Makan dan cukup makan adalah hak dasar setiap orang. Kelaparan mengenaskan bagi yang
merasakannya, aib bagi masyarakat sekitarnya, dan jika massal serta terjadi di tengah
kemakmuran maka merupakan cacat peradaban. Namun ironisnya sampai saat ini masih
sangat banyak penduduk yang menderita kelaparan. September 2009 ini sekitar 14.98 persen
penduduk dunia kekurangan pangan (undernourishment). Dalam persen, angka kematian
akibat kelaparan memang hanya sekitar 0.7; namun itu berarti lebih dari 7.169.800 orang
karena jumlah penduduk dunia adalah sekitar 6.792 milyar. Jadi, per hari rata-rata lebih dari
13.350 orang mati akibat kelaparan.
Perubahan iklim dan krisis finansial global yang kini terjadi mengakibatkan masa depan
ketahanan pangan global menjadi lebih rawan. Terkait dengan itu setiap negara dituntut untuk
memantapkan ketahanan pangannya. Indonesia sebagai Negara agraris dan pernah mencapai
swasembada pangan, diharapkan dapat mencapi dan memantapkan ketahanan pangan bagi
penduduknya.
Kejadian rawan pangan dan gizi buruk mempunyai makna politis yang negatif bagi penguasa,
bahkan di beberapa negara berkembang krisis pangan dapat menjatuhkan pemerintah yang
sedang berkuasa. Sejarah membuktikan bahwa ketahanan pangan sangat erat kaitannya
dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanaan atau ketahanan
nasional. Dalam arti, jika dalam suatu negara terjadi kerawanan pangan maka kestabilan
ekonomi, politik, dan sosial akan terguncang.
Pada tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk
menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman;
dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya
lokal.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan
pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas,
keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi
yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh
pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang
terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan
pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan
kehalalannya. Situasi ketahanan pangan di negara kita masih lemah. Hal ini ditunjukkan
antara lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari
rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi <70 % dari
rekomendasi) masih cukup besar, yaitu masing-masing 36,85 juta dan 15,48 juta jiwa untuk
tahun 2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5,02 juta dan 5,12 juta
jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 (Ali Khomsan, 2003)
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang
mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi
ketahanan pangan yaitu:
Sejak tahun 1798 ketika Thomas Malthus memberi peringatan bahwa jumlah manusia
meningkat secara eksponensial, sedangkan usaha pertambahan persediaan pangan hanya
dapat meningkat secara aritmatika. Dalam perjalanan sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa
kelaparan lokal yang kadang-kadang meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah
diberbagai Negara. Permasalahan diatas adalah cirri sebuah Negara yang belum mandiri
dalam hal ketahanan pangan (Nasoetion, 2008)
Ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Hal ini
dipandang strategis karena tidak ada negara yang mampu membangun perekonomian tanpa
menyelesaikan terlebih dahulu masalah pangannya. Di Indonesia, sektor pangan merupakan
sektor penentu tingkat kesejahteraan karena sebagian besar penduduk yang bekerja on-
farm untuk yang berada di daerah pedesaan dan untuk di daerah perkotaan, masih banyak
juga penduduk yang menghabiskan pendapatannya untuk konsumsi. Memperhatikan hal
tersebut, kemandirian pangan merupakan syarat mutlak bagi ketahanan nasional. Salah satu
langkah strategis untuk untuk memelihara ketahanan nasional adalah melalui upaya
mewujudkan kemandirian pangan. Secara konsepsional, kemandirian adalah suatu kondisi
tidak terdapat ketergantungan pada siapapun dan tidak ada satu pihakpun yang dapat
mendikte atau memerintah dalam hal yang berkaitan dengan pangan.
Kemandirian pangan tidak dapat diwujudkan tanpa adanya peranan dari pemerintah dan
masyarakat. Petani yang merupakan ujung tombak dalam penyediaan pangan secara lokal,
harus mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah. Jantung dari kemandirian pangan
terletak pada kualitas dan produktivitas pertanian jadi pemerintah harus berpihak dan
mendukung petani secara penuh. Selain itu, kebijakan harga juga dapat mendukung dalam
pemantapan dan terwujudnya kemandirian pangan.
Kebijakan yang lebih tepat dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan adalah dengan
mengubah image masyarakat untuk tidak menjadikan beras sebagai makanan pokok dan
mulai beralih dari beras ke makanan lokal yang lain.
a. Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali
tenaga kerjanya (they are poor becouse they are poor) , dalam hal ini keterbatasan sumber
daya manusia yang ada (rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki petani pada umumnya)
menjadi masalah yang cukup rumit, disisi lain kemiskinan yang structural menjadikan akses
petani terhadap pendidikan sangat minim.
b. Luas lahan petani sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi. Pada umumnya
petani di Indonesia rata-rata hanya memiliki tanah kurang dari 1/3 hektar, jika dilihat dari sisi
produksi tentu saja dengan luas tanah semacam ini tidak dapat di gunakan untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari bagi petani.
e. Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai. Pertanian
di Indonesia mayoritas masih berada di wilayah pedesaan sehingga akses untuk mendapatkan
sarana dan prasarana penunjang seperti air, listrik , kondisi jalan yang bagus dan
telekomunikasi sangat terbatas.
f. Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi tawar petani (bargaining
position) yang sangat lemah .
g. Ketidakmampuan, kelemahan, atau ketidaktahuan petani sendiri.
Tanpa penyelesaian yang mendasar dan komprehensif dalam berbagai aspek diatas
kesejahteraan petani akan terancam dan ketahanan pangan akan sangat sulit dicapai. Maka
disinilah peranan pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah harus dijadikan sebagai
perhatian utama demi terwujudnya ketahanan pangan karena ketahanan pangan dapat
terwujud dengan baik jika pengelolaanya dikelola mulai dari tataran mikro (mulai dari rumah
tangga), jika akses masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan pangan sudah baik maka
ketahanan pangan di tataran makro sudah pasti secara otomatis akan dapat terwujud.
Dapat kita lihat sampai sekarang ini program pemerintah dalam kaitanya dengan
pembangunan ketahanan pangan masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat pada
umumnya, pembangunan ketahanan pangan yang ada masih bersifat pada tataran makro saja
pemenuhan pangan pada tingkatan unit masyarakat terkecil masih terkesan terabaikan. Untuk
mengatasi hal itu semua ada berbagai upaya pemberdayaan untuk peningkatan kemandirian
masyarakat khususnya pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui :
Kedua, penyediaan fasilitas kepada masyarakat hendaknya tidak terbatas pengadaan sarana
produksi, tetapi dengan sarana pengembangan agribisnis lain yang diperlukan seperti
informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar, permodalan serta pengembangan
kerjasama kemitraan dengan lembaga usaha lain.
Dengan tersedianya berbagai fasilitas yang dibutuhkan petani tersebut diharapkan selain para
petani dapat berusaha tani dengan baik juga ada kepastian pemasaran hasil dengan harga yang
menguntungkan, sehingga selain ada peningkatan kesejahteraan petani juga timbul
kegairahan dalam mengembangkan usahatani.
Ketiga, Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat. Hal ini bisa
dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan. Pemanfaatan potensi bahan pangan lokal
dan peningkatan spesifik berdasarkan budaya lokal sesuai dengan perkembangan selera
masyarakat yang dinamis.
Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat yang sangat urgen
dilakukan sekarang adalah pengembnagan lumbung pangan, agar mampu memberikan
kontribusi yang lebih signifikan terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan. Untuk itu
diperlukan upaya pembenahan lumbung pangan yangb tidak hanya dakam arti fisik lumbung,
tetapi juga pengelolaannya agar mampu menjadi lembaga penggerak perekonomian di
pedesaan.
Berkembangnya spektrum konsumsi pangan dapat mengurangi konsumsi beras per kapita dan
potensial pula untuk mendukung perkembangan ke arah pola pangan harapan. Pada sisi
produksi, pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal kondusif untuk
mendukung pengembangan sistem usahatani yang selaras dengan prinsip adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim. Melalui sub sistem usahatani dan agroindustri pangan,
pengembangan diversifikasi pangan ke arah bahan pangan lokal dapat berkontribusi besar
dalam peningkatan dan pemerataan pendapatan, dan perluasan kesempatan kerja karena
melibatkan sebagian besar industri rumah tangga, skala kecil, dan menengah. Dengan
diversifikasi pangan, stabilitas system ketahanan pangan menjadi lebih baik dan untuk kasus
seperti di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan
pangan.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat
melalui program Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan di Lahan Kering, Pengembangan Desa
Mandiri Pangan, Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP),
Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan-LDPM), Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi (P2KPG), Penanganan Daerah Rawan Pangan
(PDRP), dan Pengembangan Lumbung Pangan. Untuk program Pengembangan Desa Mandiri
Pangan telah dimulai dari tahun 2006 dengan jumlah desa sebanyak 250, tahun 2007
sebanyak 354, tahun 2008 sejumlah 221 desa, dan 349 desa untuk tahun 2009 . jumlah total
sampai awal tahun 2010 adalah 1174 desa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Desa
Mandiri Pangan ini bertujuan untuk memberikan bantuan modal lunak kepada rumah tangga
miskin agar dapat mengembangkan usaha yang bisa menghasilkan uang sehingga kebutuhan
makanan dapat tercukupi. Dengan tercukupinya kebutuhan makanan, ketahanan pangan
daerah tersebut menjadi meningkat.
Dalam cadangan pangan, sifat komoditas pangan bersifat musiman, sementara pendapatan
masyarakat masih sangat rendah, sehingga menuntut perlunya cadangan pangan. Di samping
itu, adanya kondisi iklim yang tidak menentu, menyebabkan sering terjadi pergeseran
penanaman, masa pemanenan yang tidak merata sepanjang tahun, timbulnya bencana yang
tidak terduga seperti banjir, longsor, kekeringan, dan gempa, memerlukan sistem percadangan
pangan yang baik. Sampai saat ini, cadangan pemerintah dan masyarakat belum berkembang
dengan baik di daerah.
Stabiltas (stability)
Stabilitas merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam kerawanan
pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawanan pangan sementara (transitory food
insecurity).Kerawanan pangan kronis adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan
pangan setpa saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang
terjadi secara sementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan banjir, bencana,
maupun konflik sosial.(Maxwell and Frankenberger 1992).