Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Mobilitas penduduk telah berlangsung sejak terciptanya manusia pertama kali. Manusia
melakukan perburuan maupun meramu tumbuh-tumbuhan yang berguna untuk kelangsungan
hidupnya. Sebelum mulai menatap mereka melakukan aktiitas di bidang pertanian yang mulai
dengan pola berpindah-pindah kemudian melakukan pertanian menetap.
Pada dasarnya manusia melakukan mobilitas dengan suatu tujuan yaitu untuk meningkatkan
kualitas hidupnya mulai dengan pemenuhan kebutuhan pangan sekunder lainnya. Dengan kata
lain dapat dinyatakan bahwa seseorang akan melakukan mobilitas dengan tujuan untuk
memperoleh pekerjaan akan pendapatan. Dengan demikian daerah tujuan mobilitas penduduk
merupakan derah dimana terdapat peluang yang lebih besar untuk memperoleh pekerrjaan yang
lebih baik, atau peningkatan pendapatan. Sehingga kesempatan kerja yang tersedia disuatu
daerah merupakan salah satu factor pendorong adanya mobilitas penduduk.
Selanjutnya, jika kebutuhan dasarnya telah dapat terpenuhi maka mobilitas dilakukan dengan
tujuan memenuhi kebutuhan sekunder, termasuk wisata bahkan mngkin sampai tingkat foya-
foya.
1.2. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian dan ruanglingkup mobilitas penduduk
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari mobilitas penduduk
3. Untuk mengetahui apa saja factor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk
4. Untuk mengetahui jenis dari mobilitas penduduk permanen (migrasi) dan bagaimana
permasalahan kependudukan dalam migrasi penduduk
5. Untuk mengetahui apa mobilitas penduduk non permanen ( sirkuler) dan bagaimana
contohnya
6. Untuk mengetahui bagaimana perilaku mobilitas pendudu dan sumber data mobilitas
penduduk dan analisis penduduk.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN DAN RUANGLINGKUP MOBILITAS PENDUDUK
Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari satu daerah ke daerah
lain. Baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap seperti
mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi. Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk
dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu daerah ke daerah lain.
Mobilitas dibedakan 2 yaitu mobilitas non permanen (tidak tetap) dan mobilitas tetap (tetap).
Apabila perpindahan bertujuan untuk menetap di daerah tujuan maka disebut migrasi. Jadi
migrasi artinya perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain untuk menetap.
Jenis-jenis mobilitas permanen :
1. Urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.
2. Transmigrasi yaitu perpindahan perpindahan penduduk dari pulau yang padat ke pulau yang
kurang padat penduduknya. Transmigrasi diatur oleh pemerintah.
3. Migrasi yaitu masuknya penduduk dari satu Negara ke Negara lain.
4. Emigrasi yaitu keluarnya penduduk suatu negara untuk masuk ke negara lain.
5. Remigrasi yaitu kembalinya penduduk ke negara asalnya.
Mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk
horinzontal.
1. Mobilitas penduduk vertical
Mobilitas vertical adalah semua gerakan penduduk dalam usaha perubahan status sosial atau
sering disebut dengan perubahan status, atau perpindahan dari cara-cara hidup tradisional ke
cara-cara hidup yang lebih modern.
Contohnya, seorang buruh tani yang berganti pekerjaan menjadi pedagang termasuk gejala
perubahan status sosial. Begitupula seorang dokter gigi beralih pekerjaan menjadi seorang actor
film juga termasuk mobilitas vertical.
2. Mobilitas penduduk horizontal
Mobilitas horizontal adalah semua gerakan penduduk yang melintas batas wilawah tertentu
dalam periode waktu tertentu atau sering pula disebut dengan mobilitas penduduk geografis
adalah gerak (movement) penduduk yang melintas batas wilayah menuju ke wilayah yang lain
dalam periode waktu tertentu (Mantra, 1987). Batas wilayah umumnya digunakan batas
administrates, misalnya propinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, pendukuhan (dusun). Naim
(1979) dalam penelitiannya mengenai mobilitas penduduk suku Minagkabau menggunakan
batas budaya Minang sebagai batas wilayah.
Hingga kini belum ada kesempatan diantara para ahli dalam menentukan batas wilayah dan
waktu tersebut. Hal ini sangat bergantung kepada luas cakupan wilayah penelitian oleh setiap
peneliti. Sebagai contoh, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam melaksanakan Sensus Penduduk di
Indonesia menggunakan batas propinsi sebagai batas wilayah, sedangkan batas waktu
digunakan enam bulan atau lebih. Jadi, menurut definisi yang dibuat oleh BPS, seseorang
disebut migrant apabila orang tersebut bergerak melintasi batas propinsi menuju ke propinsi lain,
dan dapat pula seseorang disebut migrant walau berada di propinsi tujuan kurang dari enam
bulan tetapi orang tersebut berniat tinggal menetap atau tinggal enam bulan atau lebih di
propinsi tujuan.
Mantra (1978) dalam penelitiannya mengenai mobilitas penduduk non permanent disebuah
dukuh di Bantul menggunakan dukuh sebagai satuan wilayah dan batas waktu yang digunakan
untuk meninggalkan dukuh asal enam jam atau lebih. Batas enam jam diambil karena seseorang
yang bepergian menginggalkan dukuh asal keperluan tertentu dan bepergiannya dipersiapkan
terlebih dahulu, dan lamanya menginggalkan dukuh minimal enam jam. Alasannya lain
pengambilan batas enam jam ialah untuk menjaring orang-orang yang melakukan mobilitas
ulang alik atau communiting.
Akibat belum adanya kesepakan diantara para ahli mobilitas penduduk mengenai ukuran batas
wilayah dan waktu ini hasil penelitian mengenai mobilitas penduduk diantara peneliti tidak dapat
diperbandingkan. Mengingat bahwa skala penelitian itu bervariasi antara peneliti yang satu
dengan peneliti lain, sulit bgai peneliti mobilitas penduduk untuk menggunakan batas wilayah
dan waktu yang baku (standard). Misalnya, apabila wilayah penelitian itu desa, tidak mungkin
menggunakan batas propinsi sebagai batas wilayah dan meninggalkan daerah asal 6 bulan atau
lebih sebagai batas waktu. Jadi, ada baiknya tidak ada batas waktu baku untuk batas wilayah
dan waktu penelitian mobilitas penduduk. Sudah tentu bahwa makin sempit batasan ruang da
waktu yang digunakan, makin banyak terjadi gerak penduduk antara wilayah tersebut.
Kalau dilihat ada tidaknya niatan untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula
dibagi dua, yaitu mobilitas penduduk permanent atau migrasi dan mobilitas penduduk non
permanent. Jadi, migrasi adalah gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal menuju ke
wilayah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya, mobilitas penduduk non
permanent ialah gerak penduduk dari suatau wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada niatan
menetap di daerah tujuan. Apabila seseorang menuju ke daerah lain dan sejak semula sudah
bermaksud tidak menetap di daerah tujuan., orang tersebut digolongkan sebagai pelaku
mobilitas non permanent walaupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama
(steele, 1983). Contoh yang baik dalam hal ini ialah mobilitas penduduk orang Minang yang
melintas batas budaya Minagkabau menuju ke daerah lain. Walaupun berada di daerah tujuan
selama puluhan tahun, mareka dikategorikan sebagai migrant nonpermanent karena tidak ada
niatan menetap di daerah tujuan. Gerak penduduk orang Minang ini disebut dengan merantau.
Sayang, banyak para migrant tidak dapat memberikan ketegasan apakah mereka ada niatan
menetap di daerah tujuan atau tidak pada saat melakukan mobilitas yang pertama kali. Sering
niatan tersebut berubah setelah pelaku mobilitas tinggal di daerah tujuan niata tersebut dalam
jangka waktu relative lama.
Gerak penduduk yang nonpermanent (sirkulasi, circulation) ini dapat pula dibagi menjadi dua
yaitu ulang alik (jawa=nglaju, Inggris=Communiting) dan dapat menginap atau mondok di daerah
tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari itu juga. Pada
umumnya penduduk yang melakukan mobilitas ingin kembali ke daerah asal secepatnya
sehingga kalau dibandingkan frekuensi penduduk ulang alik terbesar disusul oleh
menginap/mondok dan migrasi. Secara operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk
tersebut diukur berdasarkan konsep ruang dan waktu. Misalnya mobilitas ulang alik, konsep
waktunya diukur dengan enam jam atau lebih meninggalkan daerah asal dan kembali pada hari
yang sama; menginap/mondok diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal lebih dari satu
hari. Tetapi kurang dari enam bulan, sedangkan mobilitas permanent diukur dari lamanya
meninggalkan daerah asal enam bulan atau lebih kecuali orang yang sudah sejak semula berniat
menetap di daerah tujuan seperti seorang istri yang berpindah ke tempat suami.
2.2. BENTUK-BENTUK MOBILITAS PENDUDUK
Mobilitas tradisional, dimana penduduk melakukan mobilitas atas dasar untuk memenuhi
kebutuhan primer terutama pangan. Aktivitas mobilitas tradisional merupakan arus desa ke kota
yang termasuk dalam pengertian urbanisasi.
Mobilitas pra-modern, yang merupakan transisi dari mobilitas tradisional menuju mobilitas
modern. Dalam hal ini penduduk mulai melakukan mobilitas dengan tujuan yang lebih luas bukan
hanya sekedar untuk cukup pangan. Aktivitas dari desa ke kota sangat meningkat disertai
dengan mobilitas antar kota dan juga mobilitas dari kota ke luar kota (pedesaan). Sehingga
terjadi dengan apa yang disebut urbanisasi modern. Penduduk mobilitas atau migrasi dengan
tujuan yang lebih luas termasuk kesenangan dan kenyamanan.
Mobilitas modern, dimana mobiolitas penduduk telah mmelampaui batas-batas Negara dengan
berbgai macam-macam tujuan baik kegiatan perdagangan maupun berwiraswasta.
Mobilitas canggih atau super-modern, dimana mobilitas dilakukan telah melampaui pengertian
berwiraswasta secara wajar yang dapat dimasukkan dalam kategori berfoya-foya dengan
konsumsi yang berlebihan.
Bentuk mobilitas penduduk dapat dipahami berkaitan dengan keberhasilan dalam aktivitas
ekonomi yang meliputi 2 komponen yaitu kesempatan kerja (produktifitas) dan pendapatan (atau
dana). Komponen mobilitas tersebut dapat di pandang sebagai indikator kualitas kehidupan
masyarakat.
2.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS PENDUDUK
Faktor dari sejarah asal yang disebut faktor pendorong seperti adanya bencana alam, panen
gagal, lapangan kerja terbatas, keamanan terganggu, kurangnya sarana pendidikan. Faktor yang
ada di daerah tujuan yang disebut faktor penarik seperti, tersedianya lapangan kerja, upah tinggi,
tersedia sarana pendidikan kesehatan dan hiburan. Faktor yang terletak diantara daerah asal
dan daerah tujuan yang disebut penghalang yang termasuk faktor ini misalnya jarak jenis alat
transport dan biaya transport jarak yang tidak jauh dan mudahnya transportasi mendorog
mobilitas penduduk. Yang terdapat pada diri seseorang disebut faktor individu. Faktor ini sangat
mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan mobilitas atau tidak. Contoh faktor
individu ini antara lain: umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
Faktor pendorong dan penarik perpindahan penduduk ada yang negatif dan ada yang positif.
Faktor pendorong yang positif yaitu para migran ingin mencari atau menambah pengalaman di
daerah lain. Sedangkan faktor pendorong yang negatif yaitu fasilitas untuk memenuhi kebutuhan
hidup terbatas dan lapangan pekerjaan terbatas pada pertanian. Faktor penarik yang positif yaitu
daerah tujuan mempunyai sarana pendidikan yang memadai dan lebih lengkap. Faktor penarik
yang negatif adalah adanya lapangan pekerjaan yang lebih bervariasi, kehidupan yang lebih
mewah, sehingga apa saja yang diperlukan akan mudah didapat dikota.
2.4. MOBILITAS PENDUDUK PERMANEN (MIGRASI)
2.4.1. Migrasi penduduk
Migrasi penduduk terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Migrasi internasional yang dapat di bedakan atas migrasi masuk (imigrasi) dan migrasi keluar
(emigrasi).
Imigrasi adalah masuknya penduduk suatu Negara ke Negara lain baik untuk maksud
berkunjung, bekerja maupun kepentingan lain dalam waktu tertentu atau untuk selamanya,
seperti datangnya orang Eropa yang masuk ke Amerika.
Emigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan untuk
menetap atau bekerja (penduduk yang keluar dari suatu Negara lain untuk menetap atau
bekerja). Contoh : perginya orang Indonesia (TKI atau TKW) ke timur tengah untuk bekerja.
2. Migrasi Internal yang disebut juga transmigrasi dan Urbanisasi
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam suatu
wilayah Negara. Contohnya : perindahan suatu penduduk dari jawa ke daerah-daerah di
Sumatera, Kalimantan, Irian jaya dsb.
Urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud untuk mencari
nafkah.
2.4.2. Permasalan Kependudukan Berkaitan dengan Migrasi Penduduk
Berbagai jenis migrasi yang terjadi membawa dampak yang berbeda-beda bagi masyarakat asal
maupun masyarakat tujuan.
1. Migrasi internasional
a. Dampak negatif adanya imigrasi dan cara penanggulangannya
1) Masuknya budaya-budaya asing yang tidak sesuai
Makin banyak orang asing yang masuk ke Indonesia
berarti makin banyak pula budaya yang masuk. Karena orang-orang asing tersebut juga
membawa budaya Negara asalnya yang sudah melekat. Banyak budaya asing yang tidak sesuai
dengan budaya asli bangsa Indonesia. Hal tersebut lambat laun dapat merusak budaya bangsa
Indonesia. Contohnya adalah sikap konsumtif dan pergaulan bebas. Untuk mengatasi dampak
negatif tersebut, kita harus menjaga budaya bangsa agar tidak terpengaruh dengan budaya luar.
Di samping itu penduduk juga harus bersikap selektif dan mempertebal keimanan dan
ketakwaan sehingga terhindar dari budayabudaya yang bertentangan dengan nilai agama dan
budaya bangsa. Pemerintah juga dapat berperan dengan menciptakan iklim kondusif bagi
berkembangnya budaya-budaya daerah dan nasional, seperti dengan menetapkan undang-
undang dan kebijakan-kebijakan yang mendukung upaya pelestarian nilai dan budaya bangsa.
2) Masuknya orang-orang asing yang bermasalah
Imigran-imigran yang masuk ke Indonesia tidak semuanya berniat baik. Ada kalanya beberapa di
antara imigran tersebut mempunyai tujuan yang tidak baik, seperti mengedarkan narkoba,
menjual barang-barang ilegal, melarikan diri dari jeratan hukum di negaranya (buronan), untuk
melakukan kegiatan memata-matai, dan lain-lain. Hal tersebut sangatlah mengganggu bagi
kestabilan politik, ekonomi, sosial, dan budaya Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan ketahanan nasional yang tinggi dengan melibatkan semua elemen bangsa. TNI dan
Polri perlu meningkatkan kewaspadaan penjagaan terutama di daerah-daerah perbatasan dan
melakukan pemeriksaan rutin dan disiplin terhadap imigran (WNA). Pemerintah melalui petugas
keimigrasian dan bea cukai menerapkan aturan yang ketat dan disiplin dalam membuat ijin,
memeriksa, dan menindak imigran beserta barang-barang yang masuk ke Indonesia.
Masyarakat dapat bertindak proaktif dengan melaporkan ke pihak yang berwajib jika melihat
kejanggalan-kejanggalan yang berkaitan dengan imigran (WNA).
b. Dampak negatif adanya emigrasi dan cara penanggulangannya
1) Keengganan orang-orang Indonesia di luar negeri untuk kembali ke Indonesia
Banyak orang Indonesia yang bekerja di luar negeri enggan untuk kembali ke Indonesia. Mereka
beralasan bahwa upah pekerja di luar negeri lebih tinggi bila dibandingkan dengan di Indonesia.
Selain itu, juga suasana dan kehidupan di luar negeri dianggap lebih kondusif. Keengganan para
pekerja tersebut terutama tenaga ahli untuk kembali ke Indonesia dapat mengurangi tenaga ahli
di Indonesia. Usaha untuk menanggulangi hal tersebut dapat dilakukan dengan memperkokoh
rasa nasionalisme. Juga dapat dilakukan dengan menciptakan iklim dalam negeri yang kondusif,
terutama dalam dunia industri dan investasi, sehingga memicu membaik dan meningkatnya
kehidupan ekonomi masyarakat.
2) Rusaknya citra Indonesia di mata negara lain
Rusaknya citra Indonesia di mata negara lain disebabkan oleh ulah orang-orang Indonesia di
negara lain yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan tindak kejahatan di negara lain,
buron yang lari ke negara lain, dan lain-lain. Untuk menanggulangi masalah tersebut dapat
dilakukan oleh pemerintah melalui pihak keimigrasian untuk lebih memperketat perijinan
pengajuan paspor/visa ke negara lain. Pemerintah juga bisa menjalin kerja sama secara baik
dengan aparat-aparat yang berwenang negara lain ataupun membuat kebijakan-kebijakan dan
perjanjian-perjanjian dengan Negara lain, misalnya perjanjian ekstradisi dan lain-lain.
2. Migrasi Internal
Migrasi nasional antara lain transmigrasi dan urbanisasi.
a. Dampak negatif adanya transmigrasi dan cara penanggulangannya
1) Memerlukan banyak biaya
Program transmigrasi terutama yang bukan swakarsa memerlukan banyak biaya. Biaya-biaya
tersebut untuk pemberangkatan sejumlah transmigran dan pembukaan lahan baru. Untuk
menanggulangi masalah tersebut pemerintah dapat memprioritaskan transmigrasi swakarsa,
sehingga biaya ditanggung oleh transmigran sendiri. Adapun pemerintah hanya sebatas
menyediakan lahan baru saja. Namun untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar
melakukan transmigrasi swakarsa bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu pemerintah
harus senantiasa memberikan penyuluhanpenyuluhan pada masyarakat.
2) Sering timbulnya konflik antar masyarakat
Masyarakat setempat, khususnya masyarakat tujuan transmigrasi yang berada di pedalaman
sangat sulit menerima pendatang baru, apalagi mereka menganggap bahwa transmigran
mengambil lahan garapan mereka. Hal tersebut sering memicu kecemburuan antara masyarakat
setempat terhadap para transmigran, bahkan di antara mereka sering terjadi konflik. Untuk
menanggulangi masalah tersebut perlu dilakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap
masyarakat setempat di daerah tujuan transmigrasi. Di samping itu, juga diberikan bantuan
berupa fasilitas-fasilitas yang serupa yang diberikan pada para transmigran sehingga dapat
meminimalisir kecemburuan sosial. Pemerintah juga bisa mengadakan forum bersama yang
mempertemukan antara masyarakat setempat dan para transmigran, sehingga lebih mempererat
hubungan di antara mereka.
b. Dampak urbanisasi dan upaya penanggulangannya
Urbanisasi yang terus menerus berlangsung dapat meningkatkan jumlah penduduk di kota
dengan cepat. Di sisi lain jumlah penduduk di desa makin berkurang. Hal ini menyebabkan
ketimpangan pembangunan dan ketimpangan sosial antara desa dengan kota.
1) Dampak negatif urbanisasi bagi kota
a) Meningkatnya jumlah pengangguran
Urbanisasi mengakibatkan, persaingan kerja makin tinggi dan kesempatan kerja makin kecil,
sehingga orang sulit mencari pekerjaan.
b) Meningkatnya angka kriminalitas
Kebutuhan hidup di kota sangatlah kompleks, namun usaha pemenuhannya kian sulit. Hal itulah
yang membutakan mata sebagian orang, sehingga nekat menghalalkan segala cara demi
memenuhi kebutuhan, seperti merampok, menipu, mencuri, korupsi, dan lain-lain.
c) Munculnya slum area (daerah kumuh)
Dengan adanya urbanisasi menjadikan lahan pemukiman makin sempit. Jumlah lahan yang
tersedia tidak sebanding dengan jumlah penduduknya, sehingga sulit untuk mencari lahan untuk
mendirikan rumah. Meskipun ada, lahan tersebut harganya sangat mahal, karena banyak orang
yang menginginkannya. Mahalnya harga tanah tersebut menjadikan masyarakat tidak mampu
membeli. Akhirnya mereka lebih memilih tinggal di kolong jembatan, bantaran sungai, membuat
rumah kardus, bahkan ada yang tinggal di daerah pemakaman.
2) Dampak negatif bagi desa
Urbanisasi ternyata membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat di desa. Pembangunan
dan dinamisasi desa menjadi menurun. Hal tersebut disebabkan karena:
a) Tenaga terampil di desa berkurang karena berpindah ke kota.
b) Penduduk desa yang bersekolah di kota umumnya enggan kembali ke desa.
c) Tenaga yang tertinggal di desa, umumnya orang-orang tua yang sudah tidak terampil dan
produktif lagi. Untuk menanggulangi atau bahkan mencegah munculnya dampak-dampak negatif
urbanisasi tersebut, perlu diupayakan untuk menekan dan memperkecil laju urbanisasi. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan pemerataan pembangunan industri sampai ke desa-desa.
d) Pembangunan infrastruktur jalan ke desa-desa, sehingga memperlancar hubungan desa
dengan kota.
e) Mengoptimalkan usaha pertanian, sehingga tingkat pendapatan masyarakat desa.
f) Pembangunan fasilitas umum di desa, seperti listrik, puskesmas, sekolah, pasar, dan lain-lain
2.5. MOBOLITAS PENDUDUK NON PERMANEN (SIRKULER)
Mobilitas penduduk sirkuler atau mobilitas non permanen adalah gerak penduduk dari suatu
wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan.
Sebagai contoh, di Indonesia (menurut batasan sensus penduduk) mobilitas penduduk sirkuler
dapat didefinisikan sebagai gerak penduduk yang melintas batas propinsi menuju ke propinsi lain
dalam jangka waktu kurang enam bulan. Hal ini sesuai dengan paradigma geografis yang
didasarkan atas konsep ruang (space) dan waktu (time). Data mobilitas penduduk sirkuler sukar
didapat. Hal ini disebabkan para pelaku mobilitas sirkuler tidak memberitahu kepergian mereka
kepada kantor desa di daerah asal, begitu juga dengan kedatangan mereka di daerah tujuan.
Meskipun deminian, dengan segala keterbatasan data, mobilitas penduduk Indonesia, baik
permanent maupun nonpermanent (sirkuler) diduga frekuensinya akan terus meningkat dan
semakin lama semakin cepat. Menurut Ananta (1995), suatu revolusi mobilitas tampaknya juga
telah terjadi di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh tersedianya prasarana transport dan
komunikasi yang mewadai dan modern.
2.6. PERILAKU MOBILITAS PENDUDUK
Perilaku mobilitas penduduk oleh Ravenstain disebut dengan hukum-hukum migrasi sebagai
berikut: Para migran cenderung memilih tempat terdekat sebagai daerah tujuan. Faktor paling
dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigran adalah situasinya memperoleh
pekerjaan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang
lebih baik di daerah tujuan. Daerah tujuan mempunyai nilai kefaedahan wilayah (place utility)
lebih tinggi dibanding dengan daerah asal. Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap
seseorang, semakin besat tingkat mobilitasnya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin
tinggi frukuensi mobilitasnya. Penduduk yang masih muda dan belum kawin lebih banyak
melakukan mobilitas dari pada mereka yang berstatus kawin. Penduduk yang berpendidikan
tinggi biasanya lebih banyak melaksanakan mobilitas dari pada yang berpendidikan rendah.
Kepuasan terhadap kehidupan di masyarakat baru tergantung pada hubungan sosial para
pelaku hubungan sosial para pelaku mobilitas dengan masyarakat tersebut. Kepuasan terhadap
kehidupan di kota tergantung pada kemampuan perseorangan untuk mendapatkan pekerjaan
dan adanya kesempatan bagi anak-anak untuk berkembang. Setelah menyesuaikan diri dengan
kehidupan kota, para pelaku mobilitas pindah ke tempat tinggal dan memilih daerah tempat
tinggal dipengaruhi oleh daerah tempat bekerja.
2.7. SUMBER DATA MOBILITAS PENDUDUK DAN ANALISIS
Pada umumnya ada tiga sumber data mobilitas penduduk yaitu: sensus penduduk, registrasi
penduduk dan survei penduduk. Diantara ketiga sumber data mobilitas penduduk data yang
didapat dari sensus penduduk dan survei penduduk yang paling lengkap, hanya kelemahannya
data yang didapat dari sensus penduduk hanya meliputi mobilitas penduduk yang bersifat
permanen saja. Dan hasil registrasi penduduk dan survei penduduk diperoleh data baik mobilitas
permanen maupun nonpermanen, hanya kelemahannya tidak semua mobilitas penduduk dapat
dicatat.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Mobilitas penduduk adalah gerakan atau arus perpindahan penduduk dari suatu tempat ke
tempat lain. Peranan mobilitas pendudukterhadap laju pertumbuhan antara wilayah satu dengan
wilayah yang lain berbeda-beda. Untuk Indonesia secara keseluruhan tingkat pertumbuhan
penduduknya lebih dipengaruhi oleh tinggi rendahnya sifat fertilitas dan mortalitas, karena
migrasi netto hamper dikatan nol, tidak banyak orang Indonesia yang pindah keluar negeri,
begitu juga orang luar negeri pindah ke Indonesia.
3.2. SARAN
Setelah mengetahui mobilitas penduduk diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
wawasan pembaca terhadap mobilitas penduduk. Dengan demikian kesejahteraan masyarakat
dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai