188 - Perubahan Kontrak, Pekerjaan Konstruksi PDF
188 - Perubahan Kontrak, Pekerjaan Konstruksi PDF
Pasal 51 Perpres nomor 54 tahun 2010 mengatur tentang ketentuan kontrak lump sum
dengan ketentuan kontrak lump sum antara lain tidak diperbolehkan adanya pekerjaan
tambah/kurang. Sementara ketentuan tentang perubahan kontrak yang dalam Perpres
nomor 54 tahun 2010 dituangkan dalam pasal 87 menetapkan:
(1) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan
gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam dokumen kontrak, PPK
bersama penyedia barang/jasa dapat melakukan perubahan kontrak yang meliputi:
a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak;
b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;
c. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan; atau
d. mengubah jadwal pelaksanaan.
(2) Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
ketentuan:
a. Tidak melebihi 10 % (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam
perjanjian/kotrak awal; dan
b. Tersedianya anggaran.
Ketentuan tersebut diatas menimbulkan pertanyaan apakah kontrak lump sum boleh dirubah
akibat adanya pekerjaan tambah kurang?
PEKERJAAN TAMBAH/KURANG
DALAM KONTRAK PEKERJAAN KONSTRUKSI
(Abu Sopian BDK Palembang)
Tulisan ini hanyalah merupakan pendapat penulis dan tidak dimaksudkan untuk mengajak
para pembaca menafsirkan peraturan yang ada menurut cara yang dikemukakan penulis.
Dengan kata lain bagi para pembaca yang tidak sependapat dengan apa yang dituangkan
dalam tulisan ini dipersilahkan untuk tetap berbeda pendapat. Semoga dengan adanya
berbagai pendapat yang berbeda nantinya dapat memperkaya sudut pandang kita tentang
Dalam tulisan ini akan diuraikan ketentuan yang terkait dengan jenis kontrak, jenis
pekerjaan, dan ketentuan tentang perubahan/amandemen kontrak dalam pengadaan
barang/jasa dengan melihat permasalahan permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaan
ketentuan tersebut.
A. Jenis Kontrak
Ketentuan tentang jenis kontrak pengadaan barang/jasa diatur dalam Paragraf keenam
Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 pasal 50 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) ULP/Pejabat Pengadaan menetapkan jenis kontrak pengadaan barang/jasa.
(2) Kontrak pengadaan barang/jasa meliputi:
a. Kontrak berdasarkan cara pembayaran;
b. Kontrak berdasarkan pembebanan tahun anggaran;
c. Kontrak berdasarkan sumber pendanaan; dan
d. Kontrak berdasarkan jenis pekerjaan.
(2) Kontrak harga satuan merupakan kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian
seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Harga satuan pasti dan tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan
spesifikasi teknis tertentu;
b. Volume atau kuantitas pekerjaan masih bersifat perkiraan pada saat kontrak
ditandatangani;
c. Pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan
yang benar-benar telah dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa; dan
d. Dimungkinkan adanya pekerjaan tambah/kurang berdasarkan hasil pengukuran
bersama atas pekerjaan yang diperlukan.
(3) Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan
gabungan lump sum dan harga satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan.
Dengan membaca dan memahami isi pasal 51 tersebut di atas, rasanya belum dapat
memberikan jawaban yang tegas mengenai boleh atau tidak kontrak pekerjaan konstruksi
dirubah karena adanya pekerjaan tambah/kurang. Pasal 51 ayat (1) hanya mengatur bahwa
terhadap kontrak lump sum tidak boleh ada pekerjaan tambah/kurang. Karena itu, untuk
mengetahui apakah volume pekerjaan dalam kontrak pekerjaan konstruksi boleh dilakukan
perubahan atau tidak, perlu dipastikan apakah kontrak pekerjaan konstruksi tersebut
merupakan kontrak lump sum atau bukan. Sebab jika kontrak tersebut merupakan kontrak
lump sum maka terhadap kontrak tersebut bukan saja tidak dibolehkan adanya perubahan
karena adanya pekerjaan tambah/kurang, lebih dari itu penyesuaian hargapun tidak
dibolehkan.
Ketentuan pasal 87 Perpres tersebut di atas sama sekali tidak menyebutkan adanya
larangan perubahan terhadap kontrak lump sum. Berdasarkan pasal tersebut seluruh
kontrak dapat dirubah dengan ketentuan:
1) jika terkait dengan volume pekerjaan, maka tambahan volume boleh dilakukan asalkan
tidak menyebabkan harga kontrak bertambah lebih dari 10% nilai kontrak awal. Yang
Sifat perkejaan konstruksi khususnya pekerjaan fisik bangunan gedung volumenya sudah
dapat diperkirakan dengan tepat pada saat merencanakan pekerjaan. Dengan demikian
tidak mungkin dilaksanakan dengan cara kontrak harga satuan atau kontrak persentase.
Berdasarkan cara bayarnya kontrak pekerjaan konstruksi seperti fisik bangunan gedung
hanya dapat dilaksanakan dengan cara kontrak lump sum, kontrak campuran lump sum dan
harga satuan, atau dengan cara kontrak terima jadi (turnkey). Lazimnya kontrak pekerjaan
konstruksi fisik bangunan dilaksanakan dengan kontrak lump sum. Dengan demikian
berdasarkan pasal 51 ayat (1) huruf f volume pekerjaan dalam kontrak pekerjaan konstruksi
tidak boleh dirubah (tambah/kurang). Sampai di sini sesungguhnya cukup jelas bahwa
secara juridis tidak diperkenankan melakukan perubahan/amandemen kontrak pekerjaan
konstruksi, kecuali perubahan yang berkenaan dengan:
a. subkontrak sebagian pekerjaan utama kepada penyedia barang/jasa spesialis
sebagaimana diatur dalam pasal 87 ayat (3) Perpres No.54 tahun 2010;
b. perubahan administrasi sebagaimana diatur dalam pasal 87 ayat (5) Perpres No.54
tahun 2010.
Pertimbangan yang demikian menjadi salah satu alasan pihak yang menginginkan agar
perubahan volume dalam kontrak pekerjaan konstruksi tetap dibolehkan, karena kenyataan
di lapangan memang membutuhkan adanya peluang untuk melakukan perubahan kontrak.
Sebagai peraturan yang baru tentu saja Perpres nomor 54 tahun 2010 bertujuan untuk
menjadikan sistem pengadaan barang/jasa lebih baik dan dapat mengurangi masalah yang
mungkin ada dalam peraturan sebelumnya. Karena itu tidak mungkin diciptakan pasal-pasal
yang implementasinya akan menimbulkan masalah, apa lagi jika dalam ketentuan yang
sebelumnya tidak ada masalah.
Ketentuan tentang perubahan kontrak dalam Keppres nomor 80 tahun 2003 terdapat dalam
pasal 34 yang berbunyi Perubahan kontrak dilakukan sesuai kesepakatan pengguna
barang/jasa dan penyedia barang/jasa (para pihak) apa bila terjadi perubahan lingkup
pekerjaan, metoda kerja, atau waktu pelaksanaan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya penjelasan pasal tersebut menyebutkan Dalam melaksanakan perubahan
kontrak harus memperhatikan sistem kontrak. Ketentuan perpanjangan pelaksanaan kontrak
harus dengan dokumen tertulis dari pemberi tugas. Sedangkan pengertian kontrak lump
sum disebutkan dalam pasal 30 ayat (2) Keppres nomor 80 tahun 2003 yaitu kontrak
pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu,
dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam
proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh panyedia barang/jasa.
Penjelasan pasal tersebut berbunyi Sistem kontrak ini lebih tepat digunakan untuk
pembelian barang dengan contoh jelas, atau untuk jenis pekerjaan borongan yang
perhitungan volumenya untuk masing masing unsur/jenis pekerjaan sudah dapat diketahui
dengan pasti berdasarkan gambar rencana dan spesifikasi teknisnya. Harga yang mengikat
dalam kontrak sistem ini adalah total penawaran harga.
Resiko yang dimaksudkan dalam rumusan pasal 30 ayat (2) Keppres 80/2003 yang berbunyi
semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya
ditanggung oleh panyedia barang/jasa adalah resiko kesalahan penyedia barang/jasa
seperti kesalahan dalam memperhitungkan biaya yang menyebabkan penawaran terlalu
rendah. Ketentuan tersebut mengamanatkan agar dalam proses lelang para penyedia jasa
memperhitungkan dengan cermat seluruh biaya yang akan dituangkan dalam surat
penawarannya, karena nilai penawaran itu nantinya akan menjadi nilai kontrak lump sum
dan segala resiko yang akan timbul menjadi tanggung jawab penyedia sepenuhnya.
Tambahan pekerjaan yang dimintakan oleh PPK dalam rangka memanfaatkan sisa dana
yang tersedia tentu tidak boleh digolongkan sebagai resiko penyedia barang/jasa. Karena itu
pada masa berlakunya Keppres nomor 80 tahun 2003 perobahan kontrak akibat pekerjaan
tambah/kurang demikian masih diperbolehkan.
Pendapat Penulis.
Ketentuan khusus (lex spesial) tentang perubahan kontrak terdapat dalam bagian kesebelas
paragraf pertama berjudul Perubahan Kontrak Pasal 87. Pasal 87 Perpres nomor 54 tahun
2010 tersebut menetapkan bahwa pekerjaan tambah dapat dilaksanakan dengan ketentuan
tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam kontrak awal dan
dana anggaran tersedia. Ketentuan tersebut sama sekali tidak menyinggung jenis kontrak
sehingga dapat diartikan bahwa semua jenis kontrak (termasuk kontrak lump sum) tunduk
pada ketentuan tersebut.
Larangan adanya pekerjaan tambah/kurang yang menyebabkan perubahan kontrak terdapat
dalam pasal 51 ayat (1) huruf f Perpres nomor 54 tahun 2010 yang menetapkan ketentuan
mengenai kontrak lump sum. Ketentuan pasal 51 tersebut bukan merupakan ketentuan
tentang perubahan kontrak. Ketentuan tersebut merupakan bagian dari ketentuan yang
menetapkan tentang JENIS KONTRAK (paragraf keenam dengan judul PENETAPAN JENIS
KONTRAK. Pasal 50 menetapkan salah satu jenis kontrak adalah kontrak lump sum, dan
pasal 51 menyebutkan salah satu ketentuan tentang kontrak lump sum adalah tidak
diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.
Menurut hemat penulis, kedua pendapat tersebut di atas sama-sama memiliki alasan yang
mengandung kebenaran meskipun tidak ada yang 100% salah dan tidak ada yang 100%
benar. Alasan pihak yang menolak pekerjaan tambah/kurang dalam kontrak lump sum dapat
dibenarkan karena hal itu secara eksplisit terdapat dalam pasal 51 ayat (1) huruf f. Alasan
pihak yang membolehkan pekerjaan tambah/kurang dalam kontrak lump sum dapat pula
dibenarkan karena aturan khusus tentang perubahan kontrak adalah pasal 87 tidak
menyebutkan jenis kontrak sehingga dapat diterapkan terhadap semua jenis kontrak.
Karena itu agar terdapat satu penafsiran yang pasti yang tidak mengandung perdebatan,
penempatan pasal-pasal dalam Perpres 54 tahun 2010 memang harus disesuaikan dengan
objek hukum yang diatur masing-masing pasal. Dalam hal ini pasal 51 ayat (1) huruf f
seharusnya dipindahkan letaknya menjadi bagian dari pasal 87 ayat (2). Dengan demikian
pasal 87 ayat (1) dan 2) Perpres nomor 54 tahun 2010 seharusnya berbunyi:
Pasal 87 berbunyi:
(1) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan
gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen Kontrak, PPK
bersama penyedia barang/jasa dapat melakukan perubahan kontrak yang meliputi:
a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak;
b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;
c. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan; atau
d. mengubah jadwal pelaksanaan.
(2) Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
ketentuan:
a. Tidak melebihi 10 % (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam
perjanjian/kotrak awal;
b. Tersedianya anggaran; dan
c. Bukan merupakan kontrak lump sum.
Palembang, Februari 2011