Anda di halaman 1dari 120

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI KAPANG ENDOFIT

PENGHASIL ANTIMIKROBA PENGHAMBAT


PERTUMBUHAN MIKROBA PATOGEN

LENDRA TANTOWI JAUHARI

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
SELEKSI DAN IDENTIFIKASI KAPANG ENDOFIT
PENGHASIL ANTIMIKROBA PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN MIKROBA PATOGEN

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

LENDRA TANTOWI JAUHARI

105095003133

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
ABSTRAK

LENDRA TANTOWI JAUHARI. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit


Penghasil Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi.
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

Kapang endofit adalah kapang yang hidup dalam jaringan tumbuhan dan tidak
membahayakan inangnya. Kapang endofit ini dapat menghasilkan senyawa yang
berpotensi sebagai antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi
antimikroba dari kapang endofit tersebut dan mengidentifikasinya. Metode yang
digunakan untuk uji antimikroba adalah paper disc diffusion assay dan
bioautografi, sedangkan metode yang digunakan untuk identifikasi adalah slide
culture. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak butanol dan etil
asetat kultur isolat kapang endofit TlU (dari tanaman temu lawak) efektif untuk
menghambat mikroba patogen dibanding isolat endofit lainnya. Hasil analisis data
dengan menggunakan one way anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang sangat signifikan antar diameter zona hambat dari ekstrak isolat endofit.
Hasil identifikasi morfologi menunjukkan bahwa kapang endofit (TlU) mengarah
kepada genus Aspergillus.

Kata kunci : aktivitas antimikroba, kapang endofit, bioautografi, identifikasi


kapang.
ABSTRACT

LENDRA TANTOWI JAUHARI. Selection and Mould Identification Endofit


Antimicrobial Producer Microbe growth Resistor Pathogen. A thesis. Biology
Department Program. Faculty of Science and Technology, Islamic State
University Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

Mold endophyt is the living one mold in botanical network and non-threatening its
host. This endophyt mold can result compound that potentially as antimicrobial.
This research intent to test antimicrobials potency of that endophyt mold and
identification. Method that is utilized for test antimicrobial is paper disc diffusion
assay and bioautography. Meanwhile method that is utilized for identification is
culture's slide. Result of this research points out that butanol extract and cultures
acetic ethyl mould endophyt isolate TlU (temu lawak) effective to constrain
pathogen microbe appealed by another isolate endophyt. Analysiss result data by
use of one way anova point out a distinctive one so significant among zone
diameter constrains of isolate endophyt's extract. Result showed morphological
identification of the endophyte molds (TlU) aims to the genus Aspergillus.

Keyword: antimicrobial activities, bioautography, mold morphology


identification, endophyte mold
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2010

Lendra Tantowi Jauhari


105095003133
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya milik Allah SWT Yang Maha Kuasa, atas segala

rahmat dan hidayah-Nya yang dianugrahkan kepada penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada

Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat

bantuan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak

secara langsung, untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih

yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud., selaku Ketua Program Studi

Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si, selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Nuki

Bambang Nugroho, M.Si, selaku pembimbing II yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan dan dorongan bagi penulis.

i
5. Para dosen dan tata usaha di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan informasi kepada penulis.

6. Semua teknisi laboran yang telah memberikan pengetahuan dan informasi

tentang teknis pengerjaan di laboratorium kepada penulis.

7. Para laboran di Laboratorium Mikrobiologi, Kimia Analitik dan

laboratorium Recovery yang telah memberikan pengetahuan dan informasi

kepada penulis.

8. Untuk Ayahanda Oan Anwar dan Ibunda Neneh Maimunah yang tiada

hentinya memberikan bantuan materil dan non materil, atas segala doa

dan keikhlasannya yang tiada terhingga kepada penulis untuk

menyelesaikan laporan ini.

9. Untuk kakak-kakakku yang telah memberikan bantuan secara tidak

langsung kepada penulis.

10. Teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi (Uswatun Hasanah, Rani

Afifah, Yudi Istianto, Sugie Zenpai, Iradati Pratiwi, Ria, Maria, Niken)

yang menemani dan mengisi hari-hari waktu penelitian menjadi

menyenangkan.

11. Seluruh rekan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2005 yang telah

memberikan dukungan kepada penulis.

12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis akan selalu

mengingat atas kebaikan dan doa-doanya.

ii
Semoga amal baik dan bantuannya mendapat ganjaran dari Allah SWT dan

laporan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekhilafan, demikian

pula dengan penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran

dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak pembaca. Semoga dalam

penulisan laporan ini dapat memberikan sedikit pengetahuan baru bagi pembaca.

Jakarta, Januari 2010

Lendra Tantowi Jauhari

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Penelitian .............................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3. Hipotesis ....................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 6


2.1. Mikroba Endofit............................................................................. 6
2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman ....................... 7
2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba............................. 8
2.2. Antibiotika ..................................................................................... 9
2.2.1. Kelompok Antibiotika ......................................................... 10
2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa
Antimikroba.......................................................................... 11
2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik .......................................... 13
2.3. Identifikasi Kapang........................................................................ 14
2.4. Mikroba Uji.................................................................................... 14
2.4.1. Aspergillus niger.................................................................. 14
2.4.2. Pseudomonas aeroginosa .................................................... 16
2.4.3. Staphylococcus aureus......................................................... 17
2.4.3. Escherichia coli ................................................................... 18
2.4.3. Bacillus subtilis.................................................................... 20

iv
2.4.3. Candida albicans ................................................................. 21
2.5. Tanaman Obat (Inang Kapang Endofit)......................................... 22
2.5.1. Cocor Bebek (Kalanchoe pinata) ........................................ 23
2.5.2. Gambir (Uncaria gambir).................................................... 24
2.5.3. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza) ................................ 24
2.5.4. Ashitaba (Angelica keiskei) ................................................. 26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 27


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................ 27
3.2. Alat dan Bahan............................................................................... 27
3.2.1. Alat...................................................................................... 27
3.2.2. Bahan .................................................................................. 28
3.3. Cara Kerja ...................................................................................... 29
3.3.1. Pembuatan Media ................................................................ 29
3.3.1.1. Pembuatan Media NB ............................................. 29
3.3.1.2. Pembuatan Media PDB ........................................... 29
3.3.1.3. Pembuatan Media PDY ........................................... 29
3.3.1.4. Pembuatan Media NA miring.................................. 30
3.3.1.5. Pembuatan Media PDA miring ............................... 30
3.3.1.6. Pembuatan Media NA (Pengujian Antimikroba) .... 31
3.3.1.7. Pembuatan Media PDA (Pengujian Antimikroba) .. 31
3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit ............................................. 31
3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit.............................................. 31
3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok ........................................... 31
3.3.3. Ekstraksi Kapang Endofit dengan Pelarut Organik ............. 32
3.3.3.1. Pemisahan Produk ................................................... 32
3.3.3.2. Pemekatan ............................................................... 32
3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen................ 33
3.3.4.1. Peremajaan Mikroba Patogen.................................. 33
3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen dengan
Spektrofotometer ..................................................... 33

v
3.3.5. Uji Aktivitas (Bioassay) Anti Bakteri.................................. 34
3.3.6. Uji Aktivitas (Bioassay) Anti Khamir ................................. 35
3.3.7. Uji Aktivitas (Bioassay) Anti Fungi .................................... 36
3.3.8. Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen........................... 37
3.3.8.1. Pengenceran dan Metode TPC ................................ 37
3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count ......................... 38
3.3.9. Identifikasi Morfologi (Metode Slide Culture).................... 39
3.3.10. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ....................................... 40
3.3.11. Uji Bioautografi Bakteri Patogen ...................................... 40
3.3.12. Uji Bioautografi Khamir Patogen ...................................... 41
3.4.13. Uji Bioautografi Fungi Patogen......................................... 42
3.4. Analisis Data.................................................................................. 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 45


4.1. Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit............................ 45
4.2. Ekstraksi Pelarut ............................................................................ 47
4.3. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen............................................. 49
4.4. Pengenceran dan Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen......... 51
4.5. Uji Aktivitas Kapang Endofit ........................................................ 52
4.5.1. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit ........................... 52
4.5.2. Uji Aktivitas Antikhamir Kapang Endofit........................... 62
4.5.3. Uji Aktivitas Antifungi Kapang Endofit.............................. 65
4.6. Identifikasi Morfologi.................................................................... 69
4.7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Bioautografi ....................... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 75


5.1. Kesimpulan .................................................................................... 75
5.2. Saran .............................................................................................. 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76


LAMPIRAN....................................................................................................... 80

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya...................................... 28

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Bibit dan Kultur Kocok ............................... 46

Tabel 3. Berat Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit........................ 48

Tabel 4. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis ............. 72

Tabel 5. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus .. 73

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Aspergillus niger ............................................................................... 15

Gambar 2. Pseudomonas aeruginosa.................................................................. 16

Gambar 3. Staphylococcus aureus ...................................................................... 18

Gambar 4. Escherichia coli................................................................................. 19

Gambar 5. Bacillus subtilis ................................................................................. 20

Gambar 6. Candida albicans............................................................................... 22

Gambar 7. Bagan Penelitian................................................................................ 44

Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen................................................ 49

Gambar 9. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang


Endofit Terhadap Bacillus subtilis ................................................... 52

Gambar 10. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan


Pelarut Butanol 20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap
Bacillus subtilis ................................................................................ 55

Gambar 11. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat


Kapang Endofit Terhadap Staphylococcus aureus .......................... 56

Gambar 12. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan


Pelarut Butanol 20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml
terhadap Staphylococcus aureus ...................................................... 59

Gambar 13. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat


Kapang Endofit Terhadap Escherichia coli ..................................... 60

Gambar 14. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat


Kapang Endofit Terhadap Candida albicans ................................... 63

viii
Gambar 15. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat
Kapang Endofit Terhadap Aspergillus niger.................................... 65

Gambar 16. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU1............................................. 70

Gambar 17. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU2............................................. 70

Gambar 18. Salah satu hasil KLT Ekstrak Kapang Endofit................................ 71

Gambar 19. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap B. subtillis................ 74

Gambar 20. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap S. aureus .................. 74

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Sentrifugasi Kapang Endofit ................................................. 80

Lampiran 2. Hasil Pemekatan Kapang Endofit................................................... 80

Lampiran 3. Gambar Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)............................. 81

Lampiran 4. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Butanol Kapang Endofit .. 81

Lampiran 5. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Etil Asetat Kapang


Endofit ........................................................................................... 82

Lampiran 6. Perhitungan Mikroba Patogen Untuk Bioassay dan Bioautografi.. 82

Lampiran 7. Gambar Hasil Uji Bioassay Kapang Endofit.................................. 84

Lampiran 8. Pengamatan Makroskopis TlU1 dan TlU2 ..................................... 84

Lampiran 9. Gambar Hasil Bioautografi Kapang Endofit .................................. 86

Lampiran 10. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Bacillus subtilis............... 86

Lampiran 11. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ... 87

Lampiran 12. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Escherichia coli .............. 88

Lampiran 13. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Pseudomonas


aeruginosa .................................................................................... 89

Lampiran 14. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Candida albicans............ 90

Lampiran 15. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Aspergillus niger............. 91

Lampiran 16. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis............. 92

Lampiran 17. Analisis Data Kapang Endofit terhadap


Staphylococcus aureus ................................................................ 94

Lampiran 18. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Escherichia coli ............ 96

x
Lampiran 19. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Candida albicans .......... 98

Lampiran 20. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Aspergillus niger........... 100

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah

kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Infeksi oleh

mikroba patogen tersebut dapat menyebabkan kematian, salah satu contohnya

adalah penyakit tuberkulosis atau TBC (Tim Mikrobiologi, 2003). Dalam upaya

mengobati infeksi tersebut, sejak abad ke-17, telah digunakan berbagai macam

bahan kimia, misalnya untuk mengobati penyakit malaria digunakan ekstrak kulit

pohon kina yang mengandung kinin. Kemudian pada tahun 1929, Alexander

Fleming menemukan penisilin, suatu senyawa antimikroba yang berasal dari

kapang Penicillium notatum. Howard Florey dan Ernst Chain berhasil melakukan

uji klinik pertama dan memperlihatkan bahwa penisilin yang ditemukan oleh

Alexander Fleming mempunyai daya pengobatan yang efektif terhadap penyakit

infeksi pada tahun 1940. Sejak itu, dimulailah era pengobatan dengan

menggunakan antimikroba (Tim Mikrobiologi, 2003).

Antimikroba merupakan suatu zat atau bahan yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroba patogen. Akan tetapi, beberapa mikroba patogen memiliki

resistensi terhadap antimikroba tersebut, contohnya resistensi bakteri

Streptococcus pneumoniae terhadap penisilin (Carlile dan Watkinson, 1995). Hal

ini mendorong para ahli untuk terus mencari bahan baku antimikroba.
2

Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi antimikroba diantaranya

adalah tanaman obat. Indonesia memiliki keanekaragaman berbagai macam jenis

tanaman obat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Potensi zat

antimikroba pada tanaman-tanaman tersebut berasal dari metabolit sekunder

tanaman atau dari metabolit sekunder mikroba endofit yang tumbuh dalam

jaringan tanaman tersebut (Wahyudi, P. 1997).

Untuk mengambil senyawa antimikroba dari metabolit sekunder tanaman

obat secara langsung, dibutuhkan sangat biomassa yang sangat banyak atau bagian

dari tanaman tersebut. Untuk mengefisienkan cara memperoleh senyawa

antimikroba tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang diisolasi dari bagian

tanaman tersebut. Selain itu, Nugroho dan Sukmadi (1998) menyatakan bahwa

perhatian utama industri farmasi dan pertanian saat ini ialah pencarian mikroba

penghasil senyawa antimikroba baru yang aktif farmakologis. Mikroba ini dipilih

sebagai sumber penghasil senyawa bioaktif (antimikroba), karena lebih mudah

penanganannya. Salah satu kelompok mikroba yang dapat digunakan sebagai

sumber bahan antimikroba adalah mikroba endofit.

Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup pada jaringan tumbuhan dan

tidak membahayakan inangnya. Mikroba endofit ini dapat menghasilkan senyawa

bioaktif yang berpotensi sebagai antimikroba. Hal ini disebabkan aktivitasnya

yang tinggi dalam membunuh mikroba patogen. Disamping mampu menghasilkan

senyawa-senyawa antimikroba, mikroba endofit juga mampu menghasilkan

senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antikanker, antimalaria, anti HIV,

antioksidan dan sebagainya (Prihatiningtias, 2006).


3

Tanaman obat yang berpotensi menghasilkan mikroba endofit penghasil

antimikroba diantaranya adalah temu lawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek.

Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tanaman-tanaman tersebut

memiliki potensi untuk menghambat mikroba pathogen (Jauhari, L.T. 2008).

Dengan adanya kenyataan ini, isolat mikroba endofit dari tanaman-tanaman

tersebut memiliki potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antimikroba

baru ataupun jenis obat baru yang lain. Selain itu, penelitian yang dilakukan

terhadap mikroba (kapang) endofit tersebut masih sedikit, sehingga perlu untuk

diteliti lebih lanjut dan dengan penambahan variasi perlakuan terhadap mikroba

(kapang) endofit yang ada dalam tanaman tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah

kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan antimikroba yang bisa menghambat

pertumbuhan mikroba patogen. Antimikroba tersebut salah satunya dapat

diperoleh dari metabolit sekunder tanaman obat atau dari metabolit sekunder

mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tersebut. Untuk mengefisienkan cara

memperoleh metabolit sekunder tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang

diisolasi dari bagian tanaman tersebut.

Diantara tanaman obat yang berpotensi menghasilkan mikroba endofit

penghasil antimikroba adalah tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor

bebek. Mikroba atau kapang endofit yang telah diisolasi dari tanaman-tanaman

tersebut diharapkan memiliki senyawa antimikroba yang sama dengan tanaman


4

inangnya, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji.

Kapang tersebut diisolasi, diekstraksi dengan pelarut organik dan diuji

aktivitasnya. Pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah butanol

dan etil asetat. Diharapkan butanol dan etil asetat bisa menarik molekul zat

antimikroba dari kapang endofit tersebut. Setelah itu dilakukanlah uji aktivitas

antimikroba. Mikroba uji yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia

coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan

Aspergillus niger. Mikroba tersebut digunakan karena patogen bagi makhluk

hidup terutama manusia.

Berdasarkan permasalahan yang timbul pada latar belakang maka

perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apakah kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor

bebek, masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba ?

2. Apakah zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman

obat mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji (Bacillus

subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,

Candida albicans dan Aspergillus niger) ?

3. Apakah hasil identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas

antimikroba dapat diketahui?

1.3. Hipotesis

Beberapa hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek,

masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba.


5

2. Zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman obat

mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji (Bacillus subtillis,

Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida

albicans dan Aspergillus niger).

3. Hasil Identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas

antimikroba dapat diketahui.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menyeleksi kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan

cocor bebek yang mampu menghasilkan zat antimikroba.

2. Menguji potensi antimikroba dari ekstrak kapang endofit terhadap mikroba

patogen uji (Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger).

3. Mengidentifikasi secara morfologi kapang endofit yang menghasilkan

aktivitas antimikroba.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan informasi isolat-isolat

kapang endofit yang dapat menghasilkan antimikroba sehingga senyawa tersebut

diperoleh untuk bahan baku antibiotika.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroba Endofit

Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman

pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan

tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat

mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa

biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau

transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba

endofit (Radji, 2005).

Awalnya keberadaan mikroba endofit diduga bersifat netral, maksudnya

tidak memberikan pengaruh baik manfaat maupun kerusakan yang ditimbulkan

terhadap tanaman. Ternyata setelah para peneliti mulai mempelajari lebih

mendalam, ada hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan

tanaman inang terutama peranannya yang sangat penting dalam melindungi

tanaman inang terhadap predator dan patogen (Prasetyoputri dan Atmosukarto,

2006).

Dalam simbiosis antara fungi (mikroba) endofit dengan tanaman obat,

fungi (mikroba) dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan

oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari

serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh fungi untuk
7

mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon, 1991 ; Petrini et al., 1992 ; Rao,

1994; Worang, 2003).

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder

sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat

diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang

diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang

tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih

mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Radji, 2005).

2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman

Interaksi mikroba endofit dengan inangnya yang ditemukan pada bagian

organ tumbuhan tertentu, berhubungan erat dengan siklus hidup yang dilaluinya.

Masuknya mikroba endofit pada jaringan tanaman inang tergantung pada

keberhasilan mikroba tersebut menembus lapisan eksternal inangnya. Proses

masuknya mikroba endofit ini dicapai melalui mekanisme pemecahan atau

degradasi jaringan pelindung pada lapisan kutikula dan epidermis (Bacon dan

Siegel, 1990).

Proses masuknya mikroba endofit ke dalam jaringan tanaman inang terjadi

secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung ditandai dengan

masuknya endofit ke dalam bagian internal jaringan pembuluh tanaman dan

diturunkan melalui biji, sedangkan secara tidak langsung mikroba endofit hanya

menginfeksi bagian eksternal yaitu pada bagian pembungaan (Bacon, 1985).

Pada organ atau jaringan tanaman tertentu, ternyata dapat ditempati oleh

beberapa jenis mikroorganisme endofitik yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini
8

merupakan adaptasi dari mikroorganisme endofitik terhadap mikroekologi dan

kondisi fisiologi yang spesifik dari masing-masing tanaman (Petrini et al,1992).

2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa mikroba

endofit yang dapat menghasilkan antimikroba. Fisher (1989) menyatakan bahwa

lebih dari 30 % kapang endofit yang berhasil diisolasinya memiliki aktivitas

terhadap bakteri dan jamur patogen. Banyak kelompok fungi (mikroba) endofit

yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri

maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari

genus Coniothirum dan Microsphaeropsis (Petrini, 1992).

Pestalotiopsis micrispora merupakan mikroba endofit yang paling sering

ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan

metabolit sekunder ambuic acid yang berhasiat sebagai antifungi. Cryptocandin

adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina

yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat

sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan

Trichopyton spp. Ecomycin diproduksi oleh Pseudomonas viridiflava juga aktif

terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida albicans (Radji, 2005).

Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh

endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang

diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan

Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap

berbagai obat anti TBC. Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotika
9

berspaktrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea

pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktifitas

antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga berkhasiat

sebagai anti malaria (Radji, 2005).

Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa

antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia,

hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis

(Petrini, 1992). Penelitian Dreyfuss et al. (1986) dalam Widyati Prihatiningtias

(2006), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B,

serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan

Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla.

Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura

procumbens) dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus

subtilis (Simarmata dkk, 2007).

2.2. Antibiotika

Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang

mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam

organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Tamyis Ali Imron,

2008). Sedangkan menurut Zahner and Maas (1972), antibiotika adalah suatu

senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu, bukan diperlukan untuk

hidup tetapi senyawa ini berperan sebagai mekanisme pertahanan diri, karena

mampu menghambat bahkan membunuh mikroorganisme lain disekitarnya.


10

Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 3000 antibiotika, namun hanya

sedikit saja yang diproduksi secara komersil. Beberapa antibiotika telah dapat

diproduksi dengan kombinasi sintesis mikroorganisme dan modifikasi kimia,

antara lain: golongan penisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin dan rifamisin.

Bahkan ada yang telah dibuat secara kimia penuh misalnya kloramfenikol dan

pirolnitrin (Alexander, 1977).

Mikroorganisme penghasil antibiotika meliputi golongan bakteri,

aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70% antibiotika

dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% oleh fungi dan 10% oleh bakteri. Sumber

mikroorganisme penghasil antibiotika antara lain berasal dari tumbuhan, tanah,

air laut, lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk dan

lain-lain (Alexander, 1977).

2.2.1. Kelompok Antibiotika

Menurut Jawet (1998), dilihat dari daya basminya terhadap mikroba,

antibiotika dibagi menjadi 2 kelompok yaitu yang berspektrum sempit dan

berspektrum luas. Walaupun suatu antibiotika berspektrum luas, efektifitas

klinisnya tidak seperti apa yang diharapkan, sebab efektifitas maksimal diperoleh

dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi dan bukan

dengan antibiotika yang spektrumnya paling luas. Berdasarkan mekanisme

kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok (berdasarkan mekanisme

kerjanya), yaitu :

a. Antibiotika yang menggangu metabolisme sel mikroba, termasuk disini

adalah sulfonamid, trimetoprim, PAS, INH.


11

b. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba, termasuk disini

adalah penisilin, sefalosporin, sefamisin, karbapenem,vankomisin.

c. Antibiotika yang merusak keutuhan membran sel mikroba, termasuk disini

adalah polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, nistatin.

d. Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba, termasuk disini

adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin,

netilmisin, eritromisin, linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin,

spektinomisin.

e. Antibiotika yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel

mikroba, termasuk disini adalah rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.

2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba

dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain mengganggu pembentukan

dinding sel, bereaksi dengan membran sel, menginaktivasi enzim dan

menginaktivasi fungsi material genetik.

a. Menggangu pembentukan dinding sel

Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang

terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan

komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba

dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-

molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak

terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein,

dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri. Beberapa laporan
12

juga menyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif

terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri Gram negatif. Hal ini

disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri

tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding selnya terdiri atas lapisan

peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram negatif

komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya

terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein (Ardiansyah, 2007).

b. Bereaksi dengan membran sel

Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran

sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti

senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan denaturasi

protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan

menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel (Ardiansyah, 2007).

c. Menginaktivasi enzim

Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam

mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim

akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan

kelangsungan aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat

atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba

terhenti / inaktif (Ardiansyah, 2007).


13

d. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan

DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya

akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses

pembelahan sel untuk pembiakan (Ardiansyah, 2007).

2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik

Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji aktivitas antibiotik, di

antaranya adalah metode difusi agar. Pada metode ini, zat yang akan ditentukan

aktivitasnya berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan

mikroba uji. Metode difusi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salahsatunya

adalah dengan cara cakram (disc).

Pelczar dan ECS Chan (1986), menjelaskan tentang metode difusi dengan

cara cakram (disc), yakni kertas cakram yang mengandung antimikroba diletakkan

diatas permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji.

Kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai. Setelah itu diamati ada atau tidaknya

zona hambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling cakram.

Metode uji aktivitas antibiotik lainnya adalah dengan penapisan fitokimia.

Penapisan fitokimia ini meliputi pemeriksaan terhadap adanya alkaloid, flavonoid,

saponin, tanin, kuinon, steroid dan triterpenoid ditujukan untuk mendeteksi

keberadaan senyawa tersebut melalui uji terhadap senyawa yang dikandungnya

sendiri ( Harborne, 1987).


14

2.3. Identifikasi Kapang

Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter

morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan

makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung,

menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan

konsentris (khususnya pada kapang Penicillium), warna balik koloni (reverse

color) dan tetes eksudat (exudates drops) (Ilyas, 2007).

Pengamatan secara mikroskopis meliputi ada tidaknya septa pada hifa,

pigmentasi hifa, hubungan ketam (clamp connection), bentuk dan ornamentasi

spora (vegetative dan generatif) serta bentuk dan ornamentasi tangkai spora

(Gandjar et al, 1999 dalam Ilyas, 2006).

2.4. Mikroba Uji

Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspergillus niger,

Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus

subtilis dan Candida albicans. Berikut ini adalah penjelasannya.

2.4.1. Aspergillus niger

Aspergillus adalah sejenis fungi yang mempunyai bentuk seperti tepung,

permukaan berwarna hitam dengan dasar putih sampai kuning. Secara

mikroskopis mempunyai konidia yang panjang, lembut dan tidak berwarna.

Aspergillus sering ditemukan di alam bebas sebagai saprofit dan bersifat patogen

(Gandahusada et al, 1998).


15

Gambar 1. Aspergillus niger (www.moldbacteria.com, 2010)

Aspergilosis ialah penyakit jamur yang disebabkan oleh berbagai spesies

Aspergillus dan dapat mengenai kulit, kuku dan alat dalam terutama paru-paru dan

otak (Gandahusada et al, 1998). Aspergilosis jarang sekali mengenai individu

yang normal dan sehat. Penyakit ini selalu mengenai orang-orang yang sudah

sakit parah dan lama. Aspergilosis ini dapat di obati dengan vorikonazol, obat ini

merupakan antifungi triazol yang bekerja dengan menghambat cytochrome P-

450mediated 14 alpha-lanosterol demethylation yang sangat esensial dalam

biosintesis ergosterol jamur (Andra, 2007).

Klasifikasi Aspergillus niger sebagai berikut : kingdom mycetae, divisio

amastigomycota, class ascomycotina, ordo eurotiales, family eurotiaceae, genus

Aspergillus, species Aspergillus niger.


16

2.4.2. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa termasuk ke dalam kelompok bakteri gram

negatif, berbentuk tangkai, berflagel, dapat tumbuh pada suhu antara 35-420C dan

merupakan salah satu species dari genus Pseudomonas yang dapat menimbulkan

penyakit pada manusia. Dinding selnya tersusun dari lipopolisakarida (LPS) yang

terdiri atas 2-keto-3-deoksi-asam oktanat (KDO) dan lipid (Tim Mikrobiologi,

2003).

Infeksi oleh bakteri tersebut terjadi pada seseorang yang mengalami

gangguan pada sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu P. aeruginosa disebut

patogen oportunistik yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan

inang untuk memulai suatu infeksi. Kelainan klinis yang ditimbulkan antara lain :

infeksi pada luka bakar, infeksi saluran kemih, endokarditis, gastroenteritis,

pneumonia dan lain-lain (Tim Mikrobiologi, 2003).

Gambar 2. Pseudomonas aeruginosa (www. microbiologybytes.com, 2010)


17

Umumnya, Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap bermacam-macam

antimikroba, tetapi masih ada beberapa antimikroba yang efektif untuk mengatasi

infeksi oleh bakteri tersebut, antara lain : amikasin, sefotaksim, piperasilin dan

vaksin heptavalen (Tim Mikrobiologi, 2003).

Klasifikasi P. aeruginosa sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum

proteobacteria, class gamma proteobacteria, ordo pseudomonadales, family

pseudomonadaceae, genus Pseudomonas, species Pseudomonas aeruginosa.

2.4.3. Staphylococcus aureus

Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil,

dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu

menghasilkan enterotoksin dan Heat-Stable Endonuklease. Sebagian besar bakteri

S. aureus pada dinding selnya mengandung protein A yang berikatan dengan

peptidoglikan secara kovalen dan asam teikoat (Tim Mikrobiologi, 2003).

Bakteri S. aureus dapat menyerang seluruh tubuh. Bentuk klinisnya

tergantung dari bagian tubuh yang terkena infeksi. Di antara contohnya adalah

toxic shock syndrom (suatu keadaan yang ditandai dengan panas mendadak, diare

dan syok), keracunan makanan, ensefalitis, endokarditis dan septisemia. Bakteri

ini dapat di obati dengan penisilin, obat-obat yang tahan terhadap penisilinase dan

lain-lainnya. Pada umumnya, semua Staphylococcus sensitif terhadap vankomisin,

termasuk MRSA. (Tim Mikrobiologi, 2003).


18

Gambar 3. Staphylococcus aureus (Di koleksi dari Bakteriologi Medik,


13 Maret 2010, pk. 10:18)

Klasifikasi S. aureus sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum

firmicutes, class bacilli, ordo bacillales, family staphylococcaceae, genus

Staphylococcus, species Staphylococcus aureus.

2.4.4. Escherichia coli

Escherichia coli adalah salah satu bakteri patogen yang dapat

menyebabkan gastroenteritis, dengan gejala mulai diare ringan sampai hemolytic

uremic syndrome, gagal ginjal dan kematian. E. coli merupakan mikroflora alami

yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Keberadaan flora

normal dalam saluran pencernaan akan memberikan keuntungan, di antaranya

adalah menghambat pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan vitamin B

kompleks dan vitamin K (Tim Mikrobiologi, 2003).


19

Suatu contoh dari kelainan karena gangguan flora normal saluran

pencernaan adalah summer diarrhea. Pada musim panas, anak-anak yang

mengalami infeksi saluran nafas ringan akan mengalami penurunan nafsu makan,

sehingga pemasukan cairan menurun sedangkan jumlah makanan yang harus

dicerna oleh usus halus menjadi lebih besar. Hal itu menyebabkan jumlah E.coli

meningkat dan asam organik yang dibentuk oleh metabolisme basil kolon ini

mengakibatkan iritasi pada usus dan menimbulkan sindroma yang disebut summer

diarrhea (Tim Mikrobiologi, 2003).

Gambar 4. Escherichia coli (www. cellbiology.med.unsw.edu.au, 2010)

Klasifikasi Escherichia coli sebagai berikut : kingdom prokaryota, class

shizomycetes, ordo eubacteriales, family enterobacteriaceae , genus Escherichia,

species Escherichia coli.


20

2.4.5. Bacillus subtilis

Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik gram positif, mempunyai ciri-ciri

sel berbentuk batang pendek (rods), sendiri-sendiri, jarang membentuk rantai,

motil dengan flagella peritrich, membentuk endospora berukuran 0,8 x 1,5-1,8

m; permukaan spora terwarnai pucat. Pada spora yang berkecambah, dinding

spora pecah secara melintang.

Koloni bakteri pada medium agar berbentuk bundar, tepi tidak teratur,

permukaan tidak mengkilap, menjadi tebal dan keruh (opaque); kadang-kadang.

mengkerut dan berwarna krem atau kecoklatan. Bentuk koloni agak bervariasi

pada media yang berbeda. Koloni meluas pesat pada medium yang berpermukaan

lembab.

Gambar 5. Bacillus subtilis (www.microbelibrary.org, 2010)

Biakan bakteri dari medium padat tidak mudah larut dalam air.

Pertumbuhan pada medium cair (broth) keruh, berkerut, dengan pelikel yang

koheren, tidak keruh atau hanya agak keruh. Secara anaerob, dalam medium
21

kompleks yang mengandung glukose, pertumbuhan dan fermentasi berlangsung

lambat atau lemah; tetapi dengan menambahkan O2 tumbuh cepat serta

menghasilkan 2,3- butanediol, asetoin, dan CO2. Bakteri ini mendekomposisi

pektin dan polisakarida dari jaringan tanaman, dan beberapa strain membusukkan

umbi kentang.

Klasifikasi Bacillus subtillis sebagai berikut : kingdom prokaryota, class

shizomycetes, order eubecteriales, family bacillaceae, genus bacillus, species

Bacillus subtilis.

2.4.6. Candida albicans

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya

untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan

berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan

membentuk hifa semu. Candida adalah mikroorganisme yang termasuk dalam

khamir, sering ditemukan pada manusia dan binatang sebagai saprofit. Bila

terdapat faktor predisposisi (keadaan yang menguntungkan pertumbuhan khamir

tersebut), maka Candida dapat menimbulkan penyakit primer atau sekunder.

Selain itu, Candida juga dapat menimbulkan penyakit yang mendadak atau

menahun (Gandahusada et al, 1998).

Candida juga dapat menginfeksi pada kuku. Kelainan ini dapat timbul

karena kurang menjaga kebersihan pada kuku, terutama di bawah kuku. Kuku

yang terinfeksi Candida dapat merubah warna kuku menjadi seperti susu atau

warna lain dan rapuh. Selain menginfeksi kuku, Candida juga dapat menginfeksi

kulit. Gejala yang ditimbulkan ialah rasa gatal dan timbul rasa sakit bila terjadi
22

infeksi sekunder. Pada wanita, Candida sering menimbulkan vaginitis dengan

gejala utama flour albus (keputihan) yang sering disertai rasa gatal. Kandidiasis

vagina dapat juga tanpa gatal, tetapi keluhan yang dikemukakan berupa

bertambahnya keputihan bila lelah atau sebelum datang haid (Gandahusada et al,

1998).

Gambar 6. Candida albicans (Jauhari, 2009)

Klasifikasi Candida albicans sebagai berikut : kingdom mycetae, divisi

amastigomycota, class deuteromycetes, ordo cryptococcales, family

cryptococcaceae, genus Candida, species Candida albicans.

2.5. Tanaman Obat (Inang Kapang Endofit)

Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat

berbagai penyakit, termasuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba.


23

Dengan adanya kenyataan ini, isolat fungi endofit dari tanaman obat memiliki

potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antibiotik baru ataupun jenis obat

baru yang lain. Berikut ini adalah beberapa tanaman obat yang menjadi sumber

isolat mikroba endofit yang di uji bioaktivitasnya dalam penelitian ini :

2.5.1. Cocor Bebek (Kalanchoe pinata)

Tanaman ini hidup di daerah tropik, tinggi 1 m, herba berdaging,

pangkalnya agak berkayu dan tegak. Daunnya berbatang basah, tebal, pinggir

beringgit, banyak mengandung air, bentuk daunnya lonjong atau bundar panjang,

ujung daun tumpul, pangkal membundar, warna hijau sampai hijau keabu-abuan.

Batangnya segi empat, lunak, beruas dan berwarna hijau. Kandungan kimia yang

ditemukan pada Kalanchoe pinata adalah : arachidic acid, astragalin, behenic

acid, beta amyrin, benzenoids, beta-sitosterol, bryophollenone, bryotoxin C,

bufadienolides, caffeic acid, campesterol, cardenolides, cinnamic acid,

clionasterol, coumaric acid, epigallocatechin, ferulic acid, flavonoids, kaempferol,

oxaloacetate dan steroids ( Redaksi agromedia, 2008).

Beberapa penggunaan tradisional menunjukkan bahwa daun Kalanchoe

memiliki aktivitas antibakterial, antivirus dan antikapang. Ekstrak daun

Kalanchoe mampu mencegah dan mengobati leishmaniasis (penyakit parasit pada

negara tropis yang ditransmisikan oleh gigitan lalat) baik pada manusia maupun

binatang (Dyphae, 2008).

Klasifikasinya adalah sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi

magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo saxifragales, famili crassulaceae, genus

Kalanchoe, spesies Kalanchoe pinata (Gembong, 2005).


24

2.5.2. Gambir (Uncaria gambir)

Tanaman gambir merupakan tanaman perdu yang merambat dengan

panjang 2-10 m, daun muda bagian bawah berbulu, bunga agak besar berbentuk

corong. Kandungan kimia terdapat pada daun yang berupa zat pahit dan zat

samak. Kandungan kimia tersebut terdiri dari katekin, kuersetin, huoresetin,

lender, lemak dan malam (Redaksi agromedia, 2008).

Klasifikasinya sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi magnoliophyta,

kelas magnoliopsida, ordo gentianales, famili rubiaceae, genus Uncaria, spesies

Uncaria gambir (Gembong, 2005).

2.5.3. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza)

Temu lawak merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu

jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat

tradisional. Selain itu, temu lawak merupakan sumber bahan pangan, pewarna,

bahan baku industri (seperti kosmetika), maupun dibuat makanan atau minuman

segar (Dalimartha, 2000).

Temu lawak ini (terna tahunan / perennial) tumbuh merumpun dengan

batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2

m. Tiap tanaman berdaun 2-9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset dan

berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan bulat panjang. Rimpang

dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang binduk

bentuknya jorong atau gelendong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan,

bagian dalam berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang

induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya kearah samping, bentuknya bermacam-


25

macam dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak,

membentuk umbi yang kecil (Dalimartha, 2000).

Rimpang berbau aromatik tajam, rasanya pahit agak pedas. Temulawak

mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum dan diuretik.

Minyak asiri temu lawak, juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur

dan bakteriostatik pada mikroba Staphylococcus sp. dan Salmonella sp

(Dalimartha, 2000).

Kandungan kimia temu lawak antara lain kurkumin, zat tepung, glikosida,

toluil metal, karbinol, essoil, abu, 1-sikloisopren myrsen, protein, serat dan kalium

oksalat. Rimpang juga mengandung beragam minyak asiri seperti fellandren,

turnerol, kanfer, borneol, xantorizol dan sineal (Hariana, 2009).Di Indonesia satu-

satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temu lawak. Diantara manfaat

dari rimpang ini adalah ekstrak eter temulawak secara in vitro dapat menghambat

pertumbuhan jamur Microsporum gypseum, Microsporum canis, dan Trichophytol

violaceum (Oehadian et al, 1985). Minyak atsiri Curcuma xanthorrhiza juga

menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, sementara kurkuminoid

Curcuma xanthorrhiza mempunyai daya hambat yang lemah (Oei, 1986).

Klasifikasi temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai berikut : kerajaan

plantae, divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

ordo zingiberales, famili zingiberaceae, genus Curcuma, spesies Curcuma

xanthorrhiza (Gembong, 2005).


26

2.5.4. Ashitaba (Angelica keiskei)

Ashitaba merupakan sejenis tanaman herbal Asia yang mengandung 11

vitamin, 13 mineral, klorofil, enzim, karoten, germanium, saponin, protein, serat,

glukosida, kumarin dan flavonoid yang disebut khalkon yang merupakan

antioksidan yang sangat potensial. Ashitaba mempunyai kapasitas penyerapan

oksigen radikal (ORAC) yang lebih tinggi dari tanaman herbal lainnya termasuk

teh hijau. Ashitaba juga mempunyai kapasitas kelarutan antioksidan dalam air

yang lebih efektif dari teh hijau. Kandungan berbagai nutrisi dari ashitaba ini

menjadikannya layak untuk dijadikan sebagai makanan kesehatan (Pragosho,

2009).

Ashitaba telah ditanam di Indonesia, salah satunya di Pemangkuan Hutan

(RPH), Pasuruan, Jawa Timur. Sampai saat ini pemanfaatannya masih belum

optimal, karena ashitaba hanya dikonsumsi dalam bentuk segar. Seiring dengan

kebutuhan masyarakat akan makanan kesehatan yang makin meningkat dan

penggunaanya yang praktis maka perlu dikembangkan produk olahan ashitaba

yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan mudah. Salah satu bentuk

pemanfaatan ashitaba sebagai makanan kesehatan adalah pengolahan ashitaba

dalam bentuk tablet (Pragosho, 2009).

Klasifikasi ashitaba (Angelica keiskei) sebagai berikut : kerajaan plantae,

divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo apiales, famili apiaceae, Genus

Angelica, spesies Angelica keiskei (Tjitrosoepomo, 2004).


27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi, laboratorium

kimia analitik dan laboratorium recovery Balai Pengkajian Bioteknologi - BPPT,

Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PuspiTek) Gedung

630 Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan,

mulai bulan Februari Juli 2009.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Laminar Air Flow Cabinet (ICN Biomedicals 303124SO433), timbangan

analitik (Mettler AJ100), water bath (Heto TBVS-01), shaking incubator (Hitachi

J100), vortex mixer (Heidolph MR 2002), oven (Memmert), konsentrator (Sakuma

EC 5000), autoklaf (Tomy SS-250 / 32103095), inkubator (Sanyo Gallenkamp

MIR 252 / LD 0270), hot plate stirrer (Heidolph), spektrofotometer (Shimadzu),

recipro shaker (Taitec SR-25), sentrifuge (Kubota 7780), rotary evaporator

(Heidolph), UV-Cabinet (Lamag LB 0462), TLC Silica gel 60 F254 (Merck), pH

meter (Beckman 246641), mikroskop, kaca objek, tabung reaksi, tabung

konsentrator, jarum ose, gelas ukur, cawan petri bulat, cawan petri persegi

panjang, labu erlenmeyer, beaker glass, mikropipet, tip pipet, jangka sorong,
28

pinset, plat kaca, paper disc (Advantec), alumunium foil, stirrer, kertas label,

gunting, pensil, masker, pipet volumetric, cawan petri (bulat) dan spatula.

3.2.2. Bahan

Isolat-isolat kapang endofit (lihat Tabel 1), n - butanol (BuOH) teknis, etil

asetat (EtOAc) teknis, metanol (MeOH) teknis, Potato Dextrose Agar / PDA

(Nissui), Potato Dextrose Broth / PDB (Pronadisa), Nutrient Agar / NA (Oxoid),

Nutrient Broth / NB (Oxoid), Yeast Extract / YE (Oxoid), bakteri Gram positif

(Bacillus subtillis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus Bio-MCC 00015),

bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922 dan Pseudomonas

aeruginosa Bio-MCC 00113), kapang (Aspergillus niger Bio-MCC 00115),

khamir (Candida albicans Bio-MCC 00122), ampisilin (Oxoid, cakram kertas, 10

g), penisilin (Oxoid, cakram kertas, 10 unit), streptomisin (Oxoid, cakram kertas,

10 g), amoksisilin (Oxoid, cakram kertas, 25 g), tetrasiklin (Oxoid, cakram

kertas, 30 g) dan nystatin (larutan stok 10.000 ppm / 100 mg nystatin (Sigma)

dalam 4 ml dimetil formamide (DMF) dan 6 ml air).

Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya


Kode Isolat Bagian Yang
No. Tanaman
Kapang Endofit Diambil
TlU1 Temu Lawak (Curcuma
1. Umbi
TlU2 xanthorrizha)
2. FE00020 Cocor bebek (Kalanchoe pinata) Daun
3. FE00057 Asitaba (Angelica keiskei) Daun
4. FE00060 Gambir (Uncaria gambir) Buah
Keterangan :
Isolat-isolat kapang endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
koleksi kultur Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT. Isolat-isolat tersebut diisolasi
dari tanaman obat.
29

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Pembuatan Media

3.3.1.1. Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)

Media NB sebanyak 6,5 gram dilarutkan dengan 500 ml aquadest dalam

beaker glass 1000 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara

pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media

tersebut dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer 500 ml masing-masing

sebanyak 100 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan

1 atm selama 15 menit.

3.3.1.2. Pembuatan Medium Potato Dextrose Broth (PDB)

Media PDB sebanyak 0,66 gram dilarutkan dengan 20 ml aquadest dalam

labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara

pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media

tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15

menit.

3.3.1.3. Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast (PDY)

PDB dan YE masing-masing sebanyak 26,5 gram dan 2 gram dilarutkan

dengan 1000 ml aquadest dalam gelas ukur 1500 ml. Media tersebut dicampur

sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate

and stirrer. Sambil diaduk, campuran media tersebut diukur pH sampai 6 dengan

cara penambahan beberapa tetes larutan NaOH. Campuran media tersebut

dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml dan ke dalam


30

10 Erlenmeyer 500 ml masing-masing 100 ml (duplo). Media tersebut disterilisasi

dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

3.3.1.4. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) miring

Media NA sebanyak 2,8 gram dilarutkan dengan 100 ml aquadest dalam

labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara

pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave.

Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing

sebanyak 8 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1

atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam

posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar

miring dalam tabung reaksi.

3.3.1.5. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) miring

PDA sebanyak 1,95 gram dilarutkan dengan 50 ml aquadest dalam labu

Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara

pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave.

Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi masing-masing

sebanyak 5 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1

atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam

posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar

miring dalam tabung reaksi.


31

3.3.1.6. Pembuatan Media NA (Untuk Pengujian Antimikroba)

Media NA sebanyak 1,96 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam

labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara

pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media

tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15

menit. Media tersebut disimpan dalam oven (suhu 500C) supaya tidak memadat.

3.3.1.7. Pembuatan Media PDA (Untuk Pengujian Antimikroba)

Media PDA sebanyak 2,73 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam

labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara

pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media

tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15

menit. Media tersebut disimpan dalam oven (suhu 500C) supaya tidak memadat.

3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit

3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit

Isolat-isolat kapang endofit masing-masing diinokulasi satu ose ke dalam 5

ml media PDY. Media yang berisi isolat-isolat kapang tersebut diinkubasi dalam

shaking incubator (150 rpm, suhu 270C) selama 3 hari.

3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok

Kultur-kultur bibit kapang endofit dikocok dengan vortex mixer sampai

homogen. Kultur-kultur tersebut masing-masing diinokulasikan sebanyak 2 ml

(duplo) ke dalam 100 ml media PDY. Media yang berisi kultur tersebut diinkubasi

dalam shaking incubator (150 rpm, suhu 270C) selama 5 hari.


32

3.3.3. Ekstraksi Kapang Endofit dengan Pelarut Organik

3.3.3.1. Pemisahan Produk

Kultur-kultur kocok kapang endofit dikocok sampai homogen dengan

vortex mixer. Kultur-kultur tesebut masing-masing dibagi ke dalam 2 erlenmeyer

250 ml sebanyak 50 ml ke dalam kultur. Setelah itu, pelarut organik (butanol

atau etil asetat) masing-masing sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam kultur.

Kultur yang telah ditambahkan pelarut tersebut, masing-masing dibagi ke dalam

tabung centrifuge. Campuran kultur dan pelarut dalam tabung tersebut di kocok

dengan recipro shaker (150 rpm selama 15 menit), kemudian ditimbang supaya

seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang, tabung tersebut

disentrifugasi dengan centrifuge (3000 rpm, 1430 g, 100C selama 15 menit) untuk

memisahkan biomassa, fraksi air dan fraksi pelarut.

Fraksi pelarut organik yang terbentuk, diambil menggunakan mikro pipet

dan dimasukkan ke dalam tabung kosong. Fraksi air yang terbentuk, masing-

masing ditambahkan butanol atau etil asetat sebanyak volume fraksi air tersebut.

Fraksi tersebut di kocok dengan recipro shaker (150 rpm selama 15 menit),

kemudian ditimbang supaya seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang,

tabung tersebut disentrifugasi dengan sentrifuge (3000 rpm, 1430 g, 100C selama

15 menit). Perlakuan pada fraksi air ini diulang sebanyak 3 kali.

3.3.3.2. Pemekatan

Fraksi pelarut organik (butanol atau etil asetat) yang dihasilkan, masing-

masing dipindahkan ke dalam tabung konsentrator 10 ml. Sebelum fraksi tersebut


33

dipindahkan, tabung konsentrator ditimbang berat kosongnya terlebih dahulu.

Setelah ditimbang, fraksi pelarut dituang ke tabung konsentrator masing-masing

sebanyak 6 ml. Tabung konsentrator yang telah diisi fraksi pelarut organik

dipekatkan dengan konsentrator selama 24 jam untuk butanol dan 2 jam untuk

etil asetat pada suhu 450C. Setelah terbentuk ekstrak kering, tabung tersebut

ditimbang kembali berat akhirnya untuk mengetahui berat ekstrak.

3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen

3.3.4.1. Peremajaan Bakteri Patogen

Bakteri patogen yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut masing-

masing diinokulasikan satu ose ke dalam medium NA miring, kemudian

diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C.

3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen Dengan Spektrofotometer

Satu ose bakteri patogen yang sudah diremajakan, diinokulasi ke dalam

100 ml media NB. Medium yang berisi bakteri patogen tersebut diinkubasi dalam

shaking incubator (150 rpm, suhu 280C). Setiap 2 jam, 1 ml kultur bakteri

patogen tersebut diambil dan diencerkan dengan 1 ml air steril dalam tabung

reaksi. Pengenceran ini dilakukan secara berseri dari pengenceran 1/2 hingga

pengenceran 1/32 menggunakan 1 ml sampel dan 1 ml air steril sebagai diluent.

Setiap pengenceran diambil 2 ml dan dimasukkan ke dalam kuvet. Tiap

pengenceran ini diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada


34

panjang gelombang 620 nm. Dari hasil pengukuran tersebut dibuat kurva

pertumbuhan bakteri patogen.

3.3.5. Uji Aktivitas (Bioassay) Antibakteri

Bakteri yang digunakan dalam uji bioaktivitas ini adalah Bacillus subtillis,

Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Langkah-

langkah yang dilakukan dalam uji ini adalah :

1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji

Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing

sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150

rpm, suhu 280C) selama 15 jam untuk Bacillus subtillis, 7 jam untuk

Escherichia coli, 9 jam Pseudomonas aeruginosa dan 11 jam untuk

Staphylococcus aureus.

2. Pengujian

Setiap bakteri uji (Bacillus subtillis sebanyak 900 l, Eschericia coli sebanyak

100 l, Pseudomonas aeruginosa sebanyak 150 l dan Staphylococcus aureus

sebanyak 200 l) ditambahkan ke dalam media NA steril (suhu 500C),

sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak 1 x 106 CFU/ml. Cara

perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah

ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke

dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 g/ml dan 20 g/ml masing-masing

diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 l (mengandung ekstrak


35

sampel 150 g sampai 300 g). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga

kali (masing-masing 5 l). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan

di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media

NA padat berisi bakteri uji. Paper disc kontrol positif (ampisilin, penisilin,

streptomisin, amoksisilin dan tetrasiklin) dan kontrol negatif (metanol dan etil

asetat) masing-masing juga diletakkan pada media NA padat berisi bakteri uji.

Inkubasi dilakukan pada suhu 370C selama 48 jam. Setelah inkubasi, zona

hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.

3.3.6. Uji Aktivitas (Bioassay) Antikhamir

1. Pembuatan Kultur Candida albicans

Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB sebanyak satu

ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C)

selama 3 hari.

2. Pengujian

Candida albicans sebanyak 400 l ditambahkan ke dalam media PDA steril

(500C), sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak 1 x 106

CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang

telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian

dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 g/ml dan 20 g/ml masing-masing

diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 l (mengandung ekstrak

sampel 150 g sampai 300 g). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga
36

kali (masing-masing 5 l). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan

di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media

PDA padat berisi khamir uji. Paper disc kontrol positif (nystatin) dan kontrol

negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media

PDA padat berisi khamir uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 24-48

jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan

jangka sorong.

3.3.7. Uji Aktivitas (Bioassay) Antifungi

1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger

Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C,

tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke

dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant.

Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip

pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10-3

menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.

2. Pengujian

Aspergillus niger sebanyak 800 l ditambahkan ke dalam media PDA (500C)

sehingga kerapatan Aspergillus niger sesuai dalam media sebanyak 1 x 106

CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang

telah ditambahkan spora A. niger dikocok supaya merata, kemudian dituang ke

dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.


37

Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 g/ml dan 20 g/ml masing-masing

diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 l (mengandung ekstrak

sampel 150 g sampai 300 g). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga

kali (masing-masing 5 l). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan

di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media

PDA padat berisi fungi uji. Paper disc kontrol positif (nystatin) dan kontrol

negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media

PDA padat berisi fungi uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 48 jam.

Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan

jangka sorong.

3.3.8. Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen

3.3.8.1. Pengenceran dan Metode Total Plate Count (TPC)

Kultur bakteri dan khamir uji masing-masing dikocok dengan vortex

mixer. Kultur yang telah dikocok tersebut, diambil 1 ml dan dituang ke dalam 9

ml air steril. Kultur diencerken secara berseri dari pengenceran 10-1 sampai

pengenceran 10-8. Hasil pengenceran 10-5 sampai 10-8 ditumbuhkan pada media

NA plate untuk bakteri dan PDA plate untuk khamir, dan setiap pengenceran

dilakukan secara duplo. Bakteri dan khamir dituang ke dalam media NA dan PDA

secara pour plate, setelah itu diinkubasi dalam inkubator (pada suhu 370C selama

24 jam untuk bakteri dan 280C selama 24-48 jam untuk khamir) (Fardiaz,

1993). Penghitungan jumlah koloni yang terbentuk hanya pada rentang 25 sampai

250 koloni. Kerapatan koloni dihitung dengan rumus :


38

CFU/ml = Jumlah koloni


Volume mikroba yang ditumbuhkan x pengenceran

Setelah diketahui kerapatan koloni dalam 1 ml media, maka dilakukan

perhitungan untuk mengetahui jumlah mikroba yang akan ditambahkan ke dalam

media uji. Rumusnya adalah :

CFU/ml media = jumlah mikroba yang diperoleh faktor pengenceran


volume media

3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count

Jumlah sel Aspergillus niger dihitung dengan metode Direct Cell Number

Count menggunakan haemocytometer. Satu tetes spora A. niger diteteskan pada

haemocytometer kemudian haemocytometer ditutup dengan cover glass.

Haemacytometer tersebut diletakkan di atas mikroskop dan diamati pada

perbesaran 200 kali. Jumlah spora A. niger dihitung secara acak hanya pada 10

kotak dari 25 kotak berukuran sedang yang ada dalam hemacytometer. Hasil

perhitungan dijumlahkan dan dimasukkan dalam rumus :

Spora/Unit = Jumlah spora x faktor koreksi penggunaan kotak sampel x


haemocytometer grid x faktor pengenceran

Spora/Unit = Jumlah spora x 2,5 x 104 x 102


39

Jumlah spora yang dituang ke dalam media uji dihitung menggunakan rumus :

Spora/ml media = jumlah spora/unit x faktor pengenceran


Volume media

3.3.9. Identifikasi Morfologi (Metode Slide Culture)

Identifikasi kapang endofit dilakukan dengan pengamatan secara

makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis dilakukan dengan cara

mengamati warna dan bentuk permukaan koloni kapang yang ditumbuhkan dalam

media agar. Secara mikroskopis identifikasi dilakukan dengan menggunakan

metode Slide Culture ( Atlas et al, 1984).

Tahapan metode Slide Culture yaitu : kertas saring diletakkan pada dasar

cawan petri steril kemudian dibasahi dengan aquadest steril. Kaca objek

dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut dan cover glass diletakkan disamping

kaca objek, setelah itu cawan petri tersebut ditutup.

Media PDA sebanyak 10 ml (0,39 gram dalam aquadest 10 ml)

disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Media PDA steril

dituang ke dalam cawan petri kecil, kemudian dibiarkan memadat. Agar tersebut

dilubangi menggunakan sedotan steril satu tusukan. Bulatan agar diambil

menggunakan tusuk gigi steril. Agar tersebut diletakkan di atas kaca objek,

kemudian dibelah menjadi dua bagian. Satu bagian sisi agar dibuang. Pada satu

bagian sisi agar lainnya diinokulasikan kapang endofit (TlU1 atau TlU2). Kaca

penutup objek diletakkan di atas potongan agar, kemudian cawan petri ditutup.
40

Isolat diinkubasi pada suhu 270C selama 48 jam. Hasil inkubasi diamati di bawah

mikroskop pada perbesaran 100 kali, 200 kali dan 400 kali, kemudian difoto.

3.3.10. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Plat KLT dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 1

cm. Potongan plat diberi tanda (nama kode isolat pada bagian atas dan tanda titik

untuk penotolan ekstrak pada bagian bawah). Sampel (ekstrak) dengan

konsentrasi 10 g/l dan 20 g/l ditotolkan menggunakan tip pipet pada plat

KLT sebanyak 15 l (3 x 15 l). Setelah itu sampel dikromatografi dengan eluen

tertentu dalam wadah elusi tertutup.

Eluen yang digunakan adalah etil asetat, metanol dan butanol dengan

variasi perbandingan 100:0, 75:25, 50:50, 25:75 dan 0 :100. Setelah

dikromatografi, plat dikeringkan dan diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366

nm. Bercak yang terbentuk, digambar dengan pensil dan dihitung Rf-nya.

3.3.11. Uji Bioautografi Bakteri Patogen

Bakteri yang digunakan dalam uji bioautografi ini adalah Bacillus subtillis,

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Langkah-langkah yang dilakukan

dalam uji ini adalah :

1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji

Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing

sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150

rpm, suhu 280C) selama 24 jam.


41

2. Pengujian

Setiap bakteri uji (Bacillus subtillis sebanyak 900 l, Eschericia coli sebanyak

100 l dan Staphylococcus aureus sebanyak 200 l) ditambahkan ke dalam

media NA steril (500C), sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak 1

x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media

yang telah ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian

dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya

ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media NA yang berisi

bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 48

jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan diukur

diameternya menggunakan jangka sorong.

3.3.12. Uji Bioautografi Khamir Patogen

1. Pembuatan Kultur Candida albicans

Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB masing-masing

sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150

rpm, suhu 280C) selama 3 hari.

2. Pengujian

Candida albicans sebanyak 400 l ditambahkan ke dalam media PDA steril

(suhu 500C), sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak 1

x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media
42

yang telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian

dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya

ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media PDA yang

berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 270C

selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur

diameternya menggunakan jangka sorong.

3.3.13. Uji Bioautografi Fungi Patogen

1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger

Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C,

tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke

dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant.

Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip

pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10-3

menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.

2. Pengujian

Aspergillus niger sebanyak 800 l ditambahkan ke dalam media PDA steril

(suhu 500C), sehingga kerapatan Aspergillus niger dalam media sebanyak 1 x

106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media

yang telah ditambahkan spora A. niger dikocok supaya merata, kemudian

dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.


43

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya

ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media PDA yang

berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 270C

selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan

diukur diameternya menggunakan jangka sorong.

3.4. Analisis Data

Data hasil pengukuran diolah secara statistik dengan menggunakan metode

analisis varians atau Analysis of Variance (Anova) dengan rancangan acak

lengkap pada taraf uji 0,05% dan 0,01 %. Variabel yang dianalisis adalah ekstrak

isolat kapang endofit dan diameter zona hambat sebagai parameter yang diuji.

Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan nilai F-hitung dan F-tabel, yaitu

jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, dan jika nilai F-hitung > F-tabel maka

H0 ditolak. Jika hasil berbeda nyata atau sangat nyata pada taraf signifikansi

0,05% dan 0,01%, maka dilakukan analisis lanjut dengan menggunakan uji

Duncan.
44

3X 3X

Gambar 7. Bagan Penelitian


45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit

Kultur bibit dan kultur kocok merupakan tahap pertama dalam seleksi

kapang endofit penghasil antimikroba. Tujuan kultur bibit dan kultur kocok ini

adalah untuk menumbuhkan isolat-isolat kapang endofit dari kultur stok

(tersimpan dalam media lama) ke dalam media yang baru. Hasil yang didapatkan

dari kultur bibit dan kultur kocok tersebut adalah terbentuknya dua macam bentuk

miselium dan terjadinya perubahan warna medium (tabel 2).

Terbentuknya miselium berwarna putih seperti kapas yang menempel pada

dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang

melayang-layang dalam medium diakibatkan oleh proses pertumbuhan kapang.

Proses pertumbuhan kapang dimulai dari spora atau konidia, spora atau konidia

tersebut tumbuh menjadi miselium-miselium. Karena ditumbuhkan dalam

medium cair yang digoyang, maka miselium-miselium tersebut bersentuhan satu

sama lain sehingga membentuk dua macam miselium (lampiran 2).

Warna media PDB dalam erlenmeyer berubah dari awalnya kuning bening

menjadi kuning kecoklatan, seperti yang terjadi pada kultur kocok FE00057,

FE00020 dan FE00060. Sedangkan pada kultur kocok TlU1 dan TlU2, warna

media PDB berubah menjadi kuning pekat. Terjadi perubahan warna pada media

tersebut disebabkan oleh proses metabolisme kapang menggunakan nutrient


46

dalam medium. Kapang tersebut diduga mengeluarkan metabolit primer dan

metabolit sekunder.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Bibit dan Kultur Kocok


Kode
Gambar Hasil Pengamatan
No. Isolat
1. FE00057 Terbentuk dua macam
miselium, yaitu miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatan-
bulatan miselium berwarna
putih kecoklatan yang
melayang-layang dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
kecoklatan.

2. TlU1 Terbentuk dua macam


miselium, yaitu miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatan-
bulatan miselium berwarna
putih kecoklatan yang
melayang-layang dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
pekat.

3. TlU2 Terbentuk dua macam


miselium, yaitu miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatan-
bulatan miselium berwarna
putih kecoklatan yang
melayang-layang dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
pekat.
47

4. FE00020 Terbentuk dua macam


miselium, yaitu miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatan-
bulatan miselium berwarna
putih kecoklatan yang
melayang-layang dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
kecoklatan.

5. FE00060 Terbentuk dua macam


miselium, yaitu miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatan-
bulatan miselium berwarna
putih kecoklatan yang
melayang-layang dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
kecoklatan.

4.2. Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi pelarut adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan

perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Ekstraksi

pelarut ini bertujuan untuk memisahkan antara fraksi air (biomassa dan

supernatant) dan fraksi pelarut organik. Pelarut yang digunakan adalah butanol

dan etil asetat. Butanol merupakan pelarut polar yang diharapkan dapat

mengambil zat aktif dari hasil kultur kocok kapang endofit. Sedangkan etil asetat

merupakan pelarut semi polar yang diharapkan juga dapat mengambil zat aktif

dari hasil kultur kocok kapang tersebut. Penggunaan dua pelarut ini bertujuan
48

untuk mengetahui pelarut manakah yang lebih efektif untuk mengikat senyawa

yang ada didalam kultur kapang endofit tersebut.

Setelah butanol dan etil asetat masing-masing ditambahkan ke dalam

kultur endofit dan disentrifugasi, maka hasil yang didapatkan adalah terpisahnya

antara fraksi air (biomassa dan supernatan) dan fraksi pelarut organik.

Terpisahnya antara fraksi air dan fraksi pelarut organik terjadi karena zat aktif dari

kultur-kultur endofit tertarik oleh butanol dan etil asetat.

Tabel 3. Berat Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit


No. Kode Isolat Berat Ekstrak Butanol Berat Ekstrak Etil Asetat
1. FE00057 A 0,0393 gram 0,0241 gram
2. FE00057 B 0,0167 gram 0,0201 gram
3. FE00020 A 0,0285 gram 0,0756 gram
4. FE00020 B 0,0225 gram 0,0538 gram
5. TlU2 A 0,0691 gram 0,0653 gram
6. TlU2 B 0,0828 gram 0,0744 gram
7. TlU1 A 0,0573 gram 0,0831 gram
8. TlU1 B 0,0626 gram 0,2763 gram
9. FE00060 A 0,0057 gram 0,0674 gram
10. FE00060 B 0,0032 gram 0,0489 gram

Setelah terpisah antara biomassa dan supernatan, dilakukan pemekatan.

Hasil pemekatan dapat dilihat pada tabel 3. Pemekatan ini dilakukan untuk

mengetahui berat ekstrak dari masing-masing ekstrak kultur endofit. Dari tabel

tersebut diketahui bahwa berat masing-masing ekstrak berbeda. Perbedaan berat

ekstrak ini dikarenakan biomassa masing-masing kapang berbeda. Berat masing-

masing dari ekstrak kultur tersebut nantinya akan ditambahkan sejumlah pelarut

untuk uji bioassay dan bioautografi.


49

4.3. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen

Bakteri patogen atau bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini

adalah bakteri gram positif (Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus) dan

bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa). Tujuan

pembuatan kurva pertumbuhan ini adalah untuk mengetahui fase logaritmik dari

masing-masing bakteri uji. Fase logaritmik ini merupakan fase yang cocok untuk

pengujian antimikroba. Suatu zat antimikroba ketika akan diuji aktivitas

antimikrobanya, maka bakteri uji yang digunakan harus dalam keadaan fase aktif

pembelahan sel dengan laju yang konstan. Hasil dari kurva pertumbuhan bakteri-

bakteri patogen tersebut dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen

Berdasarkan pada hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa

bakteri Bacillus subtilis mengalami fase logaritmik dan stasioner. Fase logaritmik

terjadi pada jam ke-5 sampai jam ke-15, sedangkan fase stasioner mulai terjadi
50

pada jam ke-15. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay), maka bakteri

Bacillus subtilis tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-15 (fase logaritmik).

Dari hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri

Staphylococcus aureus mengalami fase logaritmik mulai pada jam ke-2 sampai

jam ke-11 dan fase stasioner pada jam ke-15. Untuk melakukan uji bioaktivitas

(bioassay), maka bakteri Staphylococcus aureus tersebut ditumbuhkan sampai jam

ke-11 (fase logaritmik).

Berdasarkan pada hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa

bakteri Escherichia coli mengalami fase logartmik pada jam ke-2 sampai jam ke-7

dan fase kematian pada jam ke-9. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay),

maka bakteri Escherichia coli tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-7 (fase

logaritmik).

Dari hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri

Pseudomonas aeruginosa mengalami fase logaritmik pada jam ke-0 sampai jam

ke-9 dan fase kematian dimulai pada jam ke-9. Pseudomonas aeruginosa tidak

mengalami fase adaptasi. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay), maka

bakteri Pseudomonas aeruginosa tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-9 (fase

logaritmik).

B. subtilis ditumbuhkan sampai jam ke-15, S. aureus ditumbuhkan sampai

jam ke-11, E. coli ditumbuhkan sampai jam ke-7 dan P. aeruginosa ditumbuhkan

sampai jam ke-9 (fase logaritmik) karena pada jam tersebut, masing-masing

bakteri patogen sedang aktif melakukan pembelahan sel dengan laju yang konstan,

aktivitas metabolik konstan serta keadaan pertumbuhan seimbang. Kondisi


51

tersebut merupakan kondisi yang tepat ketika bakteri-bakteri patogen tersebut

akan diuji dengan pengujian antimikroba.

4.4. Pengenceran dan Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen

Kultur-kultur mikroba uji, sebelum digunakan dalam pengujian, terlebih

dahulu dihitung jumlah koloni mikroba tersebut. Perhitungan mikroba uji ini ada 2

metode, yaitu Total Plate Count dan Direct Cell Number Count. Perhitungan

koloni bakteri dan khamir uji menggunakan metode Total Plate Count (Lampiran

6), sedangkan perhitungan fungi uji menggunakan metode Direct Cell Number

Count (Lampiran 6).

Dari hasil perhitungan bakteri uji, dapat diketahui bahwa dalam 1 ml

suspensi B. subtilis terdapat 8,1 x 107 CFU (Colony Forming Unit)/ml. Untuk

mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dalam 70 ml media NA

dibutuhkan 900 l suspensi B. subtilis. Suspensi S. aureus mengandung 3,91 x 108

CFU/ml. Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 106 CFU/ml, dibutuhkan

200 l suspensi S. aureus. Suspensi E. coli mengandung 23,2 x 108 CFU/ml.

Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dibutuhkan 100

l suspensi E.coli. Suspensi P. aeruginosa mengandung 5,45 x 108 CFU/ml.

Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 106 CFU/ml, dibutuhkan 150 l

suspensi P. aeruginosa.

Hasil perhitungan khamir uji, diketahui bahwa dalam 1 ml suspensi C.

albicans mengandung 2,69 x 108 CFU/ml. Untuk mendapatkan kerapatan koloni

sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dalam 70 ml media PDA dibutuhkan 400 l suspensi C.

albicans. Hasil perhitungan fungi uji, diketahui bahwa A. niger sebanyak 800 l
52

ditambahkan ke dalam 70 ml media PDA steril, sehingga kerapatan spora dalam

media tersebut sejumlah 1 x 106 CFU/ml.

4.5. Uji Aktivitas Kapang Endofit

Aktivitas antimikroba isolat-isolat kapang endofit dapat diketahui dengan

mengukur diameter zona hambat dari masing-masing ekstrak (butanol dan etil

asetat) yang sudah dilarutkan dengan pelarut organik (metanol dan etil asetat).

Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah Paper disc Agar Diffusion

Assay atau difusi cara cakram.

4.5.1. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit

a. Uji Aktivitas Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis

Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Bacillus subtilis

ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.

Gambar 9. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit
Terhadap Bacillus subtilis
53

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat

kapang endofit yang diekstraksi dengan pelarut butanol dan etil asetat, terdapat

lima isolat yang memiliki aktivitas antimikroba. Isolat-isolat tersebut adalah

FE00057A, TlU2A, TlU2B, TlU1A dan TlU1B.

Isolat kapang endofit FE00057A (berasal dari tanaman ashitaba) yang

diekstrak dengan butanol dan etil asetat memiliki aktivitas menghambat

pertumbuhan Bacillus subtillis dengan diameter zona hambat sebesar 8,07 mm

dan 7,22 mm. Isolat tersebut mengandung senyawa metabolit sekunder berupa

antibakteri, walaupun ukuran diameter zona hambatnya tidak besar. Hal ini sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa dalam tanaman ashitaba terdapat senyawa

chalcone sebagai antibakteri (Inamori et al, 1991). Senyawa chalcone ini diduga

dimiliki juga oleh kapang endofit FE00057A yang bersimbiosis dengan ashitaba.

Dari data yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa senyawa antimikroba

yang dihasilkan oleh isolat FE00057A bersifat polar. Hal ini dapat diketahui dari

nilai diameter zona hambat yang dihasilkan, yakni zona hambat yang dihasilkan

oleh ekstrak butanol lebih besar dibandingkan dengan zona hambat yang

dihasilkan oleh ekstrak etil asetat. Sedangkan ekstrak butanol dan etil asetat isolat

FE00057B tidak dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Hal ini

dikarenakan setiap isolat kapang memiliki kondisi pertumbuhan yang berbeda.

Selain itu ada faktor lingkungan yang mempengaruhi kondisi pertumbuhan

kapang tersebut.

Ekstrak butanol dan etil asetat dari kultur isolat TlU (berasal dari umbi

tanaman temulawak) diketahui dapat mengeluarkan metabolit sekunder. Adanya


54

metabolit tersebut dapat diketahui dengan terhambatnya pertumbuhan Bacillus

subtillis. Isolat TlU1A yang diekstrak dengan etil asetat dan isolat TlU2A yang

diekstrak dengan butanol (diameter zona hambat masing-masing sebesar 12,14

mm) merupakan zona hambat terbesar dibanding isolat-isolat lainnya. Ekstrak

butanol kultur isolat TlU2B, ekstrak etil asetat kultur isolat TlU2A, ekstrak etil

asetat kultur isolat TlU2B, ekstrak butanol kultur isolat TlU2B dan diameter zona

hambat ekstrak butanol kultur isolat TlU2B diameter zona hambat masing-masing

sebesar 11,81 mm, 11,75 mm, 11,45 mm, 11,81 mm dan 11,81 mm. Hal ini

mengindikasikan bahwa isolat-isolat tersebut mengandung senyawa antimikroba

tertentu yang bisa menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis.

Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa aktivitas antimikroba yang

dihasilkan oleh ekstrak etil asetat isolat TlU1A lebih besar dibandingkan dengan

aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak butanol isolat TlU1A. Hal ini

mengindikasikan bahwa senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat TlU1A

bersifat semi polar. Sedangkan aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak

butanol isolat TlU2A, TlU2B dan TlU1B lebih besar dibandingkan dengan

aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat isolat-isolat tersebut.

Hal ini menyatakan bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh ekstrak TlU2

cenderung bersifat polar. Ekstrak etil asetat kultur isolat TlU1B tidak menghambat

pertumbuhan Bacillus subtilis. Hal ini dimungkinkan ada faktor lain yang

menyebabkan ekstrak tersebut tidak mengeluarkan zat antimikroba. Diantaranya

adalah tidak tertariknya molekul antimikroba oleh pelarut etil asetat.


55

Ekstrak butanol dan etil asetat dari kultur kapang endofit FE00060A dan

FE00060B (berasal dari tanaman gambir) serta FE00020A dan FE00020B (berasal

dari tanaman cocor bebek), masing-masing tidak memiliki aktivitas dalam

menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Isolat-isolat tersebut tidak memiliki

aktivitas dalam menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis (Gambar 10).

Gambar 10. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan Pelarut Butanol
20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap Bacillus subtilis. Urutan isolat kapang
endofit yaitu 1= FE00057A, 2= FE00057B, 3= FE00020A, 4= FE00020B, 5= TlU2A, 6=
TlU2B, 7= TlU1A, 8= TlU1B, 9= FE00060A dan 10= FE00060B. Urutan isolat bagian
atas, diekstrak dengan butanol, urutan isolat bagian bawah diekstrak dengan etil asetat.
Bagian tengah dari kanan ke kiri merupakan urutan dua macam kontrol negatif, yaitu
pelarut metanol dan etil asetat dan lima macam kontrol positif (antibiotik) secara
berurutan, yaitu ampisilin, penisilin, streptomisin, amoksilin dan tetrasiklin).

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan one way anova, didapatkan

bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat kepercayaan 0,01.

Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter zona hambat dari

perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat perbedaan yang

sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak endofit lainnya.

Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak berganda Duncan menyatakan bahwa

diameter zona hambat ekstrak etil asetat isolat TlU1A, esktrak butanol isolat

TlU2A dan isolat TlU2B, ekstrak etil asetat isolat TlU2A dan isolat TlU2B serta
56

ekstrak butanol isolat TlU1B, tidak memiliki perbedaan. Diameter zona hambat

dari isolat-isolat tersebut (kecuali ekstrak butanol isolat TlU1B) berbeda dengan

diameter zona hambat ekstrak butanol isolat TlU1A dan isolat TlU1B. Kedua

esktrak dari isolat tersebut (kecuali ekstrak butanol isolat TlU1A) memiliki

perbedaan dengan diameter zona hambat dari ekstrak butanol isolat TlU1A dan

FE00057A. Keterangan tersebut dapat dilihat pada lampiran 16.

b. Uji Aktivitas Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus

Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Staphylococcus

aureus ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.

Gambar 11. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Staphylococcus aureus

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat

kapang endofit yang diuji, hanya lima isolat yang mampu menghambat
57

pertumbuhan Staphylococcus aureus, yaitu isolat FE00057A, TlU2A, TlU2B,

TlU1A dan TlU1B.

Kultur kapang endofit FE00057A yang diekstrak dengan butanol, memiliki

aktivitas menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona

hambat sebesar 6,39 mm. Isolat tersebut mengeluarkan senyawa yang bisa

menghambat pertumbuhan bakteri, walaupun ukuran diameter zona hambatnya

parsial. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa senyawa antimikroba yang

dihasilkan oleh isolat FE00057A bersifat polar. Hal ini dapat diketahui dari

terbentuknya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak butanol. Sedangkan

ekstrak etil asetat dari kultur isolat tersebut tidak memiliki potensi menghambat

pertumbuhan Staphylococcus aureus. Ekstrak butanol dan etil asetat isolat

FE00057B tidak memiliki aktivitas antimikroba.

Isolat kapang endofit TlU1 yang diekstrak dengan butanol dan etil asetat

diketahui mengeluarkan metabolit sekunder. Adanya metabolit tersebut dapat

diketahui dengan terhambatnya pertumbuhan Staphylococcus aureus. Ekstrak

butanol isolat TlU1A dengan diameter zona hambat sebesar 13,39 mm merupakan

zona hambat terbesar dibanding isolat-isolat lainnya. Ekstrak butanol kultur isolat

TlU2A, ekstrak butanol kultur isolat TlU2B, ekstrak etil asetat kultur isolat

TlU2A, ekstrak etil asetat kultur isolat TlU2B, ekstrak etil asetat isolat TlU1A,

ekstrak butanol kultur isolat TlU1B dan ekstrak etil asetat kultur isolat TlU1B

diameter zona hambat masing-masing sebesar 10,77 mm, 10,75 mm, 9,19 mm,

9,17 mm, 9,12 mm, 8,75 mm dan 7,21 mm. Hal ini dikarenakan senyawa aktif

dari masing-masing kultur isolat TlU dapat larut dalam pelarut butanol dan etil
58

asetat sehigga mengeluarkan senyawa yang bisa menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus.

Dari data yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa aktivitas antimikroba

yang dihasilkan oleh ekstrak butanol isolat TlU1A lebih besar dibandingkan

dengan aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat. Hal ini

mengindikasikan bahwa senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat TlU1A

bersifat polar. Sedangkan aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak

butanol isolat TlU2A, TlU2B, TlU1A dan TlU1B lebih besar dibandingkan

dengan aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat isolat-isolat

tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa antimikroba yang dihasilkan

oleh isolat-isolat tersebut bersifat polar.

Ekstrak butanol dan etil asetat dari kultur kapang endofit FE00060A dan

FE00060B (berasal dari tanaman gambir) serta FE00020A dan FE00020B (berasal

dari tanaman cocor bebek), masing-masing tidak memiliki aktivitas dalam

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Isolat-isolat tersebut diduga

tidak memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus,

seperti dapat dilihat pada Gambar 12.

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan one way anova, didapatkan

bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat kepercayaan 0,01.

Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter zona hambat dari

perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat perbedaan yang

sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak endofit lainnya.
59

Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak berganda Duncan menyatakan bahwa

diameter zona hambat ekstrak butanol isolat TlU1A berbeda dengan diameter

zona hambat ekstrak butanol isolat TlU2A dan isolat TlU2B. Diameter zona

hambat ketiga isolat tersebut juga berbeda dengan dengan diameter zona hambat

ekstrak etil asetat isolat TlU2A, isolat TlU2B dan isolat TlU1A serta ekstrak

butanol isolat TlU1B (keempat isolat tersebut diameter zona hambatnya sama).

Ketujuh isolat-isolat tersebut diameter zona hambatnya berbeda dengan ekstrak

etil asetat isolat TlU1B dan ekstrak butanol FE00057A (dapat dilihat pada

lampiran 17).

Gambar 12. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan Pelarut Butanol
20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus. Urutan isolat
kapang endofit yaitu 1= FE00057A, 2= FE00057B, 3= FE00020A, 4= FE00020B, 5=
TlU2A, 6= TlU2B, 7= TlU1A, 8= TlU1B, 9= FE00060A dan 10= FE00060B. Urutan
isolat bagian atas, diekstrak dengan butanol, urutan isolat bagian bawah diekstrak dengan
etil asetat. Bagian tengah dari kanan ke kiri merupakan urutan dua macam kontrol negatif,
yaitu pelarut metanol dan etil asetat dan lima macam kontrol positif (antibiotik) secara
berurutan, yaitu ampisilin, penisilin, streptomisin, amoksilin dan tetrasiklin).

Dari hasil pengujian ekstrak kapang endofit terhadap bakteri gram positif

(Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus), dapat diketahui bahwa ekstrak dari

isolat TlU1, TlU2 dan FE00057 efektif menghambat pertumbuhan bakteri

tersebut. Akan tetapi ekstrak TlU1 dan TlU2 lebih efektif menghambat
60

pertumbuhan bakteri gram positif tersebut, karena zona hambat yang dihasilkan

oleh TlU1 dan TlU2 lebih besar daripada FE00057.

c. Uji Aktivitas Kapang Endofit terhadap Escherichia coli

Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Escheriochia coli

ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.

Gambar 13. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Escherichia coli

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat

kapang endofit yang diuji, hanya 3 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan

Escherichia coli, yaitu isolat TlU2A, TlU2B dan TlU1A. Diameter zona hambat

yang terbentuk dari hasil uji tersebut relatif kecil.

Hasil pengujian aktivitas endofit menunjukkan bahwa isolat TlU2B,

TlU1A dan TlU2A yang diekstraksi masing-masing dengan butanol, dapat

menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Penghambatan tersebut masing-

masing berdiameter 7,04 mm, 7,02 mm dan 6,84 mm. Hal tersebut dikarenakan
61

senyawa aktif dari isolat TlU2B, TlU1A dan TlU2A dapat terlarut atau tertarik

oleh pelarut butanol sehingga dapat mengeluarkan senyawa yang bisa

menghambat pertumbuhan Escherichia coli, walaupun zona hambatnya kecil.

Isolat TlU2B, TlU1A dan TlU2A yang diekstraksi masing-masing dengan etil

asetat tidak dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Hal ini disebabkan

senyawa yang terdapat pada ketiga isolat tersebut tidak dapat larut oleh pelarut etil

asetat sehingga tidak memiliki aktivitas untuk menghambat Escherichia coli.

Senyawa atau bahan aktif dari ekstrak TlU2B, TlU1A dan TlU2A yang

dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli diduga bersifat polar. Hal ini

dikarenakan adanya zona hambat yang terbentuk, walaupun zona hambat tersebut

relatif kecil.

Isolat FE00057A, FE00057B, FE00020A, FE00020B, FE00060A,

FE00060B dan TlU2B tidak memiliki aktivitas untuk menghambat pertumbuhan

Escherichia coli. Isolat-isolat tersebut diduga tidak mengandung senyawa atau

bahan aktif yang bisa menghambat pertumbuhan Escherichia coli.

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan one way annova, didapatkan

bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat kepercayaan 0,01

dan 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter zona

hambat dari perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat

perbedaan yang sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak

endofit lainnya. Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan menyatakan bahwa

diameter zona hambat antara ekstrak butanol isolat TlU2B, TlU1A dan TlU2A

memiliki perbedaan (dapat dilihat dilampiran 18).


62

Dari hasil pengujian ekstrak kapang endofit terhadap bakteri gram negatif

(Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa), dapat diketahui bahwa ekstrak

dari isolat TlU1 dan TlU2 dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli saja

dengan ukuran zona hambat yang relatif kecil. Ekstrak isolat FE00057, FE00020,

TlU2, TlU1 dan FE00060 tidak dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas

aeruginosa. Jadi isolat-isolat tersebut cenderung kurang efektif untuk

menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif.

Kontrol positif yang menjadi pembanding dalam uji aktivitas antibakteri

ini adalah ampisilin, penisilin, streptomisin, amoksilin dan tetrasiklin. Pemilihan

lima jenis antibiotika ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kontrol-

kontrol positif ini dengan aktivitas antimikroba dari isolat-isolat kapang endofit.

Gambar pada diagram batang sebelumnya hanya menggambarkan aktivitas

streptomisin saja. Hal ini dikarenakan streptomisin paling tinggi nilai zona

hambatnya dibanding kontrol positif yang lain.

Nilai diameter zona hambat yang dihasilkan oleh streptomisin merupakan

diameter terbesar dibanding isolat-isolat endofit lain. Hal ini dikarenakan

streptomisin merupakan antibiotika yang mempunyai spektrum yang luas untuk

menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia

coli dan Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, streptomisin juga dapat

menghambat sintesis protein sel mikroba (Jawet, 1998).

4.5.2. Uji Aktivitas Antikhamir Kapang Endofit

Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Candida albicans

ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.


63

Gambar 14. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Candida albicans

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat

kapang endofit yang diuji, hanya empat isolat yang mampu menghambat

pertumbuhan Candida albicans, yaitu isolat FE00057A, FE00057B, TlU2A dan

TlU1A.

Ekstrak butanol dan etil asetat dari isolat TlU1A dapat menghambat

pertumbuhan Candida albicans. Penghambatan tersebut berdiameter 17,10 mm.

Hal tersebut dikarenakan senyawa aktif dalam isolat tersebut dapat larut oleh

pelarut butanol dan etil asetat sehingga dapat mengeluarkan senyawa aktif yang

bisa menghambat pertumbuhan Candida albicans. Isolat tersebut diduga

mengandung bahan aktif yang dapat menghambat Candida albicans seperti yang

dinyatakan oleh Oei (1986), yaitu minyak atsiri temulawak dapat menghambat

pertumbuhan Candida albicans.


64

Sedangkan diameter zona hambat ekstrak butanol dan etil asetat isolat

FE00057A masing-masing sebesar 6,55 mm dan 6,49 mm, ekstrak etil asetat

isolat FE00057B (6,37 mm) serta ekstrak butanol isolat TlU2A (6,38 mm).

Diameter penghambatan dari isolat-isolat tersebut relatif kecil.

Ekstrak butanol isolat TlU1A dan TlU2B tidak dapat menghambat

pertumbuhan Candida albicans. Hal ini disebabkan senyawa yang terdapat pada

kedua isolat tersebut tidak dapat larut oleh pelarut butanol sehingga tidak

memiliki aktivitas menghambat Candida albicans.

Ekstrak butanol dan etil asetat dari isolat FE00020A, FE00020B,

FE00060A dan FE00060B tidak memiliki aktivitas menghambat Candida

albicans. Hal ini dikarenakan isolat-isolat tersebut tidak diduga tidak memiliki

senyawa yang menghambat Candida albicans.

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan one way anova, didapatkan

bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat kepercayaan 0,01

dan 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter zona

hambat dari perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat

perbedaan yang sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak

endofit lainnya.

Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak berganda Duncan menyatakan bahwa

diameter zona hambat ekstrak etil asetat isolat TlU2A dan TlU2B berbeda dengan

diameter zona hambat ekstrak butanol isolat TlU1B, TlU1A dan FE00057A serta

ekstrak etil asetat FE00057A (dapat dilihat dilampiran 19).


65

4.5.3. Uji Aktivitas Antifungi Kapang Endofit

Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Aspergillus niger

ditunjukkan dengan gambar dibawah ini. Berdasarkan grafik tersebut dapat

diketahui bahwa dari sepuluh isolat kapang endofit yang diuji, ada 6 isolat yang

mampu menghambat pertumbuhan Aspergillus niger, yaitu isolat FE00057A,

FE00057B, FE00020A, FE00020B, FE00060A dan FE00060 B.

Gambar 15. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Aspergillus niger

Ekstrak butanol isolat FE00057A dapat menghambat pertumbuhan

Aspergillus niger. Penghambatan tersebut berdiameter 12,63 mm. Hal tersebut

dikarenakan senyawa aktif dalam isolat tersebut dapat larut oleh pelarut butanol

sehingga dapat mengeluarkan senyawa aktif yang bisa menghambat pertumbuhan

Aspergillus niger. Sedangkan diameter zona hambat ekstrak etil asetat isolat

FE00057A sebesar 10,75 mm, ekstrak etil asetat isolat FE00020B (10,35 mm),

ekstrak etil asetat isolat FE00060A dan FE00060B (9,94 mm dan 8,23 mm),
66

ekstrak butanol isolat FE00060B (8,07 mm), ekstrak etil asetat isolat FE00020A

(8,00 mm), ekstrak etil asetat isolat FE00057B (7,72 mm) dan ekstrak butanol

isolat FE00057A (7,63 mm). Senyawa yang berada dalam isolat-isolat tersebut

bersifat polar, karena zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak butanol lebih

besar dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat

yang bersifat semi polar.

Ekstrak butanol isolat FE00020A, FE00020B dan FE00060A tidak dapat

menghambat pertumbuhan Aspergillus niger. Hal ini disebabkan senyawa yang

terdapat pada ketiga isolat tersebut tidak dapat larut oleh pelarut butanol sehingga

tidak memiliki aktivitas menghambat Aspergillus niger. Berdasarkan hasil analisis

data menggunakan one way anova, didapatkan bahwa nilai F hitung lebih besar

daripada F tabel. Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter

zona hambat dari perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat

perbedaan yang sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak

endofit lainnya.

Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak berganda Duncan menyatakan bahwa

diameter zona hambat ekstrak butanol FE00057A berbeda dengan diameter zona

hambat ekstrak etil asetat isolat FE00057A, FE00020B dan FE00060B. Keempat

isolat tersebut, diameter zona hambatnya berbeda dengan ekstrak etil asetat isolat

FE00060A, FE00020A dan FE00057B serta ekstrak butanol isolat FE00060B dan

FE00057B (dapat dilihat pada lampiran 20).

Kontrol positif yang menjadi pembanding dalam uji aktivitas antikhamir

dan antifungi ini nystatin. Pemilihan ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
67

nystatin dengan aktivitas antimikroba dari isolat-isolat kapang endofit. Nystatin

merupakan suatu antibiotika yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei, berbau

khas dan murah terurai dalam air atau plasma (Bahry, B dan R. Setiabudy, 1995).

Nilai diameter zona hambat yang dihasilkan oleh nystatin lebih besar dibanding

diameter zona hambat yang dihasilkan dari isolat-isolat kapang endofit. Hal ini

dikarenakan nystatin merupakan jenis antibiotika yang memiliki senyawa

antifungi (Greenwood et al., 1992). Nystatin berikatan kuat dengan sterol yang

terdapat pada membrane sel fungi. Adanya ikatan tersebut menyebabkan

terjadinya perubahan permeabilitas sel sehingga sel akan kehilangan berbagai

molekul kecil (Bahry, B dan R. Setiabudy, 1995).

Kontrol negatif yang digunakan dalam pengujian antimikroba ini adalah

pelarut organik, yaitu metanol dan etil asetat. Berdasarkan data yang diperoleh,

metanol dan etil asetat tidak dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis,

Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida

albicans dan Aspergillus niger. Hal ini dikarenakan methanol dan etil asetat tidak

memiliki potensi untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen tersebut.

Zona hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis

adalah isolat TlU2A yang diekstrak dengan butanol dan isolat TlU1A yang

diekstrak dengan etil asetat. Zona hambat tersebut berdiameter 12,14 mm. Zona

hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah

isolat TlU1A yang diekstrak dengan butanol dan isolat TlU2A yang diekstrak

dengan etil asetat. Zona hambat tersebut berdiameter 13,39 mm dan 9,19 mm.

Sedangkan zona hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan Escherichia


68

coli adalah isolat TlU2B yang diekstrak dengan butanol. Zona hambat tersebut

berdiameter 7,04 mm. Dengan data tersebut, dapat diketahui bahwa antimikroba

yang dihasilkan oleh isolat-isolat kapang endofit, lebih menghambat bakteri Gram

positif daripada bakteri Gram negatif.

Zona hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans

adalah isolat TlU1A yang diekstrak dengan butanol dan etil asetat. Zona hambat

tersebut berdiameter 17,10 mm. Zona hambat terbesar dalam menghambat

pertumbuhan Aspergillus niger adalah isolat FE00057A yang diekstrak dengan

butanol dan etil asetat. Zona hambat tersebut masing-masing berdiameter 12,63

mm dan 10,75 mm.

Pseudomonas aeruginosa tidak dapat dihambat oleh ekstrak kapang isolat-

isolat kapang endofit. Umumnya P. aeruginosa resisten terhadap bermacam-

macam antimikroba (Tim Mikrobiologi, 2003). Resistensi mikroba patogen dapat

terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan salah satu

cara yang digunakan oleh mikroba supaya dapat tetap bertahan hidup, salah satu

contohnya adalah bakteri Gram negatif dapat menghasilkan enzim yang dapat

merusak antimikroba. Faktor lain yang memicu resistennya mikroba patogen

adalah faktor lingkungan, seperti penggunaan antimikroba yang kurang tepat dan

berulang-ulang (Tim Mikrobiologi, 2003).

Berdasarkan data hasil aktivitas antimikroba diatas, dapat diketahui bahwa

isolat-isolat endofit yang memiliki aktivitas antimikroba dalam bioassay ini

dilakukan pengujian selanjutnya, yaitu kromatografi lapis tipis dan bioautografi.


69

Kromatografi lapis tipis dan bioautografi ini dilakukan untuk mengetahui polaritas

senyawa antimikroba dari isolat-isolat endofit tersebut.

Dari data tersebut dapat diketahui juga bahwa isolat kapang endofit yang

paling besar diameter zona hambatnya (memiliki aktivitas terhadap mikroba

patogen) adalah isolat TlU1 dan TlU2. Kedua isolat tersebut diidentifikasi

morfologinya, baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.

4.6. Identifikasi Morfologi

Identifikasi secara morfologi kapang endofit ini dilaksanakan setelah uji

bioaktovitas antimikroba. Isolat kapang endofit yang diidentifikasi adalah TlU1

dan TlU2. Identifikasi morfologi ini terdiri dari pengamatan mikroskopis dan

makroskopis.

Dari hasil pengamatan makroskopis, diketahui bahwa isolat TlU1 dan

TlU2 memiliki kemiripan (lampiran 9). Kedua isolat tersebut berkoloni, warna

hijau kehitaman, spora dan konidiospora mengumpul dan menyebar, permukaan

koloni irregular dan tidak mengeluarkan cairan eksudat.

Hasil pengamatan secara mikroskopis, diketahui bahwa isolat TlU1 dan

TlU2 memiliki kemiripan. Kedua isolat tersebut memiliki spora yang bentuknya

seperti globus, kepala konidia berbentuk kolumnar, terdapat konidium yang

menggelembung atau blastik, hifa berseptum dan memiliki satu inti (monositik),

miseliumnya jernih dan permukaan hifa membentuk lengkungan atau clamp

connection.
70

Gambar 16. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU1. Keterangan : 1. Hifa, 2.


Konidium, 3. Miselium ; (Pembesaran 1000 X)

Gambar 17. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU2. Keterangan : 1. Hifa, 2.


Konidium, 3. Miselium ; (Pembesaran 1000 X)

4.7. Kromatografi Lapis Tipis ( KLT) dan Bioautografi

Tahap pengujian sesudah bioassay adalah bioautografi. Ekstrak butanol

dan etil asetat dari supernatan masing-masing isolat yang memiliki aktivitas
71

antimikroba pada tahap bioassay, dipisahkan komponen-komponen ekstrak

tersebut dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT ini bertujuan

untuk memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran dengan

menggunakan campuran eluen. Campuran eluen yang dipilih dalam KLT tersebut

adalah n-butanol, metanol dan etil asetat. KLT dengan tiga eluen tersebut

bertujuan untuk mengetahui polaritas dari senyawa antimikroba dari isolat-isolat

kapang endofit tersebut. Salah satu hasil KLT dari masing-masing ekstrak kapang

endofit dapat dilihat pada gambar 18.

Hasil KLT (lampiran 3), dilakukan uji bioaktivitas antimikroba kembali.

Uji bioaktivitas dalam bioautografi ini sama dengan bioassay. Setiap mikroba uji

diinokulasikan ke dalam media secara pour plate. Hasil bioautografi terdapat pada

tabel 4 dan tabel 5.

Kode Isolat dan Perbandingan Etil Asetat : Metanol


Eluen 100 : 0
TlU2

Titik atau spot hasil KLT

Silica Gel

Penetesan Ekstrak

Gambar 18. Salah satu hasil KLT Ekstrak Kapang Endofit


72

Tabel 4. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Bacillus subtillis


Zona
Kode Nilai
No. Ekstrak Perbandingan Eluen Hambat
Isolat RF
(mm)
1 TlU1 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 100 : 0 0,6875 14,81
2 TlU2 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 100 : 0 0,6556 16,43
3 TlU2 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 50 : 50 0,85 16,48
4 TlU1 EtOAC EtOAC : MeOH = 100 : 0 0,725 16,31
5 TlU1 EtOAC EtOAC : MeOH = 75 : 25 0,6825 15,58
6 TlU1 EtOAC EtOAC : BuOH = 50 : 50 0,8375 16,05
7 TlU2 EtOAC EtOAC : MeOH = 100 : 0 0,8125 15,00
8 TlU2 EtOAC EtOAC : BuOH = 50 : 50 0,875 15,40
9 FE00057 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 100 : 0 - -
10 FE00057 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 75 : 25 - -
11 FE00057 BuOH-MeOH EtOAC : BuOH = 75 : 25 0,15 10,91
Dari tabel tersebut diketahui bahwa ekstrak butanol dan etil asetat isolat

TlU1 dan TlU2 yang dijenuhkan oleh ketiga eluen diatas, memiliki bioaktivitas

untuk menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis. Spot-spot yang terbentuk

memiliki nilai Rf antara 0,5625 sampai 0,875. Berdasarkan data tersebut, senyawa

antimikroba dari isolat TlU1 dan TlU2 bersifat semi polar karena nilai Rf-nya

cukup besar. Diameter zona hambat yang terbentuk berkisar antara 15,00 mm

sampai 16,43 mm.

Spot dari ekstrak butanol isolat FE00057 dengan nilai Rf 0,15 aktif

menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis. Nilai Rf yang kecil menunjukkan

bahwa senyawa ini bersifat kurang polar. Untuk melakukan ekstraksi terhadap

senyawa ini akan lebih baik jika menggunakan perbandingan yang lebih besar

antara campuran pelarut etil asetat dengan butanol.

Hasil bioautografi kapang endofit terhadap Staphylococcus aureus terdapat

dalam tabel 7.
73

Tabel 5. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus


Zona
Kode Nilai
No. Ekstrak Perbandingan Eluen Hambat
Isolat RF
(mm)
1 TlU1 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 100 : 0 0,875 19,88
2 TlU2 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 100 : 0 0,9125 18,42
3 TlU2 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 50 : 50 0,8375 18,88
4 TlU1 EtOAC EtOAC : MeOH = 100 : 0 0,775 17,99
5 TlU1 EtOAC EtOAC : MeOH = 75 : 25 0,85 18,62
6 TlU1 EtOAC EtOAC : BuOH = 50 : 50 0,925 18,60
7 TlU2 EtOAC EtOAC : MeOH = 100 : 0 0,825 18,49
8 TlU2 EtOAC EtOAC : BuOH = 50 : 50 0,925 18,24
9 FE00057 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 100 : 0 - -
10 FE00057 BuOH-MeOH EtOAC : MeOH = 75 : 25 - -
11 FE00057 BuOH-MeOH EtOAC : BuOH = 75 : 25 0,9375 12,05
Dari tabel tersebut diketahui bahwa ekstrak butanol dan etil asetat isolat

TlU1 dan TlU2 yang dijenuhkan oleh ketiga eluen diatas, memiliki bioaktivitas

untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Spot-spot yang

terbentuk memiliki nilai Rf antara 0,5875 sampai 0,925. Berdasarkan data

tersebut, senyawa antimikroba dari isolat TlU1 dan TlU2 bersifat semi polar

karena nilai Rf-nya cukup besar. Diameter zona hambat yang terbentuk berkisar

antara 17,99 mm sampai 19,88 mm.

Spot dari ekstrak butanol isolat FE00057 dengan nilai Rf 0,937 aktif

menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis. Nilai Rf yang besar menunjukkan

bahwa senyawa ini bersifat semi polar. Berikut ini adalah gambar hasil

bioautografi kapang endofit terhadap Bacillus subtillis dan Staphylococcus

aureus.
74

Gambar 19. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap B. subtillis

Gambar 20. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap S. aureus

Pelarut semi polar (etil asetat) dalam hal ini lebih baik digunakan untuk

menjadi pelarut (eluen) dalam KLT. Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan hasil

boiautografi ini. Tabel 6 dan tabel 7 menunjukkan bahwa senyawa aktif

antimikroba lebih banyak ditemukan pada hasil kromatografi dengan eluen etil

asetat.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Tanaman temu lawak, cocor bebek, ashitaba dan gambir dapat

menghasilkan kapang endofit penghasil antimikroba.

2. Isolat-isolat kapang endofit yang diekstrak dengan butanol dan etil asetat

berpotensi menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji kecuali

Pseudomonas aeruginosa.

3. Isolat kapang endofit TlU1 dan TlU2 merupakan isolat paling efektif

untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji dibanding isolat-

isolat lainnya.

4. Hasil identifikasi morfologi kapang endofit (TlU1 dan TlU2) mengarah

kepada genus Aspergillus.

5.2 Saran

Perlu dilakukan pemurnian ekstrak yang memiliki aktivitas antimikroba

dan dilakukan pengujian kembali terhadap mikroba patogen lainnya selain dari

mikroba patogen yang telah diujikan.

75
76

DAFTAR PUSTAKA

Alexander M. 1977. Introduction To Soil Microbiology, John Wiley Dan Sons,


Inc., Sidney.

Andra. 2007. Aspergilosis : Medikamentosa. http://www.majalah-


farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=431. 22 Desember
2008, pk. 20.12 WIB.

Ardiansyah. 2007. Antimikroba dari Tumbuhan.


http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-06-09-Antimikroba-
dari-Tumbuhan-(Bagian-Kedua).shtml. 25 Juni 2008, pk. 16.21 WIB.

Atlas, R.M., A.E. Brown, K.W. Dobra and L. Miller. 1984. Experimentals
Microbiology: Fundamentals and Applications. Collier Macmillan
Publishers. London.

Bacon, C.W.1985. A Chemically Defined Medium for The Growth and Synthetis
of Ergot Alkaloids by the spesies of Balansia. Mycologia, 77: 418-423.

Bacon, C.W. and M.R. Siegel. 1990. Isolation of Biotechnological Organisms


from Nature. Mc Graw-Hill Enviromental Biotechnology Series. US. 259-
279.

Bahry, B dan R. Setiabudy. 1995. Obat jamur. Farmakologi dan Terapi. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Carlile, J., and Watkinson SC. 1995. The Fungi. Academic Press Limited,
London.

Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Trubus Agriwidya,


Jakarta.

Dyphae. 2008. Kalanchois Folium. www.orpipu.blogspot.com, 18 Oktober 2009,


pk. 10.21 WIB.

Gandahusada, S. Ilahude dan H. Pribadi, W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai


Penerbit FKUI, Jakarta.

Greenwood, D., Slack, RCB and Peutherer JF. 1992. Medical Microbiology.
Funded by The British Government, Nottingham and Edinburg London.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada.


Jakarta.
77

Fisher, P.J., Anson and Petrini. 1989. Antibiotic Activity Of Some Endophytic
Fungi From Ericaceous Plant. Bot. Helv. 40 (94) : 249-253.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB Press, Bandung.

Hariana, A. 2009. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penebar Swadaya,


Jakarta.

Ilyas, M. 2006. Isolasi dan Identifikasi Kapang Pada Relung Rizosfer Tanaman di
Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur.
Biodiversitas. 7 (3) : 216-220.

Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Mikroflora Kapang pada Sampel Serasah
Daun Tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah.
Biodiversitas. 8 (2): 105-110.

Inamori, Y., K. Baba, H., Tsujibo, M., Taniguchi, K. Nakata and M. Kozawa.
1991. Antibacterial Activity of Two Chalcones, Xanthoangelol and 4-
Hydroxyderricin, Isolated from The Root of Angelica keiskei Koidzumi.
Chem. Pharmaceutical. 39 (6): 1604-1605.

Jawet, E. 1998. Prinsip Kerja Antimikroba. In : Katzung B, eds. Farmakologi


Dasar dan Klinik. Jakarta E: EGC, 699-751.

Jauhari, L.T. 2008. Uji Bioaktivitas Fungi Endofit Tanaman Obat terhadap
Candida albicans dan Escherichia coli. Laporan PKL : Program Studi
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta.

Michael, J.Pelczar dan ECS Chan, 1986. Dasar dasar Mikrobiologi Jilid I.
Jakarta, UI Press.

Nugroho, N.B dan B. Sukmadi. 1998. Isolasi Dan Seleksi Jamur Endofit
Penghasil Antibiotika. Dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia. Hal 1-2.

Oehadian, H., Sjafiudin, Mohamad, Mohamad, Eksan dan Nuraini. 1985. Efek
antijamur dari Curcuma xanthor-rhiza terhadap beberapa jamur golongan
Dermatophyta. Dalam: Simposium Nasional Temulawak. Bandung:
Universitas Padjadjaran. Hal 180-185.

Oei B. 1986. Efek koleretik dan anti kapang komponen Curcuma xanthorrhiza
Roxb. dan Curcuma domestica Val. Laporan Penelitian. PT. Darya Varia
Laboratoria.
78

Petrini, O., T.N. Sieber, L. Toti dan O. Viret. 1992. Ecologi Metabolite
Production, en substrate utilization in endophytic fungi. Wiley Liss Inc,
Swiss natural toxins I : 185 196.

Pragosho, John. 2009. Produksi Tablet Berbasis Ashitaba Angelica keiskei


koidzmi Skala Usaha Kecil dan Menengah. www.google.com, 25 Juli
2009, pk. 17.35 WIB.

Prasetyoputri, A dan I. Atmosukarto. 2006. Mikroba Endofit dalam BioTrends


Vol I Nomor 2. Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI,Cibinong.

Prihatiningtias, W. 2006. Mikroba Endofit, Sumber Penghasil Antibiotik yang


Potensial http://dianing.blogspot.com/2006/05/fungi-endofit.html. 28
Juni 2008, pk. 16.00 WIB.

Purwanto, R. 2008. Peranan Mikroorganisme Endofit sebagai Penghasil


Antibiotik.http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&dn=200810
22111313. 8 Desember 2008, pk. 19.27 WIB.

Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam


Pengembangan Obat Herbal. Ilmu Kefarmasian. 2(3) : 113-126.

Redaksi Agromedia. 2008. Tanaman Obat. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Simarmata, R., S. Lekatompessy dan H. Sukiman. 2007. Isolasi Mikroba


Endofitik Dari Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
dan Analisis Potensinya Sebagai Antimikroba. Berkas Penelitian Hayati.
13 : 85-90.

Strobel, G.A., W.M. Hess, E. Ford, R.S. Sidhu, and X. Yang., 1996. Taxol from
Fungal Endophytes and The Issue of Biodiversity. Industrial
Microbiology. 17:417-425.

Susilo, J. Hanani, E. Soemiati, A. Hamzah, L. 1995. Tanaman Obat Indonesia


http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=152. 20 oktober
2008, pk. 09.05 WIB.

Tim Mikrobiologi. 2003. Bakteriologi Medik. Fakultas Kedokteran Universitas


Brawijaya. Bayumedia Publishing, Malang.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. UGM


Press, Yogyakarta.

Wahyudi, P. 1997. Mikroba Endofitik Sebagai Penghasil Materi yang


Bermanfaat. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
79

Worang, R.L. 2003. Fungi Endofit Sebagai Penghasil Antibiotika.


http://tumoutou.net/702_07134/rantje_worang.htm. 28 Juni 2008, pk.
15.31 WIB.

Zahner, H. and W.K.Maas.1972. Biology of Antibiotics. Springer Verlag. New


York Inc. New York.
80

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Sentrifugasi Kapang Endofit

Lampiran 2. Hasil Pemekatan Kapang Endofit


81

Lampiran 3. Gambar Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Lampiran 4. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Butanol Kapang


Endofit

No. Kode Isolat Berat Kosong (g) Berat Akhir (g) Berat Ekstrak (g)

1 FE00057A 3,7456 3,7849 0,0393


2 FE00057B 3,6336 3,6503 0,0167
3 FE00020A 3,7066 3,7351 0,0285
4 FE00020B 3,7003 3,7228 0,0225
5 TlU2A 3,7642 3,8153 0,0691
6 TlU2B 3,7425 3,8253 0,0828
7 TlU1A 3,8465 3,9038 0,0573
8 TlU1B 3,6916 3,7562 0,0626
9 FE00060A 3,7082 3,7139 0,0057
10 FE00060B 3,8788 3,9108 0,032
82

Lampiran 5. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Etil Asetat Kapang


Endofit

No. Kode Isolat Berat Kosong (g) Berat Akhir (g) Berat Ekstrak (g)

1 FE00057A 11,3591 11,3832 0,0241


2 FE00057B 11,5739 11,5940 0,0201
3 FE00020A 11,5560 11,6316 0,0756
4 FE00020B 11,5938 11,6476 0,0538
5 TlU2A 11,1806 11,2459 0,0653
6 TlU2B 11,6022 11,6766 0,0744
7 TlU1A 11,5943 11,6774 0,0831
8 TlU1B 11,3744 11,6507 0,2763
9 FE00060A 11,3558 11,4232 0,0674
10 FE00060B 11,3784 11,4273 0,0489

Lampiran 6. Perhitungan Mikroba Patogen dan Jumlah Mikroba Patogen


yang Dituang ke dalam Media Untuk Uji Bioassay dan Bioautografi

1. Escherichia coli

Jumlah koloni (CFU/ml) = 216 + 248 / 2 = 232 = 232 x 107 CFU/ml


10-6 x 10-1 10-7

Jumlah E. coli yang dituang ke dalam media 70 ml :


(CFU/ml media) = 232 x 107 x 0,1 = 3,31 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah E. coli 3,31 x 106 CFU/ml media, diperlukan 0,1
ml atau 100 l yang dituang ke dalam 70 ml media.

2. Pseudomonas aeruginosa

Jumlah koloni (CFU/ml) = 54 + 55 / 2 = 54,5 = 54,5 x 107 CFU/ml


10-6 x 10-1 10-7

Jumlah P. aeruginosa yang dituang ke dalam media 70 ml :


(CFU/ml media) = 54,5 x 107 x 0,15 = 1,1 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah P. aeruginosa 1,1 x 106 CFU/ml media,
diperlukan 0,15 ml atau 150 l yang dituang ke dalam 70 ml media.
83

3. Bacillus subtilis

Jumlah koloni (CFU/ml) = 81 = 81 = 8,1 x 107 CFU/ml


10-5 x 10-1 10-6

Jumlah B. subtilis yang dituang ke dalam media 70 ml :


(CFU/ml media) = 8,1 x 107 x 0,9 = 1,04 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah B. subtilis 1,04 x 106 CFU/ml media, diperlukan
0,9 ml atau 900 l yang dituang ke dalam 70 ml media.

4. Staphylococcus aureus

Jumlah koloni (CFU/ml) = 63 x 107 + 15,2 x 107 = 39,1 x 107 CFU/ml


2

Jumlah S. aureus yang dituang ke dalam media 70 ml :


(CFU/ml media) = 39,1 x 107 x 0,2 = 1,117 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah S. aureus 1,1 x 106 CFU/ml media, diperlukan 0,2
ml atau 200 l yang dituang ke dalam 70 ml media.
5. Candida albicans

Jumlah koloni (CFU/ml) = 43,5 x 108 + 1,02 x 108 = 26,9 x 107 CFU/ml
2

Jumlah C. albicans yang dituang ke dalam media 70 ml :


(CFU/ml media) = 2,69 x 107 x 0,4 = 1,53 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah C. albicans 1,53 x 106 CFU/ml media, diperlukan
0,4 ml atau 400 l yang dituang ke dalam 70 ml media.

6. Aspergillus niger

Jumlah spora/unit = 35 x 2,5 x 104 x 102 = 8,75 x 107 spora/unit

Jumlah A. niger yang dituang ke dalam media 70 ml :


(spora/ml media) = 8,75 x 107 x 0,8 = 1 x 106 spora/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah A. niger 1 x 106 spora/ml media, diperlukan 0,8
ml atau 800 l yang dituang ke dalam 70 ml media.
84

Lampiran 7. Gambar Hasil Uji Bioassay Kapang Endofit

Hasil Bioassay Kapang Endofit Hasil Bioassay Kapang Endofit


terhadap Aspergillus niger terhadap Candida albicans

Hasil Bioassay Kapang Endofit Hasil Bioassay Kapang Endofit


terhadap Escherichia coli terhadap Pseudomonas aeruginosa

Lampiran 8. Pengamatan Makroskopis TlU1 dan TlU2


85

Lampiran 9. Gambar Hasil Bioautografi Kapang Endofit

Hasil Bioautografi Kapang Endofit Hasil Bioautografi Kapang Endofit


terhadap Aspergillus niger terhadap Escherichia coli

Hasil Bioautografi Kapang Endofit


terhadap Candida albicans
Lampiran 10. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Bacillus subtilis

No. Kode Isolat Bacillus subtilis


BuOH-MeOH EtOAC
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 FE00057A 8,86 7,91 7,43 8,07 8,86 7,91 7,43 8,86 7,82 6,98 6,85 7,22 7,82 6,98 6,85 7,22
2 FE00057B
3 FE00020A
4 FE00020B
5 TlU2A 12,54 12,66 11,23 12,14 12,54 12,66 11,23 12,54 12,32 11,54 11,38 11,75 12,32 11,54 11,38 11,75
6 TlU2B 12,45 11,77 11,22 11,81 12,45 11,77 11,22 12,45 12,40 11,56 10,39 11,45 12,40 11,56 10,39 11,45
7 TlU1A 11,04 8,83 8,58 9,48 11,04 8,83 8,58 11,04 13,72 11,76 10,95 12,14 13,72 11,76 10,95 12,14
8 TlU1B 12,46 9,89 9,04 10,46 12,46 9,89 9,04 12,46
9 FE00060A
10 FE00060B
11 Ampisilin 8,64 9,01 7,24 8,30 8,64 9,01 7,24 8,64 8,64 9,01 7,24 8,30 8,64 9,01 7,24 8,30
12 Penisilin 7,63 8,45 7,22 7,22 7,63 8,45 7,22 7,63 7,63 8,45 7,22 7,77 7,63 8,45 7,22 7,77
13 Streptomisin 23,41 22,04 21,46 22,30 23,41 22,04 21,46 23,41 23,41 22,04 21,46 22,30 23,41 22,04 21,46 22,30
14 Amoksilin 9,92 9,86 8,35 9,38 9,92 9,86 8,35 9,92 9,92 9,86 8,35 9,38 9,92 9,86 8,35 9,38
15 Tetrasiklin 22,21 21,84 21,79 21,59 22,21 21,84 21,79 22,21 22,21 21,84 21,79 21,95 22,21 21,84 21,79 21,95
16 Metanol
17 Etil Asetat
Keterangan:

Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11-15 adalah kontrol positif, nomor 16 dan 17 kontrol negatif.

86
Lampiran 11. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Staphylococcus aureus

No. Kode Isolat Staphylococcus aureus


BuOH-MeOH EtOAC
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 FE00057A 6,38 6,38 6,41 6,39 6,38 6,38 6,41 6,39
2 FE00057B
3 FE00020A
4 FE00020B
5 TlU2A 10,75 10,81 10,76 10,77 10,75 10,81 10,76 10,77 9,20 9,11 9,25 9,19 9,20 9,11 9,25 9,19
6 TlU2B 10,75 10,76 10,75 10,75 10,75 10,76 10,75 10,75 9,18 9,13 9,19 9,17 9,18 9,13 9,19 9,17
7 TlU1A 13,40 13,37 13,39 13,39 13,40 13,37 13,39 13,39 9,18 9,08 9,11 9,12 9,18 9,08 9,11 9,12
8 TlU1B 9,44 7,45 9,37 8,75 9,44 7,45 9,37 8,75 9,16 6,47 6,00 7,21 9,16 6,47 6,00 7,21
9 FE00060A
10 FE00060B
11 Ampisilin 8,67 8,95 8,22 8,61 8,67 8,95 8,22 8,61 8,67 8,95 8,22 8,61 8,67 8,95 8,22 8,61
12 Penisilin 8,56 7,98 8,53 8,36 8,56 7,98 8,53 8,36 8,56 7,98 8,53 8,36 8,56 7,98 8,53 8,36
13 Streptomisin 18,90 18,76 18,84 18,83 18,90 18,76 18,84 18,83 18,90 18,76 18,84 18,83 18,90 18,76 18,84 18,83
14 Amoksilin 10,95 10,65 10,87 10,82 10,95 10,65 10,87 10,82 10,95 10,65 10,87 10,82 10,95 10,65 10,87 10,82
15 Tetrasiklin 10,97 10,89 10,98 10,95 10,97 10,89 10,98 10,95 10,97 10,89 10,98 10,95 10,97 10,89 10,98 10,95
16 Metanol
17 Etil Asetat
Keterangan:

Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11-15 adalah kontrol positif, nomor 16 dan 17 kontrol negatif.

87
Lampiran 12. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Escherichia coli

No. Kode Isolat Escherichia coli


BuOH-MeOH EtOAC
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 FE00057A
2 FE00057B
3 FE00020A
4 FE00020B
5 TlU2A 6,83 6,84 6,84 6,84 6,83 6,84 6,84 6,84
6 TlU2B 7,02 7,05 7,04 7,04 7,02 7,05 7,04 7,04
7 TlU1A 7,02 7,01 7,02 7,02 7,02 7,01 7,02 7,02
8 TlU1B
9 FE00060A
10 FE00060B
11 Ampisilin 17,55 17,56 17,47 17,53 17,55 17,56 17,47 17,53 17,55 17,56 17,47 17,53 17,55 17,56 17,47 17,53
12 Penisilin
13 Streptomisin 15,26 15,29 15,22 15,26 15,26 15,29 15,22 15,26 15,26 15,29 15,22 15,26 15,26 15,29 15,22 15,26
14 Amoksilin 18,11 18,04 18,12 18,11 18,11 18,04 18,12 18,11 18,11 18,04 18,12 18,11 18,11 18,04 18,12 18,11
15 Tetrasiklin 19,25 19,19 19,21 19,25 19,25 19,19 19,21 19,25 19,25 19,19 19,21 19,25 19,25 19,19 19,21 19,25
16 Metanol
17 Etil Asetat
Keterangan:

Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11-15 adalah kontrol positif, nomor 16 dan 17 kontrol negatif.

88
Lampiran 13. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Pseudomonas aeruginosa

No. Kode Isolat Pseudomonas aeruginosa


BuOH-MeOH EtOAC
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3U1 U2
U3
1 FE00057A
2 FE00057B
3 FE00020A
4 FE00020B
5 TlU2A
6 TlU2B
7 TlU1A
8 TlU1B
9 FE00060A
10 FE00060B
11 Ampisilin
12 Penisilin
13 Streptomisin 10,22 10,19 10,21 10,21 10,22 10,19 10,21 10,21 10,22 10,19 10,21 10,21 10,22 10,19 10,21 10,21
14 Amoksilin
15 Tetrasiklin 9,11 9,11 9,09 9,10 9,11 9,11 9,09 9,10 9,11 9,11 9,09 9,10 9,11 9,11 9,09 9,10
16 Metanol
17 Etil Asetat
Keterangan:

Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11-15 adalah kontrol positif, nomor 16 dan 17 kontrol negatif.

89
Lampiran 14. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Candida albicans

No. Kode Isolat Candida albicans


BuOH-MeOH EtOAC
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 FE00057A 6,55 6,55 6,54 6,55 6,55 6,55 6,54 6,55 6,45 6,45 6,57 6,49
2 FE00057B 6,32 6,46 6,32 6,37
3 FE00020A
4 FE00020B
5 TlU2A 6,38 6,38 6,38 6,38 6,38 6,38 6,38 6,38
6 TlU2B
7 TlU1A 17,97 15,35 17,98 17,10 17,97 15,35 17,98 17,10 17,97 15,35 17,98 17,10 17,97 15,35 17,98 17,10
8 TlU1B
9 FE00060A
10 FE00060B
11 Nystatin 20,36 19,25 21,61 20,41 20,36 19,25 21,61 20,41 20,36 19,25 21,61 20,41 20,36 19,25 21,61 20,41
Keterangan:

Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11 adalah kontrol positif.

90
Lampiran 15. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Aspergillus niger

No. Kode Aspergillus niger


Isolat BuOH-MeOH EtOAC
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3
1 FE00057A 11,54 11,85 14,51 12,63 8,65 8,87 9,21 8,91 11,44 9,50 11,32 10,75 8,32 7,55 8,11 7,99
2 FE00057B 7,66 7,60 7,62 7,63 7,67 7,66 7,83 7,72
3 FE00020A 8,67 8,40 6,92 8
4 FE00020B 11,17 9,48 10,39 10,35
5 TlU2A
6 TlU2B
7 TlU1A
8 TlU1B
9 FE00060A 7,95 8,33 8,41 8,23
10 FE00060B 7,55 7,60 9,07 8,07 9,81 9,24 10,78 9,94 6,97 6,77 7,03 6,92
11 Nystatin 19,82 18,90 19,34 19,35 19,82 18,90 19,34 19,35 19,82 18,90 19,34 19,35 19,82 18,90 19,34 19,35
12 Metanol
13 Etil Asetat
Keterangan:

Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11 adalah kontrol positif, nomor 12 dan 13 kontrol negatif.

91
LAMPIRAN 16. Analisis Data Kapang Endofit terhadap B. subtilis

Anova Bioassay Kapang Endofit Perhitungan Analisis Ragam


Perlakuan (p) = 9
Ulangan Ulangan (n) = 3
Perlakuan Total
1 2 3
FE57-A-BuOH 8,86 7,91 7,43 24,20 FK = 2978,85
TlU1-A-BuOH 11,04 8,83 8,58 28,45 JK total = 102,275
TlU1-B-BuOH 12,48 9,89 9,04 31,41 JK perlakuan = 81,95516
TlU2-A-BuOH 12,54 12,66 11,23 36,43 JK galat perc = 20,31987
TlU2-B-BuOH 12,45 11,77 11,22 35,44
FE57-A-EtOAc 7,82 6,98 6,85 21,65 Derajat bebas (db) perlakuan = 8
TlU1-A-EtOAc 13,72 11,76 10,95 36,43 Derajat bebas (db) galat percobaan = 18
TlU2-A-EtOAc 12,32 11,54 11,38 35,24
TlU2-B-EtOAc 12,4 11,56 10,39 34,35 Kuadrat tengah (KT) perlakuan = 10,2444
Total 283,6000 Kuadrat tengah (KT) galat percobaan = 1,128881

Tabel Kuadrat Tabel Analisis Ragam

Kuadrat Ulangan Kuadrat Sumber


Perlakuan db JK KT
1 2 3 Total Keragaman
FE57-A-BuOH 78,4996 62,5681 55,2049 585,64 Perlakuan 8 81,95516 10,2444
TlU1-A-BuOH 121,8816 77,9689 73,6164 809,4025 Galat percobaan 18 20,31987 1,128881
TlU1-B-BuOH 155,7504 97,8121 81,7216 986,5881 Total 26 102,275
TlU2-A-BuOH 157,2516 160,2756 126,1129 1327,1449
TlU2-B-BuOH 155,0025 138,5329 125,8884 1255,9936 F Tabel
F Hitung
FE57-A-EtOAc 61,1524 48,7204 46,9225 468,7225 a = 0,05 a = 0,01
TlU1-A-EtOAc 188,2384 138,2976 119,9025 1327,1449 9,074819 2,51 3,71
TlU2-A-EtOAc 151,7824 133,1716 129,5044 1241,8576

92
TlU2-B-EtOAc 153,76 133,6336 107,9521 1179,9225
Total 9182,4166

Uji Jarak Duncan

Perlakuan dan nilai tengahnya


Perlakuan dan nilai FE57-A- FE57-A- TlU1-A- TlU1-B- TlU2-B- TlU2-A- TlU2-B- TlU2-A- TlU1-A-
tengahnya EtOAc BuOH BuOH BuOH EtOAc EtOAc BuOH BuOH EtOAc
7,22 8,07 9,48 10,47 11,45 11,75 11,81 12,14 12,14
FE57-A-EtOAc 7,22 0,85 2,27 3,25 4,23 4,53 4,60 4,93 4,93
FE57-A-BuOH 8,07 1,42 2,40 3,38 3,68 3,75 4,08 4,08
TlU1-A-BuOH 9,48 0,99 1,97 2,26 2,33 2,66 2,66
TlU1-B-BuOH 10,47 0,98 1,28 1,34 1,67 1,67
TlU2-B-EtOAc 11,45 0,30 0,36 0,69 0,69
TlU2-A-EtOAc 11,75 0,07 0,40 0,40
TlU2-B-BuOH 11,81 0,33 0,33
TlU2-A-BuOH 12,14 0,00
TlU1-A-EtOAc 12,14
Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata () 0,05.

Jarak (d) = p - 1 1 2 3 4 5 6 7 8
JND ( = 0,05) 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32 3,35 3,37 3,39
JNT ( = 0,05) 1,82 1,91 1,97 2,01 2,04 2,05 2,07 2,08
JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.

FE57-A-EtOAc FE57-A-BuOH TlU1-A-BuOH TlU1-B-BuOH TlU2-B-EtOAc TlU2-A-EtOAc TlU2-B-BuOH TlU2-A-BuOH TlU1-A-EtOAc


a a
b b
c c
d d d d d d
a ab bc cd d d d d d
93
Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.

94
Lampiran 17. Analisis Data Kapang Endofit terhadap S. aureus

Anova Bioassay Kapang Endofit Perhitungan Analisis Ragam


Perlakuan (p) = 9
Ulangan Ulangan (n) = 3
Perlakuan Total
1 2 3
FE57-A-BuOH 6,38 6,38 6,41 19,17 FK = 2393,810848
TlU2-A-BuOH 10,75 10,81 10,76 32,32 JK total = 110,5642519
TlU2-B-BuOH 10,75 10,76 10,75 32,26 JK perlakuan = 102,1789852
TlU1-A-BuOH 13,40 13,37 13,39 40,16 JK galat perc = 8,385266667
TlU1-B-BuOH 9,44 7,45 9,37 26,26
TlU2-A-EtOAc 9,20 9,11 9,25 27,56 Derajat bebas (db) perlakuan = 8
TlU2-B-EtOAc 9,18 9,13 9,19 27,50 Derajat bebas (db) galat percobaan = 18
TlU1-A-EtOAc 9,18 9,08 9,11 27,37
TlU1-B-EtOAc 9,16 6,47 6,00 21,63 Kuadrat tengah (KT) perlakuan = 12,77237315
Total 254,2300 Kuadrat tengah (KT) galat percobaan = 0,465848148

Tabel Kuadrat Tabel Analisis Ragam

Kuadrat Ulangan Kuadrat


Perlakuan Sumber Keragaman db JK KT
1 2 3 Total
FE57-A-BuOH 40,7044 40,7044 41,0881 367,49 Perlakuan 8 102,1789852 12,77237315
TlU2-A-BuOH 115,5625 116,8561 115,7776 1044,5824 Galat percobaan 18 8,385266667 0,465848148
TlU2-B-BuOH 115,5625 115,7776 115,5625 1040,7076 Total 26 110,5642519
TlU1-A-BuOH 179,56 178,7569 179,2921 1612,8256
TlU1-B-BuOH 89,1136 55,5025 87,7969 689,5876 F Tabel
F Hitung
TlU2-A-EtOAc 84,64 82,9921 85,5625 759,5536 a = 0,05 a = 0,01
TlU2-B-EtOAc 84,2724 83,3569 84,4561 756,25 27,41746039 2,51 3,71
TlU1-A-EtOAc 84,2724 82,4464 82,9921 749,1169
TlU1-B-EtOAc 83,9056 41,8609 36 467,8569
Total 7487,9695

94
Uji Jarak Duncan

Perlakuan dan nilai tengahnya


Perlakuan dan nilai FE57-A- TlU1-B- TlU1-B- TlU1-A- TlU2-B- TlU2-A- TlU2-B- TlU2-A- TlU1-A-
tengahnya BuOH EtOAc BuOH EtOAc EtOAc EtOAc BuOH BuOH BuOH
6,39 7,21 8,75 9,12 9,17 9,19 10,75 10,77 13,39
FE57-A-BuOH 6,39 0,82 2,36 2,73 2,78 2,80 4,36 4,38 7,00
TlU1-B-EtOAc 7,21 1,54 1,91 1,96 1,98 3,54 3,56 6,18
TlU1-B-BuOH 8,75 0,37 0,41 0,43 2,00 2,02 4,63
TlU1-A-EtOAc 9,12 0,04 0,06 1,63 1,65 4,26
TlU2-B-EtOAc 9,17 0,02 1,59 1,61 4,22
TlU2-A-EtOAc 9,19 1,57 1,59 4,20
TlU2-B-BuOH 10,75 0,02 2,63
TlU2-A-BuOH 10,77 2,61
TlU1-A-BuOH 13,39
Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata () 0,05.

Jarak (d) = p - 1 1 2 3 4 5 6 7 8
JND (a = 0,05) 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32 3,35 3,37 3,39
JNT (a = 0,05) 1,17 1,23 1,26 1,29 1,31 1,32 1,33 1,34
JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.

FE57-A- TlU1-B- TlU1-B- TlU1-A- TlU2-B- TlU2-A- TlU2-B- TlU2-A- TlU1-A-


BuOH EtOAc BuOH EtOAc EtOAc EtOAc BuOH BuOH BuOH
a a
b b b b
c c
d
a a b b b b c c d

95
Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.

96
Lampiran 18. Analisis Data Kapang Endofit terhadap E. coli

Anova Bioassay Kapang Endofit Perhitungan Analisis Ragam


Perlakuan (p) = 6
Ulangan (n) = 3
Ulangan
Perlakuan Total
1 2 3 FK = 756,21605
TlU2-A-BuOH 6,83 6,84 6,84 20,51 JK total = 4,24945
TlU2-B-BuOH 7,02 7,05 7,04 21,11 JK perlakuan = 4,24885
TlU1-A-BuOH 7,02 7,01 7,02 21,05 JK galat perc = 0,0006
TlU2-A-EtOAc 6,00 6,00 6,00 18,00
TlU2-B-EtOAc 6,00 6,00 6,00 18,00 Derajat bebas (db) perlakuan = 5
TlU1-A-EtOAc 6,00 6,00 6,00 18,00 Derajat bebas (db) galat percobaan = 12
Total 116,6700
Kuadrat tengah (KT) perlakuan = 0,84977
Tabel Kuadrat Kuadrat tengah (KT) galat percobaan = 0,00005

Kuadrat Ulangan Kuadrat Tabel Analisis Ragam


Perlakuan
1 2 3 Total
TlU2-A-BuOH 46,6489 46,7856 46,7856 420,6601 Sumber
db JK KT
TlU2-B-BuOH 49,2804 49,7025 49,5616 445,6321 Keragaman
TlU1-A-BuOH 49,2804 49,1401 49,2804 443,1025 Perlakuan 5 4,24885 0,84977
TlU2-A-EtOAc 36 36 36 324 Galat percobaan 12 0,0006 0,00005
TlU2-B-EtOAc 36 36 36 324 Total 17 4,24945
TlU1-A-EtOAc 36 36 36 324
Total 2281,3947 F Tabel
F Hitung
a = 0,05 a = 0,01
16995,4 3,11 5,06

96
Uji Jarak Duncan

Perlakuan dan nilai tengahnya


Perlakuan dan nilai
TlU2-A-EtOAc TlU1-A-EtOAc TlU2-B-EtOAc TlU2-A-BuOH TlU1-A-BuOH TlU2-B-BuOH
tengahnya
6,00 6,00 6,00 6,84 7,02 7,04
TlU2-A-EtOAc 6,00 0,00 0,00 0,84 1,02 1,04
TlU1-A-EtOAc 6,00 0,00 0,84 1,02 1,04
TlU2-B-EtOAc 6,00 0,84 1,02 1,04
TlU2-A-BuOH 6,84 0,18 0,20
TlU1-A-BuOH 7,02 0,02
TlU2-B-BuOH 7,04

Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (a) 0,05.

Jarak (d) = p - 1 1 2 3 4 5
JND (a = 0,05) 3,08 3,23 3,33 3,36 3,4
JNT (a = 0,05) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.

TlU2-A- TlU1-A- TlU2-B- TlU2-A- TlU1-A- TlU2-B-


EtOAc EtOAc BuOH BuOH BuOH BuOH
a a a
b
c
d
a a a b c d

Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.

97
Lampiran 19. Analisis Data Kapang Endofit terhadap C. albicans

Anova Bioassay Kapang Endofit Perhitungan Analisis Ragam


Perlakuan (p) = 6
Ulangan Ulangan (n) = 3
Perlakuan Total
1 2 3
FE00057-A-BuOH 6,55 6,55 6,54 19,64 FK = 1799,000139
FE00057-A-EtOAc 6,45 6,45 6,57 19,47 JK total = 463,3235611
FE00057-B-EtOAc 6,32 6,46 6,32 19,1 JK perlakuan = 454,1132278
TlU2-A-BuOH 6,38 6,38 6,38 19,14 JK galat perc = 9,210333333
TlU1-A-BuOH 17,97 15,35 17,98 51,3
TlU1-A-EtOAc 17,97 15,35 17,98 51,3 Derajat bebas (db) perlakuan = 5
Total 179,9500 Derajat bebas (db) galat percobaan = 12

Kuadrat tengah (KT) perlakuan


Tabel Kuadrat = 90,8226456
Kuadrat tengah (KT) galat percobaan = 0,76752778
Kuadrat Ulangan
Perlakuan Kuadrat Total
1 2 3 Tabel Analisis Ragam
FE00057-A-BuOH 42,9025 42,9025 42,7716 385,7296
FE00057-A-EtOAc 41,6025 41,6025 43,1649 379,0809 Sumber
db JK KT
FE00057-B-EtOAc 39,9424 41,7316 39,9424 364,81 Keragaman
TlU2-A-BuOH 40,7044 40,7044 40,7044 366,3396 Perlakuan 5 454,11323 90,8226456
TlU1-A-BuOH 322,9209 235,6225 323,2804 2631,69 Galat percobaan 12 9,2103333 0,76752778
TlU1-A-EtOAc 322,9209 235,6225 323,2804 2631,69 Total 17 463,32356
Total 6759,3401
F Tabel
F Hitung
a = 0,05 a = 0,01
118,3314118 3,11 5,06

98
Uji Jarak Duncan

Perlakuan dan nilai tengahnya


Perlakuan dan nilai FE00057-B- TlU2-A- FE00057-A- FE00057-A- TlU1-A- TlU1-A-
tengahnya EtOAc BuOH EtOAc BuOH BuOH EtOAc
6,37 6,38 6,49 6,55 17,10 17,10
FE00057-B-EtOAc 6,37 0,01 0,12 0,18 10,73 10,73
TlU2-A-BuOH 6,38 0,11 0,17 10,72 10,72
FE00057-A-EtOAc 6,49 0,06 10,61 10,61
FE00057-A-BuOH 6,55 10,55 10,55
TlU1-A-BuOH 17,10 0,00
TlU1-A-EtOAc 17,10

Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (a) 0,05.

Jarak (d) = p - 1 1 2 3 4 5
JND (a = 0,05) 3,08 3,23 3,33 3,36 3,4
JNT (a = 0,05) 1,56 1,63 1,68 1,70 1,72

JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.

FE57-A-EtOAc FE57-A-BuOH TlU1-A-BuOH TlU1-B-BuOH TlU2-B-EtOAc TlU2-A-EtOAc


a a a a
b b
a a a a b b

Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.

99
Lampiran 20. Analisis Data Kapang Endofit terhadap A. niger

Anova Bioassay Kapang Endofit Perhitungan Analisis Ragam


Perlakuan (p) = 9
Ulangan Ulangan (n) = 3
Perlakuan Total
1 2 3
FE00057-A-BuOH 11,54 11,85 14,51 37,9 FK = 2314,259
FE00057-B-BuOH 7,66 7,6 7,62 22,88 JK total = 86,83001
FE00060-B-BuOH 7,55 7,6 9,07 24,22 JK perlakuan = 73,08494
FE00057-A-EtOAc 11,44 9,5 11,32 32,26 JK galat perc = 13,74507
FE00057-B-EtOAc 7,67 7,66 7,83 23,16
FE00020-A-EtOAc 8,67 8,4 6,92 23,99 Derajat bebas (db) perlakuan = 8
FE00020-B-EtOAc 11,17 9,48 10,39 31,04 Derajat bebas (db) galat percobaan = 18
FE00060-A-EtOAc 7,95 8,33 8,41 24,69
FE00060-B-EtOAc 9,81 9,24 10,78 29,83 Kuadrat tengah (KT) perlakuan = 9,135618
Total 249,97 Kuadrat tengah (KT) galat percobaan = 0,763615

Tabel Kuadrat Tabel Analisis Ragam

Kuadrat Ulangan Kuadrat Sumber


Perlakuan db JK KT
1 2 3 Total Keragaman
FE00057-A-BuOH 133,17 140,42 210,54 1436,41 Perlakuan 8 73,084941 9,135618
FE00057-B-BuOH 58,676 57,76 58,064 523,4944 Galat percobaan 18 13,745067 0,763615
FE00060-B-BuOH 57,003 57,76 82,265 586,6084 Total 26 86,830007
FE00057-A-EtOAc 130,87 90,25 128,14 1040,7076
FE00057-B-EtOAc 58,829 58,676 61,309 536,3856 F Tabel
F Hitung
FE00020-A-EtOAc 75,169 70,56 47,886 575,5201 = 0,05 = 0,01
FE00020-B-EtOAc 124,77 89,87 107,95 963,4816 11,96365 2,51 3,71
FE00060-A-EtOAc 63,203 69,389 70,728 609,5961
FE00060-B-EtOAc 96,236 85,378 116,21 889,8289

100
Total 7162,0327
Uji Jarak Duncan

Perlakuan dan nilai tengahnya


FE57-B- FE57-B- FE20-A- FE60-B- FE60-A- FE60-B- FE20-B- FE57-A- FE57-A-
Perlakuan dan nilai BuOH EtOAc EtOAc BuOH EtOAc EtOAc EtOAc EtOAc BuOH
tengahnya 7,63 7,72 8 8,07 8,23 9,94 10,35 10,75 12,63
FE57-B-BuOH 7,63 0,09 0,37 0,45 0,6 2,32 2,72 3,13 5,01
FE57-B-EtOAc 7,72 0,28 0,35 0,51 2,22 2,63 3,03 4,91
FE20-A-EtOAc 8 0,08 0,23 1,95 2,35 2,76 4,64
FE60-B-BuOH 8,07 0,16 1,87 2,27 2,68 4,56
FE60-A-EtOAc 8,23 1,71 2,12 2,52 4,4
FE60-B-EtOAc 9,94 0,4 0,81 2,69
FE20-B-EtOAc 10,35 0,41 2,29
FE57-A-EtOAc 10,75 1,88
FE57-A-BuOH 12,63
Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata () 0,05.

Jarak (d) = p - 1 1 2 3 4 5 6 7 8
JND (a = 0,05) 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32 3,35 3,37 3,39
JNT (a = 0,05) 1,5 1,57 1,62 1,65 1,67 1,69 1,7 1,71
JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.
FE00057-B-BuOH FE00067-B-EtOAc FE00020-A-EtOAc FE00060-B-BuOH FE00060-A-EtOAc FE00060-B-EtOAc FE00020-B-EtOAc FE00057-A-EtOAc FE00057-A-BuOH
a a a a a
b b b
c
a a a a a b b b c

Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.
101
102

Anda mungkin juga menyukai