Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Anemia

Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein


pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman
O2 ke jaringan menurun.

Secara fisiologi, harga normal hemoglobin bervariasi tergantung umur, jenis


kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu, perlu ditentukan
batasan kadar hemoglobin pada anemia.

Kelompok Hb (gr/dL)
Anak 6 bulan 6 tahun < 11
6 tahun 14 tahun < 12
Dewasa Laki-laki < 13
Wanita < 12
Ibu hamil < 11
Sumber : WHO, 2001

B. Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi
substansi tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam
amino, serta gangguan pada sumsum tulang.
2. Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel
darah merah dalam sirkulasi.
3. Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
C. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis
anemia:
1. Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi
penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 101 fl, MCH 23 31
pg , MCHC 26 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.

2. Anemia makrositik hiperkrom


Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak
MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia
megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)

3. Anemia mikrositik hipokrom


Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit :
MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

Gambar 1. Morfologi Sel Darah Merah pada Anemia


D. Perdarahan Sistem Gastrointestinal Atas
1. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCA) adalah perdarahan saluran
makanan proksiml dari ligamentum treitz. Dimana bagian atas itu dari esofagus,
lambung dan duodenum.
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang
terjadi di sebelah proksimal ligamnetum treitz pada duodenum distal. Sebagian
besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat peyakit ulkus
peptikum (UD, Peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori, penggunaan
obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS), alkohol. Robekan Mallory-Weiss,
varises esofagus dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna
bagian atas yang jarang (Dubey. S, 2008).

2. Etiologi
PSCA secara umum dibagi menjadi dua yaitu PSCA karena rupture varices
dan PSCA non-varices. Pada PSCA kareana varices, patofisiologis yang mendasari
adalah meningkatnya tekanan vena porta yang mengakibatkan vena esofagus,
lambung melebar dan juga menyebabkan gastropati. Sedangkan PSCA yang non-
varices, melibatkan perdarahan asteriel seperti ulkus dan rupture mukosa yang
dalam, atau perdarahan vena tekanan rendah seperti pada teleangiestic dan
angioectasis. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama daapat
menentukan kira-kira lokasi PSCA. Riwayat penyakit hati kronis/alkohol bisa
memperkirakan perdarahan berasal dari gastropati hipertensi portal atau pecahnya
varices esofagus. Riwayat pemakaian obat anti-inflamasi non-steroid atau obat-
obatan anti-rematik atau penghilang nyeri yang berkaitan dengan cyclooxygenase-
1 yang menurunkan ketahanan mukosa terhadap asam lambung, bisa menuntun kita
ke arah ulkus lambung.
Banyak kemungkinan penyebab PSCA pada buku The Merck Manual of
Patient Sypmtoms (Porter, R.S., et al., 2008) :
a. Duodenal ulcer (20 30%)
b. Gastric atau duodenal erosions (20 30%)
c. Varices (15 20%)
d. Gastric ulcer (10 20%)
e. Mallory Weiss tear (5 10%)
f. Erosive esophagitis (5 10%)
g. Angioma (5 10%)
h. Arteriovenous malformation (<5%)
i. Gastrointestinal stromal tumors

3. Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis
perdarahan SCBA.Faktor risiko yang telah di ketahui adalah usia, jenis kelamin,
penggunaan OAINS, penggunaan obat antiplatelet, merokok, mengkonsumsi
alkohol, riwayat ulkus, diabetes mellitus dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.
a. Usia
Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat
pada usia >60 tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan studi retrospektif
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terhadap 837 pasien yang memenuhi
kriteria perdarahan SCBA menunjukkan rata-rata usia pasien laki-laki adalah 52,7
15,82 tahun dan rata-rata usia pasien wanita adalah 54,46 17,6.26 Usia 70
tahun dianggap sebagai faktor risiko karena terjadi peningkatan frekuensi
pemakaian OAINS dan interaksi penyakit komorbid yang menyebabkan
terjadinya berbagai macam komplikasi.

b. Jenis kelamin
Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami perdarahan
SCBA berjenis kelamin laki-laki. Dari penelitian yang sudah dilakukan mayoritas
menggunakan pendekatan epidemiologi dan belum ada penelitian yang secara
spesifik menjelaskan hubungan perdarahan SCBA dengan jenis kelamin.

c. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)


Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi
pada orang tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional terhadap
individu yang mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka waktu
lama 35% hasil endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya erosi atau
petechiae, dan 5%-30% menunjukkan adanya ulkus. Jenis-jenis OAINS yang
sering dikonsumsi adalah ibuprofen, naproxen, indomethacin, piroxicam, asam
mefenamat, diklofenak.

d. Penggunaan obat-obat antiplatelet


Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat menyebabkan
faktor perdarahan naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis subterapi 10 mg per
hari masih dapat menghambat siklooksigenase.19 Aspirin dapat menyebabkan
ulkus lambung, ulkus duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada perut
dan lambung. Obat antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila
dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna.

e. Merokok
Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko
terjadinya ulkus duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok
menghambat proses penyembuhan ulkus, memicu kekambuhan, dan
meningkatkan risiko komplikasi.

f. Alkohol
Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan
mukosa lambung terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa
gaster yang ditandai dengan perdarahan pada mukosa.

g. Riwayat Gastritis
Riwayat Gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada
kelompok ini diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh
adanya gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa dan proses
penyembuhan.

h. Diabetes mellitus (DM)


Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan penyakit
komorbid yang sering ditemui dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya
perdarahan. Namun, belum ada penelitian yang menjelaskan mekanisme pasti
yang terjadi pada perdarahan SCBA yang disebabkan oleh diabetes mellitus.
i. Infeksi bakteriHelicobacter pylori
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang
hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Beberapa
penelitian di Amerika Serikat menunjukkan tingkat infeksi H.pylori <75% pada
pasien ulkus duodenum. Dari hasil penelitian di New York 61% dari ulkus
duodenum dan 63% dari ulkus gaster disebabkan oleh infeksi H.pylori.

j. Chronic Kidney Disease


Patogenesis perdarahan saluran cerna pada chronic kidney disease masih
belum jelas, diduga faktor yang berperan antara lain efek uremia terhadap mukosa
saluran cerna, disfungsi trombosit akibat uremia, hipergastrinemia, penggunaan
antiplatelet dan antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialysis.

k. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah terkena jejas.
Selain itu hipertensi memperparah artherosklerosis karena plak mudah melekat
sehingga pada penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obat
antiplatelet.

l. Chronic Heart Failure


Penelitian yang ada mengatakan bahwa chronic heart failure dapat meningkatkan
faktor risiko perdarahan SCBA sebanyak 2 kali lipat.

4. Patofisiologi
a. Varices esofagus dan hipertensi portal gastropati
PSCA karena varises terjadi pada 25-30% pasien sirosis hati, dengan
angka kematian dari tahun 1971 sampai 1981 di berbagai penelitian di Indonesia
30-60%. Harapan hidup selama 1 tahun sesudah perdarahan pertama sekitar 32-
80%.
Varices esofagus dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah
dalam vena kolateral dari aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria
akibat hipertensi portal. Perdarahan varices ini terjadi apabila hepatic venous
gradient melebihi 12 mmHg. Pasien degan gastropati hipertensi portal tidak
selalu disertai dengan varices gastroesofagel yang nyata. Bila terjadi perdarahan
pada pasien kelompok gastropati, biasanya lebih banyak kronik dan tersamar.

b. Ulkus peptikum
Tukak ini berkaitan dengan infeksi H. Pylori (80%) dan bisa juga dengan
aspirin atau OAINS. Tukak peptik dapat di lambung, duodenum, esofagus dan
tergantung dari kaliber pembuluh darah yang terluka.

c. Stress gastritis
Suatu erosi superfisial mukosa akut yang difus dengan manifestasi
sebagai eritema. Perdarahan yang terjadi biasanya ringan dan berhenti sendiri,
jarang menjadi masif. Stress gastritis atau ulceraini terjadi pada cedera kepala
yang menyebabkan tekanan intracranial meningkat (ulkus cushing) dan luka
bakar (ulkus curlig) dan pasien dalam ventilator. Faktor predisposisi yang bisa
mengganggu keseimbangan antara barier mukosa protektif lokal (mukus,
bikarbonat, aliran darah, sintesis prostaglandin) dengan faktor agresif (asam
lambung, pepsin) akan menyebabkan erosi mukosa yang difus. Keadaan
tersebut misalnya pada renjatan, trauma multipel, acute respiratory distress
syndrom, sepsis.
Pencegahan agar tidak terjadi perdarahan pada keadaan-keadaan ini
dengan menstabilkan hemodinamik untuk memastikan aliran darah mukosa dan
memberikan HRA antagonis untuk mengurangi keasaman lambung. Proton
Pump inhibitor diberikan bila sudah terjadi perdarahan.

d. Esofagitis dan Gastropati


Esofagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung
disebabkan biasanya oleh asam lambung atau refluxate lain misalnya pada
GERD atau obat-obatan tertentu seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga
terjadi pada pasien dengan ventilator, sepsis atau multi organs failure (MOF),
koagulopati konsumtif. Gastric Antral Vascular Ectasia (GAVE), keadaan ini
disebut juga sebagai watermelon stomache, banyak pada orang tua yang bisa
juga disertai penyakit lain seperti, penyakit ginjal menahun stadium akhir,
cirrhosis. Pengobatan dengaan argon plasma coagulation (APG) seril bisa
menstabilkan kadar hemoglobin dan mengurangi kebutuhan transfusi darah.
e. Dieulafoy lesion
Ini adalah suatu keadaan arteri submukosa yang dilatasi dan ruptur
sehingga ttimbul perdarahan saluran cerna. Biasanya terdapat pada cardia
lambung namun bisa juga terjadi sepanjang saluran cerna. Sumber perdarahan
sukar terlihat dengan endoskopi bila tidak sedang berdarah karena lesi ini
dikelilingi mukosa yang normal. Pengobatan dengan endoskopi atau angiografi.

5. Manifestasi Klinis
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami
perdarahan. Secara umum perdarahan saluran cerna diklasifikasikan sebagai
perdarahan akut (dapat berupa hematemesis, melena atau hematoschizia), atau
kronik dengan manifestasi adanya darah samar di feses atau anemia.
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari
yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang
mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau
hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran
cerna bagian atas atau proksimal ligamentum treitz. Perdarahan saluran cerna
bagian atas terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk
melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah (colon). Maroon stools (feses berwarna
merah hati) dapat berasal dari perdarahan colon bagian proksimal (ileo-caecal)
(Djojoningrat. D., 2006).
Gejala klinis pasien dapat berupa :
- Hematemesis : muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.
- Melena : buang air besar berwarna hitam seperti atau aspal.
- Hematoskezia : buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai
pada pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang pendek.

6. Tatalaksana
PPI (Proton Pump inhibitor) merupakan pilihan utama dalam pengobatan
perdarahan SCBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam
menghentikan perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan
berulang. PPI memiliki dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+/K+ATPase
dan enzim karbonik anhidrase mukosa lambung manusia. Hambatan pada
H+/K+ATPase menyebabkan sekresi asam lambung dihambat dan pH lambung
meningkat.Hambatan pada pada enzim karbonik anhidrase terjadi perbaikan
vaskuler, peningkatan mikrosirkulasi lambung, dan meningkatkan aliran darah
mukosa lambung. PPI yang tersedia di Indonesia antara lain omeprazol,
lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. PPI intravena mampu
mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek samping toleransi.
Studi Randomized Controlled Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika diberikan
dengan dosis tinggi intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada
perdarahan pada ulkus dengan stigmata endoskopi risiko tinggi misalnya, lesi
tampak pembuluh darah dengan atau tanpa perdarahan akut.
Dosis rekomendasi omeprazol untuk stigmata resiko tinggi pada
pemeriksaan endoskopi adalah 80 mg bolus diikuti dengan 8 mg/jam infuse selama
72 jam dilanjutkan dengan terapi oral. Pada pasien dengan stigmata endoskopi
risiko rendah PPI oral dosis tinggi direkomendasikan. PPI oral diberikan selama 6-
8 minggu setelah pemberian intravena, atau bisa lebih lama diberikan jika ada
infeksi Helicobacter pylori atau penggunaan regular aspirin, OAINS dan obat
antiplatelet.

Anda mungkin juga menyukai