Anda di halaman 1dari 13

1

TINJAUAN PUSTAKA

I. Sejarah
Sekitar tahun 600, seorang muslim menggunakan pipa untuk
mempertahankan jalan nafas dengan menggunakan perak, dilanjutkan William
MacEwen (1948-1924) di Glasgow pada tahun 1878 memasukan pipa ke dalam
trakea untuk mempertahankan jalan nafas pada pasien obstruksi pada pasien
difteri. Barthelemy dari Perancis menggunakan kateter karet dimasukan ke dalam
trakea sebagai penghantar kloroform di saat operasi. Samuel james (1851-1920)
dari Amerika Serikat menggunakan pipa kecil yang dimasukan sampai dengan
karina sebagai penghantar gas anestesi. Pipa dengan cuff diperkenalkan oleh Ralp
Milton dan Arthur Guedel pada tahun 1928. Balon pilot diternangkan oleh Victor
Eisenmenger (1864-1932).(3)

II. Definisi
Intubasi endotrakeal adalah memasukan pipa endotrakeal (Endotracheal
Tube/ET) ke dalam trakea melalui hidung atau mulut. ET dapat digunakan sebagai
penghantar gas anestesi ke dalam trakea dan memudahkan kontrol ventilasi dan
oksigenasi. Endotracheal Tube sesuai dengan namanya adalah pipa kecil yang
dimasukan ke dalam trakea, tindakannya dinamakan intubasi endotrakea.(3)
Hanya tenaga berpengalaman yang boleh melakukan intubasi endotrakeal.
Inubasi endotrakeal adalah proses memasukan pipa endotrakeal ke dalam trakea
pasien. Bila pipa dimasukan ke dalam mulut disebut intubasi orotrakea bila
melalui hidung disebut intubasi nasotrakhea. Intubasi di dalam trakhea ini
termasuk dalam tata laksana jalan nafas lanjut.(2)

III. Pipa Endotrakea/Endotracheal Tube (ET)


Pipa trakea (endotraceal tube) mengantar gas anestetik langsung ke dalam
trakea dan biasanya terbuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter
luban pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan
dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di bawa usia

1
2

lima tahun hampir bulat sedangkan dewassa seperti huruf D maka untuk bayi
digunakan tanpa kaf (cuff) dan untuk anak dewasa-besar dengan kaf, supaya tidak
bocor. Pengunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir
trakea dan selain itu jika kita ingin menggunakan pipa trakea dengan kaf pada
bayi harus mengunakan ukuran pipa trakea yang diameternya lebih kecil dan ini
membuat risiko tahanan nafas lebih besar.(1)
Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui
hidung (nasotracheal tube). Pipa trakea dipasaran bebas dikenal beberapa ukuran
dan perkiraan ukuran yang diperlukan dapat diliat pada tabel di bawah ini. (1)
Kegunaan pipa endotrakea adalah:
1. Memelihara jalan nafas atas terbuka (paten).
2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk
memelihara pengembangan paru yang adekuat.
4. Mencegah jalan nafas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan
dari mulut, kerongkongan atau jalan nafas atas.
5. Mempermudah penyedotan dalam trakea.
6. Sebagai alternatif untuk memasukan obat (atropin, vasopresin, epinefrin dan
lidokain) pada waktu resusitasi jantung-paru bila akses intravena atau
intraoseus belum ada.

ET untuk orang dewasa memiliki sistem inflasi cuff yang terdiri dari katup,
balon pilot, inflating tube, dan cuff. Katup berfungsi untuk mencegah hilangnya
udara setelah cuff diinflasi. Balon pilot sebagai indikator inflasi cuff. Inflating
tube menghubungkan katup dengan cuff dan dibuat menempel pada dinding ET.(3)
Cuff balon dekat ujung distal ET dibuat menjadi satu dengan ET. Fungsi
utama cuff adalah memberikan tekanan positif dan mengurangi risiko aspirasi dan
mencegah kebocoran udara nafas saat dilakukan tekanan positif, hal ini terjadi
setelah cuff dikembangkan sampai tidak terdengar lagi suara nafas.(3)
Cuff diinflasi sampai dengan tidak ada udara inspirasi yang bocor tetapi
dapat mencegah dari aspirasi dan tidak menimbulkan kerusakan dinding
mukosa.(3)
3

Tube non cuff digunakan pada anak untuk mengurangi risiko trauma tekanan
dan batuk setelah intubasi. ET non cuff digunakna untuk anak usia kurang dari
delapan tahun, ini dikarenakan bentuk anatomi subglotis yang sempit ukuran ET
dinyatakna dalam mm berdasarkan diameter internal yang tertera dan yang ada
pula yang dinyatakan dalam French Unit. ET juga mempunyai ukuran panjang
dalam cm. Ukuran rata-rata wanita adalah 7,0-7,5 mm, sedang untuk pria 7,5-8,0
mm.(3)
Ada cara lain dalam menentukan ukuran ET yaitu dengan menggunakan
patokan sebesar jari kecil (kelingking) dari pasien, sedang kedalaman insersinya
yaitu sebesar diameter internal (ukuran ET) dikalikan tiga. Misalnya ukuran ET
nomor 4 maka kedalaman insersinya 4 x 3= 12 cm.(3)
a. Untuk nasal ditambahkan 2-3 cm.
b. Panjang insersi berdasarkan perhitungan: diameter internal x 3 cm.
c. Bayi baru lahir:6 + berat dalam kilogram.
4

Berikut ini pedoman yang dipakai dalam menentukan ukuran ET:

Tabel 1
Ukuran Rata-rata ET Sesuai Umur Pasien(3)
Umur Diameter Internal French Unit (mm) Panjang insersi
(mm) dari bibir ke mid
trakea (cm)
Prematur 2,5 10-12 10
Aterm 3,0 12-14 11
1-6 bulan 3,5 16 11
6-12 bulan 4,0 18 12
2 tahun 4,5 20 13
4 tahun 5,0 22 14
6 tahun 5,5 24 15-16
8 tahun 6,5 26 16-17
10 tahun 7,0 28 17-18
12 tahun 7,5 30 18-20
>14 tahun 8,0-9,0 32-36 20-24

Tabel 2
Pedoman Ukuran ET Oral(3)
Umur Diameter Internal (mm) Panjang Insersi (cm)
Bayi aterm 3,5 12
Anak 4 + 14 +
4 2
Dewasa Wanita 7-8 24
Dewasa Pria 7,5-8,5 24
5

IV. Indikasi Pemasangan Pipa Endotrakea


Intubasi trakea adalah tindakan memasukan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glotis sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi intubasi sangat bervariasi.
Ada beberapa indikasi khusus intubasi endotrakeal pada pasien, diantaranya
adalah(1,3):
1. Untuk patensi jalan nafas. Intubasi endotrakeal diindikasikan untuk menjamin
ventilasi, oksigenasi yang adekuat dan menjamin keutuhan jalan nafas.
2. Perlindungan terhadap paru dengan penutupan cuff dari ET harus
dilaksanakan pada pasien-pasien yang baru saja makan atau pasien dengan
obstruksi usus.
3. Operasi yang membutuhkan ventilasi tekanan positif paru, misalnya
torakotomi, penggunaan pelumpuh otot atau ventilasi kontrol yang lama.
4. Operasi yang membutuhkan posisi selain terlentang. Pemeliharaan patensi
jalan nafas atau penyampaian ventilasi tekanan positif pada paru tidak dapat
diandalkan.
5. Operasi daerah kepala.
6. Diperlukan untuk kontrol dan pengeluaran sekret pulmo (bronchialpulmonair
toilet)
7. Diperlukan proteksi jalan nafas pada pasien yang tidak sadar atau dengan
depresi refleks muntah (misal selama anestesi umum).
8. Adanya penyakit atau kelainan jalan nafas atas. Misalnya paralisis pita suara,
tumor supraglotis dan subglotis.
9. Aplikasi pada ventilasi tekanan positif
10. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
Selain indikasi di atas ada indikasi lain meliputi2:
1. Henti jantung, bila ventilasi kantong nafas tidak memungkinkan atau tidak
efektif.
2. Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen yang tidak
adekuat dengan alat-alat ventilasi yang tidak inasif.
3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (pasien koma).
6

V. Kesulitan Inubasi
Beberapa kesulian yang dialami dalam melakukan intubasi antara lain
karena beberapa faktor misalnya(1):
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tidak terlihat (Mallampati tiga atau empat)
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas

VI. Kontra Indikasi


Di bawah ini hanya kontra indikasi relatif pada intubasi trakea(3):
1. Trauma jalan nafas berat atau obstruksi yang tidak memberikan pemasangan
ET yang aman, cricothyrotoomi diindikasikan pada beberapa kasus.
2. Trauma servikal dimana diperlukan immobilisasi komplit.

VII. Komplikasi Intubasi


Beberapa komplikasi yang bisa timbul pada intubasi seperti1:
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi-geligi
b. Laserasi bibir, gusi dan laring
c. Merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esofagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguang fonasi
d. Edema glotis-subglotis
e. Infeksi laring, faring dan trakea
7

VIII. Teknik Intubasi Endotrakea


Alat yang harus dipersiapkan adalah(3):
1. Magil Forsep
2. Lubricans/jeli dan spray trakea
3. Suction catheter
4. Spuit
5. Plester
6. Stilet
7. Self-refilling bag-valve combination (misalnya ambubag) atau bag-valve unit
(Ayres bag), konektor, tube, sumber oksigen
8. Laringoskop dengan blade lengkung (tipe Macintosh) atau lurus (tipe Miller)
disesuaikan dengan pasien
9. ET dengan berbagai ukuran
10. Nasofaringeal airway atau orofaringeal airway
11. Sarung tangan

IX. Prosedur Persiapan


Ketika akan melakukan intubasi pada pasien, pastikan akan dilakukan
dengan aman, ini dapat diingat dengan kata SALT.(3)
Suction. Ini sangat penting, sering pada pasien terdapat material yang
membuat kesulitan visualisasi plika vokalis. Aspirsai pulmo harus dihindari.(3)
Airway. Alat airway oral adalah alat yang dapat mengangkat lidah dari
faring posterior, alat ini sering memudahkan untuk ventilasi sungkup. Ketidak
mampuan untuk memberikan ventilasi kepada pasein adalah suatu yang buruk.
Juga sumber O2 dengan meknisme penghantar (ambu-bag atau sungkup) harus
ada.(3)
Laryngoscope atau laringskop. Pencahayaan alat ini penting untuk
menempatkan ET.(3)
Tube endotrakeal yang sesuai.(3)
8

X. Perkiraan kesulitan Intubasi


Kesulitan intubasi dapat diperkirakan dengan menggunakan standar dari
Cormack dan Lehan yaitu terdapat empat derajat/kelas/grade berdasarkan
penglihatan yang dapat dicapai dengan laringoskop(3):
1. Derajat/Kelas I: semua glotis terlihat, tidak ada kesulitan
2. Derajat/kelas II: hanya glotis bagian posterior yang terlihat, hal ini
menyebabkan kesulitan ringan. Penekanan pada leher dapat memperbaiki
penglihatan terhadap laring
3. Derajat/kelas III: tidak ada bagian glotis yang terlihat tetapi epiglotis terlihat.
Dapat menyebabkan kesulitan yang agak berat
4. Derajat/kelas IV: epiglotis tidak terlihat. Dapat menyebabkan kesulitan besar
atau dapat menggunakan perkiraan dai Mallampati, yaitu Mallampati Test

Laring berfungsi mencegah benda asing masuk ke paru-paru. Larinoskop


adalah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita
dapat memasukan pipa trakea dengan baik dan benar. Laringoskop secara garis
besar dikenal dengan dua maca1:
1. Billah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa.
2. Bila lengkung (Miller, Magill) untuk anak-besar-dewasa.

Kesulitan memasukan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi


yang dijumpai. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan maksimal menuru Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi1.

Tabel 3. Tampakan rongga mulut saat mulut terbuka lebar dan lidar
menjulur maksimal
Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle
1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -
9

XI. Teknik Intubasi Orotrakea


Urutan langkahnya adalah sebagai berikut(3):
1. Mempersiapkan perlengkapan sendiri, jangan bergantung pad aorang lain
2. Mask ventilasi (diberikan oksigen dengan sungkup sebesar 10:15 L/menit).
Pilih ukuran masker yang sesuai yang dapat menutupi mulut dan hidung dan
tidak terlalu lebar menutup pipi
3. Pilih ukuran ET yang sesuai dan dua ET cadangan dengan satu buah ET
ukuran lebih kecil dan satu buah ET yang lain berukuran lebih besar
4. Periksa cuff ET dengan cara menginflasi/mengembangkan cuff kemudian
dicelupkan ke dalam air, dilihat cuff ET bocor atau tidak. Antara tube dan
konektor harus terikat secara baik
5. Beri pelicin atau jeli lidokain pada daerah cuff sampai ujung distal ET dan
stilet, paling tidak ujung stilet berada 1 cm mendekati ujung tube
6. Pilih jenis dan ukuran laringoskop yang sesuai, periksa lampu laringoskop.
Jika nyala lampu laringoskop tidak terang segera diganti dengan yang baru
yang bersinar terang. Periksa kedudukan laringoskop dan blade. Pastikan
semua alat sudah terpasang dan mudah dijangkau tangan
7. Pasien terlentang dengan posisi sniffing untuk meluruskan aksis, aksis
tersebut perlu pengaturan posisi kepala dimana oksiput ditinggikan 10 cm
dengan bantal dan kepala diekstensi sehingga trakea dan daun laringoskop
berada dalam satu garis lurus dengan bahu tetap di meja, ekstensi kepala pada
sendi atlanto-occipital. Pasien dengan leher pendek, gigi penuh, mandibula
yang tertarik ke balakang, maksila yang menonjol dan mandibula yang sukar
digerakan, bisa menghalangi/mengganggu kelurusan dari aksis oral, faring
dan laring sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam melihat glotis
dengan laringoskop
8. Letakan masker penutup mulut dan hidung pasien dengan tangan kanan.
Dengan tangan kiri, letakan jari kelingking dan jari manis pada mandibula
pasien dan diangkat untuk membuka jalan nafas bersamaan dengan menekan
masker ke wajah pasien dengan ibu jari dan telunjuk
9. Pompa kantong dengan tangan kanan
10

10. Oksigenasi pasien selama 3-5 menit kemudian pasien ditidurkan atau
dianestesi
11. Dada harus mengembang setiap pernafasan dan aliran udara sebaiknya tidak
terganggu. Bila tidak, perbaiki letak masker dan coba sekali lagi
12. Hentikan ventilasi waktu intubasi. Sebagai patokan selama mengintubasi
pasien tahanlah nafas dan hentikan upaya intubasi bila merasa tidak kuat
menahan nafas. Hal ini dilakukan untuk mencegah jangan sampai pasien
kekurangan oksigen oleh karena intubasi yang terlalu lama
13. Membuka mulut pasien dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan menyentuh
premolar mandibula dan maksila kanan secara menyilang, lepaskan gigi palsu
jika ada
14. Pegang laringoskop yang sudah menyala dengan tangan kiri dan masukan
blade dari sudut kanan mulut pasien. Dorong dan geser lidah ke kiri sehingga
lapang pandang tidak terhalang oleh lidah. Lindungi bibir dari cedera antar
gigi dengan blade
15. Anestesi lokal. Berikan anestesi pada mukosa orofaring dan jalan nafas
bagian atas dengan lidokain 2% bila memungkinkan dan pasien sadar
16. Perhatikan laring dengan cara geser dan angkat blade ke arah garis tengah
sampai terlihat uvula, faring dan epiglotis. Bila memakai blade yang
lengkung/curve (Macintosh), ujung blade diletakan pada valekula, sebelah
anterior epiglotis, didorong ke depan sampai terliat rima glotis. Pemasukan
yang terlalu dalam akan mendorong epiglotis ke bawah. Bila memakai blade
yang lurus (Mogill) ujung blade ditempatkan dibagian posterior epiglotis,
didorong ke depan sampai terlihat rima glotis. Pemasukan yang terlalu dalam
ke esofagus akan mengangkat seluruh laring keluar lapang pandang. Jangan
menggunakna gigi geligi atas sebagai titik tumpu karena gigi tersebut bisa
patah
17. Jika perlu mintalah asisten untuk menekan dan mengarahkan kartilago tiroid
ke belakang, ke kanan atau ke kiri supaya laring dapat terlihat lebih jelas.
Mintalah ia menarik sudut kanan mulut pasien sehingga ruang untuk
memasukan ET lebih luas.
11

Penekanan kartilago krikoid sampai dengan menyumba esofagus kira-kira


sebesar 30-40 N atau8-9 pound berat badan. Menekan krikoid tidak
dianjurkan pada pasien sadar (dilakukan setelah pasien benar-benar tidak
sadar) karena tindakan ini sangat tidak nyaman pada pasien sadar,
merangsang muntah, obstruksi jalan nafas, kurang efektif sebelum efek
muntah dihambat dengan meningkatkan tonus sfingter esofagus
18. Masukan ET yang sesuai ukurannya dengan tangan kanan melalui sudut
kanan mulut pasien ke dalam trakea. Sambil melihat melalui blade
laringoskop, masukan ET sampai cuff tidak terlihat dari belakang pita suara.
Jika ET tanpa cuff, ET dimasukan sampai 3-4 cm dari pita suara pada dewasa
dan tidak lebih besar dari 1-2 cm pada anak
19. Laringoskop ditarik sambil memasukan pipa orofaring
20. Cuff dikembangkan/diinflasi dengan udara lewat spuit sekitar 5-10 cc sesuai
dengan kebutuhan atau waktu menginflasi cuff sambil mendengar suara dari
mulut pasien jika suadah tidak terdengar suara kebocoran udara inflasi
dihentikan. Sebaikny aspuit yang dipakai untuk inflasi untuk cuff
dilengketkan ke tempat cuff
21. Sambil memegang ET pada sudut bibir pasien, cabut stilet jika dipakai dan
segera berikan ventilasi dan oksigen dengan unti kantong-katup-oksigen yang
terisi sendiri atau dengan sirkuit anestesi. Mulailah ventilasi dengan 100% O2
22. Auskultasi pada daerah epigastrium untuk menyingkirkan kemungkinan
intubasi esofagus. Jika pada waktu diberikan inflasi terdapat suara gurgle
pada daerah epigastrium dan dinding dada tidak mengembang berarti ET
masuk ke dalam esofagus, jika memang demikian ET segera dicabut dan
dilakkukan reintubasi. Jika tidak terdengar suara gurgle berarti masuk ke
dalam trakea
23. Segera setelah itu auskultasi daerah apeks dan basal paru kanan dan kiri untuk
menyingkirkan kemungkinan intubasi bronkus (biasanya bronkus kanan)
dengan cara membandingkan suara paru kanan dan kiri. Jika suara paru kanan
lebih besar dari kiri berarti ET masuk ke dalam bronkus kanan dan ET segera
ditarik pelan-pelan sampai terdengar suara yang sama antara kanan dan kiri
12

24. Fiksasi ET dengan plester yang melingkar yang ditempatkan di bawah dan di
atas bibir yang diperpanjang sampai ke pipi matikan isolasi disekitar tube

XII. Ekstubasi
Adapun beberapa kiteria yang ekstubasi antara lain(1):
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan.
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi.
2. Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anestesia sudah ringan dengan catatan
tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring dan faring dari sekre dan
cairan lainnya.
13

Daftar Pustaka

1. Latief, S. A., Suryadi, K. A., M. R. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2nd ed.


Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta. 2002.
2. Karo, S., Raharjoe, A. U., Sulistyo, S. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup
Jantung Lanjut ACLS Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia (PERKI). Jakarta. 2008.
3. Soenarjo., Jatmiko, H. D. Anesteiologi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Anestesi dan Terapi Intensif (Perdatin). Semarang. 2013.

Anda mungkin juga menyukai