A. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mikrobakterium tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi (Mansjoer, 2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2002).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis
Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru yang
disebabkan oleh mukobakterium tuberkulosis yang menimbulkan gejala yang
bervariasi.
B. Penyebab
Tuberculosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang,
ukuran panjang 1 4 /mm dan tebal 0.3 0.6 / mm. sebagian besar kuman terdiri
atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang menyebabkan kuman lebih tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman terdapat pada sifat
dormant. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberculosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan O2. dalam hal
ini tekanan bagian apical paru-paru lebih tinggi daripada bagian dalamnya,
sehingga bagian apical ini merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis.
C. Cara Penularan
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara ( pernapasan ) menurut
kondisinya digolongkan menjadi 2 hal yaitu :
F. Pathway
TB primer/aktif
Batuk produktif
Kurangnya intake
Perubahan nutrisi kurang dari
makanan
kebutuhan tubuh
Bakterimia
Pembentukan konverns
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah rutin (LED normal/meningkat dan leukosit sedikit
meninggi)
2. Foto torak/rotgent, gambaran yang menunjang diagnosis TB
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru/segmen epikal lobus bawah.
b. Bayangan herawan (patchy) atau bercak-bercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tinggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya kalsifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
3. Pemeriksaan sputum BTA, test montaux/tuberkulin positif
4. Test PAP (piroksidoe anti peroksidea) 196 spesifik terhadap hasil TB.
(Mansjoer, 2001)
H. Penatalaksanaan Medik
Obat yang sering dipakai dibagi menjadi 2 golongan, diantaranya adalah :
1. Obat Primer
a. Isoniazid (H)
b. Rifampisin (R)
c. Pirazinamid (Z)
d. Streptomisin
e. Etambutol (E)
2. Obat sekunder
a. Ekonamid
b. Protionamid
c. Sikloserin
d. Kanamisin
e. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
f. Tiasetazon
g. Viomisin
h. Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
1. Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif
tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif
menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat
dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih
panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan obat kategori 1 :
Tahap Lama (H) / day R day Z day F day Jumlah
Hari X
Nelan Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 54
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Fokus pengkajian fisik pada pasien tuberculosis paru tergantung pada
tahap dan derajat penyakitnya diantaranya:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : - Kelelahan umum dan kelemahan
- Nafas pendek karena kerja
- Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari,
menggigil dan/atau keringat.
Tanda : - Takikardi, takipnea/dispnea pada kerja
- Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut).
b. Integritas ego
Gejala : - Adanya faktor stress lama
- Masalah keuangan, rumah
- Perasaan tak berdaya/tak ada harapan
- Populasi budaya/etnik : Amerika asli atau imigran dari
Amerika tengah, Asia Tenggara, Indian, Anak benua.
Tanda : - Menyangkap (khususnya selama tahap dini)
- Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
c. Makan/cairan
Gejala : - Kehilangan nafsu makan
- Tak dapat mencerna
- Penurunan berat badan
Tanda : - Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik
- Kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : - Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : - Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah.
e. Pernafasan
Gejala : - Batuk produktif atau tak produktif
- Nafas pendek, riwayat TB/terpajan pada individu
terinfeksi.
Tanda : - Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dalam pleura.
- Pengembangan pernafasan tak simetris (efusi pleura)
- Perkusi pekak dan penurunan premitus (cairan pleural atau
penebalan pleural). Bunyi nafas menurun/tak ada secara
bilateral atau unilateral (efusi pleural/penemutorak). Bunyi
nafas tubeler dan/atau bisikan nektoral diatas lesi luas.
Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat
setelah bentuk pendek (Krekels po ttn ssic)
- Karakteristik sputum: hijau/purulen, mokoid kuning, atau
bercak darah.
- Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik)
- Tak perhatian (mudah terangsang yang nyata, perubahan
mental (tahap lanjut).
f. Keamanan
Gejala : - Adanya kondisi penekanan imun (AIDS, CA) test HIV (+)
Tanda : - Demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Gejala : - Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
(Doengoes, 2000 : 241)
2. Focus intervensi
a. Resti penyebaran/aktivasi ulang infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja, silia/statis sekret,
kerusakan jaringan, penurunan pertahanan, mal nutrisi terpajan
lingkungan.
KH :
1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko
penyebaran infeksi.
2) Menunjukkan tehnik/melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi:
1) Kaji patologi dan potensial penyebaran infeksi.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh keluarga teman dan
lain-lain.
3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin menutup mulut dan
menghindari meludah sembarang tempat, kontrol infeksi
(musker/isolasi)
4) Awasi suhu sesuai indikasi
5) Dorong memilih/mencerna makanan seimbang
6) Kolaborasi: pemberian obat TB.
b. Resti terhadap kerusakan pertukaran gas b/d penurunan permukaan
efektif paru, ateleksasi, kerusakan membran aveolus, kapiler, sekret bebal,
odema bronkial.
KH : Melaporkan adanya/penurunan dispnea, perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat.
Intervensi:
1) Kaji dispnea takepnea, bunyi nafas ekspansi, dinding dada dan
kelemahan.
2) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran warna kulit & membran
mukosa.
3) Dorong bernafas bibir selama ektalasi.
4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas
perawatan diri sesuai keperluan.
5) Kolaborasi : pemberian lab, pemberian O2 tambahan.
c. Tidak efektif kebersihan jalan nafas b/d sekret kental/sekret darah,
kelemahan, upaya batuk, edema trakeal, faringeal.
KH :
Mempertahankan jalan nafas, pengeluaran sekret tanpa bantuan,
berpartisipasi dalam progranm pengobatan.
Intervensi:
1) Kaji fungsi pernafasan (bunyi, kecepatan, irama dan kedalaman)
2) Catatkemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
3) Beri posisi semi/foler, betuk efektif dan latihan nafas dalam.
4) Pertahankan mukosa cairan sedikitnya 2500 ml/hari.
5) Kolaborasi: O2 inspirasi, obat sesuai indikasi
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan,
dispnea produksi sputum, anorexia
KH: Menunjukkan BB meningkat, nilai laboratorium normal, bebas
tanda mal nutrisi, perubahan perilaku/pola hidup.
Intervensi:
1) Catat status nutrisi pada penerimaan, turgor kulit, BB, tonus usus
2) Pastikan pola diit biasa pasien yang disukai/tidak disukai.
3) Awasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik
4) Selidiki anoreksia, mual dan muntah frekuensi volum, konsistensi
fisik.
5) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernafasan.
6) Dorong makan sedikit dan sering dengan TKTP
7) Kolaborasi: ahli diit, terapi pernafasan, pemeriksaan lab.