
menimbulkan destruksi tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor.
Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus
maksilaris yang dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan
vaskular maka arteriografi carotis eksterna sangat diperlukan sebab
gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan
angiofibroma juvenilis dengan polip hidung pada foto polos.
d. Neurofibroma
Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga
menyerupai keganasan di dinding lateral nasofaring. Secara CT Scan,
pendesakan ruang para faring kearah medial dapat membantu membedakan
kelompok tumor ini dengan KNF.
27
f. Chordoma
Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat
KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan
untuk membedakannya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau
destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu melihat apakah ada
pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena chordoma umunya tidak
memperhatikan kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan KNF sering
bermetastasis ke kelenjar getah bening.
2.9 STADIUM1
28
Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1 M0
Stadium IV : T4 N0,N1 M0
Tiap T N2,N3 M0
Tiap T Tiap N M12
2.10 PENATALAKSANAAN
a. Radioterapi1,9,10
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma
nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang
parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah serta
klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan
preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar. Metode brakhiterapi,
yakni dengan memasukkan sumber radiasi kedalam rongga nasofaring saat ini
banyak digunakan guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi
tidak menimbulkan cidera yang serius pada jaringan sehat disekitarnya.
Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah memeperoleh dosis radiasi
eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan kanker atau pada kasus
kambuh lokal.
perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah memungkinkan pemberian
radiasi yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan menimbulkan efek
samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT (Intersified
Modulated Radiotion Therapy) telah digunakan dibeberapa negara maju.
Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA
Ribose Nucleic Acid dan (2) DNA Desoxy Ribose Nucleic Acid . DNA
terutama terdapat pada kromosom ionizing radiation menghambat
metabolisme DNA dan menghentikan aktifitas enzim nukleus. Akibatnya pada inti
sel terjadi khromatolisis dan plasma sel menjadi granular serta timbul vakuola-
vakuola yang akhirnya berakibat sel akan mati dan menghilang. Pada suatu
keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium profase mitosis
merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. Daerah nasofaring dan
29
sekitarnya yang meliputi fosa serebri media, koane dan daerah parafaring
sepertiga leher bagian atas. Daerah-daerah lainnya yang dilindungi dengan blok
timah. Arah penyinaran dari lateral kanan dan kiri, kecuali bila ada penyerangan
kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu penambahan lapangan radiasi
dari depan. Pada penderita dengan stadium yang masih terbataas (T1,T2), maka
luas lapangan radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai 4000 rad ,
terutama dari atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat.
Dosis radiasi
Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 7000 rad, dalam waktu 6
7 minggu dengan periode istirahat 2 3 minggu (split dose). Alat yang biasanya
dipakai ialah cobalt 60, megavoltage, orthovoltage
Respon radiasi
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon
terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan
pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan
kriteria WHO :
- Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar.
- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
30
- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
- Anoreksi
- Xerostamia (kekeringan mukosa mulut akibat disfungsi kelenjar parotis
yang terkena radiasi)
- Eritema
Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :
- Kontraktur
- Penurunan pendengaran
- Gangguan pertumbuhan
b. Kemoterapi9,11
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata
dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau
pada keadaan kambuh.
31
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi
yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal
yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan sel pada
traktus gastrointestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi
sumsum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro
intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna.
Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan rambut. Jaringan tubuh
normal yang cepat proliferasi misalnya sumsum tulang, folikel rambut, mukosa
saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker
menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama
dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker
32
meningkatkan survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik
lewat mikrosirkulasi.
Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten,
memiliki manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang
sudah sempat terpapar radiasi.
33
Kelemahan Kemoradioterapi
c. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi
leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer
sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan
serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada
kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil
diterapi dengan cara lain.2
d. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat
diberikan imunoterapi.6
2.11 PROGNOSIS2
34
Ras Cina dari pada ras kulit putih
Adanya pembesaran kelenjar leher
2.12 KOMPLIKASI2
a. Petrosphenoid sindrom
b. Retroparidean sindrom
35
N. X : hiper/hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi dan saliva.
c. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah
tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang
buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat
mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %,
sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
2.13 PENCEGAHAN1
36
BAB III
PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas normal, Pemeriksaan
telinga didapatkan serumen di kedua telinga, dan membrane telinga sebelah kiri
tampak kemerahan, diduga merupakan otitis media akut (OMA). Adanya otitis
media akut kemungkinan disebabkan karena faktor higienitas pasien yang kurang
atau akibat karsinoma nasofaring yang menyebabkan oklusi tuba telinga kiri,
sehingga menimbulkan resiko OMA. Pada pemeriksaan hidung didapati discharge
mukoid dikedua hidung. Pada pemeriksaan tenggorokan sulit untuk diperiksa.
Pemeriksaan leher didapati benjolan di kedua leher, konsistensi agak kenyal,
jumlah 1, immobile, permukaan licin, terfiksir. Massa ini kemungkinan adalah
pembesaran kelenjar getah bening leher (KGB), yang menunjukkan telah terdapat
metastasis secara limfogen pada karsinoma nasofaring. Pembesaran KGB juga
dapat terjadi pada limfoma. Perlu dicari pembesaran KGB lain di bagian tubuh
lain untuk meningkatkan kecurigaan limfoma. Pada pemeriksaan neurologis,
ditemukan gangguan pada N VII yang ditandai oleh sudut bibir yang asimetris
37
condong ke kiri, selain itu terdapat gangguan pada N XII yang ditandai oleh
deviasi lidah kearah kiri ketika dijulurkan. Suara sengau dan serak pada pasien
dicurigai adanya parese pada N IX. Kesukaran untuk menelan diakibatkan karena
gangguan N X. Gangguan pada nervus kranialis tersebut mengarahkan bahwa
karsinoma nasofaring telah meluas hingga ke daerah otak.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
40