INDONESIA
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Wafin Eko Indriyanto Tanda Tangan
NIM 12711005
Tanggal Presentasi
Rumah sakit RSUD SOEDIRMAN KEBUMEN
Gelombang Periode
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 66 th
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Kebumen
Suku : Jawa
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bengkak kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bengkak tumit kiri disertai koreng sejak 1 minggu SMRS.
Keluhan disertai rasa nyeri, kemerahan, disertai nanah dan mengganggu aktivitas. Koreng sudah
diobati dengan betadine namun tidak membaik.pasien juga mengeluhkan kesemutan. BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat mondok di rumah sakit (-)
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM (+) sejak 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol
- Riwayat penyakit kolesterol disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM tidak diketahui
- Riwayat penyakit jantung tidak diketahui
Thoraks
Inspeksi : Dinding dada kanan kiri simetris,
Abdomen
Inspeksi : dinding distensi (-), jaringan parut (-), masa (-)
Auskultasi : bunyi peristaltik (+), frekuensi 10 x/menit
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), massa (-), Hepar teraba (-), Lien teraba (-)
Perkusi :-
Inguinal : tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas: superior inferior
Dex/sin dex/sin
Sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/+
(23-02-2017)
Pemeriksaan Darah Rutin
- Hemoglobin : 14.0 (11.7-15.5 g/dl)
- Leukosit : 24.6 H (3,6-11.0 103/uL)
- Hematokrit : 40 (35-47%)
- Eritrosit : 5.0 (3.8-5.20106/uL)
- Trombosit : 681 H (150-450 103/ul)
- MCH : 28 (26-34pg)
- MCHC : 35 (32-36 g/dl)
- MCV : 80 (80-100fl)
- Hitung jenis
Neutrofil : 93.40 H (50-70 103/uL)
Limfosit : 3.20 L (25-40 103/uL)
Monosit : 3.30 (2-6 103/uL)
Eosinofil : 0.00 L (1-2 103/uL)
Basofil : 0.10 (0-1 103/uL)
(23-02-2017) (24-01-2017)
GDS (jam 14.00) : 521 mg/dl GDS (jam 04.00) : 177 mg/dl
(23-01-2017) (24-01-2017)
GDS (jam 20.00) : 170 mg/dl GDS (jam 06.00) : 153 mg/dl
(23-01-2017) (24-01-2017)
GDS (jam 02.00) : 177 mg/dl GDS (jam 12.00) : 195 mg/dl
Farmakologis
Infus asering 12 tpm
Inj Sharox 3x0,75 mg
Inj Metronidazole 3x500mg
Inj Pranza 1x1
Sleeding scale/6 jam
Po : metformin 3x500mg
Inpepsa syr 3x1cth
Non Farmakologis
- Diet rendah gula dan karbohidrat
- Pengaturan kebutuhan kalori per hari
- Olahraga minimal 30 menit/hari 3 kali seminggu
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan
bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association 2005, yaitu :
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan
dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari),
sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau
kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada
atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan
75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
d. Endokrinopati
g. Imunologi
3. Patogenesis
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas sudah
rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih
samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik
terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu
mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel
yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat
adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah
perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk
antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan
resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak
diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama,
glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat.
Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin
meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase
ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan
4. Manifestasi Klinik
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke
ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic
(poliuria) ( Bare & Suzanne, 2002).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut
menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu
minum (polidipsia) ( Bare & Suzanne, 2002).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang
terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
5. Diagnosis
Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c), kadar
glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral. The American
Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua kemungkinan yaitu pada
pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak minimal 126 mg / dL
setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah sewaktu minimal 200
mg / dL dengan adanya kelainan berupa poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan,
atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat digunakan
untuk skrining dan diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay,2010).
Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana
pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan beban 75 g
glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa darah melebihi
199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal sekiranya berkisar antara
140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa. American Diabetes Association
mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa darah puasa sekiranya KGD diantara 100-
125 mg / dL (Barclay,2010).
Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk
diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah minimum
6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah. Antara keterbatasannya adalan, mempunyai uji
sensitivitas yang rendah dan terdapat perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya
anemia, danpada penggunaan obat-obatan yang tertentu ( Barclay L,2010). Dengan demikian,
meminum larutan glukosa 50 g (Glucola; Ames Diagnostik, Elkhart, Indiana) adalah tes yang
paling umum dilakukan untuk Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji
toleransi glukosa oral untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif ( Barclay L,2010).
Cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO :
- Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
- Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
6. Komplikasi
Penyulit akut
Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan
glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin
mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan
asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-
bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat
sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda keton
yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang
mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS >
250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului
gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa
ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai
anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien
akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih
cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga
Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau
GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan
darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif
sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan
gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing,
Penyulit menahun
Mikroangiopati
Retinopati Diabetik
Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena
retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap
lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan
kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema
yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina
serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam
korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah
mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang
Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal
2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi
patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE,
advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan
mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan
intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan
berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic
kidney disease.
Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan
kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis
DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
Makroangiopati
mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengan
gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik
7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup
dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang
masyarakat.
b) Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan
pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet
Profil lipid :
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan
diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik dan
faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan,
gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi
proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain
yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi
dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.
Kebutuhan Kalori
Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan
lain-lain.
Kebutuhan basal :
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30%
dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
c) Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi
resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan
peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih
rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup
penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan
Aktivitas latihan :
terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis. Latihan berat
hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat,
GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang
Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur.
Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara
bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance,
latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging
dll.
d) Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan
insulin secretagogue :
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan
sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,
nateglinid.
insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada
target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPAR
biguanid
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang
terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja
pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap
(premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia
yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,
hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir
maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM
Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal
Pada keadaan tertentu di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi
katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL, kadar glukosa darah acak menetap
>300 mg/dL, A1C >10%, atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan
bersamaan dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat langsung diberikan
pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2 dengan
defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan
penggunaan insulin dapat dihentikan.
kunjungan
Gambar 2. Memulai terapi insulin injeksi harian multipel pada pasien DM
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian
diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO
dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah
atau kerja lama) yang diberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi
tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa
keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak
Disusun oleh :
Wafin Eko Indriyanto
16712098