Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

KELUARGA DENGAN HIPERTENSI


DI DUSUN JENE TALLASA DESA PANAIKANG KAB. GOWA

DI SUSUN OLEH :

BEATREX. NATALIA SOUMOKIL, S.Kep


16.04.012

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM PROFESI NERS
2016/2017
A. Konsep Keluarga
1. Pegertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga.
Terdapat pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang
keluarga. UU. No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar
konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994) mendefinisikan keluarga
adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang
laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak,
baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah
tangga.
Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga beserta
beberapa orang anggotanya yang terkumpul dan tinggal dalam satu
tempat karena pertalian darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang
satu sama lainnya saling tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998)
mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga. Bailon dan Maglaya (1989) mendefiniskan keluarga adalah
dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam
peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu kebudayaan. Effendy (2005), Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.
Pengertian yang disampaikan para ahli terdapat beberapa
persamaan antara lain antara Sayekti (1994), Dep. Kesehatan. RI
(1988), Bailon dan Maglaya (1989) dan Effendi (2005) yaitu keluarga
tergabung karena adanya hubungan perkawinan. namun terdapat
perbedaan pandangan yaitu pandangan dari Friedman (1998) yang
tidak menyebutkan secara spesifik adanya hubungan perkawinan
dalam rumah tangga, hanya menyebutkan adanya keterikatan aturan
dan emosional, tetapi pada prinsipnya sama yaitu adanya perkumpulan
dua orang atau lebih yang hidup bersama, adanya aturan didalamnya,
dan adanya interaksi antar anggota keluarga.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut di atas
maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika
terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan
masing-masing mempunyai peran sosial
a. Tujuan dasar keluarga
Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga,
mempunyai suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama
keluarga adalah sebagai perantara yaitu menanggung semua harapan
dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubah
sampai taraf tertentu hingga dapat memenuhi kebutuhan dan
kepentingan setiap individu dalam keluarga.
b. Struktur keluarga
Struktur keluarga menurut Effendy (1998:33) terdiri dari
bermacam-macam, diantaranya: patrilineal, matrilineal, matrilokal,
patrilokal dan keluarga kawinan.
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu
disusun melalui jalur garis ayah, sedangkan matrilineal adalah sama
dengan patrilineal hanya hubungan disusun berdasarkan garis ibu.
Matrilokal merupakan sepasang suami-istri yang tinggal dengan
keluarga sedarah istri berbeda dengan patrilokal merupakan kebalikan
dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga sedarah suami.
Sedangkan keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai
dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang
menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau
istri.
c. Ciri ciri struktur keluarga
Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy
(1998:33) yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur
keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling
ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu
setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai
keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.
Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga
mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.
d. Type-type keluarga :
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan
keilmuan serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno,
SKp (2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1.
kelompok tradisional, 2. Kelompok non tradisional.
Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti
(Nuclear Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya.
dan keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-
nenek, paman-bibi).
Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu kelompok
tradisional dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain
yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru
yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan
pasangannya, orang tua tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga
yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anaknya akibat
perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu dengan anak tanpa
perkawinan yang sah (The unmarried teenage mother), orang dewasa
laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
(The single adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan
sebelumnya (The non marital heterosecual cohabiting family) dan
keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama
(gay and lesbian family).
Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang disampaikan
oleh Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/
bentuk keluarga, yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu keluarga
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended
family) yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.
Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu
keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu
kali dan merupakan satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single
family) yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian,
jika suami meninggal maka yang ada adalah keluarga janda dan bila
istri meninggal maka yang terbentuk adalah keluarga duda, bila bentuk
keluarga yang terjadi kerena perceraian maka akan terbentuk dua
keluarga yaitu keluarga duda dan keluarga janda. Keluarga
berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang pria
dengan lebih dari satu istri dan masih hidup bersama. Keluarga kabitas
(Cahabitation) yaitu dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga.
e. Tahap dan tugas perkembangan keluarga
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas
perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang
lain. Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan
keluarga, yaitu: menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap
perkembangan terdiri dari : keluarga antara masa bebas (pacaran)
dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan,
keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai
sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai
melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.
Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan
keluarga dibagi dalam 8 tahap perkembangan yaitu: keluarga baru
menikah, keluarga dengan anak baru lahir (usia anak tertua sampai 30
tahun), keluarga dengan anak prasekolah (usia anak tertua 2 tahun -5
tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (usia anak tertua 6-12
tahun), keluarga mulai melepaskan anak sebagia dewasa (anak-
anaknya mulai meninggalkan rumah), keluarga yang hanya terdiri dari
orang tua saja/ keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan
rumah), keluarga lansia.
Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai
dari pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.
Dalam tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu
membina hubungan intim yang memuaskan pasangannya, membina
hubungan dengan keluarga lain, teman dan keluarga sosial.
Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan
anak baru lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai
dengan 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah
mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya
anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan,
mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak
usia pra sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan
memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman, membantu anak untuk bersosialisasi,
beradaptasi dengan anak yang beru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain yang lebih tua juga harus terpenuhi, mempertahankan
hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga, pembagian
waktu untuk individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung jawab
anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga dengan
anak usia sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah
membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah
dan lingkungan lebih luas ( yang tidak diperoleh dari sekolah atau
masyarakat ), tugas yang lain adalah mempunyai keintiman pasangan,
memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan
kesehatan anggota keluarga.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak
remaja. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memberikan
kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak
remaja adalah sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi,
mempertahankan hubungan intim dalam keluarga, mempertahankan
komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, mempersiapkan
perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.
Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai
melepaskan anak sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini adalah
memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga
besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu anak untuk
mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat, penataan kembali peran
orang tua dan kegiatan dirumah.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan usia
pertengahan. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan
mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan,
mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-
anaknya dan sebaya, meningkatkan keakraban pasangan.
Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan adalah
keluarga usia tua. Tugas pada perkembangan ini adalah
mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangan, adaptasi dengan perubahan yang akan
terjadi, kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga,
mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat dan melak
life review masa lalu.
f. Pemegang kekuasaan dalam keluarga
Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam
mengatur kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi
pemegang kekuasaan dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga
jenis yaitu keluarga patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan
dalam keluarga adalah pihak ayah. Sementara pada keluarga matriakal
pihak ibu lebih dominan dan sebagai pemegang kekuasaan. Dan yang
ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah
dan ibu sama-sama memegang kekuasaan.
g. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam
posisi dan situasi tertentu. Effendy (1998: 34) membagi peranan
keluarga dalam tiga peranan yaitu peranan ayah, peranan ibu dan juga
peranan anak. Peranan ayah adalah sebagai suami dari istri dan ayah
dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung
dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari
kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungan.
Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-
anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga,
sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai
salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, Apabila dalam
keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan,
peranan ibu, juga ada peranan anak.
Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-
sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental,
sosial dan spriritual.
h. Fungsi keluarga
Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam
menunjang kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai
perbedaan dalam menyebutkan fungsi dalam keluarga.
Friedman ( 1998:13 ) mengidentifikasikan lima fungsi dasar
keluarga, yaitu: Fungsi afektif. Fungsi afektif berhubungan erat dengan
fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga.
Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan
dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga
saling mempertahankan iklim yang positif. Komponen yang perlu
dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah;
saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menrima, saling
mendukung, saling menghargai, dan ikatan antar anggota keluarga
dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada
berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.
Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek
merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga.
Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul
karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan
perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social
dan belajar berperan dalam lingkungan social (Friedman, 1998:13).
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui
interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan
dalam sosialisasi.
Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
Dengan adanya program keluarga berencana maka fugsi ini sedikit
terkontrol.
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga
untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti
kebutuhan akan makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung
(rumah).

Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk


melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhai status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah
kesehatan keluarga.

Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang kemudian


dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun
tugas kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal masalah
kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat,
memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit,
mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat dan
mempertahankan hubungan dengan (menggunakan ) fasilitas kesehatan
masyarakat.
Fungsi keluarga menurut ahli yang lain yaitu Effendy
(1998:35), membagi fungsi keluarga menjadi fungsi biologis, fungsi
psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan.
Fungsi biologis keluarga adalah untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak. Memenuhi kebutuhan gizi
keluarga dan memelihara serta merawat anggota keluarga juga
merupakan fungsi biologis yang dapat dijalankan keluarga (Effendy,
1998:35).
Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga adalah
memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di
antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga serta memberikan identitas keluarga. Adapun fungsi
sosialisasi keluarga yaitu membina sosial pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak
dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya keluarga (Effendy,
1998:35).
Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari
sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan
pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya sesaat, tetapi
terus berlanjut sehingga keluarga perlu dapat mengatur ekonomi
keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan baik sekarang maupun
yang akan datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan datang,
keluarga dapat menabung yang berguna untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan
anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya (Effendy, 1998:35).
Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga mempunyai
fungsi pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga adalah
menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki
dan berguna untuk mempersiapkan anak dalam memenuhi peranannya
sebagai orang dewasa. Keluarga juga melaksanaan fungsi pendidikan
baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik anak sesuai
dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Effendy, 1998:35).
Dari berbagai fungsi di atas, Effendy (1998:36) menyebutkan
tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan
asah. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka
tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan
anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan
menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan
spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan
anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam
mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan menyekolahkan
anak-anak (Effendy, 1998:36).

Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi delapan


(UU No. 10. tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi
keagamaan. Keluarga berfungsi dalam membina, menerjemahkan,
memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari, melengkapi dan
menambah proses kegiatan belajar keagamaan dan membina rasa,
sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama. Hal ini dalam
keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam
meneruskan norma dan budaya masyarakat dan bangs, membina dalam
menyaring budaya asing yang tidak sesuai, membina dalam pemecahan
masalah dari pengaruh negatif globalisasi, membina agar berperilaku
positif dan membina budaya yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia
yang selaras, sesuai dan seimbang.
Dalam fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan
menumbuhkembangkan potensi kasih sayang, membina tingkahlaku,
membina praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu
memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.
Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman keluarga baik
fisik maupun psikis dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga.
Fungsi reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi sehat dengan
memberikan contoh kaidah kaidah pembentukan keluarga baik yang
berkaitan dengan melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam
keluarga sebagai modal kondusif keluarga. Fungsi sosialisasi,
membina proses sosialisasi dalam meningkatkan kematangan dan
kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat positif.
Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi,
mengelola, mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian
lingkungan, dengan membina kesadaran, sikap, praktik perilaku
pelestarian lingkungan.
Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa
keluarga mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam
mewujudkan keluarga yang penuh dengan sifat asah, asih dan asuh
sehingga dapat terpenuhi tujuan dalam pembentukan keluarga yang
sejahtera.

i. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan


Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas
pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara.
Suprajitno (2004:16) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan
oleh keluarga yaitu mengenal gangguan atau masalah perkembangan
kesehatan setiap anggota keluarga, setelah mengenal keluarga
diharapkan mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
yang tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan kepada
anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu
dirinya karena cacat atau usia yang terlalu muda.
Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga
diharapkan dapat memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi
dampak dari lingkungan yang tidak sehat baik didalam maupun diluar
rumah. Suprajitno (2004:18) menambahkan keluarga memannfaatkan
dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan dalam menjamin kondisi yang
sehata didalam keluarga.
2. Proses Keperawatan Keluarga

Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses keperawatan


keluarga terdapat berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan dimana
perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit
terkecil d\atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagi tujuannya
dan melalui perawatan kesehatan sebagai sarananya. Sedangkan menurut
Effendi (1998:46) Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang
digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan
dan melaksanakan intervensi terhadap keluarga sesuai dengan rencana
yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang
dilaksanakan terhadap keluarga.
Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan
keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam
kerangka referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah (Yora &
Walsh, 1979 dikutip oleh Friedman, 1998:54).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan
kesehatan keluarga dipusatkan pada keluarga dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan keluarga dalam status kesehatan keluarga.
Proses keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang
disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap
ke tahap. Menurut Friedman (1998: 55) membagi proses keperawatan
kedalam lima tahap yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga,
identifikasi masalah keluarga dan individu atau diagnosa keperawatan,
rencana perawatan, implemntasi rencana pengerahan sumber-sumber dan
evaluasi perawatan.
Effendi (1998:45) menambahkan, dalam melakukan asuhan
keperawatan kesehatan keluarga dengan melalui membina hubungan
kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan kontrak
dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk
membantu keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga,
menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan membina komunikasi
dua arah dengan keluarga.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang
dibinanya (Suprajitno, 2004:29). Pengkajian merupakan langkah awal
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data
pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat
diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-
hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi
pengumpulan informasi dengan cara sistematis dengan menggunakan
suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa
(Friendman, 1998: 56)
a.1. Pengumpulan data
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur,
pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
Pada umumnya penderita hipertensi merupakan penyakit
yang dipengaruhi oleh pola hidup terutama pola hidup yang
salah, pola hidup yang berhubungan dengan emosi yang negative
seperti emosi yang tidak terkendali atau temperamental,
ambisius, pekerja kerasyang tidak tenang, takut dan kecemasan
yang berlebihan (Indomedia, 2002).
2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi
oleh Keluarga. Pada keluarga dengan hipertensi sering
dijumpai pola makan yang tidak benar seperti mengkosumsi
makanan yang banyak mengandung zat pengawet ,makanan
yang asin serta emosi yang negatif
b. Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit
hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan digunakan
untuk upaya pencegahan dan pengobatan dini karena dapat
mencegah timbulnya komplikasi (Rokhaeni,2001:115).
c. Pengobatan tradisional
Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan
tradisional, yaitu minum sari bawang putih yang ditumbuk
halus dan diberi air secukupnya di minum pagi dan sore
(Hariadi, 2001:26). Hipertensi akan menjadi parah dan
menimbulkan komplikasi bila pasien tidak memilih
pengobatan tradisional hipertensi yang benar dan tepat justru
akan memperparah dan bahkan akan menimbulkan gangguan
pada organ lain seperti hati, ginjal dan lambung.
3) Status Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam
mengenal hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh
pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil
keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
b. Pekerjaan dan Penghasilan
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap
keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada
angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena
hipertensi. Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak
seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
4) Tingkat perkembangandan riwayat keluarga
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk
riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan
yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam
kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap
psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan cemas
stres(friedmen, 1998:125).
5) Aktiftas
aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan
tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau
waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.
6) Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti
lantai rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat
mengurangai factor penyebab terjadinya hipertansi dan juga
ketenangan dalam rumah tangga dapat memperkecil serangan
hipertensi.
b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi
oleh lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat
mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada
hipertensi
c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor
pencetus terjadinya hipertensi dimana akan menyebabkan
cemas merupakan factor resiko hipertensi.

7) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi
perawat dengan pasien adalah berdasarkan komunikasi.
Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman
usaha mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran
dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara
verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang
tinggi.
b. Struktur Kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam
kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat
menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam
hipertensi.

c. Struktur peran
Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap
peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota
keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan
sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai
dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam
keluarga (Friedman, 1998).
8) Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota
keluarganya yang menderita hipertensi, maka akan
menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini
akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah
seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya
partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit (Friedman, 1998).

b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota
keluarga yang menderita hipertensi dalam bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak
memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan
mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan
ini mengancam status emosi menjadi labil dan mudah
stress.
c. Fungsi kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya
a) Mengenal masalah kesehatan
Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah
kesehatan pada keluarganya, salah satunya adalah
disebabkan karena kurang pengetahuan (Effendy,
1998:50). Bila keluarga tidak mampu mengenali
masalah hipertensi yang disertai anggota
keluarganya, maka hipertensi akan berakibat
terjadinya komplikasi.
b) Mengambil keputusan.
Ketidaksanggupan keluarga mengambil
keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat,
disebabkan karena tidak memahami mengenai sifat,
berat dan luasnya masalah tidak begitu menonjol
(Eendy, 1998:50).
c) Merawat anggota keluarga yang sakit
Ketidakmampuan merawat anggota keluarga
yang sakit disebabkan karena tidak mengetahui
keadaan penyakit, misalnya komplikasi, progrfosis,
cara perawatan dan sumber-sumber yang ada dalam
keluarga.
d) Memelihara lingkungan rumah yang sehat
Keluarga diharapkan mengetahui
keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan
yang sehat, dan menyadarinya sebagai salah satu
media perawatan bagi anggota keluarga yang sakit.
Lingkungan rumah yang berdebu dan asap
rokok bisa menjadi pemicu serangan hipertensi
(Sundaru, 2001). Dengan melihat hal tersebut,
keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan
yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Pengetahuan keluarga tentang keberadaan
dan keuntungan yang didapat dari fasilitas-fasilitas
kesehatan, sangat berpengaruh terhadap penderita
hipertensi. Fasilitas kesehatan di masyarakat sangat
berperan daiam hal ini, juga saat penderita
hipertensi memerlukan pengobatan.
9) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala
sedang mengalami masalah yang belum terselesaikan. Pada
penderita hipertensi, gangguan istirahat tidur sering
diakibatkan oleh sesak nafas dan batuk. Tidak terpenuhinya
kebutuhan istirahat tidur beresiko memperburuk keadaan
hipertensi.
10) Pemeriksaan fisik anggota keluarga
Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif,
pemeriksaan fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung
rambut sampai kuku. Setelah ditemukan masalah kesehatan,
pemeriksaan fisik lebih difokuskan lagi pada pemeriksaan
sistem pernafasan terutama pada penderita hipertensi
dikarenakan dengan adanya hipertensi dapat terjadi
peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menyebabkan
kelainan pada syaraf yang mempersyarafi pada pernafasan.

11) Koping keluarga


Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga,
sedangkan koping keluarga tidak efektif, maka ini akan
menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan. Salah
satu pencegahan agar serangan hipertensi tidak sering muncul
adalah dengan mencegah timbulnya stress (Tanjung, 2003).

b. Diagnosa keperawatan
Menurut pendapat Friedman (1998:59) diagnosa keperawatan
keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan
terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian.
Diagnosa keperawatan keluarga di dalamnya termasuk masalah-
masalah kesehatan yang aktual dan potensial.
Doenges (1999) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah
cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan pasien
serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
Carpenito (1998:5) mendefinisikan diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan
respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi
potensial dan aktual dari individu atau kelompok dimana perawat
dapat secara legal mengidentifikasi dan untuk itu pula perawat
dapat menyusun intervensi-intervensi definitif untuk
mempertahankan status kesehatan atau untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah.
Dengan pengertian diatas yang telah disampaikan para ahli,
keluarga merupakan satu tipe kelompok dimana diagnosa keperawatan
dapat diberlakukan, meskipun demikian, diagnosa keperawatan masih
berorientasi pada individu. Diagnosa yang mungkin muncul
dalam keluarga dengan penyakit hipertensi menurut Doenges
(2000:152) antara lain nyeri kepala, insomnia, gang perfusi jaringan,
penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri dada dan resti
injuri (diplopia).
1) Prioritas masalah
Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu diperhatikan
dala penyusunan prioritas masalah adalah tidak mungkin masalah-
masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam
keluarga diselesaikan sekaligus, perlu mempertimbangkan
masalah-masalah yang dapat mengancam kesehatan seperti
masalah penyakit.
Mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap
asuhan keperawatan keluarga yang diberikan, keterlibatan anggota
keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi, sumber
daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah
kesehatan atau keperawatan keluarga serta yang tidak kalah
pentingya adalah pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
2) Kriteria prioritas masalah
penyusunann prioritas masalah kesehatan dan keperawatan
keluarga, didasarkan pada beberapa kriteria. Menurut Effendy
(1998:52-54), kriteria yang menjadi dasar prioritas masalah adalah
sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial
masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah.
Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan,
tidak atau kurang sehat, dan krisis. Dalam menentukan sifat
masalah, bobot yang paling besar diberikan pada keadaan sakit
atau yang mengancam kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit
kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang mengancam
kesehatan keluarga dan selanjutnya pada situasi krisis dalam
keluarga di mana terjadi situasi yang menuntut penyesuaian dalam
keluarga (Efiendy, 1998:54).
Sedangkan kemungkinan masalah hipertensi dapat diubah,
adalah kemungkinan keberhasilan mengurangi atau mencegah
masalah yang berhubungan dengan hipertensi jika dilakukan
intervensi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah
hipertensi dapat diubah adalah faktor pengetahuan dan tindakan
untuk menangani masalah hipertensi, sumber daya keluarga, di
antaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain itu
sumber daya perawatan, diantaranya adalah pengetahuan dan
keterampilan dalam penanganan masalah keperawatan serta waktu
dan sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas,
organisasi seperti posyandu, polindes, dan sebagainya juga menjadi
faktor yang mempengaruhi kemungkinan masalah hipertensi untuk
diubah (Effendy, 1998:54).
Potensial masalah hipertensi untuk dicegah, adalah sifat dan
beratnya masalah berhubungan dengan hipertensi yang timbul dan
dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan,
misalnya dengan memberikan informasi tentang hipertensi, cara
mencegah terjadinya serta menganjurkan penderita hipertensi
untuk memeriksakan kesehatannya ke tempat palayanan kesehatan
(puskesmas, rumah sakit, dan dokter).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi
pencegahan masalah hipertensi adalah kepelikan atau kesulitan
masalah hipertensi hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau
hipertensi yang dialami oleh keluarga. Kedua perhatikan tindakan
yang sudah dan sedang dilaksanakan, yaitu tindakan untuk
mencegah dan mengobati masalah hipertensi dalam rangka
meningkatkan status kesehatan keluarga (Effendy, 1998:54).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi
pencegahan masalah hipertensi berhubungan dengan jangka waktu
terjadinya masalah hipertensi. Keadaan ini erat hubungannya
dengan beratnya masalah hipertensi pada keluarga dan potensi
masalah untuk dicegah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah
adanya keiompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok
yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah
hipertensi (Effendy, 1998:54).
Menonjolnya masalah hipertensi adalah cara keluarga
melihat dan menilai masalah yang berhubungan dengan masalah
hipertensi dalam hal berat dan mendesak masalah hipertensi untuk
diatasi melalui intervensi keperawatan.

c. Rencana Asuhan Keperawatan


Effendy (1998: 54), mendefinisikan: rencana keperawatan keluarga
adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan,
dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah
didefinisikan.
Rencana keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan
khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan
standar yang mengacu pada penyebab (Suprajitno, 2004:49). Sedangkan
Friedman (1998:65) menyatakan ada beberapa tingkat tujuan. Tingkat
pertama meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur,
langsung dan spesiflk. Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan jangka
panjang yang merupakan tingkatan terakhir yang menyatakan maksud-
maksud luas yang yang diharapkan oleh perawat maupun keluarga agar
dapat tercapai.
Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi,
disesuaikan dengan sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada
umumnya yaitu biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga
dapat diangkat tiga respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau
perilaku, dan respon psikomotor untuk mangatasi masalahnya. Tujuan
asuhan keperawatan keluarga dengan masalah hipertensi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang
(Effendy, 1998:57).
Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi antara lain :
setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai hipertensi keluarga
mampu mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat untuk
anggota keluarga yang menderita hipertensi dengan respon verbal keluarga
mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta
perawatan hipertensi. Respon afektif, keluarga mampu menentukan cara
penanganan atau perawatan bagi anggotanya yang menderita hipertensi
secara tepat. Sedangkan respon psikomotor, keluarga mampu memberikan
perawatan secara tepat dan memodifikasi lingkungan yang sehat dan
nyaman bagi penderita hipertensi. Standar evaluasi yang digunakan adalah
pengertian, tanda dan gejala, penyebab, perawatan, komplikasi dan
pengobatan hipertensi (Effendy, 1998:57-60).
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan
hipertensi adalah masalah dalam keluarga dapat teratasi atau dikurangi
setelah dilakukan tindakan keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan
menyelesaikan perencanaan perawatan. Seperti pendapat Friedman
(1998:67) bahwa:
....selama pelaksanaan intervensi perawatan, data-data baru secara
terus-menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon pada
klien, perubahan situasi dan lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu
cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi
dengan keiuarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana
terhadap perencanaan.

Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat


masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan. Intervensi
keluarga dengan masalah hipertensi menurut Doengoes (1999) antara lain
mengkaji tekanan darah, menganjurkan kepada keluarga menciptakan
lingkungan yang nyaman, segar, bebas polusi pertahankan pembatasan
aktivitas, seperti istirahat di tempat tidur dan menghindari stres.
Selain itu juga perlu dikaji pemahaman klien tentang hipertensi
kemudian mendiskusikan dengan keluarga tentang hipertensi (pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pengobatan, serta komplikasi
hipertensi). Menganjurkan pada klien agar manghindari makan makanan
yang mengandung banyak Natrium (garam/asin). Kaji keefektifan strategi
koping dengan mengobservasi perilaku klien dan keluarga, misal
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi
dalam rencana pengobatan. Berikan informasi tentang sumber-sumber di
masyarakat dan dukungan anggota keluarga (Doengoes, 1999).
d. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien
(individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan
yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial
keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada juga diutarakan Suprajitno
(2004). Implementasi terhadap keluarga dengan masalah hipertensi
didasarkan kepada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan keluarga
dengan hipertensi menurut Effendy (1998:59) adalah sumber daya dan
dana keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat yang berlaku,
respon dan penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana yang ada
dalam keluarga.
Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat
menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi
menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat pendidikan keluarga juga
mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah hipertensi dan dalam
mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap
anggota keluarga yang terkena hipertensi.
Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan
mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan
dan penatalaksanaan penderita hipertensi, seperti pada suku pedalaman
lebih cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan kesehatan.
Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota keluarga
yang sakit hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam merawat
anggota yang sakit hipertensi.
Sarana dan prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat
merupakan faktor yang penting dalam perawatan dan pengobatan
hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan keluarga
menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau kemampuan
keluarga, mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang
tenang dan tidak memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah,
terjangkaunya sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan, juga fasilitas
kesehatan (Effendy, 1998:59).
e. Evaluasi
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi.
Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan
yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi
merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang
perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 1998:7).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilannya.
Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif (Suprijatno, 2004:57) yaitu dengan SOAP,
dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang
dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi
keperawatan, O adalah keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh
perawat menggunakan penagamatan. A adalah merupakan analisis perawat
setelah mengetahui respon keluarga secara subjektif dan objektif, P adalah
perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan.
Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat
sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum terca pai, maka dibuat rencana
tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.
B. Konsep Dasar Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para
ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896)
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau
terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik
diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang
sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42).
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti
diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun,
dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama
dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan
hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita
tekanan darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda
diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah
40 tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-
70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal.
Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih
besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg
ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang
berbeda. (JNC VI, 1997).
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan
sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg.
2. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat
yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan
atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan
gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala
kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan
darah meningkat dengan gejala gejala yang jelas dari kerusakan dan
gangguan faal dari target organ. Sedangkan JVC VII, Klasifikasi
hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi:
Stage I (ringan) 140-159 90-99
Stage II (sedang) 160-179 100-109
Stage III (berat) 180-209 110-120
Klasifikasi lain diutarakan oleh Prof. Dr. dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007), mengklasifikasikan tekanan darah tinggi menjadi 4
tingkatan yaitu normal (SBP = Sistole Blood Pressure < 120 mm Hg dan
Distole Blood Pressure = DBP < 80 mm Hg), pra hipertensi (SBP 120-139
mm Hg dan DBP 80-89 mm Hg), hipertensi tahap 1 (SBP 140-159 mm Hg
dan DBP 90-99 mm Hg) dan hipertensi tahap 2 (SBP >= 160 dan DBP >=
100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta,
membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu
tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan,
tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah
diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik
>115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih
dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi
sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor,
diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa Faktor-
faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress,
kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia (2007)
menambahkan bahwa Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis
hipertensi yaitu hipertensi primer (essensial) merupakan tekenan darah
tinggi yang disebabkan karena retensi air dan garam yang tidak normal,
sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang
tergannggu /stress dan merokok. Sedangkan hipertensi sekunder
merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan karena penyakit kelenjar
adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra
cranial, yang disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat tertentu missal
obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab
hipertensi beragam diantaranya adalah: stress, kegemukan, merokok,
hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas
terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, penyakit kelenjar
adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra
cranial, yang disebabkan tumor otak, pengaruh obat tertentu missal obat
kontrasepsi, asupan garam yang tinggi, kurang olah raga, genetik,
Obesitas, Aterosklerosis, kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak
diketahui penyebabnya.
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari
vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis
dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan
abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik
ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh
darah.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke
ginjal menjadi berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin,
rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian
diubah menjadi angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat
yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana hormone
aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan
menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang
menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan
patofisiologis hipertensi adalah: pada hipertensi primer perubahan
patologisnya tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara
perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar
dan pembuluh darah kecil pada organ organ seperti jantung, ginjal dan
pembuluh darah otak. Pembuluh seperti aorta, arteri koroner, arteri basiler
yang ke otak dan pembuluh darah perifer di ekstremitas menjadi sklerotik
dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran darah ke jantung
menurun, bergitu juga ke otak dan ekstremitas bawah bisa juga terjadi
kerusakan pembuluh darah besar.
5. Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan
bahwa manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran
menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada
yang mengalami perubahan mental.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul
gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal,
mata, otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala
dengan sakit kepala, epitaksis.
6. Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990:
214-219) yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis. Cara
non farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita yang
gemuk, diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup,
olah raga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara teraut.
Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-
obatan anti hipertensi seperti diuretik seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta
bloker seperti propanolol. Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine,
nitroprusside captapril. Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine.
Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).
Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip
menurut FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih
mendahulukan pengobatan kausal, pengobatan hipertensi esensial
ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya
menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang
bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan
standard triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka
morbiditas sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang
memenuhi harapan terus dikembangkan.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti
stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung
seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA).
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan
retina, penebalan retina, oedema pupil.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen
Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan
laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan
menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari
penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG. sebagai tambahan
dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam
urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal),
glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang
meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi:
kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan
disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi) EKG
(pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi
hipertensi.
9. Pathways

PATHWAYS

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 otak Vasokonstriksi sistemik koroner Spasme


pembuluh menurun pembuluh darah arteriole
ginjal
darah otak vasokonstriksi Iskemi
Blood flow diplopia
miocard
Nyeri Gangguan pola sinkop munurun
kepala tidur(insomnia) Afterload Nyeri dada Resti injuri
meningkat
Gangguan Respon RAA
perfusi jaringan Penurunan curah Fatique
Rangsang jantung
aldosteron Intoleransi aktifitas
Retensi Na
edema

10. Pengkajian Fokus


Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa
pengkajian pasien hipertensi meliputi:
a.Aktifitas & istirahat meliputi kelemahan, keletihan, nafas pendek,
frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
b. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang bunyi
jantung terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
c.Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah ,otot
muka tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi meliputi Riwayat penyakit ginjal
e.Makanan /cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah,
perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat diuritik, adanya
edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala
sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi tubuh, gangguan
penglihatan (diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri /ketidak nyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada
tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada.
h. Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau
tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat Bantu pernafasan,
bunyi nafas tambahan ,sianosis
i. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi
postural.
j. Pembalajaran/penyuluhan dengan adanya factor- factor resiko keluarga
yaitu arteriosclerosis, penyakit jantung, DM, penyakit ginjal.

11. Diagnosa keperawatan (Doengoes, 2004)


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi ventrikel
b. Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan
kelemahan menyeluruh/ suplai dan kebutuhan oksigen tidak
seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan
terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake
makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional/
maturitas/ perubahan hidup yang multiple/ kurang relaksasi/ tidak
melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan tidak tidak
terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak realistis/ metode
koping tidak adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All.
2000. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.


Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica
Ester. (2001). Jakarta: EGC

Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa


Monica Ester. Jakarta: EGC

Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih


Bahasa: Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC

Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2.


Jakarta; EGC

Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R,


Et. All, Edisi ke 3. 1996. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Mengenal Hipertensi,
(Online), (http:// depkes.co.id/stroke.html)

Tim POKJA RS Jantung Harapan Kita. (2003). Standar Asuhan Keperawatan


Kardiovaskuler. Direktorat Medik dan Pelayanan RS Jantung dan
pembuluh darah Harapan kita. Jakarta

FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

DIKLIT RS Jantung Harapan Kita. (1993). Dasar-dasar Keperawatan


Kardiovaskuler. RS Jantung Harapan Kita. Jakarta

(Tanpa nama). (2007).hipertensi.(online).http://www.sehat-bugar.com, diakses


tanggal 31 oktober 2007, diakses tanggal 31 Oktober 2007)

Puskesmas palaran. (2006). Hipertensi. (Online),


(http://puskesmaspalaran.wordpress.com/2006/11/05/hipertensi.html,
diakses tanggal 31 Oktober 2007)

Anda mungkin juga menyukai