TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MENINGIOMA
2.1.1. Sejarah Dan Definisi Meningioma
Pada tahun 1922, Harvey Cushing memaparkan 85 kasus meningeal tumor pada
kuliahnya dan Cushing memberikan istilah meningioma untuk menjelaskan lesi tersebut.
Beberapa tahun kemudian Louise Eisenhardt menciptakan monograf tentang tumor ini (Igaki,
2009 dan Nakamura, 2003) Dia menyebutkan bahwa semua tumor yang berasal dari
arachnoidal cap cells tergabung dalam arachnoid granulations (Al-Rodhan, 1991).
Pada awalnya tumor ini dinamakan tumor fungoid, sarcoma, cylindroma,
endothelioma, fibroma, meningoethelioma, arachnothelioma, meningocytoma, mesothelioma,
leptomeningioma, dural exothelioma, arachnoidal fibroblastoma, dan pada akhirnya
dinamakan meningioma (Chou, 1991).
Jadi meningioma intrakranial merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang
terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meningens otak dan tumbuh dari sel-
sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat (Al-Hadidy, 2007).
Meningioma tidak hanya dijumpai pada intrakranial tetapi dapat juga dijumpai pada
medulla spinalis, disebut juga spinal meningioma. Spinal meningioma sering dijumpai pada
wanita paruh baya. Rasio wanita berbanding pria tidak jauh yaitu 3:4. Spinal meningioma
sering terjadi pada wanita disebabkan adanya kaitan dengan sex hormone. Meskipun
pengaruh sex hormone pada meningioma masih kontroversi, hingga saat ini banyak
ditemukan reseptor sex hormone pada meningioma (Haugsten, 2010).
Meningothelial meningioma I
Fibrous (fibroblastic) meningioma I
Transitional (mixed) meningioma I
Psammomatous meningioma I
Angiomatous meningioma I
Microcystic meningioma I
Secretory meningioma I
Lymphoplasmacyte-rich meningioma I
Metaplastic meningioma I
Chordoid meningioma II
Clear-cell meningioma II
Atypical meningioma II
Brain invasive meningioma II
2.1.6. Prognosis
Prognosis dari meningioma intrakranial memiliki perbedaan pada setiap klasifikasi
atau derajat meningioma. Invasi parenkim otak jelas akan mempengaruhi prognosis. Lokasi
anatomis akan mempengaruhi laju rekurensi. Tumor-tumor yang berada pada posisi yang
sulit akan menimbulkan kesulitan dalam total removal dari tumor, seperti pada ala
sphenoidalis. Meningioma intrakranial yang menginvasi sinus, seperti pada meningioma
parasagittal, memiliki rekurensi yang tinggi (Al-Mefty, 2011).
Walaupun meningioma intrakranial yang berbatas tegas dapat diangkat secara
keseluruhan, meningioma intrakranial dengan ekstensi yang pipih pada ruang subdural (10%
meningioma) akan sulit untuk direseksi seluruhnya, seperti pada meningioma en plaque.
Rekurensi juga kerap terjadi pada meningioma intrakranial yang memiliki profil ganas,
seperti pola hemangiopericytic atau papiler. Kriteria selular keganasan adalah adanya mitosis,
meningkatnya selularitas, polimorfisme inti sel, dan nekrosis fokal. Indeks mitosis yang
tinggi juga salah satu aspek yang mengarah pada keganasan (Al-Mefty, 2011).
FGF-2 disebut juga basic FGF. FGF-2 berukuran 18kDa dan sekitar 55%
Saat ini dijumpai empat jenis FGF-2, pembagian ini didasarkan kepada berat molekul
FGF-2 yang terdiri dari; 18kDa, 22.5-, 23.1-, dan 24.2-kDa. FGF dengan berat molekul 18-
kDa merupakan hasil translasi inisiasi start codon 5AUG. Sementara lainnya merupakan
hasil translasi dari upstream codon, CUG. Oleh karena itu bentuk FGFs dengan berat molekul
yang lebih besar merupakan co-linear amino-terminal extensions dari bentuk 18-kDa. Hal ini
serupa dengan myc proto-oncogene, yang juga dapat menggunakan alternate non-AUG codon
untuk inisiasi translasi (Bikfalvi, 1997).
FGF-2 memiliki empat residu sistein pada asam amino 26, 70, 88, dan 93. Mutasi dari
empat sistein ini menjadi senyawa serine menghasilkan protein dengan struktur sekunder dan
memiliki kemampuan mitogenik sama dengan sel 3T3 dan dikenal sebagai wild-type FGF-2.
FGF-2 juga merupakan substrat untuk posforilasi oleh protein kinase C (PKC) dan protein
kinase A (PKA). PKC memposforilasi FGF-2 pada Ser64; namun hal ini tidak memiliki
aktivitas biologi, ataupun kapasitas mengikat reseptor. Namun, PKA memposforilasi FGF-2
pada Thr112 pada domain reseptor FGF, dan menghasilkan ikatan yang lebih kuat 3-8 kali
lipat (Denizot, 2006).