Implikasi Aliran Positivisme Terhadap Pemikiran Hukum: Oleh: Johni Najwan, S.H., M.H., Ph. D
Implikasi Aliran Positivisme Terhadap Pemikiran Hukum: Oleh: Johni Najwan, S.H., M.H., Ph. D
Oleh :
Johni Najwan, S.H., M.H., Ph. D.2
ABSTRACT
Law positivism strictly separates the existing law and the law wich should
have properly been existing, isolates law from its non-legal elements, and
puts it in front ot he written law or regulations as a command from legal
authority. Hence, separating strictly the law from its non-legal aspects will
make the law lose its nature, i.e. moral values, justice and fidelity. As a result,
the effect of this is that positivism and legalism cannot be maintained in
social interaction of human beings.
I. PENDAHULUAN
Perkuliahan Filsafat Hukum pada Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Jambi.
2 Penulis adalah dosen serta Ketua Program Magister Ilmu Hukum Universitas
Jambi dan Doktor (Ph.D) di bidang Comparative Law dari Universiti Kebangsaan Malaysia.
18
filsafat secara metodologis adalah sangat penting. Bila merujuk pada
sejarah pemikiran Barat, seperti disebutkan Scheltens, filsafat
Law Positivism, Implication, Analytical Jurisprudence
B. Rumusan Masalah
Oleh karena itu, wajar jika positivisme menolak secara tegas hal-
hal yang bersifat transenden, karena mereka tidak lagi percaya kepada
doktrin Gereja. Sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh B.M.
Oliver sebagai berikut :
Tibalah saatnya bahwa setelah berhasil menghancurkan basis
religius untuk kesusilaan, maka sains berkewajiban untuk
memberikan sebuah basis rasional baru untuk tingkah laku
manusia, sebuah kode etik yang berkenaan dengan kepentingan-
kepentingan manusia di atas dunia, bukan kepentingan-
kepentingan manusia di akhirat.
5 J.B Watson, Psycological Care of Infant and Child. New York: Norton, 1934, hlm.
104.
anyone at random and train him to become any type of specialist
I might select; doctor, lawyer, artist, merchant, chief and yes,
even beggarmen and thief. Regardless of his talent, penchants,
tendencies, abilities, vocations, and race of his ancestors.
6 N.E Algra dan K. Van Duyvendijk, Mula Hukum Beberapa Bab Mengenai Hukum
dan Ilmu untuk Pendidikan Hukum dalam Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Bina Cipta, 1983,
hlm.132.
7 Ibid.
22 Law Positivism, Implication, Analytical Jurisprudence
Oleh karena itu, semua kebenaran didapati melalui ilmu-ilmu
pengetahuan, maka tugas filsafat tidak lain dari pada mengumpulkan dan
mengatur hasil penyelidikan ilmu-ilmu pengetahuan.8 Secara
Law Positivism, Implication, Analytical Jurisprudence 21
lebih lengkap, prinsip-prinsip aliran positivisme dikemukakan oleh Arief
Sidharta, sebagai berikut:9
5-6.
ini, Herman Soewardi mempertanyakan apakah external reality yang
diungkapkan oleh manusia itu exist independently from the mind atau
external reality is created by the mind. Menurutnya, masalah ini sulit
diselesaikan, mana yang sebenarnya.11 Pertanyaan ini pula yang telah
melahirkan beberapa aliran yang berbeda, ketika menjawab dari mana
munculnya ilmu. Aliran romantis menganggap bahwa teori/ilmu lahir dari
proses kreativitas yang dimulai dengan imajinasi dan ditopang intuisi,
contohnya, Denis Gabor, pemenang hadiah Nobel Fisika, menemukan
teori holografi ketika menonton tenis, dan Friederich Kukule menemukan
bagaimana atom-atom karbon terikat pada molekul benzin dalam mimpi.
11 Herman Soewardi, Nalar Kontemplasi dan Realita. Bandung: UNPAD, 1998, hlm.
169.
12 Jalaludin Rahmat. Op.Cit., hlm. 9-10
24 Law Positivism, Implication, Analytical Jurisprudence
bersifat transendental seperti moralitas, etika, dan nilai-nilai religius serta
hal-hal yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera.
Law Positivism, Implication, Analytical Jurisprudence 23
Netralitas ilmu dikemukakan secara tegas oleh P.W. Bridgaman berikut ini:
Sebab kalau secara pribadi aku harus berupaya agar temuan-temuanku
digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat saja, tentu aku
harus menghabiskan kehidupanku dengan mondar-mandir di
antara biro ramal untuk mengetahui penggunaan temuan-
temuanku, dan melakukan lobbying di Washington untuk
memperoleh perundang-undangan tertentu guna mengontrol
penggunaan-penggunaan tersebut. Aku tak mampu
melakukan kedua hal itu, sehingga kehidupanku akan gagal
dan produktivitas ilmiahku berhenti.13
13 PW. Bridgaman. Scientist and Social Responsibility. Dalam The Bulletin of The
Oleh aliran positivis hukum hanya dikaji dari aspek lahiriahnya, apa
yang muncul bagi realitas kehidupan sosial, tanpa memandang nilai-nilai
dan norma-norma seperti keadilan, kebenaran, kebijaksanaan, dan lain-
lain yang melandasi aturan-aturan hukum tersebut, maka nilai-nilai ini
tidak dapat ditangkap oleh panca indera. Sebenarnya positivisme hukum
juga mengakui hukum di luar undangundang, akan tetapi dengan syarat:
hukum tersebut ditunjuk atau dikukuhkan oleh undang-undang. Di
samping itu, pada dasarnya kaum positivisme hukum tidak memisahkan
antara hukum yang ada atau berlaku (positif) dengan hukum yang
seharusnya ada, yang berisi norma-norma ideal, akan tetapi kaum
positivis menganggap, bahwa kedua hal tersebut harus dipisahkan
dalam bidang-bidang yang berbeda.
16 Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 59.
17 Theo Haijbers. Op.Cit. hlm. 120.
18 Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil: Problematika Filsafat Hukum.
V. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Arief Shidharta, et.al. 1994. Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Frans Magnis Suseno. 1998. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Jakarta:
Gramedia.
Hans Kelsen. 1995. Teori Hukum Murni. Terjemahan. Jakarta: Rindi Press.
Hans Kelsen. 2007. General Theory of Law and State. Terjemahan Somardi.
Jakarta: Bee Media Indonesia..
J.B. Watson. 1943. Pshycological Care of Infant and Child New York: Norton.
N.E. Algra dan K.Van Duyvendijk. 1983. Mula Hukum Beberapa Bab Mengenai
Hukum dan Ilmu untuk Pendidikan Hukum dan
Pengantar Ilmu Hukum . Bandung: Binacipta.
P.W. Bridgaman. 1948. Scientist and Social Responsibility, dalam The Bulletin
of The Atomic Scientist, Vol, 4. No. 3, Maret