PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Oleh :
SULAIMAN RASYID
D 200 12 0021
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui variasi optimal dari ketingian dan jumlah cyclone dalam proses pengeringan
yang dilakukan untuk mengurangi kadar air yang dalam tepung. Variasi ketinggian yang digunakan adalah 1 m,
2 m, 3 m dengan menggunakan 1 cyclone dan 2 cyclone. Dalam alat pengering flash dryer adonan tepung basah
dimasukkan kedalam screw conveyor lalu dihancurkan oleh hammer mill sambil dialiri oleh aliran udara panas
yang didorong oleh blower kemudian menjadi kering, yang mana cyclone separator memisahkan antara aliran
udara panas dengan tepung kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi ketinggian dan jumlah cyclone
mempengaruhi kualitas hasil pengeringan. Semakin tinggi cyclone maka tingkat kekeringan tepung semakin
kering. Hasil paling optimal didapatkan pada perbandingan ketingian cyclone 3 m dengan menggunakan 2
cyclone.
Kata kunci : Pengeringan, Flash dryer, Cyclone Separator
ABSTRACT
The aim of this research is to know the optimum variation of the cyclone height and number in the drying
process of flour. The variation of cyclone height used are 1 meter, 2 meters, and 3 meters. Meanwhile the
variation of cyclone number used are 1 cyclone and 2 cyclones. In a flash dryer, the wet flour mass is put into
the screw conveyor then it is dissolved by hammer mill while streamed by hot air stream which is pushed by a
blower so that the mass becomes dry and by using cyclone separator, the dry flour is separated from the hot air
stream. This research show that the variation of the cyclone height and number affect the quality of drying
outcome. The higher cyclone the flour the higher level of dryness. The optimum outcome is reached by applying
2 cyclones 3 meters in height.
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Tepung merupakan bahan dasar pembuat makanan yang banyak digunakan baik dalam
usaha skala besar maupun kecil. Singkong salah satu bahan sebagai pembuatan tepung. Dari
bahan singkong dapat menghasilkan tepung kasava dan tapioka. Proses dari pembuatan tersebut
berbeda. Untuk membuat tepung kasava, singkong dikupas dari kulitnya setelah itu dipotong
kecil-kecil kemudian dijemur sampai kering baru digiling. Sedang pembuatan tepung tapioka
berasal dari singkong yang diparut, kemudian dialiri air sambil diperas supaya terpisah dengan
ampas organik. Saripati singkong hasil saringan dialirkan air menuju bak pengendapan sampai
air jernih baru air dibuang hingga tapioka basah terlihat sampai lumpur berwarna putih. Setelah
Pengeringan merupakan proses untuk menghilangkan sebagian air dari suatu bahan
jamur untuk dapat disimpan dalam waktu cukup lama maupun diolah lebih lanjut. (M. Supli
pengeringan dibawah sinar matahari. Cara ini kurang menguntungkan karena kondisi cuaca
yang bisa berubah-ubah sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengeringkan tepung dan
tingkat kehigienisannya tidak terjamin karena terkontaminasi oleh polusi. Perlu adanya mesin
pengering yang dapat mengeringkan tepung dalam waktu yang lebih singkat tanpa terkendala
oleh cuaca dan kehigienisannya terjamin. Salah satu mesin untuk mengeringkan tepung adalah
flash dryer.
Flash dryer merupakan mesin pengering untuk mengeringkan adonan basah dengan
memisahkan kedalam bentuk serbuk sambil dialiri dengan aliran udara panas berkecepatan tinggi
secara berkelanjutan.
2
Pada penelitian ini penulis ingin menganalisa ketinggian cyclone separator terhadap hasil
pengeringan tepung dengan menggunakan 1 cyclone dan 2 cyclone. Alat pegering yang
digunakan tipe flash dryer hasil eksperimen civitas akademika Teknik Mesin Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini mengetahui pengaruh ketinggian dan jumlah cyclone separator
tunggal maupun ganda terhadap hasil pengeringan.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada agar pembahasan terfokus dan tidak melebar
2. Bahan yang digunakan adalah tepung kanji sebanyak 500 gr dan air 320 ml
for in Process Water vapor Mass Flux Measurrement During Freeze Drying. menyatakan
bahwa pengeringan menggunakan laser pada tipe alat pengering freeze dryer dapat menurunkan
kadar air atau menguapkan air yang lebih baik dari pada pengering pilot. Yang mana
perbandingan kecepatan, fluks massa profil dan aliran massa lebih tinggi.
Marta Fernanda Zotarelli (2012) A Convective Multi Flash Drying Process for
producing Dehydrated Crispy Fruits. Menyatakan bahwa penerapan pengeringan multi flash
3
dryer terhadap buah-buahan untuk dijadikan buah renyah dengan tingkat proses pengeringan
semakin lama maka tingkat kandungan air pada buah tersebut semakin menurun, hasilnya buah
menjadi renyah.
K.A. Ibrahim (2013) Swirling Gas-Solid Flow Through Pneumatic Converyng Dryer.
Menyatakan bahwa penelitian ini menyimulasikan 2 fase berdasarkan bilangan Reynolds dengan
menggunakan pengering pilot skala vertikal sistem trasnportasi pneumatic untuk menjadikan
bahan padat kering. Tekanan dan suhu diukur pada inlet yang berbeda. Sehingga didapatkan
hasil penurunan tekanan aliran berputar lebih tinggi dari non berputar yang meningkatkan proses
pengeringan.
Ricardo L. Monteiro (2016) A Microwave Multi Flash Drying Proces for producing
Crispy Bananas. Menyatakan bahwa pengeringan vakum microwave MWVD dan pengeringan
beku MWFMFD proses pengeringan yang sama-sama singkat, laju pengeringan dan periode
tingkat jatuh semakin tinggi, pengeringan menggunakan microwave lebih efektif MWFMFD
dibandingkan MWVD untuk memproduksi pisang kering dan renyah dengan pori-pori lebih
besar 20-50% dan waktu pengeringan sangat singkat bila dibandingkan pengeringan beku
lainnya.
Afnita Nur Amalina (20013) Pengaruh tinggi kolom dan debit aliran udara terhadap
kinerja mesin pengering tipe flash dryer untuk pengeringan okara menyatakan bahwa semakin
rendah tinggi kolom menghasilkan penurunan kadar air yang lebih cepat karena membutuhkan
waktu yang singkat untuk keluar menuju cyclone separator. Semakin besar debit aliran udara
yang digunakan maka penurunan kadar air semakin lama karena suhu pengeringan yang
4
terjamin. Maka perlu adanya alat pengering yang dapat mengeringkan tepung tanpa
gangguan, sehingga proses pengeringannya cepatkering. Adapun jenis-jenis alat pengering
yang digunakan antara lain :
1. Spray Dryer
Pengeringan Spray Dryer digunakan untuk mengubah pasta, bubur atau cairan
dengan viskositas rendah menjadi padatan kering. Pengeringan dengan cara ini mampu
meminimalisir karena selama bahan cair yang akan dikeringkan tersedia. (Sagita Savita
Sari dkk : 2012)
5
4. Rotary Dryers
Pengering rotary digunakan untuk bahan granular kering dan diproses, dengan pengeringan
ini bahan/material dari bagian bawah dibolak-balik oleh silinder bersayap sambil dialiri udara
panas sehingga materal kering dapat jatuh kebawah didorong oleh aliran udara panas. (Dennis R.
Van Puyvelde : 2008)
5. Conduction Dryers
Conduction Dryers dapat mengeringkan semacam bubur, pasta, dengan menggunakan suhu
yang rendah. Sehingga perpindahan panas secara konduksi dapat menjamin proses pengeringan.
(Sagita Savita Sari dkk : 2012)
6
1.5.2 Pengeringan dalam Flash Dryer
Dalam pengeringan kalor yang dibutuhkan sangat berpengaruh terhadap kadar air
tepung yang dihasilkan, berdasarkan rumus : (Paul A. Tipler, 1998: 598)
........(1)
Keterangan :
Keterangan :
: aliran massa (kg/s) cp: kalor jenis (J/ kg C)
Th: kenaikan suhu udara panas (C) Tc:kenaikan suhu adonan tepung (C)
Dalam proses pengeringan tepung, baik itu dalam kondisi basah maupun kering
dapat dinyatakan dengan rumus density : (Ranald V Giles B.S., M.S, 1993:2)
..............(4)
Keterangan :
Fs : gaya sentrifugal (kg m/s2) an : percepatan aliran udara (m/s2)
m : massa ( kg )
7
pemisah siklon beroperasi berdasarkan gaya sentrifugal, gravitasi, dan inersia untuk
menghilangkan partikel halus di udara. Cyclone berfungsi memisahkan partikel material dari
aliran gas. Biasanya, partikel material memasuki pemisah siklon pada sudut tegak lurus
terhadap aliran arus, dan kemudian berputar cepat. Sebuah gaya sentrifugal dibuat oleh aliran
udara melingkar yang melempar partikel material menuju dinding siklon. Setelah partikel
material menabrak dinding, maka partikel itu jatuh ke dalam lubang bawah cyclone.
.....................(5)
Keterangan :
: koefisien gesekan L : panjang pipa (m)
D : diameter pipa (m) V : kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
g : percepatan gravitasi (m/s)
........ (6)
Keterangan :
K : koefisien resisten V : kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
g : percepatan gravitasi (m/s)
8
2. METODE PENELITIAN
1. Blower
2. Air Heater
3. Screw Conveyor
4. Hammer Mill
5. Cyclone
6. Puli dan Vanbelt
7. Kompor
9
Blower Air Heater Screw Conveyor Hammer Mill
10
2.2 Waktu dan Tempat Pengujian
Hari/tangal : Jumat, 25 Maret 2016
Pukul : 08.00 WIB
Tempat : Laboratorium Sekolah Vokasi, UMS
11
1. Hubungan antara variasi ketinggian dan jumlah cyclone terhadap density tepung dan
kapasitas tepung adalah sebagai berikut :
0,5900
Density (kg/liter)
0,5800
0,5700
1 cyclone
0,5600
2 cyclone
0,5500
H1 H2 H3
Ketinggian cyclone (meter)
Gambar 10. Grafik Hubungan antara variasi ketinggian dan jumlah cyclone terhadap
density tepung
Berdasarkan gambar 10, density paling rendah 0,5625 kg/liter pada ketinggian 3
m dengan menggunakan 2 cyclone, sedangkan tertinggi 0,5867 kg/liter pada ketinggian 1
m dengan menggunakan 1 cyclone.
0,6
Kapasitas tepung keluar (kg)
0,5
0,4
0,3
0,2 1 cyclone
0,1 2 cyclone
0
H1m H2m H3m
Ketinggian cyclone (meter)
Gambar 11. Grafik Hubungan antara variasi ketinggian dan jumlah cyclone terhadap
kapasitas tepung
Berdasarkan gambar 11, kapasitas paling tinggi 0,49 kg pada ketinggian 1 m dengan
menggunakan 2 cyclone, sedangkan paling rendah 0,39 kg pada ketinggian 3 m dengan 1
cyclone.
Dari data diatas yaitu density dan kapasitas tepung dipengaruhi oleh :
a) Ketinggian dan jumlah cyclone separtor
ketinggian pipa menjadi kontak saling bertemunya udara panas dengan adonan
tepung basah, semakin tinggi ketinggian pipa maka kontak proses pengeringan
semakin lama sehingga hasilnya tepung akan lebih kering. Sedangkan pada
jumlah cyclone yang digunakan, ketika menggunakan 1 cyclone maka aliran udara
panas menjadi bebas sehingga penurunan kadar air lebih cepat, berbeda dengan
menggunakan 2 cyclone. Sambungan antara cyclone 1 dan 2 memberikan
12
hambatan pada aliran udara panas, sehingga waktu yang dibutuhkan semakin lama
dan tepung tidak banyak yang keluar melalui lubang ats cyclone. Hasilnya tepung
semakin kering dengan lamanya proses pengeringan.
2. Hubungan antara variasi ketinggian dan jumlah cyclone terhadap waktu proses
pengeringan, di dapatkan data sebagai berikut :
Waktu Tepung
Kecepatan Aliran
Percobaan Keluar
Udara m/s
(detik)
1 cyclone 310 16,9
H1m
2 cyclone 322 16,9
1 cyclone 388 16,9
H2m
2 cyclone 398 16,9
1 cyclone 432 16,9
H3m
2 cyclone 434 16,9
500
Waktu tepung ( detik)
400
300
200 1 cyclone
100 2 cyclone
0
H1 H2 H3
Ketinggian cyclone (meter)
Gambar 12. Grafik hubungan antara variasi ketinggian dan jumlah cyclone terhadap
waktu tepung keluar cyclone
Berdasarkan gambar 12, waktu tepung keluar paling cepat 310 detik pada ketinggian 1 m
dengan menggunakan 1 cyclone,sedangkan paling lama 434 detik pada ketinggian 3 m
dengan menggunakan 2 cyclone. Hal ini dsebabkan ketinggian dan jumlah cyclone
semakin tinggi da semakin banyak jumlah cyclone maka proses pengeringan semakin
lama.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hasil dari data yang telah dianalisa dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Variasi ketinggian dan jumlah cyclone yang digunakan terhadap hasil pengeringan
tepung, semakin besar ketinggian cyclone semakin kering tepung yang dihasilkan dan
waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan semakin lama.
13
4.2 Saran
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan ada kekurangannya maka saran untuk penelitian
kedepan adalah :
1. Dalam penelitian yang telah dilakukan diukur dengan density. Hal ini kurang akurat
karena massa dan volume butiran tepung kering berbeda-beda sehingga perlu
dibutuhkan alat ukur kelembaban untuk mengukur kadar air suatu zat.
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, Afnita Nur. 2013. Analisa Matematis Pengaruh Tinggi Aliran Kolom dan Debit Aliran
Udara Terhadap Kinerja Mesin Pengering Tipe Flash Dryer untuk Pengeringan Okara.
Jurnal. Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gajah Mada.
Effendi,M Supli. 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung : Penerbit
Alfabeta.
Gieseler , Henning. 2007. Evaluation of Tunable Diode Laser Absorption Spectroscopy for in
Process Water Vapor Mass Flux Measurement During Freeze Drying. Jurnal. Department
of Pharmaceutics. University of Erlanger Germany
Giles V, Ranald. 1998. MEKANIKA FLUIDA dan HIDRAULIKA. Jakarta : Penerbit Erlangga
Ibrahim K.A. 2013. Swirling Gas Solid Flow Through Pneumatic Conveying Dryer. Jurnal.
Faculty of Engineering, Menoufiya University, Egypt.
Monteiro L, Ricardo. 2015. How to Make a Microwave Vacuum Dryer with Turntable. Jurnal.
Department of Chemical and food Engineering, Federal University of Santa Catarina, Brazil
2016. A Microwave Multi Flash drying process for Producing Cryspy Bananas. Jurnal.
Department of Chemical and food Engineering, Federal University of Santa Catarina, Brazil.
Pitts, Donald R, dkk. 1983. HEAT TRANSFER. Singapore : McGraw-Hill Book Company.
Sari, Sagita Savita, dkk. 2012. Mengenal Metode Pengeringan dalam Bidang Farmasi. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
Sularso, Tahara Haruo. 1987. POMPA DAN KOMPRESOR. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Tipler A, Paul. 1998. FISIKA Untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Van Puyvelde R Dennis. 2008. Modelling The Hold Up of Liffers in Rotary Dryers. Jurnal.
Canberra, Australia.
Zotarelli Fernanda, Marta. 2012. A Convective Multi Flash drying process for Producing
dehydrated Crispy Fruits. Jurnal. Department of Chemical and food Engineering, Federal
University of Santa Catarina, Brazil.
14