Anda di halaman 1dari 10

BAB 3

LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN


A. LANDASAN TEORI
Pelaksanaan penanganan barang hasil penegahan dan pemusnahan
BMN yang berasal dari hasil penegahan didasari dengan ketentuan dan
peraturan yang berlaku pada saat penanganan barang hasil penegahan dan
pemusnahan dilaksanakan. Ketentuan dan peraturan berlaku bagi Bidang
Penindakan dan Penyidikan serta Bidang Kepabeanan dan Cukai. Ketentuan
yang berlaku dalam pelaksanaan penanganan barang hasil penegahan sampai
dengan berubah statusnya menjadi Barang Milik Negara serta pelaksaan
pemusnahannya saat ini antara lain:
1. Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-BC/53/2010 tentang
Tatalaksana Pengawasan
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2011 Tentang Penyelesaian
Terhadap Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang Yang Dikuasai
Negara, Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/KMK.05/1997
Tentang Tata Laksana Penindakan Di Bidang Kepabeanan
5. Surat Edaran Nomor SE-11/BC/2013 Tentang Petunjuk Pengelolaan Barang
yang Menjadi Milik Negara
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1996 Tentang
Penindakan Di Bidang Kepabeanan
7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.04/2014
Tentang Tata Cara Penyelesaian Barang Kena Cukai Dan Barang-Barang
Lain Yang Dirampas Untuk Negara Atau Yang Dikuasai Negara

8.
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2012 Tentang Tata Cara
Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Eks Kepabeanan
Dan Cukai
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.06/2016 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemusnahan Dan Penghapusan Barang Milik Negara
12. Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-53/BC/2010 Tentang
Tatalaksana Pengawasan

a. Pengertian Barang Larangan dan/atau Pembatasan


Barang larangan dan/atau Pembatasan adalah barang yang dilarang
dan/atau dibatasi pemasukan dan pengeluarannya ke dalam dan dari daerah
pabean. (Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.04/2007).
Beberapa hal harus ditekankan mengenai kegiatan impor salah satunya
adalah impor barang lartas umumnya harus memenuhi beberapa kewajiban
tertentu yang ditetapkan oleh instansi pemerintah terkait dan pada saat impornya
harus menyerahkan dokumen tertentu kepada Bea Cukai.
DJBC, sesuai kewenangan yang diberikan Kementerian Keuangan
berwenang mengawasi pemasukan atau pengeluaran barang yang termasuk
kategori Lartas. DJBC berwenang melakukan penegahan terhadap barang yang
termasuk kategori Lartas yang tidak dilengkapi perijinan dari Instansi Teknis
terkait dan melakukan penegahan terhadap barang yang menimbulkan perbedaan
penafsiran apakah termasuk kategori Lartas atau tidak.
Instansi yang menerbitkan peraturan tentang Lartas pemasukan dan
pengeluaran barang impor yakni departemen atau lembaga pemerintah non
departemen tingkat pusat, yang menetapkan peraturan Lartas atas impor atau
ekspor dan menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan.
Instansi Terkait yang menetapkan peraturan Lartas atas impor atau ekspor
dan telah menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan, sampai
periode Agustus 2013 adalah sebagai berikut :
a. Kementerian Perdagangan
b. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
c. Badan Karantina Pertanian (Karantina Hewan dan Tumbuhan)
d. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
e. Kementerian Kesehatan
f. DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai)
g. BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir)
h. Bank Indonesia
i. Kementerian Kehutanan
j. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi
k. Kementerian Pertanian
l. Kementerian Perindustrian
m. POLRI
n. Kementerian Lingkungan Hidup
o. Kementerian ESDM
p. Kementerian Pertahanan
q. Kementerian Budaya dan Pariwisata
r. Kementerian Kelautan dan Perikanan
s. Mabes TNI
t. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan

b. Perlakuan Terhadap Barang yang Dilarang atau Dibatasi


Ketentuan dalam UU Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 53 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) mengandung unsur sebagai berikut :
1) Instansi yang menetapkan peraturan larangan dan pembatasan wajib
memberitahukan kepada Menteri Keuangan;
2) Atas permintaan eksportir atau importir barang yang dilarang atau dibatasi jika
tidak memenuhi syarat, dapat dibatalkan ekspornya, diekspor kembali dalam
hal barang itu diimpor atau dimusnahkan dibawah pengawasan pejabat bea
dan cukai. Kecuali ditetapkan lain;
3) Dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara, jika barang yang dilarang
atau dibatasi (dalam impor/ekspor), apabila diberitahukan tidak benar.
Kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
c.
d. Pengertian Penegahan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tegah berasal dari kata
cegah yang berarti, menegahkan, menahan, tidak menurutkan. Pencegahan atau
penegahan dapat dikatakan juga suatu tindakan yang telah ditetapkan untuk
melakukan pencegahan atau penolakan.
Penegahan berarti tindakan petugas bea cukai untuk menunda
pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang impor/ekspor sampai
dipenuhinya kewajiban pabean.
Penegahan itu sendiri adalah suatu langkah awal yang diambil oleh bea
dan cukai dalam bentuk penundaan pengeluaran barang dari kawasan pabean
sampai importir memenuhi kewajiban pabeannya. (PP No. 21 tahun 1996).
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
penegahan barang dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk menunda
pengeluaran, pemuatan dan pengangkutan barang impor atau ekspor sampai
dipenuhinya kewajiban pabean. Barang yang terkena proses penegahan adalah
barang yang termasuk dalam barang jenis barang larangan dan pembatasan.
Pejabat Bea dan Cukai berhak melakukan penegahan terhadap barang
yang diimpor apabila terdapat adanya pelanggaran yang dilakukan oleh para
eksportir maupun importir. Bentuk pelanggaran itu berupa ketidaksesuaian
dokumen dengan fisik barang yang diimpor maupun diekspor, importir maupun
eksportir belum memenuhi kewajiban pabeannya, serta barang terindikasi Nota
Hasil Intelegen (NHI).
Menurut Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 30/KMK.05/1997 Tentang Tatalaksana Penindakan Di Bidang
Kepabeanan, berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa sarana pengangkut
dan/atau barang di atasnya tersangkut pelanggaran Kepabeanan, peraturan
larangan/pembatasan ekspor atau impor atau belum dipenuhi/diselesaikan
kewajiban pabeannya, Pejabat Bea dan Cukai berwenang :
a. menghentikan sarana pengangkut;
b. memeriksa sarana pengangkut dan/atau barang diatasnya; dan
c. menegah sarana pengangkut dan/atau barang diatasnya.
e.
f.
g. Penyelesaian Terhadap Barang yang Ditegah
Barang impor dapat ditegah oleh KPPBC jika importir tidak memenuhi
peraturan dan ketentuan yang berlaku. KPPBC tidak melakukan penegahan
terhadap paket atau barang yang disegel oleh penegak hukum atau Dinas Pos serta
barang yang berdasarkan hasil pemeriksaan ulang atas Pemberitahuan, atau
Dokumen.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
30/KMK.05/1997 Tentang Tatalaksana Penindakan Di Bidang Kepabeanan Pasal
18, Barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah di selesaikan dengan cara :
a. diserahkan kembali kepada pemiliknya, dalam hal :
1) Telah memenuhi kewajiban pabean;
2) Penegahan barang dan/atau sarana pengangkut yang dilakukan tanpa
Surat Perintah penegahan karena alasan mendesak dan perlu, tidak
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atau Pejabat yang di
tunjuk;
3) Keberatan yang diajukan oleh pemilik barang dan/atau sarana
pengangkut di terima/disetujui oleh Direktur Jenderal atas nama
Menteri.
4) Keberatan sebagaimana di maksud dalam Pasal 17 ayat (1) tidak
mendapat putusan Direktur Jenderal atau Pejabat yang di tunjuk
setelah lewat waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak di terimanya
permohonan keberatan; atau
5) Tidak diperlukan untuk bukti di pengadilan, setelah di serahkan uang
pengganti yang besarnya tidak melebihi harga barang dan/atau sarana
pengangkut yang di tegah
b. di musnahkan karena barang tersebut busuk;
c. dilelang, karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya atau
pengurusannya memerlukan biaya tinggi, sepanjang bukan merupakan
barang yang di larang atau di batasi;
d. diserahkan kepada penyidik sebagai bukti dalam proses penyidikan;
e. dalam hal menyangkut barang yang dilarang atau dibatasi, menjadi milik
negara.
h.
i. Pengertian BTD, BDN, dan BMN
Menurut Pasal 1 PMK Nomor 62/PMK.04/2011 Tentang Penyelesaian
Terhadap Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang Yang Dikuasai
Negara, Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara :
A. Barang yang Dikuasai Negara yang selanjutnya disebut dengan BDN adalah:
a. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak
diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan
Pabean;
b. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan
Cukai; atau
c. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean
oleh pemilik yang tidak dikenal.
Penetapan BDN dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang
ditunjuk dengan mencantumkan dalam daftar mengenai BDN, yang kemudian di
bukukan dalam Buku Catatan Pabean mengenai BDN. BDN yang telah dibukukan
tersebut disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP.`
BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat
Bea dan Cukai yang bukan merupakan pelanggaran ketentuan Undang-Undang
Kepabeanan, dapat diserahkan kembali kepada pemiliknya apabila bea masuk dan
pajak impor telah dilunasi serta melengkapi dokumen yang ditentukan. Dan untuk
BDN yang merupakan pelanggaran ketentuan Perundang-undangan dapat di
serahkan kepada pemiliknya apabila kedua syarat diatas terpenuhi ditambah
dengan penyerahan uang pengganti serta barang yang bersangkutan tidak
diperlukan untuk bukti pengadilan.
B. Barang yang Menjadi Milik Negara yang selanjutnya disebut dengan BMN
adalah:
a. BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor,
kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
b. BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor,
yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau
tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean;
c. barang dan/ atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan
Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal;
d. barang dan/ atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean
oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean
atau tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean;
e. BDN yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor
atau diekspor; atau
f. barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk
negara.
Barang yang menjadi milik negara, sebelumnya merupakan barang-barang
yang dikuasai negara. Dalam ketentuannya, pemilik barang yang dikuasai negara
dapat mengajukan keberatan yang diajukan dengan memberikan permohonan
kepada menteri dalam jangka waktu 30 hari sejak diberitahukan oleh pejabat bea
dan cukai.
Penetapan BMN dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang
ditunjuk dengan mencantumkan dalam daftar mengenai BMN, yang kemudian di
bukukan dalam Buku Catatan Pabean mengenai BMN. Pejabat pengelola barang
menyampaikan kepada Menteri/Pengelola Barang mengenai BMN beserta usulan
penyelesaian BMN untuk dilelang, dihibahkan, dimusnahkan, dihapuskan,
dan/atau ditetapkan status peruntukannya.
j. Pengertian Pemusnahan
Berdasarkan PMK Nomor 83/PMK.06/2016 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemusnahan Dan Penghapusan Barang Milik Negara, Pemusnahan
adalah tindakan memusnahkan sik dan/atau kegunaan BMN.
Pemusnahan terhadap Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dirtikan sebagai tindakan
memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah. Jenis
pemusnahan ini umum ada di semua instansi pemerintah.
Pemusnahan terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai
(selanjutnya disingkat BTD), Barang yang Dikuasai Negara (BDN) dan Barang
yang Menjadi Milik Negara (selanjutnya disingkat BMN) sebagimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2011. Berdasarkan
Peraturan Menteri ini, pemusnahan diartikan sebagai kegiatan untuk
menghilangkan wujud awal dan sifat hakiki suatu barang.
Berdasarkan Pasal 2(2) PMK Nomor 83/PMK.06/2016 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemusnahan Dan Penghapusan Barang Milik Negara, Pemusnahan
dan Penghapusan BMN yang berada pada Pengelola Barang yang berasal dari:
a. eks kepabeanan dan cukai;
b. barang grati kasi;
c. barang rampasan negara;
d. aset bekas milik asing/Tionghoa;
e. eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama;
f. aset eks Pertamina;
g. perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan batubara;
h. aset lain-lain,
sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, mengikuti
ketentuan dalam Peraturan Menteri.
Berdasarkan Pasal 9(1) PMK Nomor 50/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Negara, BMN yang berada pada
Pengelola Barang dapat dilakukan Pemusnahan dalam hal :
a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat
dipindahtangankan; atau
b. alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.
Berdasarkan Pasal 6 Ayat 2 PMK Nomor 83/PMK.06/2016 Tentang Tata
Cara Pelaksanaan Pemusnahan Dan Penghapusan Barang Milik Negara,
Pemusnahan BMN:
a. dilakukan dengan cara:
- dibakar;
- dihancurkan;
- ditimbun;
- ditenggelamkan;
- dirobohkan; atau
- cara lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
b. dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan.
c. dilaporkan kepada Pengelola Barang, untuk pemusnahan BMN yang

berada pada Pengguna barang


7. Tata Cara Pelaksanaan Pemusnahan BMN Yang Berada Pada Pengguna
Barang Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 62/PMK.04/2011
1) Persiapan
Pengguna Barang melakukan persiapan pengajuan permohonan Pemusnahan
BMN, meliputi:
a. melakukan penelitian administratif, meliputi penelitian data dan dokumen
BMN;
b. melakukan penelitian fisik, untuk mencocokkan kesesuaian fisik BMN
yang akan dimusnahkan dengan data administratif, yang dituangkan dalam
laporan hasil penelitian.
Dalam rangka pelaksanaan Pemusnahan BMN, Pengguna Barang dapat
membentuk tim internal.
2) Permohonan Pemusnahan BMN
Pengguna Barang mengajukan permohonan Pemusnahan BMN kepada
Pengelola Barang yang sekurang-kurangnya memuat:
a. pertimbangan dan alasan Pemusnahan BMN; dan
b. data BMN yang akan dimusnahkan, sekurang kurangnya memuat
tahun perolehan, identitas barang, dan nilai perolehan dan/atau nilai
buku.
Permohonan Pemusnahan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disertai dokumen sebagai berikut:
a. Surat Pernyataan dari Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang
yang sekurang-kurangnya memuat:
Identitas Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang;
pernyataan mengenai tanggung jawab penuh atas kebenaran
permohonan yang diajukan, baik materiil maupun formil; dan
pernyataan bahwa BMN tidak lagi dapat digunakan,
dimanfaatkan, dan/ atau dipindahtangankan atau BMN harus
dilakukan Pemusnahan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam hal dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b tidak ada, maka dapat digantikan dengan:
a. dokumen lainnya seperti dokumen kontrak, akte jual beli, perjanjian
jual beli, dan dokumen setara lainnya yang dapat dipersamakan
dengan itu; atau
b. Surat Pernyataan bermeterai cukup yang ditandatangani oleh
pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/Lembaga
bersangkutan yang menyatakan bahwa BMN yang akan
dimusnahkan tersebut merupakan BMN pada
Kernenterian/Lembaga bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 13d PMK Nomor 240/PMK.06/2012 Tentang Tata Cara
Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Eks Kepabeanan Dan
Cukai, Usulan Pemusnahan dapat disetujui apabila:
1. busuk;
2. kadaluwarsa;
3. dilarang diekspor atau diimpor;
4. tidak mempunyai nilai ekonomis; atau
5. berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dimusnahkan.
3) Pelaksanaan Pemusnahan BMN Menurut Pasal 13
Pemusnahan BMN dilaksanakan setelah Pengguna Barang mendapat
persetujuan pemusnahan BMN. Selanjutnya pemusnahan tersebut
dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan
pemusnahan BMN, kecuali untuk BMN tertentu yang ditentukan lain dalam
perundang-undangan.
Pelaksanaan pemusnahan BMN dituangkan dalam Berita Acara
Pemusnahan (BAP) yang sekurang-kurangnya ditandatangani oleh Pengguna
Barang atau Kuasa Pengguna Barang.

Anda mungkin juga menyukai