Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS ISLAM DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

INDONESIA
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Wafin Eko Indriyanto Tanda Tangan
NIM 12711005
Tanggal Presentasi
Rumah sakit RSUD SOEDIRMAN KEBUMEN
Gelombang Periode

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 66 th
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Kebumen
Suku : Jawa

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bengkak kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bengkak tumit kiri disertai koreng sejak 1 minggu SMRS.
Keluhan disertai rasa nyeri, kemerahan, disertai nanah dan mengganggu aktivitas. Koreng sudah
diobati dengan betadine namun tidak membaik.pasien juga mengeluhkan kesemutan. BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat mondok di rumah sakit (-)
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM (+) sejak 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol
- Riwayat penyakit kolesterol disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM tidak diketahui
- Riwayat penyakit jantung tidak diketahui

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)


Dilakukan pada tanggal : 24 Februari 2017 pukul : 11.35
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu tubuh : 36,3 C
Frekuensi denyut nadi : 85 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/ menit

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : cukup, compos mentis
Kepala
Mata : Sklera ikterik (-/-); konjungtiva pucat (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : deviasi trakhea (-), pembesaran limfonodi (-), leher kaku (-)

Thoraks
Inspeksi : Dinding dada kanan kiri simetris,

Paru Anterior Dextra Sinistra


Inspeksi Simetris statis dinamis Simetris statis dan dinamis
Palpasi Fremitus simetris Fremitus simetris
Perkusi sonor Sonor
Auskultasi
Suara Dasar Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Suara Tambahan Ronkhi (-) Ronkhi(-)
Wheezing (-) Wheezing(-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V, linea midklavikula
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V, lnea midklavikula, kuat angkat (-), trill (-).
Perkusi : batas atas jantung di SIC 2 midsternlis sinistra
Batas pinggang jantung di SIC 3 parasternalis sinistra
Batas kanan jantung di SIC 4 midsternalis dextra
Batas jantung kiri di SIC 5 midklavicularis sinistra
Auskultasi:
Suara dasar : S1 S2 murni, regular

Abdomen
Inspeksi : dinding distensi (-), jaringan parut (-), masa (-)
Auskultasi : bunyi peristaltik (+), frekuensi 10 x/menit
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), massa (-), Hepar teraba (-), Lien teraba (-)
Perkusi :-
Inguinal : tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas: superior inferior
Dex/sin dex/sin
Sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/+

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK :


Ulkus pedis sinistra
VI. TINDAKAN DIAGNOSTIK /PEMERIKSAAN PENUNJANG :

(23-02-2017)
Pemeriksaan Darah Rutin
- Hemoglobin : 14.0 (11.7-15.5 g/dl)
- Leukosit : 24.6 H (3,6-11.0 103/uL)
- Hematokrit : 40 (35-47%)
- Eritrosit : 5.0 (3.8-5.20106/uL)
- Trombosit : 681 H (150-450 103/ul)
- MCH : 28 (26-34pg)
- MCHC : 35 (32-36 g/dl)
- MCV : 80 (80-100fl)
- Hitung jenis
Neutrofil : 93.40 H (50-70 103/uL)
Limfosit : 3.20 L (25-40 103/uL)
Monosit : 3.30 (2-6 103/uL)
Eosinofil : 0.00 L (1-2 103/uL)
Basofil : 0.10 (0-1 103/uL)

Pemeriksaan kimia klinik


- GDS : 521 mg/dl H (70-120 mg/dl)

(23-02-2017) (24-01-2017)
GDS (jam 14.00) : 521 mg/dl GDS (jam 04.00) : 177 mg/dl
(23-01-2017) (24-01-2017)
GDS (jam 20.00) : 170 mg/dl GDS (jam 06.00) : 153 mg/dl
(23-01-2017) (24-01-2017)
GDS (jam 02.00) : 177 mg/dl GDS (jam 12.00) : 195 mg/dl

VII. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS DAN


PEMERIKSAAN FISIK)
VI.A. Masalah aktif :
- Kaki kiri bengkak dan kemerahan
- kaki kiri kesemutan
VI. B. Masalah pasif :

VI. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


- Ulkus DM pedis sinistra
-
VII. RENCANA TINDAKAN TERAPI :

Farmakologis
Infus asering 12 tpm
Inj Sharox 3x0,75 mg
Inj Metronidazole 3x500mg
Inj Pranza 1x1
Sleeding scale/6 jam
Po : metformin 3x500mg
Inpepsa syr 3x1cth

Non Farmakologis
- Diet rendah gula dan karbohidrat
- Pengaturan kebutuhan kalori per hari
- Olahraga minimal 30 menit/hari 3 kali seminggu

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan

bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang

merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin.

2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association 2005, yaitu :

Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan

dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari),

sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau

kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat

normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada

atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan

75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM

setelah usia 30 tahun.

Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia


f. Infeksi

g. Imunologi

3. Patogenesis

Diabetes mellitus tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas sudah

rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih

samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik

terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu

mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel

yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat

adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah

perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk

antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah

perusakan sel beta dan penampakan diabetes.

Diabetes Melitus Tipe 2

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan

resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak

diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama,

glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat.

Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin

meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase
ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan

hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.

4. Manifestasi Klinik

a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke
ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic
(poliuria) ( Bare & Suzanne, 2002).

b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut
menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu
minum (polidipsia) ( Bare & Suzanne, 2002).

c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang
terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan


Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh
jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

5. Diagnosis
Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c), kadar
glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral. The American
Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua kemungkinan yaitu pada
pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak minimal 126 mg / dL
setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah sewaktu minimal 200
mg / dL dengan adanya kelainan berupa poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan,
atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat digunakan
untuk skrining dan diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay,2010).
Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana
pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan beban 75 g
glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa darah melebihi
199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal sekiranya berkisar antara
140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa. American Diabetes Association
mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa darah puasa sekiranya KGD diantara 100-
125 mg / dL (Barclay,2010).
Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk
diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah minimum
6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah. Antara keterbatasannya adalan, mempunyai uji
sensitivitas yang rendah dan terdapat perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya
anemia, danpada penggunaan obat-obatan yang tertentu ( Barclay L,2010). Dengan demikian,
meminum larutan glukosa 50 g (Glucola; Ames Diagnostik, Elkhart, Indiana) adalah tes yang
paling umum dilakukan untuk Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji
toleransi glukosa oral untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif ( Barclay L,2010).
Cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO :
- Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
- Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan.


- Diperiksa kadar glukosa darah puasa
- Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam

250 ml air dan diminum dalam 5 menit.


- Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai


- Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa
- Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat

6. Komplikasi
Penyulit akut

Ketoasidosis diabetik

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon

pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan

glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin

mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan

asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-

bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat

sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda keton

yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang

mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS >

250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului

gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah

pernapasan kussmaul dan berbau aseton.

Koma Hiperosmolar Non Ketotik

Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa

ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai

anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien
akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih

cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga

tidak timbul hiperketonemia

Hipoglikemia

Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau

GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan

darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif

sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan

gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing,

gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.

Penyulit menahun

Mikroangiopati

Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis

Retinopati Diabetik

retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa.

Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena

retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap

lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan

kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema

yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina

yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein

serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam
korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif

yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes

memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah

mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang

terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.

Nefropati Diabetik

Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal

2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi

patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE,

advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan

mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan

intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan

berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic

kidney disease.

Neuropati diabetik

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi

distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan

kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis

DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya

polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram,

dilakukan sedikitnya setiap tahun.

Makroangiopati

Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak


Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk

mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM

Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengan

gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik

kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup

dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang

normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :


a) Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan

masyarakat.
b) Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat

direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan

pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet

berdasarkan kebutuhan individual.


Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :

Kadar glukosa darah yang mendekati normal

- Glukosa darah berkisar antara 90-130 mg/dl


- Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
- Kadar HbA1c < 7%

Profil lipid :

- Kolesterol LDL <100 mg/dl


- Kolesterol HDL >40 mg/dl
- Trigliserida <150 mg/dl
Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan

diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik dan

faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan,

gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi

proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain

yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi

dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak

20-25% dan Protein 10-15%.

Kebutuhan Kalori
Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau

dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan

lain-lain.

Kebutuhan basal :

Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori

Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30%

dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
c) Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi

resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan

peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih

rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup

penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan

menurunkan kadar gula darah.

Aktivitas latihan :

- 5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa


- 10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x. Lemak

juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%


- > 40 menit : makin banyak lemak dipecah 75-90% .
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyak pula benda keton yang

terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis. Latihan berat

hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat,

GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang

memenuhi program CRIPE : Continous, Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance.

Continous maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti.

Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur.

Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara

bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance,

latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging

dll.

d) Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan

pengaturan makanan dan latihan jasmani.


obat hipoglikemik oral

insulin secretagogue :

sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan

utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan

kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.


Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan

sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,

nateglinid.

insulin sensitizers

Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada

target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah

protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPAR

yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak.

biguanid

Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa

perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan

gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.

Inhibitor absorbsi glukosa

glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak

menimbulkan efek hipoglikemi


Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar

glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit

sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid

sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase

bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.


Insulin

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial.

Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,

sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang

terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja

pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap

(premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia

yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,

hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir

maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM

Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal

yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.

Pada keadaan tertentu di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi
katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL, kadar glukosa darah acak menetap
>300 mg/dL, A1C >10%, atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan
bersamaan dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat langsung diberikan
pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2 dengan
defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan
penggunaan insulin dapat dihentikan.

Gambar 1. Algoritma pengelolaan DMT2. Diingatkan pentingnya pola hidup setiap

kunjungan
Gambar 2. Memulai terapi insulin injeksi harian multipel pada pasien DM

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian

diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO

dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah

atau kerja lama) yang diberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi

tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang

cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam

22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa

keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak

terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin


LAPORAN KASUS
ULKUS DM
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soedirman Kebumen

Disusun oleh :
Wafin Eko Indriyanto
16712098

Pembimbing : dr. Imbar Sudarsono, Sp.PD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017

Anda mungkin juga menyukai