Anda di halaman 1dari 636

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. ORYZA | DR.

REZA
DR. RESTHIE | DR. CEMARA | DR. REYNALDO

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
I L MU
P E N YA K I T
DALAM
1. Tuberkulosis
Tuberkulosis primer
M. tb saluran napas sarang/afek primer di bagian paru mana
pun saluran getah bening kgb hilus (limfadenitis regional).
Dapat sembuh tanpa bekas atau terdapat garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus.
Morfologi: radang puth keabuan, perkejuan sental.

Tuberkulosis postprimer/reaktivasi
Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
1. Tuberkulosis

Gejala respiratori: batuk 2 minggu, batuk darah,


Gejala Klinis sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam,
malaise, keringat malam, turun berat badan

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior),


PF apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum

Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior


Roentgen lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas,
Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.


1. Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3
Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
Pasien TB paru terdiagnosis klinis
Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Pasien kambuh
Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up)

Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


1. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


1. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Pemantauan Tatalaksana TB
2. Limfadenitis
Lymphadenitis is the inflammation or enlargement of a
lymph node.
Patients with a clinical history of any of the following
may be at risk for developing lymphadenitis:
Symptoms of an upper respiratory tract infection, sore
throat, earache, coryza, conjunctivitis, or impetigo
Fever, irritability, or anorexia
Contact with animals, especially kittens or livestock
Recent dental care or poor dental health
Recent use of hydantoin and/or mesantoin
2. Limfadenitis Bakterial
Penyebab tersering: Tanda & Gejala
Staphylococcus aureus dan Demam, nyeri tekan,
Streptococcus grup A fluktuasi, dan tanda radang
Limfadenopati regional
Tatalaksana Dapat disertai nyeri telinga
Antibiotik oral/ intravena atau tenggorok
tergantung derjata penyakit. Berlangsung akut <7hari
Jika tidak ada perbaikan Lab: leukositosis, kultur
dapat dilakukan USG/ CT- resistensi jika diperlukan.
Scan
Surgical excision, jika abses
terbentuk
3. Nyeri Sendi
Gout:
Transient attacks of acute
arthritis initiated by
crystallization of urates
within & about joints,

leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.

Tophi: large aggregates of


urate crystals & the
surrounding
inflammatory reaction.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout Tophy in chronic gout
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
Kriteria Klasifikasi Gout ACR/EULAR
2015
Step Kategori
Langkah 1: Terdapat minimal 1 episode bengkak,
Kriteria Syarat atau nyeri di sendi perifer atau bursa
(Harus dipenuhi agar kriteria dapat
digunakan)
Langkah 2: Ditemukannya kristal MSU di sendi yang
Kriteria Cukup sakit atau bursa (cairan synovial) atau
(Apabila ditemukan, diklasifikasikan tofus
sebagai gout tanpa harus memenuhi
kriteria di bawah
Langkah 3: Klasifikasi gout jika skor > 8
Kriteria Skor maksimal 23
(Digunakan jika kriteria cukup tidak
dipenuhi
Kriteria Klasifikasi Gout ACR/EULAR 2015
Kriteria Klinis Kategori Skor
Pola keterlibatan sendi atau bursa selama Pergelangan kaki atau midfoot (episode 1
periode simptomatik monoartikuler atau oligoartikuler tanpa
keterlibatan sendi MTP 1)

Keterlibatan sendi MTP 1 2


Karakteristik episode simptomatik: Karakteristik yg ditemukan:
- Eritem pada sendi yang sakit 1 karakteristik 1
- Tidak dapat disentuh atau ditekan 2 karakteristik 2
pada sendi yg sakit 3 karakteristik 3
- Kesulitan berjalan atau tidak mampu
menggunakan sendi yg sakit

Rentang episode (terdapat >2 hal berikut)


- Onset nyeri maksimal <24 jam Satu episode tipikal 1
- Resolusi gejala <14 hari Episode tipikal berulang 2
- Terdapat resolusi komplit diantara
episode
Terdapat tofus Ada 4
Kriteria Klasifikasi Gout ACR/EULAR 2015
Kriteria Klinis Kategori Skor
Kriteria laboratoris
Kadar asam urat serum <4 mg/dL -4
6-<8 mg/dL 2
8-<10 mg/dL 3
>10 mg/dL 4

Analisis cairan synovial pada sendi atau MSU negatif -2


bursa yang sakit
Kriteria pencitraan
Bukti pencitraan terdapat deposisi urat di Ada 4
sendi atau bursa yang sakit atau
gambaran double contour pada USG atau
deposisi urat dengan dual-energy
computed tomography

Bukti imejing kerusakan sendi terkait Ada 4


gout: ditemukannya minimal 1 gambaran
erosi pada tangan atau kaki pada
radiografi konvensional
Recommended first-line options for acute flare are colchicine (within 12
hours of flare onset) at a loading dose of 1 mg followed 1 hour later by 0.5
mg on day 1
and/or an NSAID (plus a proton pump inhibitor if appropriate), oral
corticosteroids (3035 mg/day of equivalent prednisolone for 35 days)
or articular aspiration and injection of corticosteroids.
The task force does not prioritise between these options because of no
direct comparative evidence
Colchicine and NSAIDs should be avoided in patients with severe renal
impairment. Colchicine should not be given to patients receiving strong P-
glycoprotein and/or CYP3A4 inhibitors such as cyclosporin or clarithromycin.
Pada sebuah trial
menunjukkan natrium
diklofenak lebih
superior dibandingkan
dengan meloxicam
pada artritis gout
akut.
Indikasi Urate
Lowering Therapy
ULT is indicated in all patients
with
recurrent flare (2/year),
tophi, urate arthropathy
and/or renal stones.
Initiation of ULT is
recommended close to the
time of first diagnosis in
patients
presenting at a young age
(<40 years),
very high serum uric acid level
(>8 mg/dL; 480 mmol/L)
Comorbidities (renal
impairment, hypertension,
ischaemic heart disease, heart
failure)
4. Sepsis Guideline 2016

SOFA Criteria > 2 define as organ dysfunction


4. Sepsis 2016
4. Sepsis 2016
4. Perbedaan kriteria sepsis lama dan
baru

Terminologi Sepsis Kriteria Lama Sepsis 2016


Sepsis SIRS disertai dengan Disfungsi organ akibat
infeksi fokal infeksi (SOFA > 2)
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi Tidak ada
organ
Syok sepsis Sepsis dengan hipotensi Sepsis yang
walaupun dengan membutuhkan
pemberian cairan adekuat vasopressor untuk
mempertahankan
MAP>65 dan laktat >2
mmol/L
5. Sepsis
6. Diare Berdarah
IBD: a chronic condition
resulting from inappropriate
mucosal immune activation.
Ulcerative colitis
a severe ulcerating
inflammatory disease that is
limited to the colon and rectum
and extends only into the
mucosa and submucosa.
Crohn disease
Also been referred to as
regional enteritis (because of
frequent ileal involvement) may
involve any area of the GI tract
and is typically transmural.

Robbins & Kumar Pathologic basis of disease. 2010.


6. Diare Berdarah
6. Diare Berdarah
6. IBD
6. Diare Berdarah
Diagnosis Karakteristik
Crohn Diare tidak berdarah; nyeri perut tumpul pada
disease kuadran kanan bawah, dipicu atau diperparah
seteah makan, penurunan BB
Colitis Diare dengan atau tanpa darah di feses. Bila
ulcerative inflamasi mengenai rektum, darah terlihat
melapisi feses, tnesmus, urgensi, nyeri rektal, BAB
lendir

Fauci et al. Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
6. Inflammatory Bowel Disease
Faktor risiko
kanker pada kolitis
ulseratif
kronik
meluas
Riwayat Ca pada
keluarga
Kolangitis sklerosis
primer
Striktur kolom
Adanya
pseudopolip pada
kolonoskopi
Fauci et al. Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
6. Diare Berdarah
IBD:
Respon imun >>> terhadap flora
normal
Defek barrier epitel
Diare berdarah

Crohns:
Dapat menyebabkan fistula karena
ulkus transmural

String sign
Kolitis ulseratif Crohns disease
Inflamasi Mukosa Transmural
Luas area Rectum proksimal Mulut anus
Continuous Skip lesion
50% proctosigmoiditis, 30%
left-sided colitis, 20%
pancolitis
Patologi Mukosa rapuh Mukosa tidak rapuh
Ulkus difus Ulkus aphthous
Pseudopolip Cobblestone, fisura
Barium enema Tepi kabur (granularitas Lesi tajam, cobblestone,
mukosa halus) ulkus dan fisura panjang,
Haustra kolon hilang lead string sign
pipe
Mikroskopik Inflamasi superfisial Inflamasi transmural
PMN Limfosit
Abses kripti Granuloma non-kaseosa
Fibrosis, ulkus, fisura
Klasifikasi IBD Kolitis Ulseratif
Klasifikasi IBD Crohns disease
WGO Guideline on IBD Treatment
Distal UC Extensive UC CD
Mild Rectal or oral 5-ASA Topical and oral 5-ASA Sulfasalazine or other 5-
ASA for colonic disease

Metronidazole or
Rectal CS ciprofloxacin

BUD for ileal and/or right


colon
Moderate Rectal or oral 5-ASA Oral CS Oral CS
Topical and oral 5-ASA AZA or 6-MP
Rectal CS AZA or 6-MP MTX
Anti-TNF Anti-TF
Severe Rectal and oral 5-ASA IV CS Oral or IV CS
Oral of IV CS IV Cyclosporine or MTX IM or SC
Rectal CS IV infliximab IV infliximab or SC
adalimumab or SC
certolizumab

World Gastroenterology Organization Global Guidelines. IBD. 2015


WGO Guideline on IBD Treatment
Distal UC Extensive UC CD
Corticosteroid AZA or 6-MP or AZA or 6-MP or anti- AZA or 6-MP or anti-TNF
-resistant or preferably anti-TNF TNF or preferably or preferably combination
dependent or combination combination AZA/6- AZA/6-MP + anti-TNF
AZA/6-MP + anti-TNF MP + anti-TNF

Vedolizumab therapy Vedolizumab therapy is


is another alternative another alternative in
in moderate/severe moderate/severe disease
disease
Quiescent Oral or rectal 5-ASA Oral 5-ASA AZA or 6-MP or MTX

Oral AZA or 6-MP Oral AZA or 6-MP


Perianal Oral antibiotics
AZA or 6-MP
IV infliximab
SC adalimumab

World Gastroenterology Organization Global Guidelines. IBD. 2015


7. Efusi Pleura
7. Efusi Pleura
Perbedaan eksudat
dengan transudat
Tes rivalta: prinsipnya,
cairan yang mengandung
protein akan mengendap
pada pH 4-5
Transudat Eksudat

Rivalta - +

Kriteria light - +
1/lebih:
LDH cairan pleura/LDHserum >0,6
LDH cairan >2/3 LDH serum
Protein pleura/Protein serum >0,5
7. Efusi Pleura

Volume cairan pleura normal


< 30 mL

Terbentuk dari ultrafiltrasi


plasma dari kapiler di pleura
viseral

Fungsi: meminimalkan
gesekan antar-pleura

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graffs Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.
7. Efusi Pleura
Tekanan hidrostatik kapiler
mendorong cairan ke
ekstravaskular

Permeabilitas kapiler menjaga


keseimbangan pertukaran zat
intra-ekstavaskular

Tekanan onkotik menjaga


cairan tetap di dalam
intravaskular

Saluran limfatik, tempat aliran


molekul besar yang tidak bisa
masuk ke kapiler 1.Strasinger SK, Di Loren zo MS. Serous flu id. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Ph iladelphia:
F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
7. Efusi Pleura
Tekanan hidrostatik kapiler
Contoh: CHF

Permeabilitas kapiler
Contoh: inflamasi/infeksi

Aliran Limfatik
Contoh: obstruksi (keganasan),
destruksi (radioterapi)

Tekanan onkotik
Contoh: hipoalbuminemia

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..
7. Efusi Pleura
7. Efusi Pleura

Classical radiologic signs are consistent with a dependent opacity with lateral upward sloping of a
meniscus-shaped contour. The diaphragmatic contour is partially or completely obliterated, depending
on the amount of collected fluid (silhouette sign). In case of massive effusion, all the hemi -thorax can be
filled and mediastinum can be shifted contra laterally.
7. Efusi Pleura

Garis Ellis-Damoiseau garis lengkung konveks dengan puncak pada


garis aksilaris media
Segitiga Garland daerah timpani yang dibatasi vertebrae torakalis,
garis Ellis-Damoiseau dan garis horizontal yang melalui puncak cairan
Segitiga Grocco daerah redup kontralateral yang dibatasi garis
vertebrae, perpanjangan garis Ellis-Damoiseau ke kontralateral dan
batas paru belakang
8. Syok
8. Syok Kardiogenik

Gangguan fungsi
ventrikel kiri
gangguan perfusi
oksigen ke jaringan
Disebabkan oleh
infark miokard akut
Hilangnya >40%
jaringan otot pada
ventrikel kiri
8. Syok Kardiogenik
9. Atelektasis

Keadaan alveoli paru sebagian / seluruhnya tidak


terisi udara / kolaps, akibat hambatan aliran udara
yang melewati bronkhus dan percabangannya.
9. Atelektasis
1. Penyebab intrinsik
- Sumbatan dalam lumen
bronkhus
2. Penyebab Ekstrinsik
- Penekanan bronkhus dari luar
lumen
-Tekanan Ekstra Pulmonal
- Paralisis gerakan pernapasan
-Hambatan gerakan pernapasan
Pemeriksaan Fisik
Atelektasis
Inspeksi :
Gerak napas tertinggal, ICS
menyempit ( di sisi yang
mengalami atelektasis )
Palpasi :
Gerak napas tertinggal, Fremitus
raba menurun, ICS menyempit ( di
sisi atelektasis )
Perkusi :
Redup atau normal , bila terjadi
emphysema
kompensata ( batas mediastinum
bergeser ke sisi atelektasis ), letak
diafragma di sisi atelektasis
meninggi .
Auskultasi :
Suara napas & Suara percakapan
menurun ( di sisi atelektasis )
10. Lobus hepar

Pada tampakan anterior, yang mungkin teraba adalah lobus hepar kanan dan
kiri
Lobus caudatus dan quadratus pada tampakan posterior
hepar
11. EFEK SAMPING OAT
11. Efek samping OAT
12. Penyakit Paru
Definisi PPOK
Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang beracun/berbahaya
Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit

Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan


antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) & obstruksi
parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu.

Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:


Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas distal)
Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak selama 3 bulan
berturut-turut, dalam 2 tahun)
12. Penyakit Paru
A. Gambaran Klinis PPOK
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis (PPOK dini umumnya tidak ada kelainan)


Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


12. Penyakit Paru
Pemeriksaan fisis PPOK
Palpasi: pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi: pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,


letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis di leher dan edema tungkai

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


12. Penyakit Paru

Spirometri penyakit
obstruktif paru:
Forced expiratory volume/FEV1
Vital capacity
Hiperinflasi mengakibatkan:
Residual volume Normal COPD

Functional residual
Nilaicapacity
FEV1 pascabronkodilator
<80% prediksi memastikan ada
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
1. Color Atlas of Patophysiology. 1st ed. Thieme: 2000.
2. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. Lange: 2003.
3. Murray & Nadels Textbook of respiratory medicine. 4th ed. Elsevier: 2005.
4. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011
12. Penyakit Paru
12. Penyakit Paru

Chest physiotherapy
Optimize the effects of gravity and external
manipulation of the thorax by postural drainage,
percussion, vibration and cough.
A mechanical percussor may also be used to
transmit vibrations to lung tissues.
Indication
Any patient whose cough alone (voluntary or
induced) cannot provide adequate lung clearance
or the mucociliary escalator malfunctions.
Bronchiectasis, cystic fibrosis, COPD, bronchitis,
lung abscess.
12.Chest Physiotherapy
Turning
rotation of the body about its long axis
Postural Drainage
positioning of the patient and bed in such a way as to have
the carina inferior to a lung segment to be drained.
Percussion
manual rhythmic striking of the thorax over a lung
segment which is being drained.
Vibration
placement of hands along the ribs in the direction of
expiratory movement of the chest.
Directed cough
Indication of chest physiotherapy
Excessive sputum production
Reduced effectiveness of cough
History of success in treating a pulmonary problem
with CPT
Adventitious breath sounds suggestive of secretions in
the airways which persist after coughing
Change in vital signs
Abnormal chest radiograph suggesting atelectasis,
mucus plugging, or infiltrates
Significant deterioration in the indices of gas exchange
from baseline status
Postural drainage indication
Evidence or suggestion of difficulty with secretion
clearance
Adult having difficulty expectorating sputum volume
greater than approximately 25 ml/day
Evidence or suggestion of retained secretions in a
patient with an artificial airway
Presence of atelectasis caused by or suspected of being
caused by mucus plugging
Diagnosis of a disease with altered rheology such as
cystic fibrosis, bronchiectasis, or cavitary lung disease
Presence of a foreign body in the airway
Postural drainage
Percussion/vibration indication
Sputum volume or consistency suggesting a
need for additional manipulation (percussion
and/or vibration) to assist movement of sputum
in a patient receiving postural drainage
12. Contraindication to chest percussion
Acute medical/surgical Temporary transvenous
emergencies, poor or unstable pacemaker Resectable
cardiovascular disorders. pulmonary tumors (percussion
Fragile, fractured ribs or usually not done over tumor)
osteoporosis, or extremely Pain preventing patient's
unstable chest wall. cooperation.
Fresh burns, skin grafts or Extraparenchymal complications
infection on thorax. (pneumothorax, pleural effusion,
Acute bronchospasm, empyema).
untreated. Subcutaneous emphysema.
Incision or trauma to chest or Untreated pneumothorax.
upper abdomen. Acute lung abscess
Recent spinal fusion or
surgery.
Pulmonary emboli.
Directed cough
Forced Expiratory Technique (FET), also known as "huff
coughing," consists of one or two huffs (forced
expirations) from mid-to-low lung volumes with the
glottis open,
(1) followed by a period of relaxed, controlled
diaphragmatic breathing.
The process is repeated until maximal bronchial clearance
is obtained, and can be reinforced by self-compression of
the chest wall using a brisk adduction movement of the
upper arms.
(2) Manually assisted cough is the external application
of mechanical pressure to the epigastric region or
thoracic cage coordinated with forced exhalation.
13. Aspirin
AHA/ACCF Secondary Prevention and Risk Reduction Therapy for
Patients With Coronary and Other Atherosclerotic Vascular Disease: 2011
Update:
Aspirin 75162 mg daily is recommended in all patients with coronary
artery disease unless contraindicated. (Level of Evidence: A)

The Role of Aspirin in the Prevention of Cardiovascular Disease. Clin Med


Res. 2014 Dec; 12(3-4): 147154.
all guidelines are clear that aspirin is inappropriate for patients with
aspirin intolerance and those at increased risk of gastrointestinal
bleeding or hemorrhagic stroke, which is usually evident from a
previous history of such conditions.
These aspirin contraindications are relatively uncommon, however,
and the benefits of CVD risk reduction typically outweigh the bleeding
risks for most patients at high CVD risk.
13. Aspirin
13. Aspirin
Aspirin can cause gastrointestinal ulcers to form and
cause pre-existing ulcers to bleed.
Clinicians have therefore withheld aspirin at the time
of acute gastrointestinal bleeding.
The antiplatelet effects of aspirin persist for at least
7 days after discontinuation.
People with acute upper gastrointestinal bleeding who
are already taking low-dose aspirin to prevent further
vascular events should be advised to continue taking
aspirin if their bleeding has stabilised so that the
benefit of taking aspirin can be maintained.
14. Caries-Pulpitis-Necrosis-
Periodontitis-Abscess
Karies mengakibatkan bakteri dapat
menginfeksi pulpa pulpitis (nyeri
dengan tanda vital +).

Nekrosis/gangren: nonvital &


asimtomatik, kecuali jika kanal terinfeksi
mengakibatkan periodontitis apikal
nyeri pada perkusi/menggigit, tes vital (-)

Abses apikal akut:


Reaksi inflamasi pada infeksi pulpa &
nekrosis dengan awitan cepat, nyeri
spontan, nyeri tekan yang ekstrim,
pembentukan pus & pembengkakan
jaringan sekitar.

Cawsons essentials of oral pathology and oral medicine.


7th ed. 2002.
14. Caries-Pulpitis-Necrosis-
Periodontitis-Abscess
Acute pulpitis
In the early stages the tooth is hypersensitive.
Very cold or hot food causes a stab of pain which
stops as soon as the irritant is removed.

As inflammation progresses, pain becomes more


persistent and there may be prolonged attacks of
toothache. The pain may start spontaneously,
often when the patient is trying to get to sleep.

Cawsons essentials of oral pathology and oral medicine. 7th ed. 2002.
14. Caries-Pulpitis-Necrosis-
Periodontitis-Abscess
Periodontitis apikal akut
The patient may give a history of pain due to previous
pulpitis.
Hot or cold substances do not cause pain in the tooth.
As inflammation becomes more severe and pus starts to
form, pain becomes intense and throbbing in character.
There is often a large carious cavity or filling in the affected
tooth, or it may be discoloured due to death of the pulp
earlier.
At this stage the gingiva over the root is red and tender,
but there is no swelling while inflammation is confined
within the bone.

Cawsons essentials of oral pathology and oral medicine. 7th ed. 2002.
15. HIV
15. HIV

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


15. HIV
1. Acute HIV syndrome:
Experienced in 5070%
of individuals with HIV
infection
acute clinical
syndrome occurs 36
weeks after primary
infection.
The typical clinical
findings occur along
with a burst of plasma
viremia.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


15. HIV
2. The Asymptomatic StageClinical Latency
The length of time from initial infection to the development of
clinical disease. Median time for untreated patients is 10 years.
Active virus replication is ongoing and progressive during this
asymptomatic period.
The rate of disease progression is directly correlated with HIV
RNA levels.
Patients with high levels of HIV RNA in plasma progress to
symptomatic disease faster than do patients with low levels of HIV
RNA.
During the asymptomatic period of HIV infection, the average rate of
CD4+ T cell decline is 50/L per year.
When the CD4+ T cell count falls to <200/L, the resulting state of
immunodeficiency is severe enough to place the patient at high risk
for opportunistic infection and neoplasms and, hence, for clinically
apparent disease.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


15. HIV
3. Symptomatic Disease
Symptoms of HIV disease can
appear at any time during the
course of HIV infection.

The more severe and life-


threatening complications of HIV
infection occur in patients with
CD4+ T cell counts <200/L.

AIDS:
HIV infection & a CD4+ T cell count
<200/L or
HIV infection who develops one of
the HIV-associated diseases
considered to be indicative of a
severe defect in cell-mediated
immunity (category C)

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


15. HIV
AIDS:
HIV infection & a
CD4+ T cell count
<200/L or
HIV infection who
develops one of the
HIV-associated
diseases considered
to be indicative of a
severe defect in cell-
mediated immunity
(category C)

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


16. PRINSIP PENGELOLAAN DM TIPE 2
Pola hidup sehat
Terapi nutrisi medis
Aktivitas fisik

Intervensi farmakologis
Obat antihiperglikemia oral dan/ atau suntikan
Obat Antihiperglikemia Oral
Tatalaksana DM tipe 2 (Tanpa HBA1C)
Diabetes Melitus
Modifikasi Gaya hidup Mulai
HbA1c <7% monoterapi oral

HbA1c Modifikasi Gaya hidup Kombinasi 2 obat


Monoterapi oral obat Evaluasi 3 dengan mekanisme
7-9% golongan (a)/(b) bulan, kerja yang berbeda
bila HbA1c
Diberikan Kombinasi >7%
2 obat lini pertama HbA1c> Kombinasi 3 obat

HbA1c 9%
dan obat lain 7%
dengan mekanisme
kerja yang berbeda

Insulin basal Tidak


plus/bolus mencapai
HbA1c 10% atau premix target
atau Metformin + insulin
GDS>300 dgn basal prandial atau
Gejala Metformin + insulin
metabolik basal + GLP-1 RA
Perkeni. 2015
Kombinasi 3 obat
a. Obat efek samping minimal/ a. Metformin + SU + TZD atau
keuntungan lebih banyak a. DPP-4i
Metformin b. SGLT-2i
Alfa glukosidase inhibitor c. GLP-1 RA
Dipeptidil peptidase 4- d. Insulin basal
inhibitor b. Metformin + TZD + SU atau
Agonis glucagone like a. DPP-4i
peptide-1 b. SGLT-2i
c. GLP-1 RA
d. Insulin basal
c. Metformin + DPP 4i + SU atau
b. Obat yang harus digunakan a. TZD
dengan hati-hati b. SGLT-2i
Sulfonil urea c. Insulin basal
Glinid d. Metformin + SGLT 2i +SU
Tiazolidinedion a. TZD
SGLT 2-i b. DPP-4i
c. Insulin basal
e. Metformin + GLP 1-RA + SU
a. TZD
b. Insulin basal
f. Metformin + insulin basal +TZD atau
a. DPP-4i
b. SGLT-2i
c. GLP-1 RA
Sasaran Pengendalian DM
(Perkeni 2015)
17. GERD
Definition:
a pathologic condition of symptoms & injury to the
esophagus caused by percolation of gastric or
gastroduodenal contents into the esophagus associated
with ineffective clearance & defective gastroesophageal
barrier.

Symptoms:
Heartburn; midline retrosternal burning sensation that
radiates to the throat, occasionally to the intrascapular
region.
Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation of excessive
saliva.

GI-Liver secrets
GERD

Terdapat kelemahan pada sfingter esofagus


bawah refluks
Diagnosis GERD
GERD-questionnaire: developed to assist establishing the diagnosis
of GERD and measuring response to therapy.

Upper gastrointestinal endocopy (UGIE): is considered the gold


standard for establishing the diagnosis GERD with erosive
esophagitis.

24-hour pH-metry Test: Evaluating GERD patients who do not


respose to PPI therapy.

PPI test: can be performed to establish the diagnosis in patients


with typical symptoms and without alarm signs or risk for Barrets
esophagus.

National Consensus on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia, 2014.


Tatalakana GERD Non farmakologis
Modifying overweight and elevating head
around 15-20 cm during sleep
Smoking cessation
Stop drinking
Reducing food intake and medications that
stimulate gastric acid and causing reflux
Less satiating feeding and last evening meal at
least 3 hours before bedtime

National Consensus on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia, 2014.


Tatalaksana GERD - Farmakologis

National Consensus on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia, 2014.


Algoritma
Tatalaksana GERD
Di Layanan Primer
A-L-A-R-M-S symptoms:
Anaemia (iron deficiency)
Loss of weight
Anorexia
Recent onset of progressive symptoms
Melaena / haematemesis
Swallowing difficulty

+ onset >55 y.o.

National Consensus on the


Management of Gastroesophageal
Reflux Disease in Indonesia, 2014.
18. Tatalaksana Hipertensi
Antihipertensi
Compelling
Indications
(JNC VII)
JNC VIII
Hipertensi Pada DM
JNC VIII
Hipertensi Pada DM
JNC VIII
Hipertensi Pada DM
Hipertensi pada DM, PERKENI 2011:
Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80 mmHg.
Target tekanan darah:
Tekanan darah <130/80 mmHg
Bila disertai proteinuria 1gram /24 jam: < 125/75 mmHg

ACE-I, ARB, & antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat


memperbaiki mikroalbuminuria.

Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah


tercapai.

Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba


menurunkan dosis secara bertahap.
19. Tumor Marker
20. Diagnosis
TB
20. Kalsifikasi Dan Tatalaksana TB Paru
Tipe Pasien Definisi
Baru Belum pernah/sudah pernah OAT <1 bulan
Kambuh/relaps Pernah sembuh atau OAT lengkap, kembali BTA +
Defaulted/drop out OAT >1 bulan, tidak mengambil obat 2 bulan
Gagal Telah berobat tapi BTA tetap + pada akhir bulan ke-5
Kronik BTA + dengan OAT kategori 2
Bekas TB BTA -, Ro: tidak aktif
Paduan Obat Tipe Pasien
Kategori 1: Pasien baru, TB paru BTA (-), TB ekstra paru.
2RHZE/4(RH)3
Kategori 2 Pasien kambuh, Pasien gagal
2RHZES/RHZE/5(RHE)3
Kategori anak Anak dengan skor TB >6
2RHZ/4RH
Profilaksis anak Anak balita/ HIV dengan kontak penderita TB BTA
6INH 5-10 mg/kgBB (+)
21. Fraktur Terbuka
Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit.
Terjadi kontaminasi bakteri komplikasi
infeksi
Luka pada kulit :
Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit
(from within)
Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung
(from without)
Tahap Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka
1. Pembersihan luka irigasi dengan NaCl fisiologis secara mekanis
mengeluarkan benda asing yg melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman) pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan fragmen tulang yg
lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau eksterna
4. Penutupan kulit
Jika diobati dalam periode emas (6 7 jam) sebaiknya kulit ditutup
kulit tegang tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi
6. Tetanus
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Choice of fixation
several options to No consensus of what
stabilize an open method to use
fracture Surgeons must make
splinting, judgment of which
casting, method is appropriate
and traction
external fixation,
plating, and
intramedullary nailing
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Komplikasi fraktur
Dapat terjadi spontan, 1. Komplikasi pada kulit
lesi akibat penekanan
iatrogenik atau tindakan ulserasi akibat dekubitus
ulserasi akibat pemasangan gips
pengobatan 2. Komplikasi pemb darah
Tiga faktor utama: lesi akibat traksi dan penekanan
Iskemik volkman
penekanan lokal Gangren
traksi yg berlebihan 3. Komplikasi pada saraf
Lesi akibat traksi dan penekanan
infeksi
4. Komplikasi pada sendi
Infeksi (artritis septik) akibat
operasi terbuka
5. Komplikasi pada tulang
Infeksi akibat operasi terbuka
Komplikasi pada lempeng epifisis
Controlling External Bleeding
Pertolongan pertama yang harus segera
dilakukan untuk menghentikan perdarahan
Memberikan tekanan langsung
Menekan langsung sumber perdarahan dengan
kassa steril
Pressure Bandages
Apply over wound on
extremity to maintain
direct pressure
Use roller bandage to
completely cover
wound and maintain
pressure

Make sure it doesnt cut off circulation


Check victims fingers and toes for circulation
22. Tulang Kepala
Menutupi otak yang bentuknya ireguler
Tempat dari beberapa indera tubuh
Tempat masuknya dunia luar ke dalam saluran pernafasan & pencernaan.
Calvaria dan tulang wajah.
Calvaria : os. frontal, parietal, temporal, sphenoid, dan occipital.
Tulang wajah : os nasal, maksila, mandibula, zygomatik.
Fraktur kalvaria trauma kepala.
Diskontinuitas tulang kalvaria.
Fraktur kalvaria :
fraktur linier
fraktur depres
fraktur diastase
fraktur basis
Penegakan Diagnosa Fraktur Tulang Kepala

Adanya riwayat trauma


Adanya jejas pada kepala
Adanya hematoma
Foto rontgen kepala
Fraktur basis kranii :
Ecchymosis Palpebra (racoon eyes)
Ecchymosis Mastoid (battle sign)
Halo sign positif.
Fraktur Linier pada Regio Temporoparietal
Fraktur Depres Kepala

Benturan energi tinggi pada area yang kecil di


kepala.
Fragmen fraktur tulang kepala terdorong ke arah
intrakranial, dengan kedalaman bervariasi.
Fraktur depres tertutup = simple depressed
fracture.
Fraktur depres terbuka = compound depressed
fracture.
Foto rontgen kepala : double contour
Frekuensi :
frontoparietal (75%)
temporal (10%)
occipital (5%)
tempat lainnya (10%).
75-90% fraktur depres
terbuka.
Bone Scan pada CT-Scan Kepala : Fraktur Depres
Temporoparietal Kiri.
Manajemen Fraktur Depres

Fraktur depres terbuka harus dilakukan


operasi craniectomy debridement.
Fragmen tulang kepala dapat dikembalikan
kembali :
Luka relatif bersih, tidak terlalu kotor
Waktu kurang dari 24 jam.
Indikasi operasi fraktur depres tertutup
memperbaiki defisit neurologis
mengurangi insidensi kejang (epilepsi traumatik)
kosmetik.
Indikasi Operasi Elevasi
Fraktur Depres Pada Dewasa

Fraktur depress > 8-10 mm


Defisit neurologis.
Kebocoran cairan cerebrospinal laserasi
duramater.
Fraktur depres terbuka craniectomy debridement.
Konservatif : fraktur depres regio sinus venosus
dural, terlebih jika pasien tidak mengalami defisit
neurologis.
Risiko yang lebih besar.
Keahlian Ahli BedahSaraf.
Pasien pediatrik :
Lokasi : regio frontal dan parietal
1/3 kasus : fraktur depres tertutup

Indikasi Operasi pasien pediatrik


Terdapat bukti-bukti klinis terjadi penetrasi terhadap
duramater.
Defek tulang yang persisten kosmetik.
Terdapat gejala defisit neurologis fokal akibat fraktur
tersebut.
Fraktur Bola Ping-Pong

Terjadi pada area fokal tulang kepala seperti bola


pingpong yang pecah.
Bayi baru lahir karena plastisitas dari tulang kepala.
Konservatif : defek tulang akan terkoreksi seiring
dengan pertumbuhan dari tulang kepala.
Fraktur Bola Ping-Pong
23. Fraktur Costae
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang
diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada.
Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh
karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya
trauma dapat melalui sela iga.
Etiologi:
Trauma tumpul penyebab tersering, biasanya akibat kecelakaan
lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau
jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
Trauma tembus luka tusuk dan luka tembak.
Klasifikasi
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan
Fraktur simple
Fraktur multiple
Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat
Fraktur segmental
Fraktur simple
Fraktur comminutif
Menurut letak fraktur dibedakan :
Superior (costa 1-3 )
Median (costa 4-9)
Inferior (costa 10-12 )
Menurut posisi :
Anterior
Lateral
Posterior
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest,
dimana pada keadaan ini terdapat fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang
letaknya berurutan
Patofisiologi
Costae tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Pada anak costae
masih sangat lentur sehingga sangat jarang dijumpai fraktur iga pada anak.
Costae merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang
berfungsi memberikan perlindungan terhadap organ di dalamnya dan
yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru.
Fraktur costae dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah
depan, samping, ataupun dari belakang.
Costae, tulang yang sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki
pelindung akibatnya trauma dada trauma costae.
Iga 1 3 paling jarang fraktur, karena dilindungi oleh struktur tulang
dari bahu, tulang skapula, humerus, klavikula, dan seluruh otot-otot. Jika
fraktur kemungkinan cedera pembuluh darah besar.
Iga 4 9 paling sering fraktur, kemungkinan cedera jantung dan paru
Iga 10 12 agak jarang fraktur, karena costae 10-12 ini mobil, Jika
fraktur kemungkinan cedera organ intraabdomen.
X-Rays
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat
membantu diagnosis hematothoraks dan
pneumothoraks ataupun contusio pulmonum,
mengetahui jenis dan letak fraktur costae.
Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple
pada orang dewasa. Pemeriksaan Rontgen toraks
harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks
lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga
Gejala dan Tanda
Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada
Adanya gerakan paradoksal
Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea,
Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas
bertambah nyeri.
periksa paru dan jantung,dengan memperhatikan adanya tanda-tanda
pergeseran trakea, pemeriksaan ECG, saturasi oksigen
periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :diafragma,
hati, limpa, ginjal dan usus
periksa tulang rangka: vertebrae, sternum, clavicula, fungsi anggota gerak
nilai status neurologis: plexus bracialis, intercostalis, subclavia.
Tatalaksana
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain :
konservatif (analgetika)rawat jalan
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru,
hematotoraks, pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit
pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ
intratoraks lain, adalah: analgetik yang adekuat (oral/ iv /
intercostal block), bronchial toilet, cek Lab berkala : Hb, Ht,
Leko, Tromb, dan analisa gas darah, cek Foto Ro berkala
24. Kidney Stone

http://www.consultant360.com/article/kidney-stones-diagnostic-and-treatment-strategies
Calcium oxalate stones
Batu ureter yang tersering
Cenderung terbentuk pada urin yang bersifat asampH
rendah
Sebagian oksalat yang terdapat di urin, diproduksi oleh tubuh
Kandungan Kalsium dan oksalat yang terdapat di makanan
memiliki pengaruh terhadap terbentuknya batu, tetapi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
Dietary oxalate an organic molecule found in many
vegetables, fruits, and nuts
Calcium from bone may also play a role in kidney stone
formation.
Calcium phosphate stones
Lebih jarang
Cenderung terbentuk pada urin yang alkalinpH tinggi
Struvite stones
Lebih sering ditemukan pada wanita
Hampir selalu akibat dari ISK
Uric acid stones
These are a byproduct of protein metabolism
commonly seen with gout,and may result from certain
genetic factors and disorders of your blood-producing
tissues
fructose also elevates uric acid, and there is evidence that
fructose consumption is helping to drive up rates of kidney
disease
Cystine stones
Representing only a very small percentage
these are the result of a hereditary disorder that causes
kidneys to excrete massive amounts of certain amino acids
(cystinuria)
Kristal urine
Amorphous Urates and Uric Acid
Phosphates Bilirubin Crystals

Calcium Oxalate Triple Phosphate Cholesterol


Kristal kalsium phosphatsering berbentuk rosette
Prinsip Pencegahan Pembentukan Batu
Cegah supersaturasi
Minum air yang cukup untuk menghasilkan 2L
urin/hari
prevent solute overload by low oxalate and
moderate Ca intake and treatment of
hypercalcuria
replace solubilizers i.e... citrate
manipulate pH in case of uric acid and cystine
Flush water intake after any dehydration
Alkaline citrate
Commonly used alkaline citrates are: sodium
potassium citrate, potassium citrate, sodium citrate,
potassium magnesium citrate
Alkaline citrates are used for:
Correction of hypocitraturia;
Alkalinisasi urin;
Inhibition of growth and aggregation of calcium oxalate;
Inhibition of agglomeration of calcium phosphate
There is evidence from RCTs that alkaline citrates are
effective in preventing calcium stone recurrence

European Association of Urology 2012


25. Snake Bite
Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen
sehingga pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan
sebagai akibat dari satu jenis toksin saja.
Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu
fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase,
kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan
lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan
hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul
reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak bahan dasar
sel sehingga memudahkan penyebaran racun.
De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan
atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik
sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam
30 menit 24 jam)
Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil,
mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
Gejala khusus gigitan ular berbisa :
Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit
(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular
diseminata (KID)
Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan
koma
Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda tanda 5P
(pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006)
Bisa Ular

Neurotoksin
jenis racun yang menyerang sistem saraf.
Bekerja cepat dan cepat diserap
Racun jenis ini melumpuhkan otot-otot hingga otot pernafasan, yang
dapat menyebabkan kematian gagal napas
Mulai bergejala dalam hitungan menit setelah tergigitmengalami
kelemahan yang progresif.
Kematian terjadi setelah 5-15 jam
Contoh jenis ular yang memiliki racun neurotoksin adalah jenis elapidae
seperti ular Kobra
Gejala yang segera muncul:
Sensasi seperti ditusuk jarum pada tempat gigitan, akan menyebar keseluruh
tubuh dalam 2-5 menit setelah gigitan
Udem minimal disekitar tempat gigitantidak meluas
Gigitannya sendiri tidak nyeri

http://www.chm.bris.ac.uk/webprojects2003/stoneley/types.htm
Gejala Lain Neurotoksin:
Fang marks Tremor otot(fasiciculation)
Nyeri abdomen dan otot Menyerang motor neuron
Abdominal Midriasis
Halusinasi and confusion
Drowsiness.
Hipotensi
Ptosis
Takikardia atau bradikardi
Paralisis otot leherkepala
Paralisis flaksid
terkulai
Chest tightness.
Hilangnya koordinasi otot
Respiratory distress.
Kesulitan berbicara 20
Respiratory muscle paralyses.
minutes setelah gigitan
Gelisah/REstlessness.
Mual dan muntah
Kehilangan kontrol terhadap
Disfagia Konstriksi esofagus fungsi tubuhinkontinensia
Peningkatan salivasikarena Koma
tidak dapat menelan Mati
Peningkatan produksi keringat
http://www.snakes-uncovered.com/Neurotoxic_Venom.html
Hemotoksin
jenis racun yang menyerang sistem sirkulasi
darah dalam tubuh, terdapat pula enzim
pemecah protein (proteolytic).
Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan terjadi
penggumpalan darah, pembengkakan di
daerah sekitar luka gigitan,
beberapa menit saja korban akan merasakan
sakit yang dan terasa panas yang luar biasa.
Derajat Parrish (Gigitan Ular)
Derajat 0 Derajat 2
Tidak ada gejala sistemik Sama dengan derajat 1
setelah 12 jam Ptechiae, echimosis
Pembengkakan minimal Nyeri hebat dalam 12 jam
diameter 1 cm pertama
Derajat 1 Derajat 3
Bekas gigitan 2 taring Sama dengan derajat 2
Bengkak dengan diameter Syok dan distress
1-5 cm pernafasan/ptechiae,
Tidak ada tanda-tanda echimosis seluruh tubuh
sistemik sampai 12 jam Derajat 4
Sangat cepat memburuk
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai
berikut:

Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Udem/ Eritem Tanda sistemik

0 0 + +/- <3cm/12> 0
I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0

II + + +++ >12-25 cm/12 jam +


Neurotoksik,
Mual, pusing, syok

III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++


Syok, petekia, ekimosis

IV +++ + +++ >1 ekstrimitas ++


Gangguan faal ginjal,
Koma, perdaraha
Tindakan Penatalaksanaan
Sebelum penderita dibawa ke pusat
pengobatan, beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah
Penderita diistirahatkan dalam posisi
horizontal terhadap luka gigitan
Penderita dilarang berjalan dan
dilarang minum minuman yang
mengandung alkohol
Apabila gejala timbul secara cepat
sementara belum tersedia antibisa,
ikat daerah proksimal dan distal dari
gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang
berguna jika dilakukan lebih dari 30
menit pasca gigitan. Tujuan ikatan
adalah untuk menahan aliran limfe,
bukan menahan aliran vena atau
ateri. Gambar: Imobilisasi bagian tubuh
menggunakan perban.
Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif
sebagai berikut:
Penatalaksanaan jalan napas
Penatalaksanaan fungsi pernapasan
Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas luka,
imobilisasi (dengan bidai)
Ambil 5 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer,
fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama
K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan
adanya koagulopati
Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1 ml
berisi:
10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa Bungarus
25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v
Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9%
atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal
100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.
SABU
Indikasi SABU adalah adanya
gejala venerasi sistemik dan
edema hebat pada bagian luka.
Pedoman terapi SABU mengacu
pada Schwartz dan Way (Depkes,
2001):
Derajat 0 dan I tidak
diperlukan SABU, dilakukan
evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka
diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan
penambahan 6-8 vial SABU
26. Trauma Buli
86% trauma buli berkaitan dg trauma
abdomen (KLL, jatuh dr ketinggian)
90% berhubungan dg fraktur pelvis.
Sebaliknya hanya 9 16 % fraktur pelvis yg
disertai ruptur buli.
60% mrpk ruptur buli extraperitoneal, 30%
intraperitoneal
MEKANISME CEDERA
Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen
bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli2 penuh.
Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
Tanda dan gejala
Hematuria
dapat merupakan gejala tunggal
95% ruptur buli
Nyeri perut bawah.
Kesulitan berkemih
Pruduksi urin menurun
Pemeriksaan radiologis
Cystography
Kontras > 300 cc
Foto pengosongan (drainase)
CT scan cystography
Trauma buli
Kontusio buli
Cedera mukosa tanpa extravasasi urin
Ruptur interstisial
Robekan sebagian dinding buli tanpa extravasasi
Ruptur intraperitoneal
Tampak kontras mengisi rongga intraperitoneal
Ruptur extraperitoneal
Kontras mengisi ruang perivesika dibawah garis
asetabulum
Hematoma perivesika : tear drop appearance
Sistogram
Ruptur intraperitoneal Ruptur Ekstraperitoneal
Penatalaksanaan
Pada luka tembus buli2 explorasi + repair
Ruptur intraperitoneal explorasi + repair

Pada trauma tumpul yg hanya menimbulkan


trauma dinding buli yg tidak disertai
extravasasi urin tidak memerlukan tindakan
pembedahan.
27. Tetanus
Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa
trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh
eksotosin spesifik Clostridium tetani.
Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka
robek), Vulnus punctum (luka
tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka,
otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.
tetanus prone wound
Manajemen Luka Tetanus
Dosis Profilaksis:
HTIG250-500 IU
ATS 1500 IU
Tanda dan gejala
Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa minggu
bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 12 hari.
Suhu tubuh normal hingga subfebris
Tetanus lokal otot sekitar luka kaku
Tetanus generalisata
Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
Rhesus sardonicus
Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
Sukar menelan
Opistotonus
Kejang dalam keadaan sadar dan nyeri hebat.
Sekujur tubuh berkeringat.
Stadium klinis
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleets :
1. Grade 1 (ringan) , Trismus ringan sampai sedang, spamisitas
umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit
atau tidak ada disfagia.
2. Grade 2 (sedang), Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme
ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang
dengan takipneu.
3. Grade 3 (berat), Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan
yang lama dan sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme
memanjang spontan yang sering dan terjadi refleks, penyulit
pernafasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem
saraf otonom sedang yang terus meningkat.
4. Grade 4 (sangat berat), Gejala pada grade 3 ditambah gangguan
otonom yang berat, sering kali menyebabkan autonomic storm.
Tatalaksana Tetanus
1. Manajemen Luka
Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan debridemen.
Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan.
TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika
riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan.
Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka tetanus
imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu
pemberian TIg

Luka Rentan Tetanus Luka yang tidak rentan tetanus


> 6-8 jam < 6 jam
Kedalaman > 1 cm Superfisial < 1 cm
Terkontaminasi Bersih
Bentuk stelat, avulsi, atau hancur Bentuknya linear, tepi tajam
(irreguler) Neurovaskular intak
Denervasi, iskemik Tidak infeksi
Terinfeksi (purulen, jaringan nekrotik)
Lanjutan...
2. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.
3. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya-
ruangan redup dan tindakan terhadap penderita.
4. Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan 100-150
gr protein. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau
parenteral.
5. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
6. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan respon
klinis. Diazepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari.
Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis
0,5 mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali
diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian Diazepam per oral
(sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis
maksimal diazepam 240 mg/hari.
Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan
bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480
mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa kurarisasi.
Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada gangguan
saraf otonom.
Lanjutan...
7. ATS, diperlukan skin tes untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM
diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat. Jika pembedahan eksisi luka
memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.
8. Eliminasi bakteri, penisilin adalah drug of choice: berikan prokain penisilin, 1,2
juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Untuk pasien yang alergi
penisilin dapat diberikan Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama 10
hari. Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi Clostridium tetani tetapi
tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya.
9. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas dapat
dilakukan. Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazol dapat diberikan, terutama
bila penderita alergi penisilin. Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.
Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari. Metronidazol
loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.
10. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan dengan dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuskular
diberikan 24 jam pertama.
11. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
12. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
28. Peritonitis
Peritonitis Sekunder
Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari traltus
bilier atau GIT
Peritonitis TB
Robekan tersebut dapat disebabkan oleh
Pankreatitis
Perforasi appendiks
Ulkus gaster
Crohns disease
Diverticulitis
Komplikasi tifoid
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a) adanya kekaburan pada cavum abdomen
b) preperitonial fat dan psoas line menghilang
c) adanya udara bebas subdiafragma atau
d) adanya udara bebas intra peritoneal
29. Hemoroid
30. TRAUMA GINJAL
MEKANISME TRAUMA : DIAGNOSIS
Langsung Cedera di daerah
Tidak langsung ( deselerasi) pinggang,punggung dan
dada bawah dengan nyeri
JENIS TRAUMA:
Tajam
Hematuri (gross /
Tumpul mikroskopik )
Fraktur costa bg bawah atau
PENCITRAAN proc.Spinosus vertebra.
BNO IVP Kadang syok
CT SCAN
MRI Sering disertai cedera organ
USG TIDAK DIANJURKAN. lain
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE I : KONTUSIO DAN GRADE II : LASERASI KORTEK DAN
SUBKAPSULAR HEMATOM PERIRENAL HEMATOM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE III : LASERASI DALAM
HINGGA KORTIKOMEDULARI GRADE IV : LASERASI MENEMBUS
JUNCTION
KOLEKTING SISTEM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE V : TROMBOSIS ARTERI
RENALIS,AVULSI PEDIKEL DAN
SHATTERED KIDNEY.

GRADE I DAN II : CEDERA


MINOR (85%)
GRADE III , IV DAN V : CEDERA
MAYOR. (15%)
PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI

KONSERVATIF AWAL
Trauma minor ( awasi vital Perdarahan
sign)
Urinoma
OPERASI Abses peri renal
Absolut Urosepsis
Hematom yg pulsatif Fistula renokutan
Laserasi mayor parenkim dan
pembuluh darah
Relatif LATE
Ekstra vasasi,non viable Hipertensi
tissue,inkomplet Hidronefrosis
staging,trombosis arterial
Urolithiasis
Pyelonefritis kronik
31. Fraktur Patologis Os Femur
Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang abnormal
Tulang yang abnormal tersebut bisa sangat lemah sehingga fraktur terjadi
dengan trauma ringan atau bahkan pada aktivitas biasa.
Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis,
tempat ditemukannya metastasis tulang
Fraktur patologis pada femur merupakan yang paling sering membutuhkan
intervensi pembedahan
Fraktur patologis pada femur merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang
panjang, dimana 87% terjadi pada femur proksimal dan shaft femur.
Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang paling sering terjadi
pada orang tua
Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72 tahun pada laki-laki, dan 80%
terjadi pada wanita
Insidensi pada usia muda sangat rendah dan berhubungan dengan trauma
hebat
Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah
osteoporosis.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Osteoporotic proximal femur fractures: a) proximal femoral neck fracture b) middle femoral neck
fracture c) basilar femoral neck fractures d) inter and subtrochanteric fracture.

Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekular yang lebih lusen (sumsum meluas).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
32. Ca Prostat
Tumor pada umumnya tumbuh dengan lambat dan
sisanya terkurung pada kelenjar selama bertahun-
tahun
tumor menghasilkan sedikit atau tidak ada gejala-gejala
yang terlihat dari luar (kelainan-kelainan di pengujian
fisik).

Kanker dapat menyebar di luar prostat ke sekitar


jaringan.
metastasize ke seluruh area-area lain badan, seperti
tulang-tulang, paru-paru, dan hati.

Kanker ini paling umum pada pria, terutama mereka


yang berusia di atas 65 tahun.
Faktor Risiko
Genetic, yaitu BRCA1 dan BRCA2
Usia
faktor risiko terbesar kanker prostat
Jarang terjadi pada pria di bawah 40 tahun, namun risiko kanker prostat
akan meningkat setelah usia 50 tahun
Dua dari tiga kasus kanker prostat ditemukan pada pria usia 65 tahun.
Ras/etnis
Orang berkulit hitam memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan orang berkulit
putihAmerika Serikat
Diet
Diet tinggi lemak dan obesitas (kegemukan) meningkatkan risiko
Teorinya, lemak akan meningkatkan produksi hormon testosteron yang akan
membantu perkembangan sel kanker prostat.
Suku bangsa
Pria Asia memiliki risiko lebih rendah dibandingkan Amerika.
Lanjutan . . .
Virus
27% pada jaringan kanker prostat ganas ditemukan Xenotropic
Murine Related Virus (XMRV) penyebab kanker pada hewan.
Gaya hidup
Merokok dan minum alkohol ditengarai menjadi pemicu
munculnya kanker prostat
Sering berganti-ganti pasangan juga membuka kesempatan
terjadinya infeksi virus penyebab kanker yang ditularkan melalui
hubungan kelamin.
Lingkungan
kadmium (bahan pembuat batere)
juga bahan-bahan kimia lain berisiko tinggi mengidap kanker
prostat.
Gejala Kanker Prostat :
Prostatic malignancy
Anatomi Prostat

Image Source: SEER Training Website


Lobes of the Prostate
Anterior lobe
Median lobe
Lateral lobe
Posterior lobe

Image Source: SEER Training Website


Zones of the Prostate
Peripheral, 60 70% keganasan berasal dari zona perifer
Central, 5 10% keganasan berasal dari zona sentral.
Transitional, 10 20% keganasan berasal dari zona
transitional.

Image Source: SEER Training Website


Kanker Prostat dikelompokkan menjadi:
Stadium I :
benjolan/tumor tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik, biasanya
ditemukan secara tidak sengaja setelah pembedahan prostat karena
penyakit lain.
Stadium II :
tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau tes PSA.
Stadium III :
tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, seperti kelenjar
seminal vesicle yang memproduksi semen tetapi belum sampai
menyebar ke kelenjar getah bening.
Stadium IV:
kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening regional
maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan paru-paru).
DIAGNOSA
Pria berusia > 50 tahun dianjurkan
Pemeriksaan PSA total setiap setahun
sekali
Pemeriksaan Digital Rectal Examination
Bila ada keluarga yang menderita kanker prostat,
skrining dianjurkan sejak usia 40 tahun
Digital rectal examination:
konsistensi yang keras
adanya nodul (benjolan di permukaan)
pembesaran prostat yang tidak simetris.
Tes darah. antigen khusus prostat (PSA).
tidak konklusif
Pada tahap pengobatan, penurunan kadar PSA
menandakan efektivitas terapi yang dijalankan.
http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/PSA

PSA Test
Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia
PSAProstate Cancer
PSA >4.0 ng/mL Biopsi Prostat
mandatory biopsy Skrinning PSA untuk Ca
50% of all the cancers Prostat, tidak dapat
detected because of an meningkatkan survival
elevated PSA level are rate
localized USG Prostat
these patients are Hanya dapat melihat
candidates for pembesaran prostat
potentially curative Tidak menunjukkan
therapy derajat obstruksinya
Diagnosa
Tes PCA3.
PCA3 yang lebih tinggi di urin menunjukkan kehadiran kanker
prostat.
lebih akurat dibandingkan tes darah (PSA)
Interpretasi
Kadar PSA 0,5-4,0ng/ml: normal
Kadar PSA 4,0-10ng/ml: kemungkinan Ca 20%, lakukan TRUS, jika
PSAd (kadar PSA/ volume prostat) >0,15 lakukan biopsi.
Kadar PSA >10ng/ml: keumungkinan Ca 50%, perlu dilakukan TRUS
dan biopsi.
Biopsi.
Beberapa sampel diambil pada bagian-bagian yang berbeda
dari prostat.
Hanya dilakukan bila PSA >3
CT scan, MRI scan dan pemeriksaan penunjang lain
Untuk mengetahui tingkat penyebaran kanker.
Sitologi air kemih atau cairan prostat.
Tatalaksana
Pembedahan:
prostatektomi radikal (T1-2 N0 M0), Orkiektomi
Terapi penyinaran
Terapi penyinaran eksterna; pencangkokan butiran
yodium, emas, atau iridium radioaktif pada jaringan
prostat melalui sayatan kecil
Vaksinasi
Prostvac-VF immunotherapy dibuat dari poxvirus yang
dilemahkan dan direkayasa untuk menghasilkan PSA
dalam merangsang sistem kekebalan
Farmakologis
Manipulasi hormonal.
Tujuannya adalah mengurangi kadar testosteron.
Penurunan kadar testosteron seringkali sangat efektif
dalam mencegah pertumbuhan dan penyebaran
kanker.
Sintetis LHRH (luteinizing hormone releasing
hormone), digunakan untuk mengobati kanker
prostat stadium lanjut. Contohnya adalah lupron
atau zoladeks.
Zat penghambat androgen (misalnya flutamid), yang
berfungsi mencegah menempelnya testosteron
pada sel-sel prostat.
Lanjutan. . .
Kemoterapi
Digunakan untuk mengatasi gejala kanker prostat yang
kebal terhadap pengobatan hormonal.
Diberikan sebagai obat tunggal atau kombinasi beberapa
obat
Obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengobati
kanker prostat adalah:
- Mitoxantronx
- Prednisone
- Paclitaxel
- Dosetaxel
- Estramustin
- Adriamycin.
33. Ruptur Tendon Achilles
Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo
Achilles atau cedera yangmempengaruhi
bagian bawah belakang kaki.
Klasifikasi:
Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari
50%, biasanya diobati dengan manajemen
konservatif
Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan
tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya
diobati dengan akhir-akhir anastomosis
Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3
sampai 6 cm
Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat
lebih 6 cm (pecah diabaikan)
http://emedicine.medscape.com/article/1922965-overview
Manifestasi Klinik Ruptur Tendo Achilles
1. Rasa sakit mendadak yang berat dirasakan pada bagian belakang
pergelangan kaki atau betis
2. Bengkak, kaku dan memar
3. Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit
4. Tumit tidak bisa digerakan turun naik.
5. Pasien mungkin menggambarkan sensasi ditendang di bagian
belakang kaki.
6. Nyeri bisa berat.
7. Nyeri lokal, bengkak dengan gamblang sepanjang tendon Achilles
dekat lokasi penyisipan, dan kekuatan plantar flexion lemah
8. Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian
belakang pegelangan kakiatau betis
9. Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahan di
dekat tumit.
10.Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di
atas tulang tumit.
11.Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik atau push off kaki terluka
ketika berjalan.
12.Pasien merasa seolah-olah ia telah dipukul tepat pada tumitnya dan tidak
bisaberjinjit.
13.Apabila ada robekan,suatu celah dapat dilihat dan terasa 5 cm diatas
insersio tendon.
14.Plantar flexi kaki akan lemah dan tidak disertai dengan tendon
Diagnosis

Weakness in
plantarflexion
Gap in tendon
Palpable swelling
Positive Thompson test
Pemeriksaan Fisik Ruptur Tendon
Achilles

Infeksi dan Test Thomphson


palapasi

Obrien test/
Copeland test
test jarum
OBrien test
Jarum 25G, ditusukan pada otot
tungkai bawah 10cm di atas
tonjolan calcaneus.
Gerakan pangkal jarum
berlawanan arah saat dilakukan
gerakan pasif plantar fleksi dan
dorso fleksi menandakan
tendon achilles yang intak.

Copeland test
Pasien dalam posisi prone, cuff
sphygmomanometer diletakan
pada bagian tungkai yang paling
besar, kaki pasien diminta plantar
fleksi, kemudian
sphygmomanometer di pompa
hingga 100mmHg.
Jika tendon achilles intak, tekanan
akan meningkat menjadi 140mmHg
saat pasien diminta dorsofleksi
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)

Foto Rontgen
Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles
Tendorafi/ tenorrhapy:
penjahitan tendon yang
ruptur
Tendoplasty/ tenoplasty:
Repair/ operasi plastik
tendon, termasuk
penjahitan, prostetik,
joint release,
rekonstruksi, dan graft.
Melibatkan modifikasi
tendon,
mis.pemanjangan, atau
perubahan bentuk
tendon dari pipih
dibentuk bulat
Terapi fisik
Pengobatan konservatif Boot
orthosis
Percutaneous Surgery
Open Surgical Repair

Terapi obat NSAIDs


Ibuprofen dan Asetaminofen
Injury Clinical Findings Imaging
Ankle sprain Positive drawer/inversion X-Ray
test
Achilles Rupture Thompson test, tendon USG
gap, unable to plantaflex
foot
Metatarsal fracture Bone tenderness over the X-Ray
navicular bone or base of
the fifth metatarsal
Tarsal Tunnel Syndrome Tinnel test (+), paresthesias MRI
along tibial nerve
Plantar fasciitis Severe plantar pain, foot Not needed
cord tightness
http://www.qualitycarept.com/Injuries-Conditions/Foot/Foot-
Issues/Achilles-Tendon-Problems/a~253/article.html
34. Kanker Tiroid
Definisi
Carcinoma tiroid adalah suatu penyakit dimana sel
maligna (kanker) terbentuk di jaringan kelenjar tiroid.
Epidemiologi
- Merupakan jenis keganasan jaringan endokrin
yang terbanyak.
- Lebih banyak pada wanita
- Usia penderita <20 tahun atau >50 tahun
Gejala Klinis
Biasanya, satu-satunya gejala yang diduga sebagai keganasan
pada pasien dengan kanker tiroid adalah adanya massa tiroid
teraba atau kelenjar getah bening yang membesar .
Terkadang, pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda
lebih bermasalah, yang perlu diwaspadai untuk kemungkinan
kondisi ganas.
Gejala dan tanda tersebut misalnya:
suara serak (akibat penekanan n. Laryngeus rekuren), nyeri lokal,
disfagia, sesak napas, hemoptisis, dan nodul atau massa pada leher.
Etiologi
Etiologi yang pasti belum diketahui.
Beberapa faktor predisposisi:
Penyinaran di daerah kepala leher dan dada.
Stimulasi terus menerus TSH pada goitre.
Hashimoto / Tiroiditis Otoimun
Genetika yang abnormal.
Kekurangan yodium atau kelebihan yodium.
Penyakit Grave dan Stimulator Endogen.
Inborn Error Metabolisme Tiroid.

231
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:

Tumor epitel maligna Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4


Karsinoma folikulare tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma
Karsinoma papilare
Campuran karsinoma folikulare-papilare folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma
Karsinoma anaplastik ( undifferentiated ) anaplastik.
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma Tiroid medulare
Tumor non-epitel maligna Jenis kanker Persen
Fibrosarkoma
Lain-lain Karsinoma tiroid papiller 75%
Tumor maligna lainnya
Sarkoma karsinoma tiroid folikuler 16 %
Limfoma maligna
Haemangiothelioma maligna karsinoma tiroid medular 5%
Teratoma maligna
Tumor sekunder dan unclassified tumors Undifferentiated 3%
karsinoma jenis lainnya 1%

232
Penatalaksanaan

233
Foto USG

Gb.4 USG Ca Thyroid Papiler


(A)Gambaran kontur yang ireguler dan deformasi kapsul thyroid.
(B)Sonogram tranversal lobus kanan tampak focus echogenic punctat tanpa bayangan
akustik posterior, temuan mengarah pada kalsifikasi (panah)
(C)Sonogram transversal isthmus thyroid menunjukkan tumor dengan hipoechogenisitas
yang jelas dan batas irreguler(panah) dan tanpa halo hipoechoic
USG Colour Doppler

Gambar USG dan USG Doppler Ca Folikuler


(A)gambaran USG Transversal menunjukkan lesi dengan batas jelas, heterogen,
padat iso-hypoechoic berbentuk nodul tiroid oval,menunjukkan lesi folikular.
(B)Gambaran doppler tranversal menunjukkan vaskularisasi intranodular (sentral)
dan perifer
CT-Scan Tiroid

Ca Thyroid Papiler pada CT Scan dengan Kontras gambaran carcinoma


thyroid bilateral berukuran kecil, perubahan substansi kistik di bagian
sentral, fokus berukuran kecil yang terkalsifikasi (gambar anak panah)
34. Pemeriksaan Fisik Tiroid
INSPEKSI (perubahan bentuk)
Terdapat 2 aspek utama Penampilan umum klien:
yang dapat di Bentuk dan proporsi tubuh
(cretinism)
gambarkan yaitu: Pada wajah: fokuskan pada
abnormalitas struktur, bentuk dan
Kondisi kelenjar ekspresi wajah seperti bentuk dahi,
rahang dan bibir
tiroid Pada mata: adanya edema
periorbita dan exopthalmus serta
apakah ekspresi wajah datar atau
Kondisi jaringan atau tumpul
ada tidaknya tremor pada
organ (dampak dari ekstrimitas, saat diam atau bila
digerakkan
kondisi gangguan Didaerah leher: apakah tampak
membesar, simetris atau tidak, ada
tiroid) tidaknya distensi vena jugularis
INSPEKSI THYROID

Bevan, J.S. (n.d), The Endocrine System


Palpasi:
Pada kondisi normal:
kelenjar tiroid tidak teraba adanya pembesaran/ benjolan (pasien
diminta untuk menelan ludah sebelumnya).
Auskultasi:
Pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat terdengar bunyi bruit.
Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada
pembuluh darah tiroidea.
Normal: bunyi ini tidak terdengar.
Dapat terdengar bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar
tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid
Auskultasi: untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah
dan jantung (TD, ritme dan rate jantung)
PALPASI THYROID

Bevan, J.S. (n.d), The Endocrine System


35. Perdarahan Cruris Distal
36. RETINOPATI DIABETIK
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler
refraksi (kornea, uveitis posterior Katarak
sklera konjungtiva
uvea, atau perdarahan vitreous Glaukoma
tidak Ablasio retina retinopati
seluruh mata)
menghalangi oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal retinitis
neuritis optik pigmentosa
Keratitis
Konjungtivitis murni neuropati optik akut kelainan refraksi
Keratokonjungtivitis
karena obat (misalnya
Trakoma Ulkus Kornea
mata kering, etambutol), migrain,
Uveitis
tumor otak
xeroftalmia glaukoma akut
Pterigium Endoftalmitis
Pinguekula panoftalmitis
Episkleritis
skleritis
RETINOPATI DIABETIK
DM ophthalmic complications : Diabetic Retinopathy :
Retinopathy (damage to the
Corneal abnormalities retina) caused by
Glaucoma complications of diabetes,
which can eventually lead to
Iris neovascularization
blindness.
Cataracts
It is an ocular manifestation of
Neuropathies systemic disease which affects
Diabetic retinopathy up to 80% of all patients who
most common and have had diabetes for 10 years
potentially most blinding or more.
RETINOPATI DIABETIK
Signs and Symptoms Pemeriksaan :
Seeing spots or floaters in the Tajam penglihatan
field of vision Funduskopi dalam keadaan
Blurred vision pupil dilatasi : direk/indirek
Foto Fundus
Having a dark or empty spot in
USG bila ada perdarahan
the center of the vision vitreus
Difficulty seeing well at night
On funduscopic exam : cotton
wool spot, flame Tatalaksana :
hemorrhages, dot-blot Fotokoagulasi laser
hemorrhages, hard exudates
RETINOPATI DIABETIK
Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun
Mata tenang visus turun perlahan
Pemeriksaan Oftalmoskop
Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler)
Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat
dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage)
Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok
Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak
sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih
Neovaskularisasi
Edema retina
Klasifikasi Retinopati DM
Nonproliferative Diabetic Retinopathy
Retinal vascular related abnormalities such as
microaneurysms, intraretinal hemorrhages, venous
dilatation, and cotton wool spot
Increased retinal vascular permeability result in
retinal thickening (edema) and lipid deposits (hard
exudate)
Severe NPDR :
Venous abnormalities (dilatation, beading and loops),
more severe and extensive vascular leackage (increased
retinal hemorrhage and exudation)
This patient should be considered candidates for
treatment with panretinal photocoagulation

American Academy of Ophtalmology. Diabetic retinopathy. 2014


RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI

RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF


ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada
pembuluh darah kapiler
menyebabkan edema jaringan retina dan
terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates)
Tidak menyebabkan gangguan penglihatan
mengenai makula
Edema makula penebalan daerah makula
sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal
Proliferative Diabetic retinopathy
Neovascularization at the inner surface of retina
induced by more global retinal ischemia.
Neovaskularisasi near the optic disc and
elsewhere are prone to bleed vitreous
hemorrhage
Neovaskularisasi undergo fibrosis and contraction
epiretinal membrane formation, vitroretinal
traction band, retinal tears and traction or
rhegmatogenosa ablasio retina
American Academy of Ophtalmology. Diabetic retinopathy. 2014
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
ditandai dengan adanya proliferasi jaringan
fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
Proliferasi respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
Perdarahan vitreus
Tractional retinal detachment
Glaukoma neovaskular
KLASIFIKASI RETINOPATI DM
Derajat I : Mikroaneurisama dengan atau
tanpa eksudat lemak pada fundus okuli
Derajat II: Mikroaneurisma, perdarahan bintik
dan bercak dengan atau tanpa eksudat lemak
pada fundus okuli
Derajat III: Mikroaneurisma, perdarahan bintik
dan bercak, neovaskularisasi
Clinically Significant Macular Edema
Clinically significant macular edema (CSME)
describe as retinal thickening and/or adjacent
hard exudates that etiher involve the center of
macula or threaten to invole it
Center involving
Non center involving

American Academy of Ophtalmology. Diabetic retinopathy. 2014


Dot blot hemorrhage
Flame-shaped hemorrhage

Microaneurysm / dot blot hemorrhage


Macular edema
Neovascularization
Proliferative diabetic retinopathy
Penatalaksanaan :
1. Medical Treatment :
Aldose reduktase inhibitor (sorbinil)
Penelitian menurunkan proses retinopati
Vascular Endothelial Growth factor Inhibitor
Aminoguanidin (mengikat protein yang
mengalami glikolisis
Pentoxypilin (memperbaiki sirkulasi perifer)
Anti-VEGF injection
Initial treatment choice for center involving macular
edema with possible subsequent or deffered focal
treatment.
The Diabetec Retinopathy Clinical Research Network
also showed that anti-VEGF with either prompt or
deffered laser photocoagulation was better than
either laser alone or laser combined with
triamcinolone acetonide.
AntiVEGF theraphy using bevacizumab, ranibizumab, or
ablifibercept is an effective treatment for center
involving significant macular edema
2. Laser Photocoagulation
Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
(ETDRS) : Fotokoagulasi dini menurunkan
incident ggn visus 50%
Terapi pilihan utama pada retinopati diabetes
yang telah mengancam penglihatan
Indikasi :
Perdarahan vitreous atau preretinal terokalisasi
Kontraksi progresif proliferasi fibrin
Neovaskularisasi ekstensif di COA
3. Bedah Vitrektomi :
Vitrektomi dini pada PDR dapat menyebabkan
regresi NVD dan NVE
Indikasi :
Vitrektomi dipertimbangkan dilakukan jika terjadi
rekurensi, kegagalan terapi dengan foto koagulasi,
ataupun perdarahan vitreus yang massif hingga
polus posterior tidak terlihat.
Perdarahan vitreous yang lama (3 6 bln)
PDR (retinopati diabetik proliferatif) yang aktif
dengan visus baik
Adanya traksi pada papil, peripapil, makula
Adanya ablasio retina yang melibatkan makula
Penurunan tajam penglihatan dari 10/50 menjadi
10/100 atau lebih buruk
Defini dan gejala
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell
retina arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis,
retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak
merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit
dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli

Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan
sentral hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4
kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

ARMD Degenerasi makula terkait usia. Penyebab pasti belum diketahui. Insidens meningkat pada usia
> 50 tahun. Predominansi pada wanita, riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Gangguan
penglihatan sentral (mata kabur, distorsi atau skotoma). Ditandai oleh atrofi dan degenerasi
retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat
bervariasi. Funduskopi: drusen (endapan putih, kuning, bulat, diskret tersebar di seluruh
makula dan kutub posterior)
Tatalaksana bisa berupa Antioksidan serta Fotokoagulasi laser

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing cotton
wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya
Fugax monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
37. KONJUNGTIVITIS NEONATAL
Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery
Cause:
Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari)
Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
Mucopurulent discharge
Chlamydial less inflamed eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
Complication in chlamydia infection pneumonia (10-20% kasus)
Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than
gonococcal caused by eyelid scarring and pannus
Terapi konj. Klamidial oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid)
for 14 days (because of the significant risk for life-threatening
pneumonia)

http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
manifests in the first five days of life 5 to 12 days after birth
marked bilateral purulent Mucopurulent discharge
discharge less inflamed eyelid swelling,
local inflammation palpebral chemosis, and
edema pseudomembrane formation
Complication diffuse epithelial
edema and ulceration, perforation of
Complication pneumonitis
the cornea and endophthalmitis (range 2 weeks 19 weeks after
Gram-negative intracellular diplococci
delivery)
on Gram stain Blindness rare and much
Culture Thayer-Martin agar slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus
Microscopic Findings

Etiology Findings
Chemical PMNs, few lymphocytes
Chlamydia PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber
cells, intracytoplasmic basophilic
inclusions
Bacteria PMNs, bacteria
Virus Lymphocytes, plasma cells,
multinucleated giant cells, intranuclear
eosinophilic inclusion

http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html
KONJUNGTIVITIS GO
Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular
diplococci on Gram stain
Masa inkubasi: 1-7 hari
manifests in the first five days of life
Marked bilateral purulent discharge
local inflammation palpebral edema
Complication diffuse epithelial edema and
ulceration, perforation of the cornea and
endophthalmitis kebutaan
Culture Thayer-Martin agar
Topical erythromycin/Tetracycline ointment and IV or
IM third-generation cephalosporin
Non-Infectious Nasolacrimal duct obstruction may cause sticky eyes.
Corneal abrasion following trauma at delivery.
Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic region).
Foreign body.

Infectious Organism Age of Onset Clinical Features Therapy


# Uncommon, potential
for serious
consequences - severe Staphylococcus aureus 2-5 days Unilateral, crusted purulent Topical soframycin drops qds for 5 days
keratitis and
endophthalmitis. Streptococcus discharge
Requires early pneumoniae,
recognition and
treatment. Needs blood Haemophilus spp,
and CSF culture. Enterococci
Consider concomitant
chlamydial infection if
poor response to
Neisseria gonorrhoeae # 3 days to 3 Bilateral, hyperaemic, Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a single
cephalosporin. Parents Infants who are positive weeks chemosis, copious thick white dose (maximum 125mg),
require investigation
and screening. need to be evaluated for discharge Saline irrigations hourly until exudate
+ Risk of rapid
progression from disseminated infections resolves.
purulent discharge to Topical erythromycin/Tetracycline
denuding of corneal
epithelium, and ointment
perforation of cornea.
The anterior chamber Pseudomonas aeruginosa 5-18 days Oedema and erthyema of lid, IV anti-pseudomonal antibiotics.
can fill with fibrinous
exudate, iris can adhere + purulent discharge.
to cornea and later Topical Gentamicin.
blood vessel invasion.
The late ophthalmic
complications can be
Chlamydia trachomatis * 5-14 days Unilateral or bilateral, mild PO erythromycin 50mg/kg/day x 14d
followed by bacteraemia conjunctivitis, copious (qid)Alternative, 5 days Azithromycin
and septic foci.
* Most common purulent discharge. syrup
pathogen, 20-50% of
exposed infants will (= pertussis dosing 10mg/kg/day and
develop chlamydia
conjunctivitis, 10-20%
5mg/kg day 2-5)
will develop pneumonia.
If relapse occurs repeat Herpes simplex Conjunctivitis with vesicles Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 14-21d.
course of erythromycin
for further 14 days. elsewhere
Parents require
Need ophthalmology review Topical acyclovir 3% 5 times daily.
treatment.
within 24 hours.
http://www.adhb.govt.nz /newborn/guidel ines/infection /neon atalconjunctivitis.ht m
38. Katarak Komplikata
Pembagian katarak berdasarkan usia:
Katarak kongenital usia < 1 thn
Katarak juvenil sesudah usia 1 thn
Katarak senilis > 50 thn
Katarak komplikata
akibat penyakit mata lain, mis: radang, glaukoma, tumor, dll.
Dpt jg disebabkan oleh peny.sistemik endokrin (mis: DM) dan
keracunan obat (mis: steroid lokal lama)
Katarak traumatik
akibat trauma, plg sering disebabkan oleh cedera benda asing
atau trauma tumpul bola mata
Katarak sekunder
terjadi sesudah operasi katarak atau sesudah suatu trauma yg
memecah lensa
Sumber: - Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.
- General opthalmology. Vaughan, et al. 17th edition
Steroid induced Ocular complications
IT INCLUDES:
Conjunctival necrosis
Corneal stromal calcification
Delayed corneal wound healing
Glaucoma: Primary Open Angle Glaucoma
Ocular hypertension
Open angle
Optic nerve cupping
VF loss

Cataract (Posterior subcapsular cataract)


Retinal/choroidal emboli
Central serous chorioretinopathy
Decreased resistance to infection
Steroid cataract
Steroid-induced posterior subcapsular cataracts (PSCs) exhibit three main
distinctive characteristics:
(i) association only with steroids possessing glucocorticoid activity
(ii) involvement of aberrant migrating lens epithelial cells
(iii) a central posterior location.
Children are at greatest risk since they can develop cataracts with lower
doses & shorter treatment durations than adults
Cataracts may be seen as early as within 6 mths of treatment & even in
children on alternate day therapy.
Pathophysiology: Mechanisms involved in cataract formation include :
increased glucose levels due to an increased gluconeogenesis
inhibition of Na + /K + -ATPase
inhibition of glucose-6-phosphate-dehydrogenase
inhibition of RNA synthesis
covalent binding of steroids to lens proteins.
Steroid Cataract
Strategies to prevent development of steroid induced ocular
complications:
Ophthalmologic examinations are recommended every 6 months
for pts on long-term systemic glucocorticoid therapy.
Progression of cataract may still occur despite decreasing dose but
discontinuing it may occasionally deter further cataract formation.
Strategies for treatment of established ocular complications:
Cataracts often are small but can affect visual acuity significantly
requiring surgical intervention.
Stopping treatment will halt the progress of cataract but will usually
not reverse the changes already present .
39. TAJAM PENGLIHATAN
Bila tajam penglihatan 6/6: dapat melihat huruf pada jarak
6 meter, yang oleh orang normal dapat dilihat pada jarak 6
mtr
Bila tidak dapat melihat huruf terbesar pada kartu Snellen :
dilakukan uji hitung jari pemeriksa dengan dasar putih. Jari
dapat terlihat oleh orang normal pada jarak 60 mtr
Bila pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 1 mtr
uji lambaian tangan. Orang normal dapat melihat lambaian
tangan pada jarak 300mtr. Bila mata hanya dapat melihat
pada jarak 1mtr : visus 1/300
Bila hanya mengenal adanya sinar : 1/~
Bila tidak mengenal adanya sinar: visus 0 atau buta total

Ilmu Penyakit Mata,Sidarta Ilyas


Visual acuity chart
Visual acuity chart for Visual acuity chart for
infants pre-school children
Optokinetic nystagmus Landot c
drum Tumbling E
Lea paddle. Sheridan Gardiner.
Visual acuity chart for Stycar visual acuity test .
school going childrens Lea symbol .
/adults Kay picture test.
Snellen chart Cardiff chart .
LogMar chart Allen card test .
Optokinetic Nystagmus Drum
Lea paddle
Lea paddle
It is based on preferential At a time two cards are held
looking and snellen principle. infront of the patient .The
The chart is placed at a blank infront and the one with
distance of 1m from the lines ie, held behind it .
patient. Then immediately the second
It is usually used for the age card is flipped out and we
group of 3 to 9 mths. keep on changing the
There are cards available of positions.
various thickness of lines. The patient should appreciate
the card with lines .
The test is done at same eye
level and the eye movement
of patient is seen .
Landolt c chart
For preschool children
LANDOLT C CHART The patient has to
It is usually used for age identify the part from
group of 3 to 6 yrs who where the ring is broken
cannot recognize letters . by pointing the direction
The chart is shown to the up ,down ,left,right by
patient at a distance of finge .
6meter. Landolt c-chart based on
Acuity Charts using the log MAR principle are also
Landolt C have available.
traditionally been They consist of 5 broken
considered among the rings per line and the size
most reliable pediatric goes on decreasing as we
symbols. move a head.
Tumbling E chart
Tumbling E chart
It is similar to landolt c except that it consist of
letter E
The test is again done at a distance of 6 meter.
The child is given wooden or plastic letter E and is
asked to point the direction of E as instructed by
the examiner .
Or the patient is directly told to point the finger
in the direction up down ,left, right as shown in
the main chart .
FOR SCHOOL GOING CHILDREN/ADULTS
SNELLEN CHART
It was introduced in 1862 by snellen .
The chart consist of seven row namely
6/60,6/36,6/24,6/18,6/12,6/9,6/6. and sometimes 6/5 ,6/4
also will be there.
These is the most common chart used to measure the
vision.
The patient is told to occlude one eye and is asked to read
the chart from top until the last line or letter that he can
read.
It consist of letters of varying size .
It is done at 6 meter
LOGMAR CHART
LOGMAR CHART
It was given by Bailey and lovie in 1916 and so
it also called as Bailey lovie chart.
The production was done by light house .
The measurements are based on logarithm
principle .
Bailey Lovie also gave another logMAR chart
which had decreasing contrast as we move a
head to measure the contrast level.
Landolt C Chart
Digunakan untuk menilai visus
anak usia 3-6 tahun yang belum
bisa mengenali huruf
Terdiri atas lingkaran yang tidak
lengkap
Tes baca dilakukan dari jarak 6
meter, pasien disuruh
menunjukkan letak hilangnya
lingkaran apakah ke atas,
bawah, kiri ataupun kanan
dengan menggunakan jari
40. Trichiasis
Suatu kelainan dimana bulu mata
mengarah pada bola mata yang
akan menggosok kornea atau
konjungtiva
Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain seperti
pemfigoid, trauma kimia basa dan
trauma kelopak lainnya, blefaritis,
trauma kecelakaan, kontraksi
jaringan parut di konjungtiva dan
tarsus pada trakoma
Gejala :
Konjungtiva kemotik dan hiperemi,
keruh
Erosis kornea, keratopati dan ulkus
Fotofobia, lakrimasi dan terasa
seperti kelilipan
blefarospasme
Trichiasis
Tatalaksana:
Yang utama: bedah
Lubrikan seperti artificial tears dan salep untuk mengurasi iritasi akibat
gesekan
Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth SSJ, ocular cicatrical pemphigoid)
Tatalaksana Bedah trikiasis segmental (fokal)
Epilasi: dengan forsep dilakukan pencabutan beberapa silia yang salah
letak, dilakukan 2-3 kali. Biasanya dicoba untuk dilakukan epilasi
terlebih dahulu. Trikiasis bisa timbul kembali.
Elektrolisis/ elektrokoagulasi, ES: nyeri
Bedah beku (krioterapi): banyak komplikasi dan dilakukan bila banyak
bulu mata yang masuk ke dalam
Ablasi denga radiofrekuensi: sangat efektif, cepat , mudah, bekas luka
minimal
Tatalaksana (cont)
Tatalaksana bedah untuk trikiasis yg
disebabkan krn kelainan anatomi:
Entropion: dilakukan tarsotomi
Posterior lamellar scarring: Grafting
Entropion
Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam
Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut),
faktor usia, kongenital
Klasifikasi
Enteropion involusional
yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
Enteropion sikatrikal
Mengenai palpebral inferior/ superior
Akibat jaringan parut tarsal
Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
Enteropion congenital
Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa palpebra tertarik ke
dalam
Enteropion spastik akut
Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik terjadi penarikan oleh
m.orbikularis okuli entropion
N EU R OLOGI
41. Parkinson
Parkinson:
Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
Gangguan kronik progresif:
Tremor resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
Rigidity cogwheel phenomenon, hipertonus
Akinesia/bradikinesia gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
Postural Instability berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
Hemibalismus/sindrom balistik
Gerakan involunter ditandai secara khas oleh
gerakan melempar dan menjangkau keluar yang
kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis.
Terjadi kontralateral terhadaplesi
Chorea Huntington
Gangguan herediter autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif
sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10
12 tahun
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik

Nyeri Tremor
Gangguan tidur Sulit untuk berbalik badan
Ansietas dan depresi di kasur
Berpakaian menjadi lambat Berjalan menyeret
Berjalan lambat Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson :

1. Rigiditas : peningkatan tonus otot


2. Bradykinesia : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi
wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan
tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif
3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan
saat mata agak menutup
4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk
Penatalaksanaan Parkinson
Prinsip pengobatan parkinson adalah
meningkatkan aktivitas dopaminergik di
jalur nigrostriatal dengan memberikan :
Levodopa diubah menjadi dopamine
di substansia nigra
Antagonis dopamine
Menghambat metabolisme dopamine
oleh monoamine oxydase dan cathecol-
O-methyltransferase
Obat- obatan yang memodifikasi
neurotransmiter di striatum seperti
amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005


Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

42. Golongan Hidantoin


Hidantoin merupakan senyawa laktam dari
asam ureidoasetat ( 2,4-diokso-imidazolidin ) Interaksi obat:
Inhibisi metabolisme mikrosomal fenitoin dalam
Bersifat sedatif lemah, kadang-kadang bersifat hati disebabkan oleh kloramfenikol, dikomarol,
stimulan. simetidin, sulfinamid, dan isoniazid.
Penurunan konsentrasi fenitoin dalam plasma
Salah satu contohnya adalah Fenitoin. disebabkan oleh karbamazepin yang memperkuat
Fenitoin efektif dalam fenitoin.
Serangan tonik-klonik Fenitoin menginduksi sistem P-450 yang
menyebabkan peningkatan metabolisme anti
Kejang parsial
epilepsi lain, anti koagulan, kontrasepsi oral :
Mekanisme kerja: kuinidin, doksisiklin, siklosporin, mexiletina,
Menstabilkan membran sel saraf terhadap depolarisasi metadon, dan levodopa.
mengurangi masuknya ion-ion natrium dalam neuron Dosis:
pada keadaan istirahat atau selama depolarisasi
Permulaan sehari 2-5 mg/kgBB dibagi dalam 2
Menekan dan mengurangi influks ion kalsium selama dosis
depolarisasi dan menekan perangsangan sel saraf yang
berulang-ulang. Dosis pemeliharaan 2 dd 100-300 mg pada waktu
makan dan minum banyak air
Efek samping: Pada anak-anak 2-16 tahun, permulaan sehari 4-7
Depresi saraf pusat terjadi terutama dalam serebelum mg/BB dibagi dalam 2 dosis dan dosis
dan sistem vestibular, menyebabkan nistagmus dan pemeliharaan 4-11 mg/BB
ataksia Bila dikombinasi dengan fenobarbital dosisnya
Masalah gastrointestinal ( mual, muntah ) sering terjadi dapat diperkecil. Dosis harian rata-rata 200-300
Hiperpelasia gusi bisa menyebabkan gusi tumbuh dan mg.
melampaui gigi anak-anak
Perubahan tingkah laku seperti kebingungan, halusinasi
dan mengantuk sering terjadi.
Golongan Suksinimida
Siksinimida berbeda konstitusinya secara kimia dengan definilhidantoin hanya
dengan penggantian gugus NH pada posisi 1 dengan CH 2 berbeda dengan
fenitoin
Suksinimida hanya berkhasiat pada berbagai epilepsi tipe petit mal
sedangkan gejala grand mal akan lebih diperkuat dengan pemberian obat ini.
Salah satu contohnya adalah Etoksuksimida
Mekanisme kerja:
Etoksuksimida mengurangi perambatan aktivitas listrik abnormal didalam otak
Ethosuximide bekerja dengan cara menghambat aliran kalsium ambang-rendah ('arus
T')Kanal Kalsium tipe T
Merupakan pilihan pertama pada serangan absence
Efek samping:
Berupa sedasi, antara lain rasa mengantuk dan termenung
sakit kepala, anoreksia, dan mual, juga bertahap. Leukopemia jarang terjadi, namun gambaran
darah juga fungsi hati dan urin perlu dikontrol secara teratur.
Dosis:
1-2 dd 250-500 mg sebagai tablet e.c. ( enterik coated ) berhubung rasanya tidak enak dan
bersifat merangsang.
Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Asam Valproat
Asam valproat ( asam dipropil asetat ) terutama untuk:
absence piknoleptik
serangan grand mal
mioklonik.
Mekanisme kerja:
Mengurangi perambatan lepasan listrik abnormal di dalam otak
Memperkuat keja GABA pada sinaps-sinaps inhibisihambatan enzim yang menguraikan GABA ( g-amino-
butyric acid) kadar GABA diotak meningkat.
Efek samping:
Keluhan saluran cerna, rambut rontok, gangguan pembekuan darah dan kerusakan hati.
Interaksi obat:
Menghambat metabolisme fenobarbital meningkatkan kadar barbiturat dalam sirkulasi
Dapat meningkatkan kadar dan fenitoin di dalam darah
Penggunaan bersamaandosis harus dikurangi sampai 30-50 % guna menghindari sedasi berlebih
sebaliknya khasiatnya juga dIperkuat oleh anti epileptika lainnya.
Dosis:
Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. Dari garam natriumnya tablet ( tablet e.c )
kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg, maksimal 3 gram
sehari.
Anak-anak 20-30 mg/kg sehari.
Asam bebasnya memberikan kadar plasma yang 15 % lebih tinggi (lebih kurang sama dengan persentase
natrium dalam Na-valproat ) tetapi lain daripada itu tidak lebih menguntungkan.
Golongan Barbiturat
Memiliki sifat anti konvulsi yang baik terlepas dari sifat hipnotiknya
Digunakan terutama senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang
lebih kontinu terhadap serangan grand mal.
Salah Satu contohnya adalah Fenobarbital
Mekanisme kerja:
Fenobarbital memiliki aktivitas anti epilepsi
membatasi penyebaran lepasan kejang didalam otak
meningkatkan ambang serangan epilepsi.
Mekanisme kerjanya tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan potensiasi efek inhibisi dari neuron-
neuron yang diperantarai oleh GABA ( asam gama aminobutirat).
Untuk mengatasi efek hipnotiknya obat ini dapat dikombinasi dengan kofein.
Efek samping:
Sedasi seperti pusing, mengantuk, ataksia. Nistagmus, vertigo
Agitasi dan kebingungan terjadi pada dosis tinggi.
Interaksi obat:
Bersifat menginduksi enzim, antara lain mempercepat penguraian kalsiferol ( Vitamin D2 ) dengan
kemungkinan timbulnya rachitas ( penyakit inggris pada anak kecil )
Penggunaannya bersama dengan valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat
ditingkatkan.
Dosis:
1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali), pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kgBB sehari,
pada status epileptikus, dewasa 200-300 mg.
Karbamazepin
Karbamazepin merupakan turunan dibenzazepin mempunyai sistem cincin yang sama
seperti timoleptika opipramol dan hanya berbeda dari senyawa ini pada subsitituen N.
Disaat ini senyawa ini merupakan salah satu anti epileptika yang terpenting dan paling
banyak digunakan.
Mekanisme kerja:
Mengurangi perambatan impuls abnormal didalam otak dengan cara menghambat kanal natrium, sehingga
menghambat timbulnya potensial kerja yang berulang-ulang didalam fokus epilepsi.
Efek samping:
Pemberian kronik stupor, koma dan depresi pernapasan bersamaan dengan rasa pusing, vertigo, ataksia dan
pandangan kabur
merangsang lambung timbul mual dan muntah
Anemia aplastik, agranulositosis dan trombositopenia telah terjadi pada beberapa penderita.
Interaksi obat:
Metabolisme dalam hati dihambat oleh beberapa obat
Penyesuaian dosis pada gangguan fungsi heparmenghindari gejala-gejala toksik
Dosis:
Permulaan sehari 200-400 mg dibagi dalam beberapa dosis
Berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 800-1200 mg dibagi dalam 2-4 dosis
Pada manula setengah dari sosis ini
Dosis awal bagi anak-anak:
sampai usia 1 tahun 100 mg sehari
1-5 tahun 100-200 mg sehari
5-10 tahun 200-300 mg sehari
dosis pemeliharaan 10-20 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis.
Golongan Benzodiazepin
Contohdiazepam, dan nitrazepam
Terutama digunakan pada epilepsi petit-mal pada bayi dan anak-anak.
Efektivitas pada:
Absence piknoileptik
serangan mioklonik astatik
serangan propulsif.
Mekanisme Kerja:
Menekan serangan yang berasal dari fokus epileptogenik
efektif pada serangan absence dan mioklonik tetapi terjadi juga toleransi.
Efek samping:
mengantuk, termenung-menung, pusing, dan kelemahan otot.
Dosis:
2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 dengan perlahan-lahan (1-2 menit), bila perlu diulang setelah 30
menit
pada anak-anak 2-5 mg
Pada status epilepticus dewasa dan anak diatas usia 5 tahun 10 mg
Pada anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg sekali
Pada konvulsi karena demam: anak-anak 0,25-0,5 mg/kg berat badan bayi
anak-anak dibawah 5 tahun5 mg
setelah 5 tahun 10 mg.
43. Epilepsi
Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang akibat dari
adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


Kejang
Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b) Kejang mioklonik
Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
EEG
Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
Epilepsy - Classification
Focal seizures account
for 80% of adult epilepsies
- Simple partial seizures
- Complex partial seizures
- Partial seizures secondarilly
generalised

Generalised seizures
(include absance
type)

Unclassified seizures
Pemilihan OAE pada Remaja dan Dewasa
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
CBZ: carbamazepine,
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG CZP: clonazepam
LEV CLB ESM: ethosuximide
ZNS CZP
PB FBM: falbamate
Tonik Klonik VPA LTG TPM GBP: gabapentine
CBZ OXC LEV LEV: Levetiracetam
PHT ZMS
PB PRM
LTG: lamotrigine
Atonik VPA LTG FBM
OXC: oxcarbamazepine
TPM PB: phenobarbital
Parsial CBZ VPA TGB PGB: pregabalin
PHT LEV VGB PHT: phenytoin
PB ZNS FBM
OXC PGB PRM PRM: pirimidon
LTG TGB: tiagabine
TPM
GBP VGB: vigabatrine
Unclassified VPA LTG TPM VPA: sodium valproate
LEV ZNS: zonisamide
ZNS
Pemilihan OAE pada Anak
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
ACTH: adrenocorticotropic hormone
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS
CBZ: carbamazepine,
CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG
ZNS CLB CZP: clonazepam
PB ESM: ethosuximide
Tonik Klonik VPA LTG ZMS FBM: falbamate
CBZ TPM OXC GBP: gabapentine
PB PHT LEV LEV: Levetiracetam
Parsial CBZ LTG CLB LTG: lamotrigine
VPA TPM PHT
PB OXC GBP
NTZ: nitrazepam
ZNS LEV OXC: oxcarbamazepine
Spasme Infantil VGB VPA LTG PB: phenobarbital
ACTH NTZ ZNS PGB: pregabalin
TPM PHT: phenytoin
Lennox-gastaut VPA LTG CLB PRM: pirimidon
TPM FBM TGB: tiagabine
Unclassified VPA LTG TPM VGB: vigabatrine
LEV
ZNS
VPA: sodium valproate
ZNS: zonisamide
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,

1. Syarat umum yang meliputi :


Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana
penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6bulan.
Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG abnormal
Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
Penggunaan OAE lebih dari 1
Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas
bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul
kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian
evaluasi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


44. Gerakan Involunter Abnormal

Gangguan sistem ekstrapiramidalis:


1. Tremor
serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran.
Timbul karena berkontraksinya otot2 yg berlawanan secara bergantian,
melibatkan 1 atau lebih bagian tubuh.
Jenis-jenis:
Tremor fisiologis, karena ketakutan atau marah
Tremor halus; pada hipertiroid, tremor pada jari dan tangan, keracunan
nikotin, kafein, obat-obatan spt adrenalin, efedrin, barbiturat)
Tremor kasar; pada penyakit parkinson, gerakan jari seperti menghitung
uang
Tremor intensi; tremor kasar, tjd pada kerusakan serebelum, diagnosa dgn
tes telunjuk hidung
2. Khorea ; (Yunani = menari)
Gerakan otot cepat, aritmik dan kasar
Meliputi 1 ekstremitas, sebagian atau seluruh badan
Umumnya pada anggota gerak atas (lengan, tangan),
terutama distal
Gerakan tidak harmonis antara otot2 penggerak
Anamnesa; luruskan tangan dan lengan, didapatkan
hiperekstensi talang proksimal dan terminal, pergelangan
tangan fleksi dengan sedikit pronasi. Lebih jelas bila tangan
diangkat keatas jari-jari tangan akan direnggangkan , ibu jari
abduksi dan terarah ke bawah.
Korea sydenham Korea huntington
Manifestasi utama dari secara umum ditandai
demam rematik akut adanya kedutan pada jari-
(kriteria JONES pada tahun jari dan pada wajah.
1992) Seiring waktu, amplitudo
Korea rematik ditandai meningkat, pergerkan
dengan kelemahan otot seperti menari
dan terjadinya korea mengganggu pergerakan
voluntar dari ekstremitas
Pasien menunjukkan
milkman grip sign, gaya dan berlawanan dengan
berjalan kaku dan gaya berjalan. Berbicara
gangguan bicara. menjadi tidak teratur.
(menyertai pasien dengan
huntington disease)
3. Atetose (yunani = berubah)
Gerakan lebih lamban. Berlainan dari khorea yang gerakannya
berlangsung cepat, mendadak, dan terutama melibatkan bagian
distal, maka atetose ditandai oleh gerakan yang lebih lamban,
seperti gerak ular, dan melibatkan otot bagian distal. Namun
demikian hal ini cenderung menyebar juga ke proksimal.
Atetosis dapat dijumpai pada banyak penyakit yang melibatkan
ganglia basal.

4. Distonia
Kerusakan besar ekstrapiramidal melibatkan ganglia basal.
Gejalanya kompleks, dimulai dgn gerak otot (atetose) pada
lengan / anggota gerak lain, dapat terjadi jg di otot leher dan
punggung.
5. Balismus (hemibalismus)
Gerak otot yg datang tiba-tiba, kasar, cepat. Terjadi pada otot proksimal
6. Tik (tic)
Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan
(habit spasm).
7. Fasikulasi
Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari 1 berkas (fasikulus)
serabut otot / 1 unit motorik (kedutan kulit)
8. Spasme
Gerakan abnormal tjd karena kontraksi otot-otot yg dipersarafi satu saraf
Tjd karena iritasi saraf perifer / otot atau iritasi di suatu tempat (dari
korteks serabut otot)
Klonik; tiba-tiba, sebentar dan dapat berulang-ulang
Tonik ; lama dan terus menerus
9. Miokloni
Gerakan timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong2, sebentar aritmik, asinergik atau tidak
terkendali
Meliputi sebagian satu otot, seluruh otot / sekelompok
otot
Pada otot2 ekstemitas dan badan, pada otot muka,
rahang, lidah faring dan laring
Miokloni hebat; rangsang emosional, mental, taktil, visual
/ auditorial
Berkurang; gerakan volunter bertambah, dapat timbul
pada saat pasien tidur dan hilang saat setelah tidur
45. HIPERTENSI KRISIS
Peningkatan tekanan darah mendadak (>
180/120 mmHg)
- T.O.D +/-
- KELUHAN +/-
- PENANGGULANGAN SEGERA
Table 2 : Algorithm for Triage Evaluation

Severe Hypertension (Urgency)


Parameter Hypertensive Emergency
Asymptomatic Symptomatic
Blood pressure > 180/110 > 180/110 Usually > 220/140
(mmHg)

Symptoms Headache, anxiety; Severe headache, Shortness of breath, chest pain,


often asymtomatic shortness of breath nocturia, dysarthria, weakness,
altered consciousness
Examination No target organ Target organ Encephalopathy,pulmonary
damage, no clinical damage; clinical edema, renal insufficiency,
cardiovascular cardiovascular cerebrovascular accident,
disease disease present, cardiac ischemia
stable
Therapy Observe 1-3 hr; Observe 3-6 hr; Baseline laboratory tests;
initiate, resume lower BP with intravenous line; monitor BP, may
medication; increase shortacting oral initiate parenteral therapy in
dosage of inadequte agent; adjust emergency room
agent current therapy
Plan Arrange follow-up Arrange follow-up Immediate admission to ICU;
within 3-7 days; if no evaluation in less treat to initial goal BP, additional
prior evaluation, than 72 hr diagnostic studies
schedule appointment

BP, Blood pressure; ICU, Intensive care unit

Sumber : Hebert e.j Prim Care 2008. 35 (3)


Table 3 : Clinical Characteristics of the Hypertensive Emergency

Blood Funduscopi Neurologic Cardiac Renal Gastrointestinal


Pressure c Findings Status Findings Symptoms Symptoms
(mmHg)

Usually Hemorrhage Headache, Prominent Azotemia, Nausea.


>220/140 s, exudates, confusion, apical proteinuria, vomiting
papiledema somnolence, pulsation, oliguria
stupor, visual cardiac
loss, seizures, eniargement,
focal congestive
neurologic heart failure
deficits, coma

Sumber : Hebert e.j Prim Care 2008. 35 (3)


Table 4 : Clinical Manifestations of End-Organ Damage From Hypertensive Emergency

Central nervous Dizzness, NV, confusion, weakness, encephalopathy, ICH, SAH, ischemic
system stroke
Eyes Ocular hemorrhage, exudates, or papiledema on fundoscopic exam,
blurred vision, loss of sight
Heart Angina, ACS, LVF, PE, aortic dissection, cardiogenic shock

Kidneys Hematuria, proteinuria, pyelonephritis, elevated SCr and BUN, ARF

ACS; acute coronary syndrome; ARF: acute renal failure: BUN: blood urea nitrogen: ICH: intracranial
hemorrhage; LVF: left ventricular failure; NV: nausea and vomiting: PE: pulmonary edema: SAH:
subarachnoid hemorrhage; SCr, serum creatinine

Pergolini MS. The Management of hypertensive crises. Clin Ter 2009. 160 (2)
PENGOBATAN
Hipertensi Urgensi
- Tidak memerlukan penurunan tekanan darah segera
sp normal dalam waktu observasi
- Oral anti hipertensi bekerja cepat
- Target tidak tercapai, tingkatkan dosis
- Target tercapai dalam 3-7 hari
Table 5 : Management of Hypertensive Urgencies

ONSET/DURATION OF
AGENT DOSE ACTION PRECAUTIONS
(AFTER
DISCONTINUATION)
Captopril 25 mg p.o., repeat as needed SL, 15-30 min/6-8 h SL, Hypotension, renal
25 mg 15-30 min/2-6 h failure in bilateral renal
artery stenosis
Clonidine 0.1-0.2 mg p.o., repeat hourly as 30-60 min/8-16 h Hypotension,
required to total dose of 0.6 mg drowsiness, dry mouth
Labetalol 200-400 mg p.o repeat every 2-3 h 30 min-2 h/2-12 h Bronchoconstriction,
heart block, orthostatic
hypotension
Amblodipi 2,5-5 mg 1-2 hr/12-18 hr Tachycardia,
n hypotension
Nifedipin 5 mg sl 5-20 min/2-6 hr Tachycardio,
hypotension
Adapted with permission from Vidt DG. Hypertensive crises: emergencies and urgencies. J Clin Hypertens (Greenwich ).
2004;6:520-525

Sumber :
- Adaptec etc
- InaSH
- Hebert C.J Hypertensive Crises Prim Care 2008. 35 (3)
PENGOBATAN

Hipertensi Emergensi
- Dirawat di ICU
- Obat anti hipertensi parenteral
- Target : - Penurunan tekanan darah pd jam
pertama 20-25 %
- Minimalisir hipoperfusi organ vital
- Penurunan tekanan darah selanjutnya dl 24 jam
Table 6 : Treatment of Hypertensive Emergencies
Agent Dosage Onset/Duration of Precautions
Action (after
discontinuation)
Parenteral
Vasodilators

Sodium 0.25-10 g/kg/min as Immediate/2-3 min Nausea, vomiting; prolonged use


Nitroprusside IV infusion after infusion may cause thiocyanate
intoxication,
methemoglobinemia, acidosis,
cyanide poisoning; bags, bottles,
delivery sets must be light
resistant
Nitroglycerin 5-100 g as IV 2-5 min/5-10 min Headache, tachycardia,
infusion vomiting; flushing.
Methemoglobinemia; requires
special delivery system because
of drug binding to PVC tubing
Nicardipine 5-15 mg/hr as IV 1-5 min/15-30 min, Tachycardia, nausea, vomiting,
infusion but may exceed 12 headache, increased intracranial
hr after prolonged pressure; hypotension may be
infusion protracted after prolonged
infusions
Fenoldopam 0.1-0.3 g/kg/min as IV <5 min/30 min Headache, tachycardia, flushing,
Mesylate infusinon local phlebitis, dizziness

Hydralazine 5-20 mg as IV bolus or 10 min IV/> 1 hr (IV); Tachycardia, headache,


10-40 mg IM; repeat 20-30 min IM/4-6 hr vomiting, aggravation of angina
every 4-6 hr (IM pectoris, sodium and water
retension, increased intracranial
pressure

Sumber : Hebert e.j Prim Care 2008. 35 (3)


Keadaan Khusus di Bidang Neurologi

Hipertensi Ensefalopati
Perfusi ke serebral edem serebral progresif
Klinis :
kesadaran
Perdarahan retina
Papil edem
Defisit neurologi
Terapi :
tekanan darah 20-25% jam pertama
Obat :
Na Nitropruside
Labetalol
Stroke Iskemi
Penurunan tekanan darah masih kontroversi
tekanan darah tiba-tiba iskemi cerebri
bertambah
tekanan darah bila awal > 220/120 mmHg:
tdk lebih 10% pd jam I, 20% pada 6-12 jam berikut
Obat :
Na Nitropruside
Nicardipin
Perdarahan serebral
Biasanya tekanan darah > 240/120 mmHg
Klinis :
penurunan kesadaran
Ngorok
tanda-tanda defisit neurologi
Terapi :
tek darah 20-25 % jam pertama 160/90 mmHg dl 24 jam
Obat :
Na Nitropruside
Nicardipin
CCB
ILM U
PSIK IATR I
46. Jenis Waham
Waham Karakteristik
Bizzare keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh
Sistematik keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu
tema/kejadian.
Nihilistik perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada
atau menuju kiamat.
Somatik perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.
Paranoid termasuk didalamnya waham kebesaran, waham kejaran/presekutorik,
(curiga) waham rujukan (reference), dan waham dikendalikan.
Kebesaran/ keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya
grandiosity adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.
Kejar/ mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
persekutorik yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Rujukan/ selalu berprasangka bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya dan
delusion of kejadian-kejadian yang alamiah pun memberi arti khusus/berhubungan
reference dengan dirinya
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Kendali keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya
dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya: thought
of withdrawal, thought of broadcasting, thought of insertion.
Thought of waham bahwa pikirannya ditarik oleh orang lain atau kekurangannya.
withdrawal
Thought of waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang lain atau kekuatan lain.
insertion
Thought of waham bahwa pikirannya dapat diketahui oleh orang lain, tersiar
broadcasting diudara.
Cemburu keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis tentang
pasangan yang tidak setia.
Erotomania keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa
seseorang sangat mencintainya.
PPDGJ

SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

47. SEXUAL DISORDER (PARAFILIA)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
Pedoman Diagnosis Ekshibisionisme
(DSM-IV)
48. TAHAPAN BERDUKA (KUBLER ROSS)
Tahapan Berduka
TAHAPAN PENJELASAN
BERDUKA
Penyangkalan Penyangkalan terhadap kecemasan karena penyakit yang dialami
(Denial ) pasien. Contoh: pasien merasa dokter telah salah mendiagnosis.
Kemarahan Karena penyangkalan tidak mengubah apa-apa, emosi yang muncul
(Anger) adalah gusar, iri, marah kepada orang lain. Contoh: pasien marah dan
bertanya-tanya kenapa ia harus menghadapi sakit, sementara orang
lain tidak.
Tawar Biasanya tidak disadari karena berlangsung singkat. Di tahap ini,
menawar pasien bertanya-tanya apakah ia dapat membuat kesepakatan
(Bargaining) dengan Tuhan atau takdirnya, sehingga ia dapat menunda kematian.
Depresi Pasien merasa lelah, menarik diri, putus asa, dan memancarkan
(Depression) kesedihan mendalam.
Penerimaan Pemikiran mulai rasional. Pikiran pasien terbuka bahwa ia tidak bisa
(Acceptance) menghindar dari kematian, tetapi ada hal yang dapat ia lakukan untuk
mengoptimalkan kualitas hidup.
49. GANGGUAN SOMATOFORM
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


somatoform tremor, flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan

PPDGJ
Bedanya dengan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder
Kelainan Karakteristik
Psikosomatis Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan
keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah
masalah psikis.
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.

Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
50. PRINSIP TERAPI ANTIPSIKOTIK
Key points for using antipsychotic therapy:
1. An oral atypical antipsychotic drug should be considered as
first-line treatment.
2. Choice of medication should be made on the basis of prior
individual drug response, patient acceptance, individual side-
effect profile and cost-effectiveness, other medications being
prescribed and patient co-morbidities.
3. The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
4. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication
should be within the manufacturers recommended range.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka
Key points for using antipsychotic therapy:
5. Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing
antipsychotic medication.
6. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should
not be prescribed concurrently, except for short periods to
cover changeover.
7. Treatment should be continued for at least 12 months, then if
the disease has remitted fully, may be ceased gradually over
at least 1-2 months.
8. Prophylactic use of anticholinergic agents should be
determined on an individual basis and re-assessment made at
3-monthly intervals.
9. A trial of clozapine should be offered to patients with
schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate
trials of antipsychotic medications.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal
Dosis Obat Antipsikotik
Chlorpromazine Risperidone
PO: 30-75 mg/day divided q6-12hr 2 mg/day initially; may be increased
initially; maintenance: usually 200 in increments of 1-2 mg/day at
mg/day (up to 800 mg/day in some intervals 24 hoursRecommended
patients; some patients may require target dosage: 2-8 mg/day once daily
1-2 g/day) or divided q12hr (efficacy follows
bell-shaped curve; 4-8 mg/day more
Haloperidol effective than 12-16 mg/day)
PO: Moderate disease, 0.5-2 mg q8-
12hr initially Clozapine
Severe disease, 3-5 mg q8-12hr 12.5 mg PO once daily or q12hr
initially; not to exceed 30 mg/day initially; increased daily in increments
of 25-50 mg/day, if well tolerated, to
achieve target dosage of 300-450
mg/day by end of 2 weeks
On occasion, may have to be
increased to 600-900 mg/day to
obtain acceptable response
KULIT & KELAMIN,
MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI
51. Insect Bite
Etiologi
Nyamuk, kutu, skabies, lebah dan serangga lain

Faktor Risiko
Pakaian terbuka, paparan terhadap serangga (kebun dll), hunian
padat, higienitas rendah, binatang peliharaan

Gejala dan Tanda


Nyeri (sengatan), gatal, urtikaria, bagian tengah terdapat
vesikel/bula dengan isi jernih/hemoragik nekrosis

Tatalaksana
Dinginkan lesi, losion kalamin atau anestesi lokal,
steroid topikal potensi sedang bila terdapat
urtikaria
Reaksi anafilaksis injeksi adrenalin
http://www.dermnetnz.org/arthropods/bites.html
52. Kandidiosis Kutis
Candidiosis: penyakit yang disebabkan oleh genus candida
Klasifikasi:
- Kandidiosis mukosa: kandidiosis oral, perleche,
vulvovaginitis, balanitis, mukokutan kronik,
bronkopulmonar
- Kandidiosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia dan
onikomikosis, dan granulomatosa
- Kandidiosis sistemik: endokarditis, meningitis,
pyelonefritis, septikemia
- Reaksi id (kandidid)/autoeczematization: reaksi akut
generalisat pada kulit akibat multifaktorial
Buku Ajar Kulit dan Kelamin FKUI 2015
Kandidiosis Kutis

Faktor predisposisi
- Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan,
obesitas, iatrogenik, DM, penyakit kronik),
usia (orang tua dan bayi), imunologik
- Eksogen: iklim panas, kelembapan tinggi,
kebiasaan berendam kaki, kontak dengan
penderita

Buku Ajar Kulit dan Kelamin FKUI 2015


Kandidiosis Kutis
Bentuk klinis:
- Kandidiosis intertriginosa:
- Kandidiosis perianal
- Kandidiosis kutis generalisata

Pemeriksaan diagnostik: KOH (ditemukan sel ragi, blastospora, atau


hifa semu), kultur agar Saboraud
Tatalaksana:
- menghindari faktor predisposisi
- Antifungal: group azol oral (ketokonazole, fluconazole), topikal
(miconazole)

Buku Ajar Kulit dan Kelamin FKUI 2015


53. Paronikia

Infeksi jaringan lunak di lipatan kulit sekitar kuku


Awalnya berupa selulitis berkembang menjadi abses
Jenis:
- Akut
- Kronik
Gejala dan tanda umum:
- Eritema, bengkak, pus terbentuk di bawah kulit,
eponikia, kuku berubah warna
Diagnosis
- Pewarnaan gram, KOH
Paronikia: (Klasifikasi)
Akut:
Etiologi: Staphylococcus aureus
Gejala: nyeri atau eritema di daerah posterior atau
lateral lipatan kuku, dan diikuti oleh
pembentukan abses superfisial
Tanda: pus berwarna kuning di bawah kutikula

Kronik
Etiologi: Candida albicans
Gejala dan tanda: pemisahan abnormal lipatan
kuku proximal dari lempeng
kukuada space yg
memungkinkan untuk
kolonisasi
Durasi: 6 minggu
TERAPI

Terapi sistemik pilihan Terapi topikal


miconazole krim 2 kali sehari selama 2-6
paronikia akut minggu.
clindamycin 150-450 mg, 3-4 kali Losion atau krim Amfoterisin B ( fungizone
sehari ) tidak dapat digunakan bersamaan
amoxicillin-asam klavulanat dengan imidazole, terdapat efek
250-500 mg 3 kali sehari menetralkan antara satu sama lain.
efektif untuk bakteri yang Pembedahan dilakukan atas dasar
resisten terhadap beta laktamase indikasi, jika infeksi akut sudah
Dicloxacillin maupun cephalexin teratasi
juga efektif
Irisan (Insisi) dapat dilakukan jika ada
Paronikia kronik biasanya abses.
diberikan antimikotik Jika upaya di atas tidak berhasil dan
seperti ketokonazole 200 kuku menancap ke dalam kulit maka
mg per hari dapat dilakukan pengangkatan kuku.
(Roserplasty)
Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi jarang terjadi, tapi jika terjadi dapat


menyebabkan :
Abses
Infeksi Menyebar ke tendo, tulang ( osteomyelitis ) atau
pembuluh darah. .
Prognosis sangat baik dengan pengobatan yang tepat.
Paronikia akut sembuh dalam 5 sampai 10 hari dengan
kerusakan kuku yang tidak permanen.
Paronikia kronik butuh waktu berminggu minggu untuk
sembuh, kulit & kuku akhirnya akan kembali normal.
Harus diingat untuk mengobati jika berulang, dan tetap
menjaga agar daerah tersebut tetap kering
54. Nevus Pigmentosus
Etiologi
Sel-sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk sarang-
sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona taut
dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan membentuk
sarang- sarang pada dermis

Diagnosis Banding
Melanoma maligma, nevus biru, nevus sel epiteloid dan atau nevus spindel,
KSB berpigmen, Histiositoma, Keratosis seboroik berpigmen

Pengobatan
Umumnya tidak diperlukan pengobatan
Bila menimbulkan masalah secara kosmetik,
atau sering terjadi iritasi karena gesekan
pakaian, dapat dilakukan bedah eksisi
Bila ada kecurigaan ke arah keganasan dapat
dilakukan eksisi dengan pemeriksaan
histopatologi
Nevus Pigmentosus Kongenital
Nevus: Pola Dermatoskopik Melanosit
Lentigo
A lentigo is a small, sharply circumscribed, pigmented macule
surrounded by normal-appearing skin.
Lentigines may evolve slowly over years, or they may be
eruptive and appear rather suddenly.
Pigmentation may be homogeneous or variegated, with a color
ranging from brown to black.
There are several types of lentigo, such as lentigo simplex, solar
lentigo, ink spot lentigo, PUVA lentigo, generalised lentigo
Freckles will increase in number and darkness with sunlight
exposure, whereas lentigo will stay stable in their color
regardless of sunlight exposure
Histology
Histologic findings may include hyperplasia of the
epidermis and increased pigmentation of the basal layer.
A variable number of melanocytes are present; these
melanocytes may be increased in number, but they do not
form nests.
Lentigo simplex is characterized by a slight-to-moderate
elongation of the rete ridges with melanocyte proliferation
in the basal layer, increased melanin in both the
melanocytes and the basal keratinocytes, and the presence
of melanophages in the upper dermis.
Ephelides (freckles) have an increase in pigment content in
the basal cell layer, with neither elongated rete ridges nor
increased number of melanocytes.
Ephelides/ Freckles
Ephelides (freckles) are tanned macules found on the skin.
Ephelides are associated with fair skin and red or blonde hair.
In contrast to solar lentigines, ephelides are not strongly associated with age.
Commonly, ephelides first appear at age 2 years and increase in number into
young adulthood. In older ages, the number usually decreases.
Simple ephelides are multiple, small, tanned macules, ranging from 1-5 mm in
diameter, with uniform pigmentation.
They are most commonly found on sun-exposed areas, such as the nose, the
cheeks, the shoulders, and the upper part of the back.
The macules may be discrete or confluent.
Histopathologically in ephelides, the epidermis is unchanged. Specifically, the
number of melanocytes is not increased. However, the melanosomes are larger
than those in the surrounding skin. Cellular atypia of melanocytes have been
noticed in some freckles.
In contrast, solar lentigines have an increased number of melanocytes in the
basal cell layer.
Melasma
Melasma is an acquired hypermelanosis of sun-exposed
areas.
more common in light brown skin types, especially Latinos
and Asians, from areas of the world with intense sun
exposure.
Aetiology: Sunlight Hormonal Genetic predisposition.
Commonly among :
Constitutive brown skin.
Whose taking contraceptive pills.
Living in sunny climates.
90% are women
Melasma
Melasma presents as symmetrically distributed hyperpigmented
macules, which can be confluent or punctate.
Areas that receive excessive sun exposure,
The macular hyperpigmentation of melasma is commonly tan to
brown.
Blue or black may be evident in patients with dermal melasma.
The distribution is one of three patterns.
Centrofacial involves the forehead, cheeks, nose, upper lip, and chin.
Malar involves solely the nose and the cheeks.
Mandibular affects the ramus of the mandible
Histology
Melanin is increased in the epidermis, in the dermis, or
(most commonly) in both locations in melasma
patients.
Epidermal melanin is found in keratinocytes in the
basal and suprabasal area.
In most cases, the number of melanocytes is not
increased, yet the melanocytes that are present are
larger, more dendritic, and more active.
Dermal melanin is found in the superficial and mid
dermis within macrophages, which often congregate
around small, dilated vessels.
Classification Of Melasma
Epidermal Dermal Mixed Indetermined
Comments melanin is many melanin is Seen with
increased in the melanophages increased in the people with
epidermis, with throughout the epidermis, Fitzpatrick type
only a few entire dermis many V or VI skin
melanocytes in melanophages
the upper throughout the
dermis dermis

Wood lamp Enhanced does not spotty Not helpful


examination enhance enhancement
55. Pitiriasis versikolor
Penyakit jamur superfisial kronik yang
disebabkan Malassezia furfur

Gejala
Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, meliputi badan,
ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut
Asimtomatik gatal ringan, berfluoresensi

Pemeriksaan
Lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora bulat: meatball &
spaghetti appearance)

Obat
Selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat
Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan ketokonazol 1x200mg selama
10 hari

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
ILMU
K E S E H ATAN
ANAK
56. HEMOSTASIS
Hemostasis (hemo=blood; ta=remain) is the
stoppage of bleeding, which is vitally important when
blood vessels are damaged.
Following an injury to blood vessels several actions
may help prevent blood loss, including:

Formation of a clot
http://practical-haemostasis.com/Screening%20Tests/aptt.html
Spontaneous bleeding
(without injury)

SUPERFICIAL, MULTIPLE DEEP, SOLITARY


petechiae, hematoma,
purpura, hemarthrosis
ecchymoses

platelet disorder coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
B L E E D IN G

Mild Severe

intervention

stopped
continues

prolonged delayed

Platelet disorder Coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.


Finding Disorders of Coagulation Disorders of Platelets or
Vessels
Petechiae Rare Characteristic
Deep dissecting Characteristic Rare
hematomas
Superficial ecchymoses Common; usually large Characteristic; usually
and small and
solitary multiple
Hemarthrosis Characteristic Rare
Delayed bleeding Common Rare
Bleeding from Minimal Persistent often profuse
superficial cuts and
scratches
Sex of patient 8090% of inherited forms Relatively more common
occur only in male patients in females
Positive family history Common Rare (exc. vWF , hereditary
hemorr.
telangiectasia)
Clinical Clotting factor Platelet defect
characteristic deficiency
Site of bleeding Deep in soft tissues Skin, mucous
(joints, muscles) membranes
(gingivae, nares, GI
and genitourinary
tracts)
Petechiae Absent Present

Ecchymoses Large, palpable Small, superficial

Hemarthroses, Common Rare


muscle hematomas
Bleeding after Delayed, severe Immediate, mild
surgery
Kelainan Pembekuan Darah

http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
Henoch Schonlein Purpura
Also called anaphylactoid purpura
HSP is a systemic vasculitic syndrome
with:
Palpable purpura
Arthralgias
GI involvement
Glomerulonephritis
90% of cases reported in children
Peak in children aged 4-7
Male:Female (1.5:1)
Renal disease is more severe in adults
PATHOGENESIS
Likely mechanism thought to be an immune-
complex mediated disease with deposits in
the glomerular capillaries, dermal capillaries
and GI tract.
Mesangial deposits of IgA are the same as
those seen in IgA nephropathy
CLINICAL FEATURES: Tetrad of
symptoms
Abdominal pain Palpable purpura
GI INVOLVEMENT: more most commonly seen on lower
common in children. Symptoms extremities and buttocks,
include abdominal pain, nausea, however can also been seen on
vomiting, diarrhea, constipation the trunk and arms.
or bowel intussusception. May Lesions begin as erythematous
present with GI bleeding. macules and progress to
Renal disease purpuric, non-blanching,
in up to 50% of patients; May nonpruritic lesions that may
present with hematuria; Usually become confluent
resolve spontaneously. Arthritis/arthralgias
Can have mild more common in adults and
glomerulonephritis leading to
microscopic hematuria and can most common in knees and
lead to a rapidly progressive ankles. Generally self-limiting
glomerulonephritis with RBC
casts
DIAGNOSIS
LABORATORIUM DIAGNOSIS
May have mild leukocytosis Generally a clinical
Normal platelet count diagnosis
Normal serum complement Skin Biopsy: can be helpful
levels and used to confirm IgA and
Elevated IgA in 50% C3 deposits and
leukocytoclastic vasculitis.
Renal Biopsy: not usually
needed for diagnosis. Will
show mesangial IgA
deposits and segmental
glomerulonephritis
MANAGEMENT
Usually self-limiting (1-6 weeks)
Steroids:
may decrease tissue edema, may aid in arthralgias
and some abdominal pain
Has not been shown to be beneficial in kidney
disease or dermal manifestations
Does not lessen chance of recurrence
Does not shorten duration of disease
Palpable Purpura in HSP:
Symmetrical
Dependent areas
Von Willebrand Disease
Most common inherited bleeding disorder affecting ~ 1% of the population
Inherited VWD is caused by genetic mutations that lead to decreased
production OR impaired function of Von Willebrand Factor (VWF)
Acquired VWD is most commonly associated with immunoproliferative cancer
and Autoimmune Dz ( SLE)
There are 4 type of VWD: Type I-IV
Type I is the most common form accounting for ~ 70% of all patients with VWD.
Autosomal dominant inheritance
Type II has 4 subtype: IIA, IIB, IIN, IIM
Type III is extremely rare (~1/1,000,000). Autosomal Rescessive; This is the most
severe form of VWD due to very low VWF levels resulting in decreased platelet
aggregation AND low Factor VIII level
Primary symptoms of Von Willebrand Disease include:
abnormal or heavy menstrual bleeding
easy bruising
frequent or hard-to-stop nosebleeds
skin rash
How does VWF promote clotting
VWF is a large molecule which usually circulates in the blood in the form
of a Multimer composed of two basic subunits.
These large Multimers have two main binding sites. One site binds to
injured epithelium and the other site binds to platelets.
These VWF multimers form an adhesive bridge between platelets and
injured vascular epithelium
They also form a bridge between adjacent platelets allowing them to
bind together and effectively form a platelet plug at sites of endothelial
injury
VWF additionally functions as a carrier for factor VIII AND it also protects
factor VIII from being rapidly broken down thereby extending its half life.
Therefore VWF is also extremely important in normal Fibrin clot
formation
Some Lab test for VWF
Plasma VWF antigen level (VWF:Ag)
Plasma VWF activity (ristocetin Cofactor activity)
Factor VIII Activity
Platelet function analyzer assay
VWF Multimer Gel Electrophoresis
Ristocetin induced platelet aggregation
Bleeding time
What do the test Measure
VWF Ag : Immunological assay ( ELISA) Quantitative test only No
assessment of function (Type I decreased)
VWF activity : Ristocetin cofactor activity : quantitate platelet
agglutination after addition of ristocetin and VWF OR Collagen binding
activity: quantitate binding of VWF to collagen coated platelets (decreased
in all except Type IIN)
VWF Electrophoresis : Size distribution of VWF Multimers (Type
IIA decreased large and intrmd multimer)
Risocetin induced platelet aggregation: Measures the
ability of the pt VWF to bind to platelets after the addition of ristocetin
(Type IIB Increased platelet antigen)
Liver disease: mengalami kelainan hemostasis primer berupa
trombositopenia dan juga kelainan hemostasis sekunder
(koagulopati) karena liver adalah tempat utama penghasil
prokoagulan dan antikoagulan
vWF disease terjadi akibat defisiensi faktor vWF yang bertugas
membangun jembatan adhesi platelet dengan dinding vaskular yang
terluka pada hemostasis primer dan memiliki tugas tambahan
mengikat dan menstabilisasi faktor VIII yang tidak stabil.
HSP (henoch schonlein purpura) kelainan vaskulitis yang diperantarai
oleh IgA pada pembuluh darah kecil, ditandai dengan adanya
purpura, kelainan ginjal, kelainan GI (melena), kelainan sendi
(atralgia/artritis)
Kawasaki disease: an acute febrile vasculitic syndrome of early
childhood Fever (Enanthem, Bulbar conjunctivitis, Rash, Internal
organ involvement, Lymphadenopathy, Extremity changes)
Analisis soal

Pada soal, terdapat gejala berupa ekimosis


dan purpura, yang berarti termasuk dalam
kelainan hemostasis primer, yaitu kelainan
vaskular dan trombosit.
Dari semua pilihan yang ada, yang termasuk
dalam kelainan ini adalah HSP, ITP, DHF, dan
von willebrand disease
57. Hepatitis Viral Akut

Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau kerusakan


dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat
akut/kronik. Kronik jika berlangsung lebih dari 6 bulan
Perjalanan klasik hepatitis virus akut
Fase inkubasi
Stadium prodromal/ preikterik: flu like syndrome,
Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang
disertai munculnya ikterus, urin kuning tua
Stadium konvalesens/penyembuhan
Anamnesis Hepatitis A :
Manifestasi hepatitis A:
Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang
berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa
tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan
adanya outbreak atau diketahui sumber penularan.

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Hepatitis A
Virus RNA (Picornavirus)
ukuran 27 nm
Kebanyakan kasus pada usia
<5 tahun asimtomatik atau
gejala nonspesifik
Rute penyebaran: fekal oral;
transmisi dari orang-orang
dengan memakan makanan
atau
minumanterkontaminasi,
kontak langsung.
Inkubasi: 2-6 minggu (rata-
rata 28 hari)

Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.


Hepatitis
Hepatitis Jenis virus Antigen Antibodi Keterangan
HAV RNA HAV Anti-HAV Ditularkan
secara fekal-
oral
HBV DNA HBsAg Anti-HBs Ditularkan
HBcAg Anti-HBc lewat darah
HBeAg Anti-HBe Karier
HCV RNA HCV Anti-HCV Ditularkan
C100-3 lewat darah
C33c
C22-3
NS5
HDV RNA HBsAg Anti-HBs Membutuhkan
HDV antigen Anti-HDV perantara HBV
(hepadnavirus)
HEV RNA HEV antigen Anti-HEV Ditularkan
secara fekal-
oral
Hepatitis A
Self limited disease dan Diagnosis
tidak menjadi infeksi kronis Deteksi antibodi IgM di darah
Gejala: Peningkatan ALT (enzim hati
Fatique Alanine Transferase)
Demam Pencegahan:
Mual Vaksinasi
Nafsu makan hilang Kebersihan yang baik
Jaundice karena Sanitasi yang baik
hiperbilirubin Tatalaksana:
Bile keluar dari peredaran Simptomatik
darah dan dieksresikan ke
urin warna urin gelap Istirahat, hindari makanan
berlemak dan alkohol
Feses warna dempul (clay-
coloured) Hidrasi yang baik
Diet
Profilaksis Hepatitis A
Imunoglobulin yang diberikan sebelum pajanan atau sewaktu masa
inkubasi awal efektif mencegah timbulnya gejala klinis hepatitis A.

Untuk profilaksis pascaterpajan orang dekat dengan hepatitis A (tinggal


serumah, pasangan seks), imunoglobulin segera diberikan dengan dosis
0,02 mL/kg.

Ig masih efektif bila diberikan paling lambat 2 minggu setelah terpajan.

Imunoglobulin profilaksis tidak diberikan untuk:


Orang yang sudah vaksin hepatitis A,
Kontak kasual di tempat kerja, sekolah, rumah sakit,
Lansia yang kemungkinan besar sudah imun,
Orang yang sudah anti-HAV (+).

Harrisons principles of internal medicine. 19th ed.


Profilaksis Hepatitis A
Profilaksis Hepatitis A

Vaksin diberikan dengan injeksi IM.


Proteksi anti-HAV pascavaksin mulai timbul 4 minggu setelah pemberian pertama.
Proteksi bertahan hingga 20 tahun.

Harrisons principles of internal medicine. 19th ed.


Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014
Umur pemberian vaksin
Jenis vaksin Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 10 12 18
Hepatit
i s B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td) 7(Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus
e 1 2 3
Influ nza Ulangan 1 kaliptia tpahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan tia 3 t ahun
Hepatit
i s A 2 kali, interval 6-12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 3 kali

Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
JADWAL IMUNISASI TAHUN 2016
Serologi Hepatitis A, B, C
Penanda
Serologis
Hepatitis
Hepatitis relaps didefinisikan sebagai meningkatnya kembali konsentrasi aminotransferase dan
bilirubin yang sudah kembali normal dalam masa penyembuhan.
58. HERNIA DIAFRAGMA

Photograph of a one-day-old infant with congenital diaphragmatic hernia. Note the


scaphoid abdomen. This occurs if significant visceral herniation into the chest is
present.
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104

Because of bowel Development of the


Because airspace pulmonary arterial system
herniation into the chest
development follows airway
during crucial stages of parallels development of the
development, alveolarization
lung development, airway bronchial tree, and, therefore,
divisions are limited is similarly reduced
fewer arterial branches

Pathogenesis
vicious cycle of progressive
Pulmonary hypertension resulting
hypoxemia, hypercarbia, acidosis,
from these arterial anomalies
leads to right-to-left shunting at and pulmonary hypertension
atrial and ductal levels observed in the neonatal period

The pathophysiology of congenital diaphragmatic hernia involves


pulmonary hypoplasia, pulmonary hypertension, pulmonary
immaturity, and potential deficiencies in the surfactant and antioxidant
enzyme system
Management
Immediately following delivery, the infant is intubated
(bag and mask ventilation is avoided).
A nasogastric tube is passed to decompress the
stomach and to avoid visceral distention.
Adequate assessment involves continuous cardiac
monitoring, ABG and systemic pressure measurements
Urinary catheterization to monitor fluid resuscitation,
preductal (radial artery) and postductal (umbilical
artery) oximetry.
Surfactant
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Management
No ideal time for repair of congenital
diaphragmatic hernia is recognized, but the
authors suggest that the window of
opportunity is 24-48 hours after birth to
achieve normal pulmonary arterial pressures
and satisfactory oxygenation and ventilation
with minimal ventilator settings.
Bisa semi-elektif pada pasien stabil
http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Presentation
In the physical examination, the abdomen is
scaphoid
Upon auscultation, breath sounds are
diminished, bowel sounds may be heard in the
chest, and heart sounds are distant or
displaced.

http://emedicine.medscape.com/article/934824-overview#a0104
Late presentation
Patients may present outside of the neonatal
period with variable respiratory distress and
cyanosis, feeding intolerance, intestinal
obstruction, bowel ischemia, and necrosis
following volvulus.
Most patients with Congenital Diaphragmatic
Hernia present early rather than late in life;
however, a subset of adults may present with a
congenital hernia that was undetected during
childhood.
Chest
Radiograph
An early chest
radiograph is
obtained to confirm
the diagnosis of
CDH. Findings
include loops of
bowel in the chest,
mediastinal shift,
paucity of bowel
gas in the abdomen,
and presence of the
tip of a nasogastric
tube in the thoracic
stomach.
59. Defisiensi Yodium
Defisiensi yodium yang parah Tx: yodium 150 mcg/day (pd
berpengaruh pada sintesis ps. Yg tdk hamil), levotiroksin,
hormon tiroid dan/atau radioactive iodine, bedah (jika
pembesaran tiroid. kompresif)
Spektrum Iodine deficiency Sediaan yang mudah
disorders (IDDs): endemic didapatkan adalah Garam
goiter, hypothyroidism, beryodium, Lainnya bisa
cretinism, decreased fertility berupa:
rate, increased infant Suplementasi yodium pada
mortality, and mental binatang
retardation Suntikan minyak beryodium
Manifestasi klinis: (Lipiodol)
Endemic goiter Kapsul minyak beryodium
Hipotiroid: fatigue, weight gain,
cold intolerance, dry skin,
constipation, or depression
Kretinism
Retardasi mental
60. GIGANTISME

http://physrev.physiology.org/content/physrev/92/1/1/F1.large.jpg
http://www.elsevierimages.com/images/vpv/000/000/028/28260-
0550x0475.jpg
Gigantisme
Pertumbuhan linear yang abnormal karena
kerja insulinlike growth factor I (IGF-I) yang
berlebihan ketika masa kanak-kanak dimana
epiphyseal growth plates masih terbuka
Acromegaly merupakan kelainan yang sama
tetapi terjadi setelah lempeng epifise
tertutup.
Gigantisme biasa muncul saat kanak-kanak
atau remaja muda.
Normal Growth Hormone Normal Control of Growth
Physiology Hormone Production
Disekresikan oleh hipofisis anterior secara
pulsatil. Hipotalamus mengontrol
Oleh karena itu memeriksa kadar GH
secara random tidak berguna jumlah GH yang dikeluarkan
GH turun secara drastis setelah gula masuk oleh hipofisis dengan
ke dalam tubuh (hal ini tidak terjadi pada
akromegali/gigantisme yang tidak mengeluarkan
mengalami penurunan GH setelah diberi
tes toleransi glukosa) neuropeptida growth
GH mempunyai efek langsung pada tubuh, hormone releasing
tetapi juga berefek pada sel kelenjar untuk
melepaskan hormon lainnya: hormone (GHRH).
GH bekerja pada sel khusus di hepar
melepaskan hormon yang disebutInsulin-
Neuropeptida utama yang
like Growth Factor (IGF-1) (atau disebut menghambat pelepasan GH
juga Somatomedin-C)
Karena IGF-1 dilepaskan dengan kadar yg disebut somatostatin
relatif spontan, maka lebih bagus
digunakan untuk memeriksa akromegali/
gigantisme
Etiologi
Causes of excess IGF-I Gigantism is a form of
action can be divided into familial pituitary adenomas,
and may run in some
the following 3 categories: families due to a genetic
Release of primary GH excess mutation.
from the pituitary Gigantism can also be
Increased GHRH secretion or associated with other
hypothalamic dysregulation conditions, including:
Hypothetically, the excessive Carney complex
production of IGF-binding McCune-Albright syndrome
(MAS)
protein, which prolongs the
Multiple endocrine neoplasia
half-life of circulating IGF-I type 1 (MEN-1)
Neurofibromatosis
Gejala dan Tanda Gigantisme
Tall stature Frontal bossing
Mild to moderate obesity Prognathism
(common) Hyperhidrosis
Macrocephaly (may precede Osteoarthritis (a late
linear growth) feature of IGF-I excess)
Headaches Peripheral neuropathies
Visual changes (eg, carpel tunnel
Hypopituitarism syndrome)
Soft tissue hypertrophy Cardiovascular disease
Exaggerated growth of the Benign tumors
hands and feet, with thick Endocrinopathies
fingers and toes
Coarse facial features

http://emedicine.medscape.com/article/925446-treatment#a1156
Gigsntisme
Pemeriksaan Tatalaksana
Laboratorium Pengobatan
Growth Hormon Analog somatostatin
IGF-I pemeriksaan lab paling
baik karena pengeluaran oleh Agonis reseptor dopamin
tubuh tidak bersifat pulsatil Antagonis reseptor GH
Imaging Radiasi
Radiografi Operasi transphenoidal
CT Scan
MRI
Histologi
Untuk menemukan adenoma/
karsinoma/ hiperplasia
61. Sindrom eisenmenger
Suatu kondisi dimana defek jantung kongenital
yang tidak dikoreksi menyebabkan hipertensi
pulmonal yang ireversibel, reversal flow, dan
sianosis
Pirau dari kiri ke kanan berubah menjadi kanan ke
kiri akibat meningkatnya tekanan arteri pulmonal.
50% dari VSD besar yg tidak dikoreksi dan 10%
dari pasien dgn ASD besar tdk dikoreksi, serta
hampir semua pasien truncus arteriosus
berpotensi mengalami sindrom eisenmenger
Etiology
Peningkatan aliran arteri pulmoner - Atrial septal
defect (ASD), systemic arteriovenous fistulae,
total anomalous pulmonary venous return
Peningkatan aliran dan tekanan arteri pulmoner -
VSD besar, PDA besar, truncus arteriosus, single
ventricle dgn aliran darah pulmoner yang normal
Peningkatan tekanan vena pulmoner - Mitral
stenosis, cor triatriatum, obstructed pulmonary
venous return
Gejala
GEJALA HIPERTENSI PULMONAL: GEJALA ERYTHROCYTOSIS:
Sesak napas Myalgias
Fatigue Anorexia
Letargi Fatigue
Toleransi latihan fisik berkurang Paresthesia jari-jari dan bibir
dengan fase pemulihan yg lambat Tinnitus
Presyncope Pandangan kabur
Syncope Nyeri kepala & pusing
Irritabilitas
GEJALA GAGAL JANTUNG:
DOE GEJALA VASODILATASI:
Orthopnea Presyncope
Paroxysmal nocturnal dyspnea Syncope
Edema
Ascites
Anorexia
Nausea
Tanda
Sianosis sentral
Clubbing finger/ jari tabuh
Palpasi prekordial didapatkan adanya ventricular heave
kanan dan palpable S2.
Suara P2 yang keras
High-pitched early diastolic murmur dari insufiensi
pulmonal
Right-sided fourth heart sound
Pulmonary ejection click
Single S2
Tatalaksana
Jaga fluid balance
Gagal jantung kanan: diuretik utk mengurangi gejala kongestif
Pulmonary vasodilating agents: fosfodiesterase, prostasiklin
Eritrositosis flebotomi
Bedah paliatif:
tidak ada bedah korektif yang bisa mengkoreksi kelainan kongenital
(defek primer) yang telah menyebabkan eisenmenger syndrome
Heart-lung transplantation and single or bilateral, sequential lung
transplantation are viable transplant procedures and are the only
surgical options for a patient with Eisenmenger syndrome.
Untuk ps. Wanita disarankan jangan hamil (mother mortality rate 50%)
ligasi tuba
Prognosis
Eisenmenger syndrome bersifat fatal; tetapi
sebagian kecil pasien berhasil bertahan hidup
hingga dekade keenam.
Angka harapan hidup biasanya sekitar 20-50
tahun jika didiagnosa awal dan ditatalaksana
maksimal.
62. Vitamin B1
Vitamin thiamin (B1) memiliki bentuk aktif thiamine
pyrophosphate yang merupakan koenzim dari metabolism
karbohidrat dalam proses dekarboksilasi alpha ketoacids
(cth: asam piruvat) .
Dengan kata lainn, Thiamin berperan penting pada siklus
kreb di dua tempat:
The oxidative decarboxylation of pyruvate to acetyl CoA;
The oxidative decarboxylation of alpha-ketoglutarate to
succinyl CoA.
Thiamine juga berperan sebagai koenzim pada
pembentukan glukosa di jalur pentose monophosphate
(reaksi transketolase).
Krebs cycle

TPP: Thiamine Pyrophosphate


TPP is the coenzyme for alpha-ketoacid dehydrogenases:
pyruvate dehydrogenase
alpha-ketoglutarate dehydrogenase
Defisiensi Vitamin B
Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,
Vitamin B1 (Thiamine) body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated
Causes distinctive bright pink tongues, although other
Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies
Water-Soluble Fat-Soluble
Vitamins Vitamins
Absorbed in the Small Intestine Small Intestine
Hydrophobic or
Hydrophilic Hydrophobic
Hydrophilic

Absorbed into the Blood Lymph

Stored in the body Not Generally Yes

Can build up and


Not Generally Yes
become toxic

Need to consume
Yes No
daily
Beriberi
Beriberi is a disease caused by a vitamin B1
(thiamine) deficiency.
There are two types of the disease: wet
beriberi and dry beriberi.
Wet beriberi affects the heart and circulatory
system. In extreme cases, wet beriberi can cause
heart failure.
Dry beriberi damages the nerves and can lead to
a loss of muscle strength and eventually, muscle
paralysis.
Beriberi can be life-threatening if it isnt treated.
Who Is at Risk?
The main cause of beriberi is a diet low in thiamine.
Beriberi is most common in regions of the world where the diet
includes a lot of unenriched white rice, which only has a tenth of
the amount of thiamine as brown rice.
Alcohol abuse (cant absorb and store thiamine).
Genetic beriberi is a rare condition that prevents the body from
absorbing thiamine.
Pregnant women, breast-feeding mothers, and anyone with
hyperthyroidism (over-active thyroid gland) need extra thiamine.
Prolonged diarrhea or use of diuretics can lead to depletion of
thiamine.
Kidney dialysis (depleting bodys stores of thiamine more quickly)
Sources
Pork & pork products,
All meat, Liver
Beans
Sunflower seeds,
Cereals
Enriched and whole-
grains
Dry beans and peas
Bread, flour
Avocado
Yeast
Milk
B1 Thiamin Functions
Thiamine helps a great many bodily Thiamine is important to the health
functions, acting as the coenzyme of the nerves and nervous system,
thiamine pyrophosphate (TPP). possibly because of its role in the
Coenzyme TPP is required for series synthesis of acetylcholine (via the
of metabolic reactions to release production of acetyl CoA).
energy from carbohydrate mainly, With a lack of vitamin B1, the nerves
branched-chain amino acids & fatty are more sensitive to inflammation.
acid Thiamine is linked to individual
Thiamine is also needed to learning capacity and to growth in
metabolize ethanol, converting it to children.
carbon dioxide and water. It is also important to the muscle
B1 helps in the initial steps of fatty tone of the stomach, intestines, and
acid and sterol production. In this heart because of the function of
way, thiamine also helps convert acetylcholine at nerve synaptic
carbohydrate to fat for storage of junction.
potential energy. Assists in production of DNA and RNA
Classification
of Beri-Beri
Dry Beriberi
Cardiovascular (Wet
Beriberi)
Infantile Beriberi
Shoshin Beriberi
Wernicke-Korsakoff
syndrome

Biochemistry for medics


Pathophysiology of Thiamine
deficiency (Beri-Beri)
Deficiency causes degeneration of peripheral nerves,
thalamus, mammillary bodies, and cerebellum.
Cerebral blood flow is markedly reduced, and vascular
resistance is increased.
The heart may become dilated; muscle fibers become
swollen, fragmented, and vacuolized, with interstitial
spaces dilated by fluid.
Vasodilation occurs and can result in edema in the feet
and legs.
Arteriovenous shunting of blood increases. Eventually,
high-output heart failure may occur.
Biochemistry for medics
Dry Beriberi
Nervous system involvement is termed dry
beriberi.
The neurologic findings can be peripheral
neuropathy characterized by symmetric
impairment of sensory, motor, and reflex
functions of the extremities
These deficits are bilateral and roughly
symmetric, occurring in a stocking-glove
distribution.
Biochemistry for medics
Dry Beriberi (Contd.)
They affect predominantly the lower extremities, beginning with
paresthesias in the toes, burning in the feet (particularly severe at
night), muscle cramps in the calves, pains in the legs, and plantar
dysesthesias.
Calf muscle tenderness, difficulty rising from a squatting position,
and decreased vibratory sensation in the toes are early signs
Continued deficiency worsens polyneuropathy, which can eventually
affect the arms.
mental confusion
difficulty speaking
vomiting
involuntary eye movement
paralysis
Biochemistry for medics
Dry Beriberi

Deficiency causes degeneration of peripheral nerves, thalamus,


mammillary bodies, and cerebellum.

Biochemistry for medics


Cardiovascular (wet) beriberi
Wet beriberi is the term used for the cardiovascular
involvement of thiamine deficiency.
The first effects are vasodilatation, tachycardia, a
wide pulse pressure, sweating, warm skin, and
lactic acidosis.
Later, heart failure develops, causing orthopnea and
pulmonary and peripheral edema.
Vasodilatation can continue, sometimes resulting in
shock.
Biochemistry for medics
Cardiovascular (wet) beriberi

"Pedal edema before and after the application of


pressure to the shin."
Biochemistry for medics
63. EKSANTEMA AKUT
Roseola Infantum Exanthem Subitum
Human Herpes Virus 6 Demam tinggi 3-4 hari
(and 7) Demam turun mendadak
Yg rentan: 6-36 bulan dan mulai timbul ruam
(puncak 6-7 bulan) kulit.
Musim: sporadik Kejang yang mungkin
Inkubasi: 9 hari timbul berkaitan dengan
Masa infeksius: berada infeksi pada meningens
dalam saliva secara oleh virus.
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.
Scarlet Fever
Sindrom yang memiliki Rash : Timbul 12-48 jam
karakteristik: faringitis setelah onset demam. Dimulai
eksudatif, demam, dan rash. dari leher kemudian menyebar
Disebabkan oleh group Abeta- ke badan dan ekstremitas.
hemolyticstreptococci Pemeriksaan : Throat culture
(GABHS) positive for group A strep
Masa inkubasi 1-4 hari. Tatalaksana : Antibiotik
Manifestasi pada kulit diawali antistreptokokal minimal 10
oleh infeksi streptokokus hari (Eritromisin atau Penicillin
(umumnya pada G)
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.
Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview
64. Skrining Tumbuh Kembang Anak

Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam


hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar
kepala
Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran
antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)
Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi
individu antara lain dalam bidang motorik kasar,
motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual,
emosi, dan sosial
Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan
Denver II
Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan
setiap 3 bulan hingga 5 tahun
Child Developmental Sectors

3/27/2017 467
Denver II
Mencakup usia 0-6 tahun
Ada 4 bidang perkembangan
Personal-sosial: berhubungan dengan orang lain dan
pemenuhan kebutuhan sendiri
Motorikhalus: koordinasimata- tangan, manipulasi
objek kecil
Motorik kasar: meliputi gerakan yang menggunakan
otot-otot besar secara keseluruhan (duduk, berjalan,
melompat)
Bahasa-dengar: mengerti dan menggunakan bahasa
Interpretasi Denver II
Skor Penilaian
P (Pass) : Anak dapat melakukan ujicoba dengan baik, atau terdapat
laporan yang dapat dipercaya
F (Fail) L : Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik
No (No opportunity) : Tidak ada kesempatan untuk ujicoba karena ada
hambatan
R (Refusal) : Anak menolak melakukan ujicoba
Interpretasi
Lebih (advanced) : bila anak Pass pada uji coba yang terletak di kanan
garis umur
Normal : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba di sebelah kanan garis
Caution/peringatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang dilewati
garis umur pada persentil 75-90
Delayed/keterlambatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang
terletak lengkap di sebelah kiri garis umur
65. Obat anti diare
Kaolin Gastrointestinal adsorbent: adsorbs water, toxins and bacteria,
contributing to firmer stools, reducing fluid loss from diarrhea.
Pektin Gastrointestinal adsorbent
Arang Aktif Gastrointestinal adsorbent
Attapulgit Gastrointestinal adsorbent
(kaopectate)
Loperamide Mempengaruhi motilitas usus (mengurangi gerakan peristaltik)
Papaverin It is a direct-acting smooth muscle relaxant used in the
treatment of impotence and as a vasodilator, especially for
cerebral vasodilation.
Loperamide
Loperamide: opioid receptor agonist Loperamide increases the tone of the
Does not affect the central nervous anal sphincter, thereby reducing
system incontinence and urgency.
Loperamide hydrochloride acts by Loperamide hydrochloride prolongs
slowing intestinal motility and by the transit time of the intestinal
affecting water and electrolyte contents.
movement through the bowel. Loperamide also decreases colonic
Loperamide binds to the opiate mass movements and suppresses the
receptor inmyenteric plexus in large gastrocolic reflex.
intestines Consequently, it It reduces the daily fecal volume,
inhibits the release of acetylcholine increases the viscosity and bulk
and prostaglandins decreases the density, and diminishes the loss of
motility of the circular and fluid and electrolytes.
longitudinal smooth muscles of the Elimination of Loperamide mainly
intestinal wall thereby reducing occurs by oxidative N-demethylation.
peristalsis, and increasing intestinal
transit time
http://www.drugs.com/pro/loperamide.html
Papaverin
Papaverine relaxes various smooth muscles. This
relaxation may be prominent if spasm exists.
The muscle cell is not paralyzed by Papaverine and
still responds to drugs and other stimuli causing
contraction.
The antispasmodic effect is a direct one, and unrelated
to muscle innervation.
The mechanism of its pharmacological actions is not
clear, but it apparently can inhibit phosphodiesterases
and it may have direct actions on calcium channels.
It appears that papaverin dont cause ileus as side
effect
Ileus paralitik
Penyebab ileus paralitik:
Postoperative and bowel resection Diare akut pada anak
Intraperitoneal infection or
inflammation
TIDAK diberikan obat-
Ischemia obatan antimotilitas
Extra-abdominal: Chest infection,
Myocardia infarction seperti LOPERAMIDE
Endocrine: hypothyroidism, diabetes
Spinal and pelvic fractures
LOPERAMIDE dapat
Retro-peritoneal haematoma menyebabkan
Metabolic abnormalities:
Hypokalaemia konstipasi, distensi
Hyponatremia
Uraemia
abdomen, dan ileus
Hypomagnesemia paralitik
Bed ridden
Drug induced: morphine, tricyclic
antidepressants
66. Duchenne Muscular Dystrophy
An inherited progressive myopathic disorder; rapidly
progressing muscle weakness and wasting,
X-linked recessive form of muscular dystrophy
Affects 1 in 3600 boys
Caused by mutations in the dystrophin gene, and
hence is termed dystrophinopathy
Duchenne muscular dystrophy (DMD) is associated
with the most severe clinical symptoms
Becker muscular dystrophy (BMD) has a similar
presentation to DMD, but typically has a later onset
and a milder clinical course
Four phases of DMD
Early phase (<6 yrs): clumsy, fall frequently, difficulty jumping
or running, enlarged muscles, contractures.
Transitional Phase (ages 6-9): Trunk weakness (Gowers
manouvre), muscle weakness, heart problems, fatigue.
Loss of ambulation (ages 10-14): by 12 yrs most boys use a
powered wheelchair. Scoliosis due to constant sitting and back
weakness, upper limb weakness make ADLs difficult (retain
use of fingers).
Late stage (15+): life threatening heart and respiratory
problems more prevalent, dyspnea, oedema of the LLs.
Average age of death is 19 yrs in untreated DMD
Dystrophin links the muscle cells to
Pathogenesis the extracellular matrix stabilising the
membrane and protecting the
sarcolemma from the stresses that
develop during muscle contraction.
Mechanically induced damage
through eccentric contractions puts a
high stress on fragile membranes and
provokes micro-lesions that could
eventually lead to loss of calcium
homeostasis, and cell death.
Imbalance between necrotic and
regenerative processes: early phase
of disease.
Later phases the regenerative
capacity of muscle fibers are
exhausted and fibers are gradually
replaced by connective tissue and
adipose tissue.
(Deconinck and Dan, 2007)
Clinical Manifestations
Proximal before distal limb muscles
Lower before upper extremities
Difficulty running, jumping, and walking up steps
Waddling gait
Lumbar lordosis
Pseudohypertrophy of calf muscles, due to fat
infiltration
Patients are usually wheelchair-bound by the age
of 12
Diagnosis
Characteristic age and sex
Presence of symptoms and signs suggestive of
a myopathic process
Markedly increased serum creatine kinase
values
Myopathic changes on electromyography and
muscle biopsy
A positive family history suggesting X-linked
recessive inheritance
Serum Muscle Enzyme
Markedly raised serum CK level, 10-20 times
the upper limit of normal
Levels peak at 2-3 years of age and then decline
with increasing age, due to progressive loss of
dystrophic muscle fibres
Elevated serum ALT, AST, aldolase and LDH
67. Hipoglikemia pada Neonatus
Hipoglikemia adalah kondisi bayi Insulin dalam aliran darah fetus
dengan kadar glukosa darah <45 mg/dl tidak bergantung dari insulin
(2.6 mmol/L), baik bergejala atau tidak ibu, tetapi dihasilkan sendiri
Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat oleh pankreas bayi
menyebabkan palsi serebral, retardasi Pada Ibu DM terjadi
mental, dan lain-lain hiperglikemia dalam peredaran
Etiologi darah uteroplasental bayi
Peningkatan pemakaian glukosa mengatasinya melalui
(hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM, Besar hiperplasia sel B langerhans
masa kehamilan, eritroblastosis fetalis yang menghasilkan insulin
Penurunan produksi/simpanan glukosa: insulin tinggi
Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat
Peningkatan pemakaian glukosa: stres Begitu lahir, aliran glukosa yang
perinatal (sepsis, syok, asfiksia, hipotermia), menyebabkan hiperglikemia
defek metabolisme karbohidrat, defisiensi tidak ada, sedangkan insulin
endokrin, dsb bayi tetap tinggi hipoglikemia

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010


Hipoglikemia
Diagnosis
Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah
Penatalaksanaan
Bolus 200 mg/kg dengan dextrosa 10% IV selama 5 menit
Hitung Glucose Infusion Rate (GIR), 6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai GD
maksimal. Dapat dinaikkan sampai maksimal 12mg/kgBB/menit
Cek GD per 6 jam
Bila hasil GD 36-47 mg/dl 2 kali berturut-turut + Infus dextrosa 10%
Bila GD >47 mg/dl setelah 24 jam terapi, infus diturunkan bertahap
2mg/kgBB/menit setiap jam
Tingkatkan asupan oral
Pemantauan dan Skrining
Hipoglikemia
PPM IDAI jilid 1
68. ISK
3 bentuk gejala UTI:
Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
Pemeriksaan Penunjang :
Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
Biakan urin dan uji sensitivitas
Kreatinin dan Ureum
Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI
Tatalaksana
Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
Umum (Suportif)
Masukan cairan yang cukup
Edukasi untuk tidak menahan berkemih
Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
Hindari konstipasi
Khusus
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7-
10 hari
Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
Pada bayi muda
Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5 mg/kg IV
sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3 parenteral
Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
Interpretasi Hasil Biakan Urin
Algoritme
Penanggulangan
dan Pencitraan
Anak dengan ISK
Dosis Obat Pada UTI Anak
69. Komplikasi Diare
Dehidrasi
Asidosis Metabolik
Hipoglikemia, terutama dengan predisposisi
undernutrition
Gangguan elektrolit
hipo/hipernatremia
Hipokalemia
(NB: Hiperkalemia bisa menstimulasi intestinal
motility menyebabkan watery diarrhea.)
Gangguan gizi
Gangguan sirkulasi (syok)
Electrolyte: kalium
K has important role in resting membrane potential & action potentials.

The level of K influences cell depolarization


the movement of the resting potential closer to the threshold more
excitability & hyperpolarization
decreased resting membrane potential to a point far away from the threshold
less excitability.

The most critical aspect of K, it affects:


Cardiac rate, rhythm, and contractility
Muscle tissue function, including skeletal muscle and muscles of the diaphragm,
which are required for breathing
Nerve cells, which affect brain cells and tissue
Regulation of many other body organs (intestinal motility)

Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008


Electrolyte: kalium

Hypokalemia Hyperkalemia

Disorientation Rapid heart beat


Confusion (fibrillation)
Discomfort of muscles Skin tingling
Muscle weakness Numbness
Ileus paralytic Weakness
Paralysis of the Flaccid paralysis
muscles of the lung,
resulting in death
Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008
Tatalaksana Hipokalemia
Transient, asymptomatic, or mild hypokalemia may spontaneously resolve
or may be treated with enteral potassium supplements.
Symptomatic or severe hypokalemia should be corrected with a solution of
intravenous potassium.

PPM IDAI
http://emedicine.medscape.com/article/907757-treatment
135. Methemoglobinemia

Kompleks heme dalam Hb memiliki ion besi dalam bentuk tereduksi yaitu
ferro (Fe2+).
Ion besi dalam Fe2+ inilah yang bisa mengikat oksigen menjadi
oksihemoglobin.
Oksihemoglobin kemudian melepas oksigen di jaringan dan kembali ke
dalam bentuk Fe2+.
Ketika hemoglobin kehilangan salah satu elektronnya dan teroksidasi, Fe2+
berubah menjadi Fe3+ atau bentuk ferri inilah yang disebut
methemoglobin
Methemoglobin kekurangan satu electron untuk bisa mengikat oksigen
Kadar normal methemoglobin dibawah 1%
Terdapat mekanisme tubuh untuk mengembalikan Hb yang teroksidasi
tersebut melalui reduksi oleh glutathione, Cytochrome b5 reductase, dan
glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD)
Etiology
D E S I G N AT I O N EXAMPLES

NADH-cytochrome b5 reductase deficiency,


Hereditary
cytochrome b5 deficiency, M Hb, unstable Hb

Acetaminophen, amyl nitrite, benzocaine,


Drug/chemical dapsone, nitroglycerin, nitroprusside,
induced phenazopyridine (pyridium), sulfanilamide,
aniline dyes, chlorates, nitrofurans, sulfones

Diet induced Nitrites, nitratesa


Adapted from Mansouri and Lurie (1993). M HB is an abnormal type of Hb.
a When followed up, cases have generally been linked to high nitrite levels (e.g., Keating et al. 1973).

Lorna Fewtrell, Drinking-Water Nitrate, Methemoglobinemia, and Global Burden of


Disease: A Discussion. Environ Health Perspect. Oct 2004; 112(14): 13711374.
Methemoglobinemia
Acquired methemoglobinemia lebih sering terjadi dibandingkan
congenital methemoglobinemia .
Methemoglobin yang terbentuk akibat paparan suatu substansi
melebihi kapasitas enzim pereduksi yang dimiliki oleh eritrosit.
Acquired methemoglobinemia lebih sering terjadi pada bayi
premature dan bayi < 4 bulan, karena:
Hb Fetal (HbF) teroksidasi lebih mudah dibanding Hb Adult (HbA)
Level NADH reductase (enzim pereduksi) rendah saat lahir dan meningkat
sesuai usia (usia 4 bulan kadarnya baru sama dgn dewasa)
pH gaster yang lebih tinggi memfasilitasi proliferasi bakteri sehingga
meningkatkan konversi nitrat dalam asupan makanan menjadi nitrit.
Acquired Methemoglobinemia: Etiology

Nitrit organik dan inorganik merupakan penyebab


methemoglobinemia yang umum.
Air minum yang terkontaminasi oleh nitrat.
Makanan yang dikemas mungkin memiliki nitrit yang tinggi
Sayuran yang tidak dimasak dan terkontaminasi bakteri
Bayi rentan terhadap methemoglobinemia karena asam
lambung yg dihasilkan tidak cukup untuk menjaga jumlah
bakteri penghasil nitrat di usus tetap rendah
Manifestasi Klinis

Darah yang mengandung


methemoglobin berwarna
merah gelap kecokelatan.
Inilah yang menimbulkan
gambaran sianosis.
Perubahan warna kulit
muncul ketika kadar
methemoglobin sekitar 10%
sianosis adalah tanda
pertama yang ditemukan In tubes 1 and 2, methemoglobin fraction is 70%; in
tube 3, 20%; and in tube 4, normal.
pada methemoglobinemia
METHB
C O N C E N T R AT I O N CLINICAL FINDINGS
(%)

1020 Central cyanosis of limbs/trunk


Central nervous system depression
2045 (headache, dizziness, fatigue, lethargy),
dyspnea
4555 Coma, arrhythmias, shock, convulsions
> 60 High risk of mortality
Adapted from Kross et al. (1992).

Lorna Fewtrell, Drinking-Water Nitrate, Methemoglobinemia, and Global Burden of


Disease: A Discussion. Environ Health Perspect. Oct 2004; 112(14): 13711374.
OBSTETRI &
GINEKOLOGI
71. HPP: Inversio Uteri
Etiologi
Tonus otot rahim lemah
Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan
tangan, tarikan pada tali pusat)
Kanalis servikalis yang longgar

Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak maka
inversio uteri yang total dapat menyebabkan syok dan memicu terjadinya
perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya.

Jenis
Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya
berada diluar
Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri

Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Akibat traksi talipusat dengan plasenta yang berimplantasi dibagian fundus uteri
dan dilakukan dengan tenaga berlebihan dan diluar kontraksi uterus akan
menyebabkan inversio uteri
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Gejala
Syok
Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
Perdarahan

Terapi
Atasi syok
Reposisi dalam anestesi
Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
Inversio Uteri: Terapi
Replacement of Inverted Uterus
72. Trichomoniasis
Discharge Keputihan kuning-kehijauan,
berbusa, berbau busuk
Gejala Gatal, Dispareunia, Disuria
Pemeriksaan mikroskopik motile
trichomonads dan leukosit
Pemeriksaan Amine whiff test strong
odor
Kultur media Diamond
Ph 4.5
Tanda khas Strawberry cervix
Terapi Metronidazole 2gram oral dosis
tunggal, ATAU Metronizadole 400 atau
500mg 2x/hari selama 7 hari
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Diagnosis Banding

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Terapi

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
73. Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
1 menit setelah bayi Tegangkan tali pusat ke arah Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus
Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III adalah proses
pimpinan kala III persalinan yang dilakukan
secara proaktif (Henderson, 2005).
Langkah-langkah manajemen aktif kala III
meliputi:
Memberikan oksitosin
Penegangan tali pusat terkendali
Perangsangan puting payudara
Impuls neural yang terbentuk dari
rangsangan papila mamae (puting susu)
merupakan stimulus primer bagi
pelepasan oksitosin.
Apabila papila mamae dirangsang
(dengan taktil ataupun isapan bayi) akan
terjadi impuls sensoris ke hipofisis
posterior pelepasan oksitosin endogen
yang tersimpan pada ujung- ujung saraf.
Oksitosin kemudian dilepas ke aliran
darah menuju target organ dan antara
lain
Miometrium menimbulkan kontraksi
uterus
Desidua merangsang pelepasan
prostaglandin yang akan membantu
memperkuat kontraksi uterus.
74. Demam Tifoid

Etiologi: Bacterium Salmonella typhi (Salmonella enterica Serovar Typhi )


dan Salmonella paratyphi (jarang)

Acute generalized infection of the


reticulo endothelial system,
intestinal lymphoid tissue, and the gall bladder.

The infection always comes from another human, either an ill person or a
healthy carrier of the bacterium. The bacterium is passed on with water and
foods and can withstand both drying and refrigeration.
Symptoms

Poor appetite,
Headaches,
Generalized aches and pains,
Fever,
Lethargy,
Diarrhea,
Have a sustained fever as high as 103 to 104 degrees
Fahrenheit (39 to 40 degrees Celsius) in 5-7 days
Chest congestion develops in many patients, and abdominal
pain and discomfort are common,
Constipation, mild vomiting, slow heartbeat.
Penatalaksanaan Demam Tifoid
Penatalaksanaan Demam tifoid dalam
Kehamilan
Pelayanan kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan
2013 :
Berikan sefotaksim 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi
menjadi 3-4 dosis, ATAU seftriakson 100 mg/kgBB IV per 24
jam (maksimal 4 g/24 jam) dibagi menjadi 1-2 dosis.

PPK dokter umum di Faskes Primer


Obat lini pertama : kloramfenikol, Ampisilin atau
Amoxicilin, Kotrimoksazol
Obat Lini kedua : Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon
Obat lini kedua digunakan bila lini pertama tidak efektif
Kloramfenikol dapat melewati plasenta dan
konsentrasi obat akan mendekati konsentrasi
plasma ibu.
Peningkatan resiko teratogenisitas tidak
terkait dengan penggunaan kloramfenikol
dalam kehamilan.
Penggunaan kloramfenikol perlu diwaspadai
bila diberikan pada ibu hamil yang mendekati
masa persalinan
Gray Baby Syndrome
Merupakan komplikasi yang fatal pada neonatus akibat
penggunaan kloramfenikol dosis tinggi.
Gejala dan tanda :
Bayi tampak pucat kebiruan, tidak mau menyusu, akral dan
tubuh dingin
Paling sering terjadi pada beberapa hari pertama setelah
dilahirkan
Faktor resiko :
Penggunaan kloramfenikol pada neonatus (biasanya pada 3 hari
pertama setelah lahir) tanpa pengawasan yang baik dan ketat
Bayi prematur dan BBLR
Ibu hamil yang menggunakan kloramfenikol pada saat
mendekati persalinan (1 minggu sebelum bersalin)
Using Antibiotics During Pregnancy
A few guidelines should be followed before prescribing an
antibiotic to a pregnant patient, include:
Only use antibiotics if no other treatment option will
suffice.
Avoid prescribing antibiotics during the first trimester
when possible.
Choose a safe medication (typically an older antibiotic
tested on pregnant women).
Choose single prescriptions over polypharmacy when
possible.
Dose at the lowest possible amount proven effective.
Advise patients not to use over the counter
medications during antibiotic treatment.
Some of the antibiotics that may be prescribed
safely during pregnancy include:
Amoxicillin
Ampicillin
Clindamycin
Erythromycin
Penicillin
Gentamicin
Ampicillin-Sulbactam
Cefoxitin
Cefotetan
Cefazolin
Pregnancy Category of
Chloramphenicol and Cotrimoxazole
Chloramphenicol has pregnancy category C (Use with caution if benefits
outweigh risks. Animal studies show risk and human studies not
available or neither animal nor human studies done).
Cotrimoxazole Pregnancy category: D (Use in LIFE-THREATENING
emergencies when no safer drug available. Positive evidence of human
fetal risk).
Cotrimoxazole is avoided near term due to risk of kernicterus in the
newborn.
Some epidemiologic studies suggest that exposure to cotrimoxazole
during pregnancy may be associated with an increased risk of congenital
malformations, particularly neural tube defects, cardiovascular
malformations, urinary tract defects, oral clefts, and club foot
75. HELLP Syndrome
The HELLP syndrome is a serious complication in
pregnancy characterized by haemolysis, elevated
liver enzymes and low platelet count occurring in
0.5 to 0.9% of all pregnancies and in 1020% of
cases with severe preeclampsia
complete HELLP syndrome requires the
presence of all 3 major components,
Partial or incomplete HELLP syndrome consists of
only 1 or 2 elements of the triad (H or EL or LP)
Clinical Manifestation
Right upper abdominal quadrant or epigastric pain, nausea and vomiting. The
upper abdominal pain may be fluctuating, colic-like
[Many patients report a history of malaise some days before presentation
3060% of women have headache; about 20% visual symptoms
unspecific symptoms or subtle signs of preeclampsia or non-specific viral
syndrome-like symptoms
The symptoms usually continuously progress and their intensity often changes
spontaneously.
The HELLP syndrome is characterized by exacerbation during the night and
recovery during the day.
Women with partial HELLP syndrome have fewer symptoms and develop less
complications than those with the complete form [3].
However, a partial or incomplete HELLP syndrome may develop to a complete form
of the disorder
Partial or total reversal of the syndrome may also occasionally occur, albeit rarely
76. Epilepsi Pada Kehamilan
Epilepsi pada kehamilan dibagi 2 kelompok:
Yang sebelumnya sudah menderita epilepsi
Berkembang menjadi epilepsi selama hamil

Hormon yang berpengaruh terhadap bangkitan: estrogen dan progesteron

Komplikasi persalinan untuk ibu dan bayi adalah:


Frekuensi bangkitan meningkat 33%
Perdarahan post partum meningkat 10%
Bayi mempunyai resiko 3% berkembang menjadi epilepsi
Apabila tanpa profilaksis vitamin K yang diberikan pada ibu, terdapat
resiko 1)\\1 s% terjadi perdarahan perinatal pada bayi (Johnston, 1992)

Pengaruh epilepsi terhadap kehamilan yaitu:


Melahirkan bayi prematur (4-11%)
BBLR (710%)
Mikrosefali
Apgar skor yang rendah
Laidlaw J., Riches A., Oxley J. 1988. A textbook of epilepsi. 3th ed. New York : Churchill Livingstone, p. 203-211; 544-557
Penggunaan Obat Antiepilepsi pada
Kehamilan
Mullers-Kuppers yang pertama kali menjelaskan hubungan antara
pajanan obat antiepilepsi (OAE) prenatal dengan malformasi
kongenital mayor
Terdapat peningkatan risiko malformasi fetal pada wanita yang
mengonsumsi valproat pada dosis >1100 mg/hari dibandingkan
dengan obat antiepilepsi yang lain.
teratogenitas obat antiepilepsi disebabkan oleh :
defisiensi asam folat,
interaksi antar-obat antiepilepsi,
efek konvulsi,
faktor genetik,
faktor lain (alkohol, merokok, usia, umur kehamilan, dsb.).
Efek Obat Anti Epilepsi
Terhadap Kehamilan
Prosentase malformasi akibat obat anti epilepsi
adalah:
Trimetadion: lebih 50%
Fenitoin: 30%
Sodium Valproat: 1,2%
Karbamazepin: 0,5-1%
Fenobarbital: 0,6%
Efek samping sodium valproat dan karbamazepin:
defek neural tube dan bibir sumbing diatasi
dengan meningkatkan suplemen asam folat
Laidlaw J., Riches A., Oxley J. 1988. A textbook of epilepsi. 3th ed. New York :
Churchill Livingstone, p. 203-211; 544-557
Pencegahan efek teratogen obat
Antiepilepsi dalam kehamilan
Asam valproat tidak dijadikan pilihan utama
OAE pada wanita usia subur
Gunakan OAE yang sesuai dengan dosis obat
efektif terendah
Suplementasi Asam folat 5 mg/hari dimulai
sebelum kehamilan hingga akhir trimester
pertama mengurangi insiden malformasi
kongenital
77. AKDR: Profil
Sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang (dapat
sampai 10 tahun: CuT 380A)
Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak
Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan
Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada
infeksi menular seksual (IMS)
Jenis
Copper-releasing: Copper T 380A, Nova T, Multiload 375
Progestin-releasing: Progestasert, LevoNova (LNG-20), Mirena
AKDR CuT-380A
Kecil kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi
oleh kawat halus yang terbuat tembaga (Cu)
Tersedia di Indonesia dan terdapat di mana-mana
AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)
Mekanisme Kerja
Ada beberapa mekanisme cara kerja AKDR:
Timbulnya reaksi radang radang lokal di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang
telah dibuahi terganggu.
Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi.
Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri serta merusak sperma

Copper IUDs work by disrupting sperm motility and damaging sperm (Copper
acts as a spermicide within the uterus)
The presence of copper increases the levels of copper ions, prostaglandins, and
white blood cells within the uterine and tubal fluids.
Ova from copper IUD users were distinctive for being without vitellus
(abnormal) and surrounded by macrophages
Copper can also alter the endometrial lining, this alteration can prevent
implantation
AKDR: Informasi Umum
AKDR bekerja langsung efektif segera setelah pemasangan

AKDR bekerja dengan membuat inflamasi ringan pada rahim

AKDR dapat keluar dari uterus secara spontan, khususnya selama


beberapa bulan pertama

Kemungkinan terjadi perdarahan atau spotting beberapa hari setelah


pemasangan perdarahan menstruasi biasanya akan lebih lama dan lebih
banyak

Tidak ada efek samping hormonal dari CuT-380A

AKDR mungkin dilepas setiap saat atas kehendak kliennya

Jelaskan pada klien jenis AKDR apa yang digunakan, kapan akan dilepas
dan berikan kartu tentang informasi semua ini
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/akdr.pdf
AKDR
Alat kecil yang dipasang dalam rahim Rangka plastik yang lentur dengan lengan tembaga dan benang.

Sangat efektif dan tidak tergantung pada daya ingat.


Cara kerja utama mencegah sperma bertemu telur.
Sangat efektif dan aman Sebagian besar ibu bisa memakai AKDR, termasuk ibu yang belum
pernah hamil.
.
Rumor yang umum:
AKDR tidak dapat keluar dari rahim atau berjalan ke seluruh tubuh
AKDR tidak mengganggu selama bersenggama, walaupun kadang
pasangan merasakan benangnya.
AKDR tidak berkarat di dalam tubuh, bahkan setelah bertahun-tahun.

Dapat dicabut kapan saja Anda


inginkan Klien bisa kembali hamil setelah AKDR dilepas.
Bekerja hingga 10 tahun, tergantung Copper T 380 A bekerja hingga 10 tahun.
jenisnya Harus dilepas 1 tahun setelah menstruasi terakhir pada menopause.
Dapat menambah pendarahan Efek Samping:
menstruasi atau menyebabkan kram Biasanya kembali normal setelah 3 bulan.
Tidak melindungi dari AIDS/IMS Untuk perlindungan terhadap AIDS/IMS, pakai juga kondom.
Yang tidak bisa memakai AKDR
Sebagian besar ibu tidak bisa memakai AKDR, jika:

Jika ragu, pakai daftar periksa pada Tambahan 1 atau lakukan tes
Kemungkinan hamil kehamilan.
Baru saja melahirkan Pemasangan AKDR hanya boleh dilakukan sebelum 48 jam dan
(2 28 hari pasca persalinan) setelah 4 minggu pasca persalinan.

Mereka yang berisiko terinfeksi IMS/HIV mencakup mereka:


Memiliki risiko IMS (termasuk HIV) Yang mempunyai lebih dari 1 pasangan tidak selalu memakai
kondom;
Yang memiliki pasangan dengan HIV/IMS dan tidak selalu memakai
kondom;
Memakai jarum suntik bersama, atau pasangan memakai jarum
suntik bersama (hanya untuk HIV tetapi tidak untuk IMS)

Menstruasi yang tak biasa Menstruasi tak biasa harus diases sebelum memasang AKDR.
Infeksi atau masalah dengan organ
Setiap infeksi harus diobati sepenuhnya sebelum AKDR dipasang.
kewanitaan:
IMS atau Penyakit Radang Panggul dalam 3 Obati penyakit radang panggul ataupun IMS dan tunggu 3 bulan
bulan terakhir? sebelum memasang AKDR. Anjurkan agar pasangan juga diobati.

HIV atau AIDS? Jika HIV atau AIDS pakai AKDR hanya jika tidak ada metode lain
yang cocok.
Infeksi setelah melahirkan atau keguguran
Kanker pada organ kewanitaan atau TB Jangan memasang AKDR jika klien memiliki kanker rahim,
panggul endometrium atau kanker indung telur; penyakit tropoblas jinak
atau ganas; tbc panggul.
Setelah pemasangan, AKDR bisa diperiksa oleh
akseptor KB sendiri.

Kapan memeriksa?
Satu minggu setelah pemasangan
Kapan saja setiap selesai masa haid

Bagaimana cara memeriksa benang?


Cuci tangan, duduk dalam posisi jongkok, masukkan jari ke dalam vagina
dan rasakan benang AKDR di mulut rahim. Jangan menarik benangnya.
Cuci tangan setelah selesai.

Jika tidak bisa merasakan benang, atau benang terasa lebih panjang atau
pendek secepatnya kembali ke klinik. AKDR mungkin telah terlepas dan perlu
memakai back up.
Perbandingan AKDR dan Implan dalam
resiko terjadinya kehamilan ektopik
Perbandingan AKDR dan Implan dalam
resiko terjadinya kehamilan ektopik
Past ectopic pregnancy and IUD use
The absolute risk of ectopic pregnancy is
extremely low due to the high effectiveness of
iuds.
However, when a woman becomes pregnant
during iud use, the relative likelihood of ectopic
pregnancy is greatly increased
78. Antihipertensi dalam Kehamilan
DOC: Metildopa
Tidak mempengaruhi cardiac output atau aliran darah janin dan
ginjal

Labetalol
Dapat digunakan untuk tatalaksana preeklampsia dan hipertensi
kronik pada kehamilan
Digunakan dalam waktu pendek (<6 minggu) pada trimester III

Antagonis kalsium (nifedipine)


Dapat digunakan pada trimester akhir

Hydralazine
Biasanya digunakan untuk terapi kombinasi dengan metildopa
Pemberian IV adalah DOC untuk tatalaksana akut pada hipertensi
berat
http://www.medscape.com/viewarticle/406535_6
Antihipertensi dalam Kehamilan
ACE inhibitor
Penggunaan pada trimester II dan III dapat menimbulkan
IUGR, gagal ginjal, persistent patent ductus arteriosus,
respiratory distress syndrome, fetal hypotensive
syndrome, kematian prepartum

Anti diuretik
Menurunkan volume plasma ibu, gangguan elektrolit

Ca Channel Blocker (Verapamil)


Termasuk kategori C
Penggunaan harus hati-hati bila perfusi uteroplasenta
terganggu
79. Terapi Abortus Iminens
Penatalaksanaan
Pertahankan kehamilan.
Tidak perlu pengobatan khusus.
Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau
hubungan seksual.
Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu
selanjutnya pada pemeriksaan antenatal termasuk
pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4
minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan
terjadi lagi.
Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin
dengan USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
80. Pengaruh Tuberkulosis Paru
terhadap Kehamilan
Pengaruh TB selama kehamilan:
Insidens dari prematuritas menjadi 2 kali lipat
Pengaruh TB terhadap janin:
kematian janin 6 kali lebih besar baik karena IUFD ataupun
partus prematurus
insidens dari:KMK (kecil untuk masa kehamilan; hal ini terkait
dengan ukuran perkembangan uterus yang kecil selama
kehamilan) dan BBLR (berat badan lahir rendah) (<2500g)
menjadi 2 kali lipat
Pengaruh tidak langsung tuberkulosis terhadap kehamilan
ialah efek teratogenik terhadap janin karena obat anti
tuberkulosis yang diberikan kepada sang ibu.
Najoan Nan Warouw, Aloysius Suryawan .Manajemen TBC dalam Kehamilan. JKM. Vol. 6, No. 2, Februari 2007
81. Adenoma Hipofisis Fungsional
52% merupakan tumor yang mengekskresikan prolaktin
Lainnya: mensekresi kortikotropin (Cushing disease), growth
hormone (akromegali), gonadotropin, TSH (hipertiroidisme)

Berdasarkan ukuran:
Mikroadenoma: ukuran < 1 cm, lokasi masih dalam sella turcica
(belum menginvasi struktur lain)
Makroadenoma: ukuran > 1 cm, sudah meluas dari sella turcica
(menginvasi struktur berdekatan)

Gejala dan Tanda (Prolaktinoma):


Dapat menimbulkan efek kompresi pada optic chiasm
Amenorea, galaktorea, infertilitas, penurunan libido, osteoporosis
Adenoma Hipofisis Fungsional: Prolaktinoma

Terapi
Obat-obatan dopaminergik: bromokriptin atau
cabergoline

Follow Up
Scan MRI 12 bulan setelah pengobatan pada
tumor fungsional

http://emedicine.medscape.com/article/126702-followup
82. Tatalaksana Plasenta Previa
Tatalaksana Umum
PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea.
Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk
menentukan sumber perdarahan.
Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan
intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio
sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan
Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif
Terapi Konservatif
Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
Syarat terapi ekspektatif:
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan atau
tanpa pengobatan tokolitik
Belum ada tanda inpartu
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)
Janin masih hidup dan kondisi janin baik
Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.
Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta.
Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 12 mg IV dosis tunggal
untuk pematangan paru janin
Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg selama 1
bulan.
Pastikan tersedianya sarana transfusi.
Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, ibu dapat
dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
Terapi aktif
Rencanakan terminasi kehamilan jika:
Usia kehamilan cukup bulan
Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan
hidupnya (misalnya anensefali)
Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa memandang
usia kehamilan
Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi
kepala pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam masih
dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea
uJika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari
tempat plasenta:
Jahit lokasi perdarahan dengan benang,
Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat)
dengan kecepatan 60 tetes/menit
Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang sesuai, seperti
ligasi arteri dan histerektomi
83. Distosia Kelainan Tenaga
His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus
dan disertai relaksasi yang merata

Jenis Kelainan His


Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik)
His lemah, pendek, jarang tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong
janin
His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik)
His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat
Incoordinate uterine contraction
Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada
dominasi fundus

Faktor predisposisi
Primigravida, terutama primi tua
Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
Inersia Uteri: Tatalaksana
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah
janin dan keadaan janin

2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan

3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan
misalnya pada letak kepala :
a. Oksitosin drips 5-10 IU dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tpm, dinaikkan
10-15 menit sampai 40-50 tpm. Tujuan: agar serviks dapat membuka.
b. Bila his tidak >> kuat setelah pemberian oksitosin stop istirahat
Pada malam hari berikan obat penenang (valium 10 mg) ulang lagi
pemberian oksitosin drips
a. Bila inersia uteri + CPD seksio sesaria
b. Bila semula his kuat inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah
berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips tidak
berguna Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik
lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria)
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
84. Induksi & Akselerasi Persalinan
Definisi
Induksi: upaya menstimulasi uterus untuk memulai persalinan
Augmentasi atau akselerasi: meningkatkan frekuensi, lama, dan
kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan. (Saifuddin, 2002)

Indikasi (Oxford, 2013)


KPD, kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis,
PEB, hipertensi akibat kehamilan, IUFD) dan PJT, insufisiensi
plasenta, perdarahan antepartum, dan umbilical abnormal arteri
doppler

Kontraindikasi (Cunningham, 2013 & Winkjosastro, 2002)


CPD, plasenta previa, gamelli, polihidramnion, riwayat sectio
caesar klasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat janin, vasa
previa, hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif
Induksi Persalinan
Indikasi Darurat:
HT gestational berat, komplikasi janin akut, IUGR
berat, penyakit maternal bermakna, korioamnionitis

Indikasi Segera (Urgent)


KPD saat aterm atau dekat aterm, PJT tanpa
komplikasi akut, DM tidak terkontrol, penyakit
isoimun saat aterm/dekat aterm

Indikasi Tidak Segera (Non Urgent)


Kehamilan post term, DM terkontrol, riwayat IUFD
Proses Induksi/Akselerasi
Kimia
Prostaglandin E2 (PGE2) gel atau pesarium
Prostaglandin E1 (PGE1): misoprostol atau cytotec tab 100-
200 mcg
Oksitosin IV
Protokol dosis rendah (1 4 mU/menit) atau dosis tinggi (6 40
mU/menit)

Mekanik
Kateter Transservikal (Kateter Foley)
Dilator Servikal Higroskopik (Batang Laminaria)
Stripping membrane
Induksi Amniotomi
Stimulasi putting susu
Induksi Persalinan: Metode Mekanik
Metode Mekanik
Metode stripping, pemasangan balon keteter, (oley
chateter) dimulut rahim, serta memecahkan ketuban
saat persalinan sedang berlangsung.

Kateter Foley Transervikal Stripping of The Membrane


Induksi Persalinan: Metode Kimia
Oksitosin
2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml kristaloid dan diberikan dengan
dosis awal 10 tetes per menit.
Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai
tercapai kontraksi uterus yang adekuat.
Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari 4 kali
kontraksi per 10 menit) hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan
pemberian:
Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau
Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit

Misoprostol:
Intravagina dengan dosis 25 g pada fornix posterior dan dapat diulang
pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat.
Bila dengan dosis 2 x 25 g masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang
dengan dosis 50 g.
Dosis maks adalah 4 x 50 g ( 200 g ) a
Oksitosin

1. Penderita diberi oleum ricini, kemudian klisma


3
jam

2. Infus oksitosin 5 Unit dalam 500 cc lar glukosa 5%


awal: 8 tts/menit

Pantau FN,TD, DJJ, His

3. Naikkan kecepatan 4 tts/mnt tiap 30 (s.d 60 tts)

His adekuat pertahankan sampai kelahiran


His belum adekuat

Ulangi langkah 2 & 3


(ttsn lanjut) His adekuat

His belum adekuat pertahankan sampai


kelahiran

Ulangi langkah 2&3 (ttsn


lanjut) His adekuat
+ pecahkan ketuban

His belum adekuat


(KP 24 jam) SC
Oksitosin: Efek samping

Efek maternal terlihat pada pemakaian IV


hipotensi, hipertensi, mual, muntah, penurunan aliran
darah uterus, ruam kulit, dan anoreksia, tetani uterus,
anafilaksis, asfiksia, kejang, koma, pendarahan
intracranial, intoksikasia air, dan disritmia
Pada Janin
Karena induksi motilitas uterus, oksitosin dapat
menyebabkan bradikardia, kontraksi ventrikel prematur,
dan aritmia lain, dan sangat jarang kematian janin, nilai
Apgar rendah, ikterik, dan pendarahan retina

Oxytocin (pitocin). VIHA pharmacy. 2006


Synthetic Oxytocin
When given by low-dose intravenous infusion,
Syntocinon elicits rhythmic uterine contractions that
are indistinguishable in frequency, force and duration
from those observed during spontaneous labour.
At higher infusion dosages, or when given by single
injection,the drug is capable of causing sustained
tetanic uterine contractions.
Oxytocin also causes contraction of the myoepithelial
cells surrounding the mammary alveoli.
Synthetic Oxytocin
When Syntocinon is given for the induction and
augmentation of labour, it must only be administered
as an intravenous infusion, preferably by means of a
motor-driven variable speed infusion pump, and not by
subcutaneous, intramuscular or intravenous bolus
injection.
When administered by rapid intravenous bolus
injection oxytocin cause transient direct relaxing
effect on vascular smooth muscle, resulting in brief
hypotension, flushing and reflex tachycardia
85. Pemeriksaan Kehamilan dengan USG

Perkiraan Usia Gestasional


Pemeriksaan USG: Perkiraan Ukuran Janin

Pe n g u k u ra n Mulai dari Minggu


Gestational Sac (GS) Hingga usia 6 minggu

Crown-Lump Length (CRL) 6-12 minggu

Biparietal Diameter (BPD) 12 42 minggu

Femur Length (FL) 12 42 minggu

Abdominal Circumference (AC) 12 42 minggu

Estimated Fetal Weight (EFW) 12 42 minggu


Amniotic Fluid Index (AFI)
The amniotic fluid index (AFI) is an estimate of
the amniotic fluid volume in a fetus. It is part of
the fetal biophysical profile.
Technique
uterus is divided into four imaginary quadrants with
linea nigra and umbilicus acting as the vertical and the
horizontal axis respectively
the deepest pocket devoid of umbilical cord and fetal
parts is measured in the vertical dimension
measurment of the four pockets is in centimeters
sum of all the four quadrant measurements is AFI
normal AFI values range from 5 to 25 cm
Values
AFI between 8-18 cm is considered normal; median
AFI level is ~14 cm from week 20 to week 35, after
which the amniotic fluid volume begins to reduce
AFI <5 cm is considered as oligohydramnios
value changes with age: the 5th percentile for
gestational ages is most often taken as the cutoff
value, and this around an AFI of 7 for second and third
trimester pregnancies; and AFI of 5 is two standard
deviations from the mean
AFI >20-24 cm is considered as polyhydramnios
86. Tabel Uji Hipotesis
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


One Sample vs Two Sample T-Test
One sample T-test Two Sample T-test
Mengetahui perbedaan mean Mengetahui apakah terdapat
(rerata) satu kelompok perbedaan mean antara dua
dibandingkan dengan mean kelompok populasi.
yang sudah ditetapkan peneliti
atau mean sudah diketahui di Misalnya penelitian ingin
populasi. mengetahui apakah terdapat
perbedaan mean GDS dari
Misalnya penelitian tentang kelompok pasien DM yang
mean gula darah sewaktu (GDS) diberi metformin dengan
pada pasien DM yang diberi kelompok pasien DM yang
metformin. Contoh pertanyaan diberi insulin?
penelitiannya adalah: apakah
mean GDS pasien DM yang
diberi metformin lebih dari 200
mg/dl?
Independent vs Paired T-Test
Independent T-test Paired T-test
Prinsipnya adalah setiap Prinsipnya adalah setiap
subjek hanya dilakukan 1 kali subjek dilakukan pengukuran
pengukuran. lebih dari 1 kali.

Contoh: penelitian obat A dan Contoh: penelitian obat A dan


obat B terhadap kadar obat B terhadap kadar
kolesterol. Subyek dibagi dua kolesterol. Subyek dibagi dua
kelompok, kelompok pertama kelompok, kelompok pertama
diberi obat A dan kelompok diberi obat A dan kelompok
kedua diberi obat B. setelah 3 kedua diberi obat B. Sebelum
bulan, tiap subyek diukur mulai penelitian, tiaap subyek
kadar kolesterolnya. diukur kadar kolesterolnya.
setelah 3 bulan, tiap subyek
diukur kadar kolesterolnya
lagi.
87. UKURAN MORBIDITAS PENYAKIT
Definisi Rumus

Jumlah kasus baru dalam


Jumlah kasus baru/ jumlah populasi
Insidens/ insidens periode waktu tertentu
berisiko di awal periode
kumulatif/ attack rate/
attack risk Attack rate/risk lebih sering
digunakan pada konteks KLB.

jumlah penderita baru suatu


penyakit yang terjangkit pada
Jumlah penderita baru pd serangan
serangan kedua dibandingkan
kedua/ (jumlah populasi berisiko-
Secondary attack rate dengan jumlah penduduk
jumlah orang yang terkena
dikurangi orang/penduduk yang
serangan pertama)
pernah terkena penyakit pada
serangan pertama.

jumlah penderita baru suatu


Jumlah kasus baru/ jumlah populasi
Incidence rate penyakit yang ditemukan pada
berisiko di awal periode (dalam
(or person-time rate) suatu jangka waktu tertentu
satuan orang-waktu)
(dalam satuan orang-waktu)
Ukuran Morbiditas Penyakit (2)
Definisi Rumus

Jumlah seluruh kasus (kasus lama


Jumlah seluruh kasus pada satu
dan kasus baru)/ jumlah populasi
waktu tertentu, misalnya jumlah
Point prevalence berisiko pada satu waktu yang
seluruh kasus hipertensi per
spesifik (tanggal tertentu atau jam
tanggal 1 April 2017.
tertentu).

Jumlah seluruh kasus (kasus lama


dan kasus baru)/ jumlah populasi
Jumlah seluruh kasus pada satu berisiko pada satu periode
periode tertentu, misalnya jumlah tertentu.
Period prevalence
seluruh kasus hipertensi dari
Januari-Desember 2016. Jumlah populasi berisiko diambil
dari jumlah populasi pada
pertengahan periode.
Rumus
Insidens = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko x100%

Prevalens= jumlah seluruh kasus/jml populasi berisikox100%

Attack rate= jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko


x100%

Catatan: jumlah populasi berisiko tidak sama dengan jumlah


seluruh populasi. Misalnya, jumlah seluruh populasi adalah
500 orang, 400 orang di antaranya sudah diimunisasi campak.
Maka bila menghitung insidens/prevalens campak, yang
menjadi penyebut adalah sejumlah 100 orang.
88. FAMILY ASSESSMENT TOOLS
Family dynamic interaksi dan hubungan antar anggota keluarga
Family assesment tools alat yang digunakan untuk menilai family dynamic
Family Genogram
Suatu alat bantu berupa peta skema dari silsilah keluarga pasien
yang berguna untuk mendapatkan informasi mengenai nama
anggota keluarga, kualitas hubungan antar anggota keluarga
Berisi nama, umur, status menikah, riwayat perkawinan, anak-
anak, keluarga satu rumah, penyakit spesifik, tahun meninggal,
dan pekerjaan.
Juga mengenai informasi tentang hubungan emosional,
jarak/konflik antar anggota keluarga, hubungan penting dengan
profesional yang lain serta informasi lain yang relevan.
Family Life Cycle/Circle
Siklus Hidup Keluarga (Family Life Cycle) adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perubahan-perubahan
dalam jumlah anggota, komposisi dan fungsi keluarga
sepanjang hidupnya.
Siklus hidup keluarga juga merupakan gambaran rangkaian
tahapan yang akan terjadi atau diprediksi yang dialami
kebanyakan keluarga.
Siklus hidup keluarga terdiri dari variabel yang dibuat
secara sistematis menggabungkan variable demografik
yaitu status pernikahan, ukuran keluarga, umur anggota
keluarga, dan status pekerjaan kepala keluarga.
TAHAPAN-TAHAPAN SIKLUS HIDUP KELUARGA
Menurut Duvall tahun 1977 siklus hidup keluarga dapat dikategorikan menjadi 8
golongan yakni:
1. Pasangan yang baru menikah ( tanpa anak ) lamanya 2 tahun
2. Keluarga dengan anak yang baru dilahirkan ( usia anak tertua adalah baru lahir
30 bulan ) lamanya 2,5 tahun
3. Keluarga dengan anak pra sekolah ( usia anak tertua adalah 30 bulan 6 tahun )
lamanya 3,5 tahun
4. Keluarga dengan anak yang bersekolah ( usia anak tertua adalah 6 13 tahun)
lamanya 7 tahun
5. Keluarga dengan anak usia remaja ( usia anak tertua adalah 13 20 tahun)
lamanya 7 tahun
6. Keluarga dengan anak meninggalkan keluarga ( anak pertama pergi dan anak
terakhir tinggal di rumah) lamanya 8 tahun
7. Keluarga dengan usia orang tua pertengahan ( tak berkumpul lagi hingga pensiun
) lamanya 15 tahun
8. Keluarga dengan usia orang tua jompo (pensiun hingga kedua suami istri
meninggal ) lamanya 10 - 15 tahun
Family APGAR
APGAR Keluarga merupakan kuesioner
skrining singkat yang dirancang untuk
merefleksikan kepuasan anggota keluarga
dengan status fungsional keluarga dan untuk
mencatat anggota-anggota rumah tangga.
APGAR ini merupakan singkatan dari;
Adaptation, Partnership, Growth, Affection
dan Resolve.
Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing
ADAPTATION
anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai 0-2
Adaptasi
dengan seharusnya

Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu


PARTNERSHIP
memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya 0-2
Kemitraan
hadapi

GROWTH Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya


0-2
pertumbuhan untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki

AFFECTION Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang


0-2
Kasih ssayang diberikan keluarga saya

RESOLVE Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk


0-2
Kebersamaan menjalin kebersamaan

Interpretasi :
8-10 = Highly functional family (fungsi keluarga baik)
4-7 = Moderately dysfunctional family (disfungsi keluarga moderat)
0-3 = Severely dysfunctional family (keluarga sakit / tidak sehat)
Garis kehidupan menggambarkan
Family Lifeline secara kronologis stress kehidupan,
sebagai contoh dari gambar
disamping menunjukkan tingkat
kesakitan berupa migrain yang naik
turun sesuai dengan tingkat stress
yang dialami oleh pasien
Misal :
pada tahun 1969 pasien berusia 22
tahun kejadian hidup yang dialami
adalah lulus dari kampus dan pasien
mengalami migrain yang cukup berat,
sedangkan pada tahun 1972 saat
pasien berusia 25 dan menikah justru
pasien tidak mengalami migrain,
akan tetapi pada tahun 1973 ketika
pasien berusia 26 tahun dan mulai
bekerja serta mengalami kesulitan
bekerja, pasien mengalami migrain
yang cukup berat.
SCREEM
RESOURCE PATHOLOGY
Isolated from extra-
social interaction is evident among family members
familial
SOCIAL Family members have well-balanced lines of
Problem of over
communication with extra-familial social groups
commitment
Ethnic and cultural
CULTURAL cultural pride and satisfaction can be identified
inferiority

Offers satisfying spiritual experiences as well as contacts


RELIGIOUS Rigid dogma/rituals
with an extra-familial support group

Economic stability is sufficient to provide both reasonable Economic deficiency


ECONOMIC satisfaction with financial status and an ability to meet Inappropriate
economic demands of normative life events economic plan

Education of members is adequate to allow members to


EDUCATIONA handicapped to
solve or comprehend most problems that arise within the
L comprehend
format of the lifestyle established by the family

Medical health care is available through channels that are Not utilizing health
MEDICAL easily established and have previously been experienced care
in a satisfactory manner facilities/resources
89. JENIS RUJUKAN
Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
90. PENYIMPANAN VAKSIN
Vaksin hidup
Polio oral, BCG, campak, MMR, varicelle
Sebaiknya disimpan di suhu 2-8 derajat celcius. Di atas itu,
vaksin akan mati.

Vaksin mati
DPT, Hib, PCV, tifoid, IPV
Sebaiknya disimpan di suhu 2-8 derajat celcius. Di bawah
itu, vaksin akan rusak.

Syarat penyimpanan: disimpan di lemari es,


transportasi dalam kontak dingin tertutup rapat,
terlindung dari sinar matahari langsung, ada indikator
suhu berupa vaccine vial monitor.
Cara Pemeriksaan Vaksin:
UJI KOCOK VAKSIN
Dilakukan untuk meyakinkan apakah vaksin tersangka beku masih layak
digunakan atau tidak.
Cara melakukan uji kocok:
Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku,
utamakan dengan evaporator dan bagian lemari es yang paling dingin. Beri
label Tersangka Beku. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang
sama yang sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label
Dibekukan.
Biarkan contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka Beku sampai mencair
seluruhnya.
Kocok contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka Beku secara bersamaan.
Amati contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka Beku bersebelahan untuk
membandingkan waktu Pengendapan (umumnya 5-30 menit)
Bila terjadi: a) Pengendapan vaksin Tersangka Beku lebih lambat dari contoh
Dibekukan: vaksin dapat digunakan. b) Pengendapan vaksin Tersangka
Beku lebih cepat dari contoh Dibekukan: vaksin jangan digunakan, vaksin
sudah rusak.
Vaccine Vial Monitor
Penanganan Vaksin Rusak
Vaksin yang rusak dikeluarkan dari lemari es,
kemudian dilaporkan kepada atasan petugas.
Jika sedikit dapat dimusnahkan sendiri oleh
Puskesmas, tetapi bila banyak dapat
dikumpulkan ke Dinkes Kabupaten/Kota
dengan dibuat berita acara pemusnahan.
91. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT)
KDRT: tiap perbuatan terhadap seseorang, terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/ atau
penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.

Yang termasuk rumah tangga:


Suami, istri, anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
Orang yang mempunyai hubungan keluarga ddengan poin 1
Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan,


A. Munim Idris, 2011
UU Tentang KDRT:
UU No. 23 Tahun 2004
Kekerasan fisik
Adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka
berat. (Pasal 6)

Kekerasan psikis
Adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. (Pasal 7)

Kekerasan seksual :
Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam rumah tangga tersebut; Pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain
untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu. (Pasal 8)
Karakteristik Luka Kasus KDRT
Biasanya datang dengan luka ringan seperti luka memar
atau luka lecet. Dapat pula datang dengan keluhan sakit
kepala, sakit perut, atau diare, dan keluhan nonspesifik
lainnya.

Datang terlambat, dalam arti kejadian sudah satu atau dua


hari sebelum mereka ke dokter.

Dapat terjadi ketidaksinkronan cerita dengan luka yang


ditemukan.

Luka multipel yang berbeda umurnya.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan,


A. Munim Idris, 2011
Ketentuan Pidana pada Kasus KDRT
UU No.23 tahun 2004 Pasal 44: kekerasan fisik
dalam rumah tangga

UU No.23 tahun 2004 Pasal 45: kekerasan


psikis dalam rumah tangga

UU No.23 tahun 2004 Pasal 46: kekerasan


seksual dalam rumah tangga
Apakah Dokter Wajib Lapor pada
Kasus KDRT?
Umumnya korban KDRT belum tentu bersedia melaporkan
pada pihak yang berwajib (dengan alasan takut, cinta, dsb).

UU PKDRT (UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15) tidak


menyebutkan dengan jelas bahwa tenaga kesehatan yang
menemukan kasus tersebut wajib melaporkannya. Namun
dalam UU tersebut berbunyi: setiap orang yang
mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya KDRT
wajib melakukan upaya-upaya sesuai batas
kemampuannya untuk mencegah berlangsungnya tindak
pidana, memberikan perlindungan pada korban
memberikan pertolongan darurat, dan membantu proses
pengajuan permohonan penetapan perlindungan
92. Inhalation of suffocating gasses

Ada 3 cara kematian pada korban kasus


inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap
gas :
1. CO
2. CO2
3. H2S

Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2


banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah.
Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.
Perbedaan Keracunan CO dan
Keracunan CO2
Perbedaan terutama terlihat pada warna
darah korban.
Pada keracunan CO, darah berwarna merah terang
(cherry red)
Pada keracunan CO2, darah berwarna merah
gelap.
Keracunan CO
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya
berdasarkan anamnesis adanya kontak dan ditemukannya
gejala keracunan CO.
Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang
berupa Cherry Red pada kulit, otot, darah dan organ-organ
interna, yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30%
atau lebih. Akan tetapi pada orang yang anemik atau
mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi
sulit dikenali.
Pemeriksaan Laboratorium:
Uji Kualitatif, menggunakan 2 cara: uji dilusi alkali dan uji
formalin
Uji Kuantitatif menggunakan cara Gettler-Freimuth
Keracunan CN
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan
tanda patognomonik untuk keracunan CN, dengan cara menekan dada
mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung.
Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari
mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya
akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen)
dan ditemukannya cyanmethemoglobin.
Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan
karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti
sabun.
Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi
antemortal dan postmortal.
PEMERIKSAAN PADA KASUS
KERACUNAN SIANIDA
Pemeriksaan luar: korban mati tercium amandel dengan
menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan
hidung. Sianosis pada wajah & bibir, busa keluar dari mulut, &
lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya
akan oksi-Hb.

Pemeriksaan bedah jenasah: dapat tercium bau amandel saat


membuka ronga dada, perut & otak serta lambung (bila racun
melalui mulut). Darah, otot & penampang organ tubuh dapat
berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda
asfiksia pada organ tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium Kasus
Keracunan Sianida
Uji kertas saring menggunakan asam pikrat jenuh: Kertas tersebut
dicelupkan kedalam darah korban, bila positif berubah menjadi
warna merah terang (sianmethemoglobin).

Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol): Pada reaksi ini


bila hasilnya positif akan membentuk warna biru hijau pada kerta
saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapat bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon sehingga
reaksi ini hanya untuk skrining.

Reaksi Prussian Blue: hasil positif menunjukkan endapan larut dan


terbetuk warna biru berlin.

Cara Gettler Goldbaum: hasil positif ditunjukkan oleh perubahan


warna kertas saring menjadi biru.
93. KODEKI
Pasal 1:Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dokter.

Pasal 2: Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya


sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3: Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh


dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.

Pasal 4: Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri.

Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6: Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan


menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7:Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.

Pasal 7a: Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion)
dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b: Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani
pasien

Pasal 7c: Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d: Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.

Pasal 8: Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan


masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik
dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9: Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10:Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan


segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11: Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien


agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya
dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang


diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.

Pasal 13: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai


suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia
dan mampu memberikannya.
KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap
Teman Sejawat
Pasal 14: Setiap dokter memperlakukan
teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.

Pasal 15: Setiap dokter tidak boleh mengambil


alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang
etis.
KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap
Diri Sendiri
Pasal 16: Setiap dokter harus memelihara
kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan
baik.

Pasal 17: Setiap dokter harus senantiasa


mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran/kesehatan.
Penjelasan Pasal 3 KODEKI
Penjelasan Pasal 3 KODEKI
94. LUKA PETIR
Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir
termasuk arus searah (DC) dengan tegangan 20 juta volt dan kuat
arus 20 ribu ampere.

Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir :


1. Berada di tanah lapang.
2. Berada dibawah pohon yang tinggi.
3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam.

Ada 3 kelainan akibat sambaran petir :


1. Efek listrik.
2. Efek panas.
3. Efek ledakan.
Luka Petir
Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :
Current mark / electrik mark / electrik burn.
Efek ini termasuk salah satu tanda utama luka
listrik (electrical burn).
Aborescent markings. Tanda ini berupa
gambaran seperti pohon gundul tanpa daun
akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit
korban sebagai reaksi dari persentuhan antara
kulit dengan petir (lightning / eliksem). Tanda
ini akan hilang sendiri setelah beberapa jam.
Arborescent mark
Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran
petir (lightning / eliksem) akan berubah
menjadi magnet. Efek ini termasuk salah satu
tanda luka listrik (electrical burn).
Luka Petir
Ada 2 efek panas akibat sambaran petir :
Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu
bahkan seluruh tubuh korban dapat terbakar atau
hangus.

Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh


seperti perhiasan dan komponen arloji. Arloji korban
akan berhenti dimana tanda ini dapat kita gunakan untuk
menentukan saat kematian korban. Efek ini juga
termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).
95. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
TANGGUNG JAWAB DOKTER PADA
KASUS KEGAWATDARURATAN

KODEKI 2012
Informed Consent pada Kasus
Kegawatdaruratan
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Medik, pengaturan mengenai informed consent pada
kegawatdaruratan lebih tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal
4 ayat (1) dijelaskan bahwa Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien
dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.

Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-


undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan
dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik
menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien
dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang
dialaminya.

Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
Kesukarelaan pihak penolong.
Itikad baik pihak penolong.
THT-KL
96. Miringitis
97. Laringomalasia
Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana
epiglotis lemah
Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor
kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring).
Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk
omega
Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2
tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada
usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun.
Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
Causes of Stridor
neonate

Laryngomalacia 1st Chronic


Vocal cord dysfunction 2nd Chronic
Congenital tumours Chronic
Choanal atresia Chronic
Laryngeal webs Chronic
Chilld
Infection -epiglottitis -Laryngitis acute
Croup : 1-2 days duration less severe Acute
FB Acute
Laryngeal dyskinesia chronic
adult
Infection -epiglottitis -Laryngitis Acute
Trauma acquired stenosis Acute
CA Larynx or Trachea or main bronchus chronic

http://medschool.lsuhsc.edu
http://dnbhelp.files.wordpress.com/2011/10/stridor.jpg?w=645
98. Rhinofaringitis
Rhinopharyngitis or acute coryza is an
infectious disease which is generally known as
common cold because of the speed with
which it can spread from one person to
another.
Affects the throat, the nasal, and respiratory
systems, causing mucus to run down the nose,
with difficulty in breathing, headache, fever,
coughing, constant sneezing, and sore throat.
Rhinopharyngitis
Sign and symptom
Fever: Rhinopharyngitis usually starts with an increase
in temperature
Runny nose: mucus may be infected and alternate
with nasal obstruction which gives the feeling of a
blocked nose. It is clear in the beginning but
progressively becomes thicker as it becomes infected
Sneezing
Cough
Vomiting or diarrhoea are experienced from time to
time.
Treatment
In the majority of cases, rhinopharyngitis gets
better by itself in about a week.
The treatment is mostly aimed at relieving
symptoms such as a sore throat, headache
and nasal congestion.
Use nasal drops or saline solution to relieve
congestion.
99. Herpes Zoster Otikus
Disebabkan oleh reaktivasi infeksi virus varicella zoster.
Ramsay Hunt syndrome is defined as VZV infection of the head and neck
that involves the facial nerve, often the seventh cranial nerve (CN VII).
Other cranial nerves (CN) might be also involved, including CN VIII, IX, V,
and VI (in order of frequency).
Menyerang satu atau lebih dermatom saraf kranial: saraf trigeminus,
ganglion genikulatum, radiks servikalis bagian atas (Ramsay Hunt
syndrome).
This infection gives rise to vesiculation and ulceration of the external ear
and ipsilateral anterior two thirds of the tongue and soft palate, as well as
ipsilateral facial neuropathy (in CN VII), radiculoneuropathy, or geniculate
ganglionopathy.
Lesi kulit vesikuler di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia, kadang
paralisis otot wajah.
Keadaan berat : tuli sensorineural.
99. Herpes zoster oticus
Herpes zoster oticus/Ramsay
Hunt syndrome

Contemp Clin Dent. 2010 Apr-Jun; 1(2): 127129.


Ramsay Hunt Syndrome Treatment
Pengobatan sesuai dengan tatalaksana herpes
zoster
Corticosteroids and oral acyclovir are commonly
used in the treatment of Ramsay Hunt syndrome.
Prednisone during acute inflammatory period (1-2 wk)
and then tapered slowly.
Temporary relief of otalgia may be achieved by
applying a local anesthetic
Carbamazepine may be helpful, especially in
cases of idiopathic geniculate neuralgia.
100. Tonsillitis
Acute tonsillitis:
Viral: similar with acute rhinits + sore throat
Bacterial:
Group A- hemolytic Streptococcus pyogenes
(GABHS) is the pathogenic organism
responsible for most cases of bacterial
pharyngitis in adults
Others: pneumococcus, S. viridan, S. pyogenes.
Detritus follicular tonsillitits
Detritus coalesce lacunar tonsillitis.
Sore throat, odinophagia, fever, malaise, otalgia.
Th: penicillin or erythromicin

Chronic tonsillitis
Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
Lymphoid tissue is replaced by scar widened crypt,
filled by detritus.
Foul breath, throat felt dry.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Terapi tonsilofaringitis bakterial
Antibiotik
Penisilin G benzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali sehari selama 10 hari
(anak) atau pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari
Eritromisin 4 x 500 mg
Kortikosteroid
Dexamethasone 8-16 mg, IM 1 kali; pada anak 0,08-0,3
mg/kgBB IM 1 kali
Analgetik
Kumur dengan air hangat atau antiseptik
Recurrent tonsillitis may be managed with the same
antibiotics as acute GABHS pharyngitis.

Buku Ajar THT | Emedicine


Tonsilitis
Indikasi tonsilektomi pada Tonsilitis:
Serangan lebih dari 3 kali/tahun walaupun telah mendapatkan terapi
adekuat.
Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor
pulmonale.
Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus
beta hemoliticus.
Hipertrofi tonsil yang dicurigai keganasan.
Otitis media efusa/otitis media supuratif.
Buku ajar ilmu THT 2007
Tonsilektomi

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai