Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan yang berasal

dari dalam maupun luar diri individu, perilaku aktif adalah perilaku yang

sifatnya terbuka dan dapat diamati secara langsung, berupa tindakan nyata.

Perilaku seksual menurut Sarwono (2010:174) adalah segala tingkah laku

yang didorong oleh hasrat sek sual, baik dengan lawan jenis maupun

sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai

dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan

senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan

atau diri sendiri. Nevid, dkk., 1995 (dalam Amalia, 2007:28)

mendefinisikan perilaku seks sebagai semua jenis aktifitas fisik yang

menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan

afeksi. Sedangkan perilaku seks pra nikah sendiri adalah aktifitas seksual

dengan pasangan sebelum menikah pada usia remaja (Cavendish,

2009:663). Hubungan seksual yang dianggap normal adalah hubungan

heteroseksual yang dikaitkan dengan norma, agama, kebudayaan, serta

pengetahuan manusia yang harmonis dibarengi dengan rasa cinta

(Manuaba, 2009). Karena dampak yang ditimbulkan sangatlah beresiko

sehingga kebanyaan masyarakat memandang ilmu atau yang berbau seks

merupakan aib atau yang suatu hal yang tidak boleh dibahas dan dianggap

tabu untuk dibicarakan.


Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan terhadap

remaja adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada

remaja dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan

pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara

nyata ataupun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup,

martabat, atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang

yang bertanggung jawab, dipercaya, atau berkuasa dalam perlindungan

remaja tersebut. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kekerasan

terhadap remaja adalah perilaku salah baik dari orang tua, pengasuh, dan

lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik, psikis, maupun

mental yang termasuk didalamnya eksploitasi, mengancam, dan lain-lain

terhadap remaja. Temuan komisi nasional perlindungan anak indonesia

(KPAI) menyebutkan bahwa dari hasil riset yang dihasilkan di 14 kota

besar di indonesia terhadap 4.400 pelajar putra dan putri, 94% responden

perempuan mengaku pernah pacaran dan sebesar 24% mengaku pernah

Making Love (ML), sementara responden laki-laki 94% mengaku pernah

pacaran dan sebanyak 29% diantaranya pernah melakuakn ML. Pada Juli

tahun 2014 Komnas perlindungan anak mencatat 86% remaja SMA dari

6.300 remaja di 14 kota besar menyatakan bahwa dirinya sudah tidak

perawan lagi, sebanyak 97% remaja SMA pernah menonton film porno,

serta 34% remaja indonesia pernah melakukan aborsi. Menurut para ahli

diperkirakan setiap tahun terjadi 750-850 kasus aborsi dikalangan remaja

(BKKBN, 2014). Sedangkan dari pengumpulan data awal yang dilakukan

di SMK Kesehatan Bina Husada Pamekasan sebanyak 64 Siswa.


Penyebab seks bebas sendiri menurut Kartono (2005) disebabkan

disharmoni dalam kehidupan psikis dan disorganisasi serta disintegrasi

dari kehidupan keluarga, dengan penyebab seperti ini dapat mengakibatkan

remaja sangat mudah terpengaruh oleh teman-temannya untuk melakukan

penyimpangan seks bebas untuk mendapat kepuasan terhadap dirinya, dan

dalam masalah kepribadian adalah sikap seorang yang khas dan

membedakannya dengan orang lain dalam berbagai hal termasuk dalam

masalah seksual. Individu yang mempunyai kepribadian tertutup sukar

diterka dan tidak dapat menyampaikan kepada orang lain, semua dirasakan

dan dipendam sendiri dan berusaha mencari sendiri dan menyembunyikan

masalah yang berkaitan dengan seks, dorongan seksnya ditahan dan

mungkin muncul dalam mimpi atau memuaskan diri sendiri (Masturbasi),

serta kadang kala mereka melakukan penyimpangan seks pada pasangan

mereka misalnya melakukan ciuman, pegangan atau rabaan pada daerah

tubuh bahkan diantaranya memperkosa pacarnya sendiri, keadaan seperti

ini akan berakibat pada tingginya angka kehamilan tidak dikehendaki.

Penyalahgunaan teknologi yang terjadi pada saat-saat ini, misalnya

maraknya peredaran film/ video, majalah porno dapat memberikan

pengaruh negatif pada perkembangan remaja apalagi bila didukung dengan

ketersediaan informasi yang benar mengenai perilaku sesual yang sehat

dan aman baik melalui berbagai media yang ada maupun perhatian orang-

orang terdekatnya.
Pentingnya menjaga remaja untuk berperilaku seksual secara sehat

dikarenakan dalam perkembangannya, remaja belum begitu memahami

tentang dampak perilaku seksual yang beresiko, apalagi keingintahuan


remaja mengenai seksual terhitung tinggi adanya program informasi

konseling kesehatan reproduksi remaja (PIK-KRR) di Pamekasan kini

mulai merambah dunia pendidikan. Jika PIK-KRR nanti bisa masuk

disemua lembaga pendidikan, maka perkawinan di usia dini tidak akan

terjadi lagi, dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin

canggih, maka peran guru sangatlah penting terhadap perilaku siswa-

siswinya yang sudah remaja, dan hal yang tak kalah penting untuk orang

tua kepada anaknya adalah pembekalan tentang pendidikan seks kepada

anak sedini mungkin, agar para remaja memiliki pengetahuan yang benar

dan akurat mengenai kesehatan, seksualitas dan aspek-aspek

kehidupannya, dan tentu membekali putra-putri remaja dengan benteng

ajaran yang kokoh.

1.2. Rumusan masalah


Sesuai latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

pokok masalahnya yaitu bagaimana gambaran perilaku aktif seksual

remaja pada usia 17-19 tahun, di SMK Kesehatan Binahusada Pamekasan


1.3. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui gambaran perilaku aktif seksual remaja pada usia

17-19 tahun.
1.4. Manfaat peneliti
1.4.1 bagi peneliti
Dapat memberikan informasi atau sebagai sumber yang dijadikan

bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.


1.4.2 bagi remaja usia 17-19 tahun
Memberikan pengetahuan terhadap bahaya atau dampak seks bebas

yang dapat berakibat fatal seperti kehamilan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjaun Umum Tentang Perilaku

2.1.1. Definisi Perilaku


Perilaku secara umum dapat dinyatakan sebagai respon/reaksi

individu terhadap stimulasi baik, yang berasal dari luar maupun dari dalam

dirinya. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup

yang sangat luas. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit

untuk dibatasi sebab perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor baik

internal maupun eksternal.

Perilaku dipandang dari segi biologi adalah suatu aktivitas atau

kegiatan organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada

hakekatnya adalah suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri.

ada 4 alasan yang menyebabkan seseorang berperilaku yaitu :

a. Thougt and Feeling (pemikiran dan perasaan). Bentuk dari pemikiran dan

perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai.

b. Personal Reference (orang penting sebagai referensi). Orang-orang yang

dianggap penting sebagai referensi seperti : guru, alim ulama, kepala suku,

kepala desa, dan sebagainya.

c. Culture (kebudayaan) bentuknya seperti : perilaku norma, kebiasaan, nilai-

nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat atau

menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan.

d. Resources (sumber-sumber) yang termasuk dalam sumber disini adalah

fasilitas, uang, waktu, tenaga kerja, pelayanan, keterampilan dan sebagainya.

2.1.2. Bentuk Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku

menjadi dua:

a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)


Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada

orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Repon seseorng terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat

orang lain.

2.1.3. Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan

sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,

serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan

menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana

sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering

disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).


Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

sosial budaya, dan sebagainya.

2.1.4. Domain Perilaku

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi

perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-

kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian

kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu

mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang

terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife

domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk

kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :

1. Pengetahuan (knowlegde)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

1) Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat,

kondisi fisik.

2) Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
3) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

dalam pembelajaran.

Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya.

2) Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

4) Analisis

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam

komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan ada

kaitannya dengan yang lain.

5) Sintesa

Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru.

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi / objek.


Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,

yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003),

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri

orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :

1) Kesadaran (awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek)

2) Tertarik (interest)

Dimana orang mulai tertarik pada stimulus

3) Evaluasi (evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Mencoba (trial)

Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5) Menerima (Adoption)

Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.5. Asumsi Determinan Perilaku

Menurut Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam

nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai


budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia

sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti

pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan

sebagainya.

Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala

kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah

pengalaman, keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya. Proses

terbentuknya perilaku dapat diilustrasikan pada gambar berikut :

- Pengalaman

- Keyakinan

- Fasilitas

- Sosio-budaya

- Pengetahuan

- Persepsi

- Sikap

- Keinginan

- Kehendak

- Motivasi

- Niat

2.1.6. Perilaku Manusia menurut Berbagai Aliran

a. Manusia menurut aliran psikoanalisis

Manusia menurut aliran yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini adalah

makhluk yang digerakkan oleh suatu keinginan yang terpendam dalam jiwanya

(homo Volens). Aliran psikoanalis secara tegas memperhatikan struktur jiwa


manusia, Fokus aliran ini adalah totalitas kepribadian manusia bukan pada

bagian-bagiannya yang terpisah.

Menurut aliran ini, perilaku manusia dianggap sebagai hasil interaksi sub

sistim dalam kepribadian manusia yaitu:

1. Id, yaitu bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis

manusia merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip

kesenangan dan cenderung memenuhi kebutuhannya .Bersifat egoistis, tidak

bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani yang

terdiri dari dua bagian:

1). Libido insting reproduktif penyediaan energi dasar untuk kegiatan

kegiatan kosntrukstif disebut juga sebagai insting kehidupan (eros)

2). thanatos insting destruktif dan agresif

2. Ego, berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego

Adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan

realistik. Egolah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat

hewaninya dan hidup sebgai wujud rasional. Ia bergerak berdasarkan prinsip

realitas

3. Super ego

yaitu unsur yang menjadi polisi kepribadian, mewakili sesuatu yang

normatif atau ideal super ego disebut juga sebagai hati nurani,merupakan

internalisasi dari norma-norma sosial dan kultur masyarakat. Super ego

memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlainan dibawah alam

sadar.
Dari hal tersebut di atas maka menurut psikoanalis perilaku manusia adalh

merupakan interaksi antara komponen biologis / unsur hewani (id), komponen

psikologis / unsur akal rasional (ego) dan komponen sosial / unsur moral (super

ego ).

2.2. Tinjauan Umum Tentang Seksualitas Remaja

2.2.1. Pengertian Seksualitas

Kata seksualitas berasal dari kata latin seksus yang berarti jenis

kelamin. Defenisi seksualitas dapat diuraikan ke dalam sex act dan sex

behavior. Seks act merupakan konsepsi seksual yang berkaitan dengan

defenisi seksualitas sebagai aktivitas persetubuhan untuk mengungkapkan

rasa kasih sayang. Sedangkan sex behavior adalah berkaitan dengan

psikologi, sosial, budaya dari seksualitas seperti hal-hal mengenai

ketertarikan pada erotisitas, sensualitas, pornografi dan ketertarikan dengan

lawan jenis.

Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki,

yang sering disebut jenis kelamin (Suarta, 2007). Seksualitas menyangkut

berbagai dimensi yang sangat luas yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan

kultural.

Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai

kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini

tercermin dari ekspresi yang bebas namun bertanggung jawab dalam

kehidupan pribadi dan sosialnya. Bukan hanya tidak adanya kecacatan,

penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai bila hak
seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati

seksualitasnya. (Qamariyah, 2005).

Menurut Masters, Jonhson dan Kolodny (Irawati, 1999), seksualitas

menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, diantaranya adalah dimensi

biologis, psikologi, sosial dan kultur.

a. Dimensi Biologis

Berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas berkaitan dengan

anatomi dan fungsional alat reproduksi manusia dan dampaknya bagi

kehidupan fisik atau biologis manusia.

b. Dimensi Psikologis

Berdasarkan dimensi ini, seksualitas berhubungan erat dengan

bagaimana manusia menjalani fungsi seksual, sesuai dengan identitas jenis

kelamin dan bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi,

motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak

psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan manusia.

c. Dimensi Sosial

Dimensi sosial melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi

antar manusia, bagaimana seorang dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri

dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi

peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

d. Dimensi Kultur-Moral

Dimensi ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral

mempunyai penilaian terhadap seksualitas. Misalnya di negara timur, orang

belum mengenal ekspresif mengungkapkan seksualitas, berbeda dengan di


negara barat, seksualitas umumnya menjadi salah satu aspek kehidupan yang

terbuka dan menjadi hak asasi manusia.

2.2.2. Tujuan Seksualitas

Tujuan seksualitas secara umum adalah meningkatkan kesejahteraan

kehidupan manusia. Secara khusus ada dua tujuan seksualitas, yaitu :

a. Prokreasi (menciptakan atau meneruskan keturunan)

b. Rekreasi (memperoleh kenikmatan biologis/seksual)

Kedua fungsi ini harus berjalan seiring. Berdasarkan pendekatan

religius, Tuhan menggariskan kedua tujuan ini sebagai bentuk keseimbangan

hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dalam suatu ikatan

ernikahan yang sah secara hukum negara dan agama.

2.2.3. Dimensi Pribadi Kaitannya dengan Seksualitas

Ada tiga elemen dimensi pribadi terkait dengan seksualitas, yaitu :

a. Harga diri

Adalah konsep individu tentang dirinya yang menggambarkan

pemaknaan tentang diri serta seberapa jauh kepuasan yang didapatkan dari

gambaran tentang diri tersebut. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingkah

laku seseorang.

b. Keterampilan Komunikasi

Yaitu cara remaja mengekspresikan keinginan pendapatnya tentang

masalah-masalah yang berhubungan dengan seksualitasnya. Bila remaja

mampu mengkomunikasikannya dengan baik maka akan mempermudah

penanggulangan masalah seksualitas yang dialaminya.

c. Keterampilan Memutuskan
Sepanjang kehidupan banyak keputusan mengenai seksualitas yang

harus diambil, misalnya perilaku seksual yang dipilih, memilih pasangan

hidup, perencanaan kehamilan, dan lain-lain.

2.2.4. Perkembangan Seksualitas Remaja

Perkembangan seksual remaja dapat ditelusuri melalui tiga aspek yang

mendukung, yaitu

a. Seksual Fantasi

Seksual awal remaja biasanya tidak lepas dari upaya untuk berfantasi

mengenai segala seluk beluk masalah seksual sampai dengan mimpi basah.

Ada berbagai alasan mengapa remaja melakukan fantasi seksual, yaitu untuk

menikmati aktivitas seksual secara pribadi untuk menggantikan penyaluran

seksual secara nyata, untuk mencoba-coba membangkitkan kepuasan seksual,

dan untuk latihan sebelum perilaku seksual tersalurkan secara nyata.

b. Independensi

Kedekatan remaja dengan kelompok bermainnya sangat membantu

dalam upaya mendapatkan support dan bimbingan dari perilaku yang

dilakukan. Walaupun tidak dipungkiri bahwa kelompok bermain itu sendiri

memiliki pola aturan, dan tuntutan perilaku yang dikehendaki. Namun remaja

lebih memilih teman sebayanya sebagai pelarian keterikatan dari orang tua.

c. Reaksi Orang Tua

Sikap orang tua terhadap masalah seksual sangat berpengaruh

terhadap seksual remaja. Bila orang tua mengagungkan keperawanan maka

biasanya anak akan memiliki nilai yang sama mengenai keperawanan.

Walaupun tidak semua orang tua memiliki sikap kaku dan keras terhadap
perilaku seksual terhadap remaja, namun hampir sebagian besar orang tua

tidak mau membiarkan anaknya memiliki sikap seksual yang bebas.

d. Sikap Positif Terhadap seksualitas

Berkaitan dengan banyaknya anggapan masyarakat yang salah tentang

seks itu tabu, jorok, seks untuk mendapatkan fasilitas/materi, dan sebagainya

maka penting diluruskan kembali sikap masyarakat terhadap seks. Anggapan

yang salah dapat berpengaruh terhadap perilaku, misalnya penyelewengan

pemanfaatan seks dalam kehidupan serta gangguan fungsi seksual pada masa

mendatang.

Oleh karena itu, sikap positif terhadap seks menjadi hal yang sangat

penting. Berikut tingkah laku yang menunjukkan sikap positif terhadap

seksualitas :

1. Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

2. Tidak menganggap seks itu jijik, tabu atau jorok.

3. Tidak menjadikan candaan, bahan obrolan murahan.

4. Membicarakan dalam konteks ilmiah atau belajar untuk memahami diri dari

orang lain serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai dengan fungsi dan

tujuan seksualnya.

2.2.5. Pola-Pola Perilaku Seksual Remaja

a. Masturbasi

Masturbasi merupakan tindakan yang bertujuan untuk memenuhi hasrat

seksual seseorang dengan merangsang alat kelamin sendiri dengan tangan

atau alat. Ada perbedaan presentasi antara laki-laki dan perempuan dalam

melakukan tindakan masturbasi. Hampir 82% dari laki-laki usia 15 tahun


melakukan masturbasi, sedangkan hanya 20% dari perempuan usia 15 tahun

yang melakukan masturbasi. Perilaku masturbasi ini sendiri secara psikologis

menimbulkan kontroversi parasaan antara perasaan bersalah dan puas.

b. Oral-genital Seks

Tipe ini sekarang banyak dilakukan oleh remaja untuk menghindari terjadinya

kehamilan. Tipe hubungan seksual ini merupakan alternatif aktivitas seksual

yang dianggap aman oleh remaja.

c. Seksual Intercourse

Ada dua perasaan yang saling bertentangan saat remaja pertama kali

melakukan seksual intercourse. Pertama, muncul perasaan nikmat,

menyenangkan, indah, intim, dan puas. Pada sisi lain muncul perasaan cemas,

tidak nyaman, khawatir, kecewa, dan perasaan bersalah. Dari hasil penelitian

tampak bahwa remaja laki-laki yang paling terbuka untuk menceritakan

pengalaman intercoursenya dibanding dengan remaja perempuan.

d. Petting

Petting adalah upaya untuk membangkitkan dorongan seksual antara jenis

kelamin dengan tanpa melakukan intercourse. Usia 15 tahun ditemukan

bahwa 39% remaja perempuan melakukan petting, sedangkan 57% remaja

laki-laki melakukan petting (Ratna Eliyawati 1999).

2.3. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Seks

2.3.1. Perilaku Seksual Remaja

Permasalah seksualitas yang umumnya dihadapi oleh remaja adalah

dorongan seksual yang meningkat, sementara secara normatif mereka


belum menikah, sehingga belum diijinkan untuk melakukan hubungan

seksual. Sementara itu usia kematangan seksual mereka sudah semakin

cepat, dilain pihak usia pernikahan malah semakin mundur karena

perubahan tuntutan sosial, kesadaran orang akan pendidikan dan karir

pekerjaan makin tinggi.

2.3.2. Pengertian Seks Pranikah

Seks Pra Nikah adalah kontak seksual yang dilakukan berpasangan

dengan lawan jenis atau sesame jenis contohnya pegangan tangan, cium

bibir, cium pipi, petting, dan berhubungan intim, yang dilakukan tanpa

ikatan nikah yang sah menurut agama dan Undang-undang pernikahan.

2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Seks Pranikah

a. Kurang menghayati ajaran agama.

Pengetahuan norma sesuai ajaran agama yang kurang disertai penghayatan,

dapat menimbukan perilaku seksual menyimpang atau melakukan hubungan

seks pranikah.

b. Kurang pengetahuan mengenai penyebab dan akibat SPN.

c. Terlibat dalam pergaulan bebas.

Salah memilih teman dapat merugikan masa depan karena mengikuti gaya

hidup yang tidak sehat, seperti gaya seks bebas, penggunaan narkoba, tindak

kriminal dan kekerasan.

d. Pengawasan masyarakat semakin menurun.

Masyarakat tidak lagi melakukan pengawasan terhadap perbuatan yang

melanggar nilai-nilai sosial dan budaya. Pengawasan yang semakin longgar

terhadap perilaku menyimpang, termasuk hubungan seks pranikah,


menyebabkan kepatuhan terhadap nilai-nilai sosial budaya menjadi menurun.

(Licah.com, Mei 2005)

e. Trend Seksualitas baru dikalangan remaja.

"New Morality" dikenal sebagai "gerakan era baru" atau aktifitas moral baru

yang menghalalkan : hubungan seks pranikah, kehidupan pornografi,

setanisme, penyalahgunaan obat-obat dan pemberontakan terhadap otoritas

orang tua

Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek

dalam diri individu yang sangat berperan atau berpengaruh dalam perubahan

perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan

yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta

pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk

memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam

bentuk tindakan (Sarwono, 2003).

2.3.4. Perilaku Seksual pada Remaja

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama

jenis. (Sarwono 2003)

Perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi

dalam ikatan yang sah menurut hukum. (Stuart dan Sundeen 1999)

Remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang

terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan,


cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif,

petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). (Irawati 2002)

Perilaku seksual pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan

berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

2.3.5. Dampak Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada

remaja, diantaranya sebagai berikut :

1. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seksual pada remaja diantaranya perasaan

marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

2. Dampak Fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seksual tersebut diantaranya dapat

menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

3. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum

saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang

hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat

yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono,2003).

4. Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2003) adalah

berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan

frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara

usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan


kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan

HIV/AIDS.

Anda mungkin juga menyukai