Anda di halaman 1dari 11

ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap
sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan
(Dalami, dkk. 2009).

Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai perlakuan dari
orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan
sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial
budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).

B. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:

a. Faktor Perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila
tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri.
Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari:

1) Masa Bayi

Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa
percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada
masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.

2) Masa Kanak-kanak

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih
luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya
dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi
individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku
yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini
anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi
dengan orang lain.

3) Masa Praremaja dan Remaja

Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana
hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman
lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat
mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan
maupun tergantung pada remaja.

4) Masa Dewasa Muda

Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara teman


sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada
orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik
hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).

5) Masa Dewasa Tengah

Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun.
Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat
meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan
hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir

Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua,
pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.

b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah
laku.

1) Sikap bermusuhan/hostilitas

2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.

4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang kaku
antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.

5) Ekspresi emosi yang tinggi

6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung
dan kecemasannya meningkat)

c. Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d. Factor Biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan
pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar
dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan
berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal,
meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas
keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan
isolasi sosial.

b. Stressor Biokimia

1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf dapat
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak.
Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula
prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.

4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya adalah
virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu,
lingkungan maupun biologis.

d. Stressor Psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada
tipe psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan
yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada
masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:

a) Tingkah laku curiga: proyeksi

b) Dependency: reaksi formasi


c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi

d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial

e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.

C. POHON MASALAH

Pathway Isolasi Sosial

Pathway Isolasi Sosial

Sumber: (Keliat, 2006)

D. TANDA DAN GEJALA

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara,
adalah:

1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain

4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

6. Pasien merasa tidak berguna

7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Laporan Pendahuluan Isolasi Sosial

Isolasi Sosial

E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi.
Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan
atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut
sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik
atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus
sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman,
perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

F. PETALAKSANAAN

1. Terapi Psikofarmaka

a. Chlorpromazine

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat
dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan
irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian
jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung
(Andrey, 2010).

b. Haloperidol (HLP)

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan
sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat
mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

c. Trihexyphenidil (THP)

Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat
misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis
(Andrey, 2010).
2. Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang
terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP
dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang
atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)

3. Terapi kelompok

Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi:

1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.

2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang
berhubungan dengan BAB dan BAK.

3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi.

4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian.

5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan dan
minum.

6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri,
baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.

7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga keselamatan
dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil
tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.

8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien
gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat
yang meliputi:

1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan
sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.

2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan
petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya.

3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain seperti
memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.

4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain
secara kelompok (lebih dari dua orang).

5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus dipatuhi
dalam perawatan rumah sakit.

6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun
terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.

7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan diri untuk
tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok
sembarangan dan sebagainya.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor ,
suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal
dirawat isi pengkajian meliputi :

1. Identitas klien

Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS , informan,
tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.

2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada ,
berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari hari ,
dependen.

3. Factor predisposisi

kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /
frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.

Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK,
perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba tiba)
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek Psikososial

a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b. Konsep diri

1) Citra tubuh

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh
yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip
tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.

2) Identitas diri

Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .

3) Peran

Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK.

4) Ideal diri

Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi

5) Harga diri

Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial ,
merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan orang lain
terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.

b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)

6) Status mental

Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain , Adanya
perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.

7) Kebutuhan persiapan pulang

a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan

b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan merapikan
pakaian.

c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi

d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah

e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.

8) Mekanisme koping

Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain( lebih
sering menggunakan koping menarik diri).

9) Aspek medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy okopasional,
TAK , dan rehabilitas.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu : koping
defensif.

DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24 Juli 2012 pada
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-sosial/

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori,
Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai