Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Sagaranten, September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Mengenal Lebih Dekat Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafii Rahimahullahu
a. Silsilah dan Kelahiran Imam Syafii
b. Sewaktu Imam Syafii dalam Kandungan
c. Pada hari Imam Syafii Lahir
d. Perjalanan Imam Syafii Dalam Menuntut Ilmu
e. Guru Imam SyafiI
f. Kitab-Kitab Karangan Imam Syafii
g. Wafatnya Imam Syafii
B. Sejarah Munculnya Madzhab Syafii
C. Periode Fiqih Imam Syafii
a. Periode Pertama
b. Periode Kedua
c. Periode Ketiga
D. Cara-Cara Ijtihad Imam Syafii
E. Qaul Qadim dan Qaul Jadid

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tarikh Tasyri merupakan salah satu kajian penting yang membahas sejarah
legislasi pembentukan hukum syariat Islam, asas tasyri dalam al Qur'an,
penetapan dan sumber hukum pada Nabi, para sahabat dan fuqaha dalam generasi
pertama. Tumbuhnya embrio golongan politik dan pengaruhnya atas perkembangan
hukum Islam masa berikutnya. Sehingga munculah istilah-istilah fiqh dan tokoh-
tokoh mujtahid, serta pembaruan pemikiran hukum pada masa pasca kejumudan
dan reaktualisasi hukum Islam di dunia Islam.
Oleh karena itu, untuk membuka jalan menuju destinasi serta mengetahui
urgensinya, maka perlu sebuah kajian dan pembahasan dalam memahami fiqih
Islam dengan bentuk kajian ilmiah sesuai dengan metodologi penyelidikan tentang
definisi syariat, fiqih, periodisasi perkembangan hukum Islam, sumber-sumber
hukum Islam serta madzhab-madzhab fiqih. Namun dalam makalah ini akan lebih
difokuskan terhadap pembahasan perkembangan tarikh tasyri pada masa Imam
Syafii.

B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami makalah ini, kami
mencoba merumuskan bebarapa topik atau masalah seputar perkembangan tarikh
tasyri pada masa Imam Syafii, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Biografi Imam Syafii Rahimahullahu?
2. Bagaimanakah Sejarah Munculnya Madzhab Syafii?
3. Kapan Saja Periode Fiqih Imam Syafii?
4. Bagaimana Cara Ijtihad Imam Syafii?
5. Apa Saja Pendapat Imam Syafii Mengenai Qaul Qadim dan Qaul Jadid?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengenal Lebih Dekat Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafii


Rahimahullahu
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, sesungguhnya Allah telah mentakdirkan
pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan sunnah dan akan
menyingkirkan pendusta terhadap Nabi Muhammad SAW. Kami berpendapat pada
seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada
seratus tahun berikutnya Allah mentakdirkan Imam Syafii.
1. Silsilah dan Kelahiran Imam Syafii
Beliau bernama Muhammad bin Idris. Gelar beliau abu abdillah. Orang
Arab dalam menuliskan nama biasanya mendahulukan gelar dari nama sehingga
nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris. Nasab beliau bertemu
dengan nasab Rasulullah SAW pada diri Abdu Manaf (suku Quraisy). Nasab
beliau dari ayahandanya ialah bin Idris bin Abbas bin Ustman bin Syafii bin
Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf.
Sedangkan dari ibunya ialah binti Fathimah binti Abdullah bin al Hasan bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib. Dari silsilah tersebut, jelaslah bahwa Imam
Syafii masih keturunan dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau dilahirkan di Gaza pada tahun 150 H dan wafat di Mesir pada
tahun 204 H. Ibunya keturunan Yaman dari kabilah Azdi dan memiliki jasa yang
besar dalam mendidik beliau. Sedangkan ayahnya meninggal dunia ketika beliau
masih dalam buaian. Kemudian ibunya membawa beliau ke Makkah agar dapat
hidup bersama orang-orang Quraisy, bertemu dengan nasabnya yang tinggi.
2. Sewaktu Imam Syafii dalam Kandungan
Ibunya bermimpi bahwa sebuah bintang telah keluar dari perutnys dan
terus naik membumbung tinggi, kemudian bintang itu pecah dan berserakan
menerangi daerah-daerah sekelilingnya. Ahli mimpi mentabirkan bahwa ia akan
melahirkan seorang putera yang ilmunya akan meliputi seluruh jagad.
3. Pada hari Imam Syafii Lahir
Ada dua orang ulama besar yang meninggal dunia, seorang di Baghdad
yaitu Imam Abu Hanifah dan di Mekkah yaitu Imam Ibnu Juraij al Makky.
Dengan peristiwa tersebut, orang-orang yang ahli dalam ilmu firasat meramalkan
bahwa ini suatu pertanda bahwa anak yang lahir ini akan menggantikan yang
meninggal dalam kemahiran dalam urusan pengetahuan.
4. Perjalanan Imam Syafii Dalam Menuntut Ilmu
Pusat ilmu pengetahuan pada masa itu adalah di Makkah, Madinah, Irak
(Kuffah), Syam dan Mesir. Selama beliau di Makkah, beliau berkecimpung dalam
menuntut ilmu pengetahuan khususnya yang bertalian dengan agama Islam sesuai
dengan kebiasaan anak-anak kaum Muslimin ketika itu. Imam Syafii belajar
membaca al Quran kepada Ismail bin Qusthanthein dan dalam usia 9 tahun
beliau telah dapat menghafal al Quan 30 juz.
Imam Syafii juga tertarik dengan syair-syair bahasa Arab klasik, sehingga
sewaktu-waktu beliau datang ke kabilah-kabilah Badui di Padang Pasir, kabilah
Hudzail, dan lain-lain. Terkadang beliau tinggal lama di kabilah tersebut untuk
mempelajari sastra Arab, sehingga akhirnya Imam Syafii mahir dalam
kesusastraan Arab kuno dan beliau juga hafal syair dari Imrun al Qais, syair
Zuheir dan Syair Djarir.
Beliau di kota Makkah belajar ilmu fiqih kepada Imam Muslim bin Khalid
az Zanniy, seorang guru besar dan mufti di makkah pada masa itu. Dan dalam
usia 10 tahun beliau mampu menghafal kitab fiqih karangan Imam Maliki yaitu
kitab al Muwatha. Karena kepandaiannya, dalam usia 15 tahun beliau diberi izin
oleh gurunya tersebut untuk mengajar di Masjidil Haram tentang hukum-hukum
yang bersangkutan dengan agama. Beliau juga belajar ilmu hadits kepada Imam
Sufyan bin Uyainah.
Setelah beliau menghafal kitab al Muwatha, beliau pergi ke Madinah
untuk belajar kepada Imam Malik. Sambil belajar dengan Imam Malik, beliau
juga menyempatkan diri untuk pergi ke perkampungan untuk bertemu dengan
penduduk dan juga pergi ke Makkah untuk bertemu dengan ibunya untuk
meminta nasihat. Dengan belajar ilmu pengetahuan kepada Imam Malik, beliau
mendapat banyak kenalan dari ulama-ulama yang datang ke Madinah untuk
belajar kepada Imam Malik.
Setalah 2 tahun di Madinah, Imam Syafii berangkat ke Irak (Kuffah dan
Baghdad), dimana beliau bermaksud untuk menemui ulama-ulama ahli fiqih dan
ahli hadits yang berada di Irak.
Sampai di Kuffah beliau menemui ulama-ulama sahabat almarhum Imam
Abu Hanifah, yaitu guru besar Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan dimana
Imam Syafii sering bertukar fikiran dan diberi pengetahuan tentang agama oleh
beliau berdua. Dalam kesempatan ini, Imam Syafii dapat mengetahui cara-cara
atau aliran fiqih dalam madzhab Hanafi yang agak jauh bedanya dengan cara-cara
atau aliran fiqih dalam madzhab Maliki. Imam Syafii ketika itu dapat mendalami
dan menganalisa cara-cara yang dipakai oleh kedua Imam itu.
Beliau tidak lama di Irak ketika itu dan terus mengembara ke Persi,
Anadholi (Turki), dan ke Ramlah (Palestina) dimana diperjalanan beliau banyak
menjumpai ulama baik Tabiin maupun Tabi-tabiin. Pada kesempatan ini beliau
mengetahui adat bangsa-bangsa selain bangsa Arab, hal ini nantinya membantu
beliau dalam membangun fatwanya dalam madzhab Syafii.
Sesudah 2 tahun mengembara, Imam Syafii kembali ke Madinah dan
kembali kepada guru besarnya yaitu Imam Maliki. Imam Maliki bertambah
kagum dengan ilmu Imam Syafii dan bahkan sudah ada pertanda dari Imam
Maliki bahwa ilmu Imam Syafii sudah melebihi ilmunya. Imam Maliki memberi
izin kepada Imam Syafii untuk memberi fatwa sendiri dalam ilmu fiqh, artinya
tidak berfatwa atas dasar aliran Imam Maliki dan juga tidak atas dasar aliran
Imam Hanafi, tetapi berfatwa atas dasar madzhab sendiri.
5. Guru Imam Syafii
Imam Syafii dari sejak kecil memang mempunyai sifat pecinta ilmu.
Maka sebab itu bagaimana pun keadaannya, beliau tidak segan menuntut ilmu
pengetahuan kepada orang-orang yang dipandangnya mempunyai keahlian
tentang ilmu yang sedang dituntutnya.
Di antara guru-guru beliau yang terkenal ketika beliau di Makkah, yaitu
Imam Muslim bin Khalid, Imam Ibrahim bin Said, dan Imam Sufyan bin
Uyainah; dan ketika di Madinah, yaitu Imam Malik bin Anas. Beliau tidak hanya
berguru kepada para ulama di kota Makkah dan Madinah, tetapi juga berguru
kepada ulama di negeri lainnya.
Demikian banyaknya guru dari Imam Syafii yang tidak mungkin
disebutkan satu-persatu, bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut nama-
nama ulama yang pernah menjadi guru beliau, cukuplah membaca kitab Musnad
Imam Asy Syafii.
6. Kitab-Kitab Karangan Imam Syafii
Imam Syafii selain seorang yang ahli dalam ilmu pengetahuan, beliau
adalah seorang pengarang kitab-kitab yang sangat berguna bagi dunia Islam.
Adapun kitab-kitab karangan beliau yang paling masyhur menurut riwayat yang
hingga kini masih tercatat adalah sebagai berikut:
a. Kitab Ar Risalah
Kitab ini khusus berisi ilmu Ushul Fiqh. Dalam kitab ini, Imam Syafii
mengarang dengan jelas tentang cara-cara beristimbath, mengambil hukum-
hukum dari al Quran dan Sunnah dan cara-cara orang beristidlal dari Ijma
dan Qiyas. Kitab ini diriwayatkan oleh Imam ar Rabi bin Sulaiman al
Murady.
b. Kitab Al Umm
Kitab ini merupakan karya terbesar Imam Syafii. Isi kitab ini menunjukkan
kealiman dan kepandaian beliau tentang ilmu fiqh, karena susunan
kalimatnya yang tinggi dan indah, ibaratnya halus serta tahan uji kalau
dipergunakan untuk bertukar fikiran bagi para ahli fikir yang ahli fiqih.
Tepatlah kalau kitab ini dinamakan al Umm yaitu ibu bagi anak-anak yang
sebenarnya.
7. Wafatnya Imam Syafii
Imam Syafii wafat pada tahun 204 H dalam usia 54 tahun. Rabiin bin
Sulaiman (murid Imam Syafii) berkata, Imam Syafii Rahimahullahu berpulang
kerahmatullah sesudah menunaikan ibadah shalat maghrib, petang Kamis malam
Jumat, akhir bulan Rajab dan kami makamkan beliau pada hari Jumat. Sorenya
kami lihat hilal bulan Syaban 204.

B. Sejarah Munculnya Madzhab Syafii


Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy Syafii setelah ilmunya tinggi dan
fahamnya begitu dalam dan tajam serta mendapatkan izin dari gurunya yaitu Imam
Maliki untuk memberi fatwa dalam fiqih sesuai dengan dasar madzhabnya sendiri,
beliau mulai berijtihad dalam menentukan hukum Islam terlepas dari fatwa-fatwa
gurunya baik Imam Maliki maupun Imam Hambali.
Perlu diketahui bahwa Imam Syafii sebelum melawat ke Irak adalah
termasuk salah seorang ulama pengikut madzhab Maliki karena beliau banyak
mendapatkan ilmu pengetahuan dari Imam Maliki. Beliau mengajarkan kitab al
Muwatha karangan Imam Maliki kepada para ulama yang datang berkunjung dari
luar Madinah. Dan setelah beliau melawat ke Irak, beliau mengajarkan kitab al
Ausath karangan Imam Hanafi serta mempelajari aliran madzhabnya.
Setelah beliau melawat ke Irak, beliau menemui beberapa peristiwa yang
baru. Kemudian beliau menyesuaikan pendapat-pendapatnya mengenai hukum
dengan beberapa peristiwa baru tersebut. Setelah sekitar 2 tahun di Irak, beliau
melawat ke Mesir dan menetap disana, lalu timbul pula daripadanya beberapa
perubahan dari pendapat-pendapatnya yang lama ketika di Irak. Kemudiian beliau
menyesuaikan pendapatnya dengan beberapa peristiwa yang baru yang ada di Mesir.
Pada umumnya ketika Imam Syafii datang ke Mesir, para penduduk di kala
itu merupakan pengikut madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Kemudian setelah
beliau mengajarkan pendapatnya yang baru di masjid Amr bin Ash, maka mulai
berkembanglah aliran madzhab beliau di Mesir.
Jadi pada mulanya berkembangnya madzhab Syafii ialah di Mesir.
Kemudian berkembang pula di Irak dan mendapat kemajuan di Baghdad.

C. Periode Fiqih Imam Syafii


1. Periode Pertama
Makkah adalah periode pertama Imam Syafii berkiprah dalam bidang
fiqih. Setelah meninggalkan kota baghdad, dia tinggal di Makkah selama
sembilan tahun. Di kota Makkah ini dia telah mencurahkan waktunya untuk
terjun di dunia ilmu pengetahuan. Di sana ia benar-benar telah mendapatkan
kematangan ilmunya dan mampu menghimpun berbagai hadits yang
sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Karena itu, Imam Syafii sering
menemukan pertentangan antara hadits yang satu dengan yang lainnya dan
dalam tataran praktis dia harus mengunggulkan satu pendapat di antara
pendapat-pendapat lainnya. Pengunggulan pendapat tersebut bisa dilihat dari
segi sanad hadits yang dijadikan sandarannya atau dari segi ketidakberlakuan
sebuah dalil (nasikh mansukh).
Di Makkah Imam Syafii juga mendalami dalil-dalil al-Quran dan
menghimpun berbagai hadits. upaya tersebut membuatnya tahu sejauh mana
kedudukan hadits di sisi al-Quran kitab ar-Risalah adalah buah karya Imam
Syafii selama periode makkah yang sengaja ia susun atas permintaan
Abdurrahman al-Mahdi.
2. Periode Kedua
Imam Syafii datang ke kota Baghdad pada tahun 195 H. Dia tinggal di
sana selama kurang lebih tiga tahun. Pada masa ini Imam Syafii mulai
mengeksplorasi berbagai pendapat ahli fiqih yang semasa dengannya, pendapat
dari para sahabat dan tabiin. Di masa ini pula Imam Syafii mulai
mengekspresikan pendapat-pendapatnya dengan berpijak pada ushulnya.
Kemudian Imam Syafii memilih pendapat yang lebih mendekati ushulnya.

3. Periode Ketiga
Imam Syafii menghabiskan periode ketiga ini setelah dia pindah ke Mesir
pada tahun 199 H. Di sana dia menetap selama empat tahun, hingga wafat. Di
sanalah Imam Syafii mengalami kematangan-kematangannya.
Mengenai sumber fiqihnya, Imam Syafi;i memiliki lima sumber yang
kesemuanya dituturkan dalam kitabnya al-Umm. Dia berkata Ilmu memiliki
bebeerapa ingkatan: pertama, al-quran dan as-sunnah yang dianggap valid.
Kedua, ijmak dan ini berlaku apabila yang sedang digali tidak ditemukan,
baik di dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Ketiga, pendapat salah satu sahabat
lain yang menentangnya. Keempat, sesuatu yang telah disepakati oleh para
sahabat Nabi Saw. Kelima, Qiyas. Ketahuilah tidak ada sesuatu yang bisa
dijadikan referensi, selama ada al-quran dan hadits.

D. Cara-Cara Ijtihad Imam Syafii


Seperti Imam Madzhab lainnya, Imam Syafii menentukan thuruq al-
istinbath al-ahkam tersendiri. Adapun langkah-langkah ijtihadnya adalah sebagai
berikut :
1. Dhahir-dhahir Al-Quran selama belum ada dalil yang menegaskan, bahwa
yang dimaksud bukan dhahirnya.
2. Sunnatur Rasul
As-Syafii mempertahankan hadits ahad selama perawinya kepercayaan,
kokoh ingatan dan bersambung sanadnya kepada Rasul. Beliau tidak
mensyaratkan selain daripada itu. Lantaran itulah beliau dipandang Pembela
Hadits. Beliau menyamakan Sunnah yang shahih dengan Al-Quran.
3. Ijma menurut pahamnya ialah : tidak diketahui ada perselisihan pada
hukum yang dimaksudkan. Beliau berpendapat, bahwa meyakini telah terjadi
persesuaian paham segala ulama tidak mungkin.
4. Qiyas, beliau menolak dasar istihsan dan dasar istishlah.
Metodologi ijtihad Imam Syafii tidak ada yang menggunakan logika kecuali
terbatas pada Qiyas saja.
5. Istdlal.
6. As-Syafii dapat memahamkan dengan baik fiqh ulam Hijaz dan fiqih ulama
Iraq dan beliau terkenal dalam medan munadharah sebagai seorang yang
sukar dipatahkan hujjahnya.

E. Qaul Qadim dan Qaul Jadid


Ahmad Amin (II, t.th:231) menjelaskan bahwa ulama membagi pendapat as-
syafii menjadi dua: qaul qadim dan qaul jadid. Qaul qadimadalah pendapat as-
syafii yang dikemukakan dan di tulis di Irak. Sedangkanqaul jadid adalah pendapat
imam as-syafii yang dikemukakan dan di tulis di Mesir.
Muhammad Syaban Ismail mengatakan bahwa pada tahun 195 H, Imam
Syafii tinggal di irak pada zaman pemerintahan al-Amin. Di Irak, ia belajar kepada
ulama Irak dan banyak mengambil pendapat Ulama Irak yang termasuk ahlu rayi.
Di antara ulama irak yang banyak mengambil pendapat Imam Syafii dan berhasil
dipengaruhinya adalah Ahmad Ibn Hanbal, al-Karabisi, al-Zafarani, dan Abu Tsaur.
Setelah tinggal di Irak, as-Syafii melakukan perjalanan ke Mesir kemudian
tinggal di sana . di Mesir, ia bertemu dengan (dan berguru kepada ) ulama Mesir
yang pada umumnya sahabat Imam Malik. Imam Malik adalah penurus fikih ulama
Madinah yang dikenal sebagai ahli hadits . karena perjalanan intelektualnya itu,
imam as-Syafii mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian disebut qaul
jadid. Dengan demikian, qaul qadim adalah pendapat imam as-syafii yang bercorak
rayu. Sedangkan qaul jadid adalah pendapatnya yang bercorak hadits.
Sebab terbentuknya qaul qadim dan qaul jadid adalah karena imam Syafii
mendengar (dan menemukan) hadits dan fiqih yang diriwayatkan ulama mesir yang
tergolong ahlu hadits.ada yang mengatakan bahwa pendapat imam Syafii yang
didektekan dan ditulis di Irak disebut qaul qadim.
Para ahli berkesimpulan bahwa munculnya qaul jadid merupakan dampak
dari perkembangan baru yang dialami oleh imam Syafii dari penemuan hadits,
pandangan, dan kondisi sosial baru yang tidak ia temui selama ia tinggal di Irak dan
di Hijaz . dan diantara pendapat qaul jadid ini dimuat di Kitab Al-Umm.
Contohnya, dalam masalah tertib wudhu. Qaul qadim mengatakan orang
yang wudhunya tidak tertib karena lupa adalah sah. Sedangkan qaul jadid
mengatakan bahwa orang yang wudhunya tidak tertib, meskipun karena lupa adalah
tidak sah. Contoh lain dalam masalah tayamum. Qaul qadim mengatakan bahwa
seseorang dibolehkan tayamum dengan pasir. Sedangkan qaul jadid mengatakan
bahwa seseorang tidak dibolehkan tayamum dengan pasir.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Imam Syafii merupakan salah satu dari keempat imam madzhab yang
termasyhur. Beliau adalah imam yang memiliki karakteristik akhlak yang mulia dan
memiliki kecerdasan yang luar biasa sehingga banyak gelar dari para ulama lain
untuknya.
Kiprah Imam Syafii yang cemerlang berakhir dengan wafatnya tetapi
ilmunya takkan pernah habis dimakan waktu. Cinta manusia terhadanya, ilmu dan
karya-karyanya masih tetap memenuhi bumi sampai sekarang. Tidak satu pun
dijumpai ulama besar kecuali berhutang kepada Imam Syafii.

B. Saran
Demikianlah yang dapat penulis paparkan sedikit tentang biografi Imam
Asy-Syafii. Setelah mengetahuinya, moga menjadikan ghirrah kepada kita sebagai
Thalabul Ilmi untuk dijadikan contoh dalam hidup kita dalam mensejahterakan
seluruh ummat Islam, terkhusus bagi kesejahteraan Negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

o Abbas, Siradjuddin, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafii, (Jakarta: Pustaka


Tarbiyah, 1972).
o Al-Fayyumi, Ibrahim, Muhammad, Imam Syafii Pelopor fikih dan Sastra, (Jakarta:
Erlangga), 2009.
o Khalil, Rasyad Hasan, Tarikh Tasyri (Sejarah Legislasi Hukum Islam), ( Jakarta:
AMZAH, 2009).
o Khalil, Munawar, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1955).
o Mubarok, Jaih, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam,(Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2000).
o Ash Shiddiqiey, Muhammad Hasbi Teungku, Pengantar Hukum Islam, (Semarang :
PT. Pustaka Rizki Putra

Anda mungkin juga menyukai