Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner (tractus
urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme
dari dalam tubuh. Fungsi ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi
keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam basa, eritropoiesis
yaitu fungsi ginjal dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau
mengatur kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik
dan toksin (Baradewo,Wilfriad & Yakobus,2009).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kasus penurunan fungsi ginjal


yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun) (Syamsir, 2007).
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal
sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk
kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel.

CKD disebabkan oleh berbagai penyakit. Penyebab CKD antara lain


penyakit infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan
jaringan ikat, gangguan kongenital dan hederiter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obstruktif (Price dan Wilson, 2006).

Saat ini jumlah CKD sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun. Jumlah
kejadian CKD didunia tahun 2009 menurut USRDS, terutama di Amerika rata-
rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena Penyakit Ginjal
Kronis. Sedangkan di Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5% atau 18 juta
orang dewasa yang terkena Penyakit Ginjal Kronis (Thata, Mohani, Widodo,
2009). Menurut data Dinas Kesehatan Jawa Tengah jumlah penderita CKD di
Jawa Tengah tahun 2004 sekitar 169 kasus (Firmansyah, 2010).

Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi


yang komplek, diantaranya penumpukan cairan, edema paru, edema perifer,
kelebihan toksik uremik bertanggung jawab terhadap perikarditis dan iritasi,
sepanjang saluran gastrointestinal dari mulut sampai anus. gangguan
keseimbangan biokimia (hiperkalemia, hiponatremi, asidosis metabolik),
gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat lama kelamaan mengakibatkan
demineralisasi tulang neuropati perifer, pruritus, pernafasan dangkal, anoreksia,
mual dan muntah, kelemahan dan keletihan (Efriza, 2012).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ginjal

Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan


homeostatis cairan tubuh dengan cara mengatur volume cairan,
keseimbangan osmotik, asam basa, ekskresi sisa metabolisme dan sistem
pengaturan hormonal dan metabolisme (Syarifuddin, 2009). Ginjal adalah
organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan
internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraseluler. Ginjal
terbentuk oleh unit yang disebut nefron. Unit nefron dimulai bersifat sebagai
saringan yang disebut glomerulus, darah melewati glomerulus/kapiler
tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui
pipa/saluran yang disebut tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran ureter,
kandung kencing, kemudian keluar melalui uretra (Guyton dan Hall, 2007).

Anatomi Ginjal

Ginjal terdiri beberapa bagian, yang diantaranya sebagai berikut:

a. Renal Capsule (Fibrous Capsule), Tiap ginjal dibungkus oleh suatu


membrane transparan yang berserat yang disebut renal capsule.
b. Cortex merupakan lapisan pembungkus ginjal, merupakan jaringan yang
kuat yang melindungi lapisan dalam ginjal.

c. Medulla berada dibawah Cortex. Bagian ini merupakan area yang berisi
8 sampai 18 bagian berbentuk kerucut yang disebut piramid, yang
terbentuk hampir semuanya dari ikatan saluran berukuran mikroskopis.

d. Pelvis renalis berada di tengah tiap ginjal sebagai saluran tempat urin
mengalir dari ginjal ke kandung kemih.

e. Vena Renal dan Arteri Renal Dua dari pembuluh darah penting, vena
renal dan arteri renal. Dua pembuluh ini merupakan percabangan dari
aorta abdominal (bagian abdominal dari arteri utama yang berasal dari
jantung) dan masuk kedalam ginjal melalui bagian cekung ginjal.

f. Nephrons merupakan unit fungsional dari ginjal dalam menjalankan


fungsi ini.

g. Glomerulus adalah filter utama dari nefron dan terletak dalam Bowman'
capsule.

h. Henle's Loop, merupakan bagian dari tubulus renal yang kemudian


menjadi sangat sempit yang menjulur jauh kebawah kapsul Bowman dan
kemudian naik lagi keatas membentuk huruf U.

i. Renal Collecting Tubule (Tubulus Pengumpul) Disebut juga Pembuluh


Bellini, suatu pembuluh kecil sempit yang panjang dalam ginjal yang
mengumpulkan dan mengangkut urin dari nefron.

j. Kapsula bowman Merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal,


terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan
kapsula bowman, dan ruang yang mengandung ini dikenal dengan nama
ruang bowman atau ruang kapsular. Unit fungsional ginjal disebut
nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan
kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus
kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling
tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus
(yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letaknya nefron dapat
dibagi menjadi; nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja
bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan nefron juxta
medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula,
memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa
rekta.

Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu


fungsi eksresi dan fungsi endokrin. Fungsi eksresi terdiri dari; mengekskresi
sisa metabolisme protein, yaitu ureum kalium, fosfat, sulfat anorganik, dan
asam urat, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa. Fungsi Endokrin terdiri dari; berpartisipasi dalam
eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam pembentukan
sel darah merah, menghasilkan renin yang berperan penting dalam
pengaturan tekanan darah, merubah vitamin D menjadi metabolit aktif yang
membantu penyerapan kalsium, memproduksi hormon prostaglandin yang
mempengaruhi pengaturan garam dan air serta tekanan vaskular.

B. Chronic Kidney Disease


Gagal ginjal kronik berkaitan dengan menurunnya fungsi ginjal secara
progresif, irreversibel dan biasanya timbul beberapa tahun setelah setelah
terjadi penyakit atau kerusakan ginjal yang akhirnya menyebabkan dialysis
ginjal, transplantasi ginjal, atau kematian (Corwin, 2001).
Pada gagal ginjal kronik terjadi perburukan fungsi ginjal secara
progresif yang ditandai dengan penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
yang progresif. Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal,
yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung
dengan menggunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:
(140)
LFG (ml/menit/1,73m) =
72 ( ))

*) pada wanita dikalikan 0,85

Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan nilai LFG tertulis


pada tabel:
Tabel Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Nilai LFG

Stadium Penjelasan GFR (ml/ menit/ 1,73 m2 )


1 Stage 1 (normal) 90
2 Stage 2 60-89
3 Stage 3 30-59
4 Stage 4 15-29
5 Stage 5 (stage akhir CKD) < 15

(Dipiro et al, 2015).

Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah indeks fungsi ginjal yang


mencerminkan volume filtrat yang masuk ke dalam kapsula Bowman per
satuan waktu. LFG relatif konstan dan memberi indikasi kuat mengenai
kesehatan ginjal (Corwin, 2001).

C. Patofisiologi Chronic Kidney Disease


Gagal ginjal kronis diakibatkan oleh hilangnya nefron fungsionil
karena rusaknya glomerular dan atau tugular. Kondisi ini merupakan
penyakit multisistim yang mempengaruhi SSP, jantung, traktus GI, otot,
tulang dan darah.
Berbagai manisfestasi terjadi pada tingkat fungsi ginjal yang berbeda
bagi setiap pasien tapi cenderung semakin nyata apabila kecepatan filtrasi
glomelurus turun sampai < 15-20 mL/menit (BUN >100-120 mg/dL).
Banyak manifestasi insufisiensi ginjal diakibatkan oleh BUN dan mungkin
juga karena terakumulasinya produk-produk akhir metabolik yang tak
terukur lainnya.

D. Etiologi Chronic Kidney Disease

Menurut hasil Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi penyakit


gagal ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter meningkat seiring
bertambahnya umur. Peningkatan tajam terjadi pada kelompok umur 35-44
tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun
(0,5%), tertinggi pada kelompok umur > 75 tahun (0,6%). Prevalensi laki-
laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%).

Menurut Pernefri (2011), penyebab GGK paling banyak di Indonesia


adalah hipertensi (34%), nefropati diabetika (27%), dan glomerulopati
primer (14%). Penyakit tersebut secara perlahan-lahan dapat menyebabkan
kerusakan pada ginjal.

Beberapa penyakit yang berdampak pada kerusakan ginjal sehingga


menyebabkan gagal ginjal antara lain:

a. Penyakit DM

b. Penyakit hipertensi

c. Kelainan autoimun

d. Infeksi saluran kemih yang menyebabkan kerusakan

e. Peradangan dan kerusakan pada sel penyaring/ glomerulus


(glomerulonefritis)

f. Penyakit ginjal dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ


ginjal policystik kidney atau kelainan bawaan
g. Nefropati obstruktif, adanya sumbatan pada saluran kemih (batu,
tumor, penyempitan/struktur)

Brunner & Suddarth (2002) menyatakan ada tiga kategori utama


penyebab gagal ginjal kronik antara lain:

a. Pre-renal

Berupa gangguan aliran darah ke ginjal sehingga ginjal


kekurangan suplai darah, akibatnya kekurangan oksigen dengan
akibat lebih lanjut jaringan ginjal mengalami kerusakan , misal :
volume darah berkurang karena adehidrasi berat atau kehilangan
darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya pompa jantung,
adanya sumbatan/ hambatan aliran darah pada arteri besar ke
ginjal, dan sebagainya.

b. Renal

Berupa gangguan atau kerusakan yang mengenai jaringan


ginjal sendiri, misal: kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus
(diabetic nephropathy), hipertensi (hypertensive nephropathy),
penyakit sistem kekebalan tubuh seperti SLE (Systemic Lupus
Erythematosus), peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal,
berbagai gangguan aliran darah dalam ginjal yang merusak
jaringan ginjal, dan lain-lain.

c. Post renal

Berupa gangguan atau hambatan aliran keluar (output) urin


sehingga terjadi aliran balik urin kearah ginjal yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan
atau penyempitan pada saluran pengeluaran urin antara ginjal
sampai ujung saluran kencing, contoh : adanya batu pada ureter
sampai urethra, penyempitan akibat saluran tertekuk,
penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat.
E. Tanda dan Gejala Chronic Kidney Disease
1. Hematologik
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia,
gangguan lekosit.
2. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.
3. Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg
syndrome.
4. Kulit
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost,
bekas garukan karena gatal.
5. Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
6. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan
seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan
metabolisme vitamin D

F. Pemeriksaan Diagnostik Chronic Kidney Disease

Gejala klinis : bengkak, mual dan muntah, anemia, bau mulut yang
khas (bau seperti urin), sampai koma.

Diagnosa :

1. Serum kreatinin yang melebihi batas normal 1,2 mg/dl (Kimble,


2007)

2. LFG kurang dari 60 ml/ menit/ 1,73 m2 selama 3 bulan (Faradilla,


2009)
3. Proteinuria yaitu adanya protein dalam urin (Kimble, 2007),
melebihi 150 mg/ hari (Price et al, 2006).

4. BUN (Blood Urea Nitrogen) normal 20 mg/ hari, bila nilai BUN
dan serum kreatinin meningkat berarti LFG mengalami penurunan.

5. Hemoglobin (Hb) lebih rendah dari normal, Hb normal untuk


wanita 12-16 g/ dl dan pria 13-17 g/ dl (O Callaghan and Chris,
2007).

Tabel Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Klirens


Kreatinin

Stadium Penjelasan Kliren Kreatinin (ml/mnt)

1 Normal >100-125

2 Hilangnya fungsi ginjal >75-100

3 Insufisiensi ginjal >25-75

4 Gagal ginjal kronik >5-25

5 Gagal ginjal terminal <5

(Sumber: Soegito dan Gatot, 2007)

Gambaran klinis klasifikasi diatas secara garis besarnya adalah:

1. Hilangnya fungsi ginjal, tidak akan disadari apalagi dikeluhkan pasien,


keadaan ini hanya diketahui melalui pemeriksaan khusus fungsi ginjal
seperti kliren kreatinin.
2. Insufisiensi ginjal, dengan pemeriksaan rutin pada kasus yang semakin
rendah fungsinya akan dapat dikenali, namun pasien sering tidak
mengeluh.
3. Gagal ginjal kronik (CKD) adalah stadium dimana gangguan fungsi ginjal
dan gejala sudah nyata serta kemampuan pasien sudah terganggu dalam
pekerjaan / aktivitas sehari-hari.
4. Gagal ginjal terminal (GGT), suatu tahap akhir gangguan fungsi ginjal,
sehingga gejala dan komplikasi pasien sudah sangat nyata dan tindakan
harus segera dilakukan untuk menyelamatkan pasien (Sarwono, 1996).
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium. Menentukan derajat kegawatan CKD,
menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG. Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa
tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG. Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel
kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit.
BAB III

TATALAKSANA TERAPI

A. Tujuan Terapi

a. Menentukan rancangan terapi.

b. Menghilangkan penyebab utama.

c. Mencegah dan mengurangi resiko terjadinya perubahan progresif ke


stadium yang lebih lanjut atau kerusakan yang lebih lanjut.

d. Meringankan keluhan-keluhan pasien.

e. Memperbaiki kesehatan dan mengembalikan fungsi organ ginjal secepat


mungkin.

f. Mencegah dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi.

g. Meningkatkan kualitas hidup pasien.

B. Sasaran Terapi
Sasaran terapi untuk gagal ginjal adalah meningkatkan output urin,
memelihara keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit, menghilangkan
sampah metabolit dan tingkat kerusakan ginjal, komplikasi, orang-orang
yang beresiko terkena gagal ginjal.

C. Tatalaksana Terapi
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
c. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
d. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
e. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
D. Strategi Terapi
a. Meningkatkan output urin dan GFR.
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menghilangkan sampah metabolit.
d. Meminimalkan nephrotoxic injury lebih lanjut.

E. Algoritma Terapi
F. Tata Laksana Terapi Chronic Kidney Disease

1. Terapi Non Farmakologi

Modifikasi diet sebagai metode untuk mengendalikan abnormalitas


metabolik dan kemungkinan untuk memperlambat perkembangan
kegagalan ginjal. Diantaranya :

Pengaturan diet kalium

Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal,


sehingga perlu dibatasi asupan kalium dalam diet. Jumlah yang
diperbolehkan dalam diet adalah 40- 80 mEq/ hari (Price et al.,
2006).

Pengaturan diet natrium

Ekskresi Na urin per 24 jam dapat diukur selama periode berat


badan stabil dan diet asupan natrium disesuaikan menurut
timbulnya edema pergelangan kaki pada pagi hari. Pada umumnya
diet 6 gram NaCl baik sebagai permulaan (Price, 2006)

Fosfor dan Kalsium

Mempertahankan kadar fosfor serum normal dapat mencegah


osteodistrofi ginjal dan progesifitas ke arah GGK. Kadar fosfor
harus dipertahankan 3,5-4 mg/dl. Sumber makanan yang kaya akan
fosfor (daging, telur) harus dibatasi. Diatasi dengan pemberian
Calsium Carbonat (CaCO3) sebagai pengikat fosfor secara oral.
Pasien GGK memerlukan 1000-1500 mg kalsium per hari untuk
mempertahankan keseimbangan kalsium. Jika pemberian CaCO3
atau kalsium glukonat tidak menormalkan kadar kalsium serum
atau terapi dengan 1,25 dihidroksi vitamin D3 dapat dimulai
dengan 0,25g yang dapat ditingkatkan dengan interval 2-4 minggu
untuk menormalkan kalsium serum (Price, 2006).
Pengaturan diet protein

Pembatasan asupan protein dapat memperlambat perkembangan


gagal ginjal dengan atau tanpa diabetes. Jumlah protein yang
diperbolehkan adalah 0,6-0,75 g/ kg/ hari (DiPiro et al., 2005), bila
pasien menerima dialisis jumlah protein yang diperbolehkan hingga
1g/ kg/hari (Price, 2006).

2. Terapi Farmakologi

a. Terapi CKD dengan Hipertensi

Hipertensi dapat mempercepat laju penurunan fungsi ginjal


sehingga harus diobati secara agresif yaitu dengan menurunkan
tekanan arteri dan tekanan hidrostatik glomerulus dengan
menggunakan obat inhibitor Angiotensin Converting Enzyme atau
Penghambat Reseptor Angiotensin II dan dapat dikombinasi
dengan diuretik (Guyton & Hall, 2007).

b. Terapi CKD dengan anemia

Banyak terjadi pada sebagian besar keluhan pasien CKD dan dapat
diatasi dengan pemberian eritropoetin manusia yang diperoleh dari
rekombinasi genetik. Dosis permulaan 50 IU/kg secara subkutan 2
x seminggu (Mardjono, 2007).

c. Terapi CKD dengan DM

Menurut The American Diabetes Association merekomendasikan


penggunaan inhibitor Angiotensin Converting Enzyme pada
semua penderita DM yang terbukti sudah ada kelainan ginjal
(mikroalbuminuria atau proteinuria) dengan adanya hipertensi
sepanjang penggunaan obat tersebut tidak ada kontra indikasi dan
tidak menimbulkan komplikasi (Tjokroprawiro, Askandar.,dkk,
2007).
3. Terapi pengganti ginjal
a. Hemodialisa
Pada prinsipnya terapi hemodialisa adalah untuk menggantikan kerja
ginjal yaitu menyaring dan membuang sisa sisa metabolisme dan
kelebihan cairan, membantu menyeimbangkan unsur kimiawi dalam
tubuh serta membantu menjaga tekanan darah. Tindakan terapi
dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk
faal ginjal (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada
tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah
sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapilerkapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan
panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala
yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
b. Dialisis peritoneal (DP)
Dialisis peritoneal adalah tindakan medis dengan memasukkan
cairan yang mengandung campuran gula dan garam khusus ke dalam
rongga perut, sehingga akan menyerap zat-zat racun dari jaringan.
Cairan tersebut kemudian akan dikeluarkan dan dibuang. Akhir-
akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari
65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup.
Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah
yan jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006)
d. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang
melibatkan pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati
kepada orang yang membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi
terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal dan
penyakit ginjal stadium akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. \
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70- 80% faal ginjal alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan.
BAB IV
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus

1. Database Pasien
Nama : Ny. P
Jenis kelamin : Wanita
Umur : 67 Tahun
Ruangan : Amarilis II (2.14)
MRS : 4 September 2012
KRS : 20 September 2012 (meninggal dunia)
Riwayat penyakit : CKD (Chronik Kidney Disease), Nefropati
diabetik, DM Type II
2. Anamnese
Mengeluh gatal sekujur tubuh.
3. Diagnosa
- Diagnosa awal
CKD dan DM Type II
- Diagnosa setelah pemeriksaan dan hasil laboratorium
CKD, Anemia berat, DM Type II dan hipertensi

4. PENYELESAIAN KASUS DENGAN METODE SOAP

Subjektif
Riwayat CKD dan DM Type II, merasa gatal di sekujur tubuh.

Objektif
Nadi : 102 x/menit
Suhu : 370C
Pernafasan : 22 x/menit

Data TD

4/9/12 5/9/12 6/9/12 7/9/12 8/9/12 9/9/12 10/9/12


TD 200/110 210/110 210/110 170/100 160/90 210/100 220/120

11/9/12 12/9/12 13/9/12 14/9/12 15/9/12 16/9/12 17/9/12 18/9/12


210/110 210/110 190/100 190/100 190/120 210/120 161/100 207/82
Data Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 4/9 5/9 6/9 7/9 13/9 16/9 17/9 18/9 Nilai normal
HbsAg (-) Non reaktif (-)
HbA1C 11,3 <6%
Serum
Glukosa sewaktu 187 109 181 < 125 mg/dl
Ureum 168 10,0-50,0 mg/dl
189,0 128,0 157,0
Asam urat 6,2 2,4 5,7 mg/dl
Creatinin 7 5,19 6,18 6,28 0,60-0,90 mg/dl
Albumin 3,5 3,7 3,4 3,2-5,2 mg/dl
Kalium 4,1 4,4 5,7 3,5-5,0 mmol/l
Natrium 139 137 135 135-145 mmol/l
Chlorida 109 95,0 -105 mmol/l
Calsium 7,9 8,1 8,1 -10,4 mmol/l
Hematologi
Leukosit 6,50 6,42 7,90 3,6 11 10^3/ul
14,32
Eritrosit 3,20 3,69 3,82 3,35 3,8 -5,2 10^6/ul
Hemoglobin 8,40 9,70 9,70 10,30 11,7-15,5 g/dl
11,00 11,60 10,30
Hematokrit 28,70 30,40 35 47 %
33,00 34,30
MCV 89,70 89,40 89,80 90,70 80 100 fl
MCH 30,30 29,80 30,40 30,70 26 34 pg
MCHC 33,80 33,30 33,80 33,90 32 36 g/dl
Trombosit 217 152 210 141 150 440
10^3/ul
RDW 14,00 15,00 11,5 14,5 %
14,90 15,30
Diff count
Eosinofil absolut 0,51 0,79 0,05 0,01 0,0450,44
10^3/ul
Basofil absolut 0,01 0,03 0,02 0,01 0-0,2 10^3/ul
Netrofil absolut 4,53 4,34 7,15 1,8 8
12,86
Limfosit absolut 0,59 0,40 0,28 0,19 0,9 5,2 10^3/ul
Monosit absolut 0,86 0,86 1,11 0,54 0,16 1 10^3/ul
Eosinofil 7,80 0,30 0,10 2 4%
12,30
Basofil 0,20 0,50 0,10 0,10 0 1%
Neutrofil 69,70 67,60 90,60 50 70%
89,80
Limfosit 9,10 6,20 2,00 2,40 25 40%
Monosit 13,20 7,80 6,80 2 8%
13,40

Hasil Pemeriksaan FOTO PELVIS (tanggal 8 September 2012)


Struktur tulang normal
Tak tampak reaksi litik dan sklerotik
Sacroiliac joint (+)
Kesan : tak tampak sacroilitis

Hasil Pemeriksaan BNO Sonde (tanggal 12 September 2012)


Tampak iud setinggi sac IV-V
Tampak ujung sonde pada iud bagian bawah

Obat yang diberikan selama di rawat di RSUD TUGUREJO

Sediaan Dosis 4/9 5/9 6/9 7/9 8/9 9/9 10/ 11/ 12/ 13/ 14/ 15/ 16/ 17/ 18/ 19/
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Parenteral
Nacl 0,9 % 20tpm
Injeksi
Furosemid amp
e
Ceftriaxon 2.1
Citicolin 2.500
Cello della 1.1
Gastrofer
Tripenem 3.1
Obat
Asam folat 2.1
Sohobion 1.1

Callos 1.1

Micardis 1.80

Cetirizine 1.1

Glurenorm 1.1

Clonidin 2.1

Kaltrofen sup 3.1

Furosemid 3.1
e
Amdixal 1.1

OBH Syr 3.1 C

DMP 3.1

Alprazola 1.0,5
m

Keterangan:

- Pada tanggal 5 / 9 / 2012 pasien melakukan tranfusi PRC


- Pada tanggal 6 / 9 / 2012 dan tanggal 17/9/12 pasien melakukan
hemodialisa
- Pada tanggal 10 / 9 / 2012 dosis clonidin ditingkatkan menjadi 3.1
- Pada tanggal 14 / 9 / 2012 dosis cetirizine ditingkatkan menjadi 2.1
- Pada tanggal 16 / 9 / 2012 pasien dirujuk ke ICU
Keluhan Pasien

Tanggal Keluhan Pasien

4/9/12 Gatal sekujur Tubuh


5/9/12 Gatal dan batuk
6/9/12 Sesak nafas, gatal, batuk dan nyeri.
7/9/12 Kesakitan pada tusukan bekas HD yang gagal, lemas
8/9/12 Nyeri bekas tusukan HD dan lemas
9/9/12 Nyeri bekas tusukan HD
10/9/12 Nyeri bekas tusukan HD
11/9/12 Nyeri bekas tusukan HD dan gatal
12/9/12 Nyeri bekas tusukan HD dan gatal
13/9/12 Nyeri bekas tusukan HD dan batuk
14/9/12 Tidak bisa tidur dan gelisah
15/9/12 Tidak bisa tidur, gelisah dan gatal
16/9/12 Sesak nafas, penurunan kesadaran
17/9/12 Koma
18/9/12 Penurunan kesadaran
19/9/12 Iskemia dan neutrofilia
20/9/12 Meninggal dunia

B. Penyelesaian dengan Metode SOAP

Anda mungkin juga menyukai