PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
1. Definisi
Serumen obturans adalah serumen yang tidak berhasil dikeluarkan
dan menyebabkan sumbatan pada kanalis akustikus eksternus.
Serumen obturans adalah adanya sumbatan serumen yang terdapat
dibagian kartilago liang telinga luar dan epitel kulit yang terlepas dan
pertikel debu, yang berguna untuk melicinkan dinding liang telinga dan
mencegah masuknya serangga kecil kedalam liang telinga.
2. Etiologi
Adanya Impaksi serumen ada beberapa factor antara lain:
1. dermatitis kronik pada telinga luar
2. liang telinga sempit
3. produksi serumen terlalu banyak dan kental
4. benda asing diliang telinga
5. terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan
mengorek telinga)
6. Adanya eksostosis liang telinga
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi
1. Penumpukan serumen
2. Gatal, rasa nyeri, dan rasa penuh ditelinga
3. Gangguan pendengaran (ditemukan dengan pemeriksan ketajaman
pendengaran)
4. Telinga berdengung (tinitus)
5. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar
(vertigo)
5. Penatalaksanaan
a. Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan
menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan
dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya
secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika
dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau
terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat
dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan
akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan
menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya
tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau
reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan
serumen secara adekuat.
b. Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di
liang telinga, antara lain:
1. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada
aplikator (pelilit).
2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
3. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu
dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 5 hari, setelah itu
dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi
telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
4. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani
dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan
terangsangnya vestibuler.
c. CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan
tulang
d. Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn
resolusi inf.
e. Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali
normal beberapa bulan setelah resolusi klinik
f. MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
g. Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas
antibiotik
h. Ketajaman Auditorius.
1. Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif
dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan
2.Bisikan kata atau detakan jam tangan.
3. Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah
melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian.
Agar telinga yang satunya tak mendengar,
4. Pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak
tangan.Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar
batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan
dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan,
pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri
(dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan
kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus
pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih
tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak
dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
i. Uji weber
memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi
suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan
pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan
pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di
tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan
pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua
telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila
ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media),
suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan
karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi
peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural,
suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran
unilateral.
j. Uji Rinne
gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada
tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi
mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci
dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra). Pada
keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan suara,
menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari
konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi
tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui
tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi
mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa.
Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan
suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun
keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima
seperti sangat jauh dan lemah
6. Komplikasi
a. Otalgia
b. Vertigo
c. Otitis media
d. Resiko infeksi
e. Tuli / gangguan pendengaran
f. Tumor telinga
g. Perdarahan telinga
B. Konsep Keperawatan
I. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama :
Jenis kelamin :
Agama :
Umur :
Status :
Tanggal lahir :
Suku Bangsa :
2. Keluhan Utama
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri,
telinga berdengung, dan pusing dimana klien merasakan lingkungan
disekitarnya berputar (Vertigo).
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang :
b. Riwayat penyakit dahulu : kebiasaan membersihkan telinga yang tidak
benar, penyakit-penyakit yang dapat menyebabkab dermatitis pada kulit
(seperti herpes zooster)
4. Pola kebiasaan dan pemeliharaan kesehatan
a. Pola Nutrisi :
b. Pola Istirahat dan Tidur :
c. Pola Aktivitas :
d. Pola Eleminasi :
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
Aurikulus dan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas, lesi, cairan,
ukuran cairan simetris dan sudut penempelan ke kepala.
b. Palpasi :
Gerakan aurikulus normalnya tidak menimbulkan nyeri, bila maneuver
ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan
pada saat palpasi didaerah mastoid dapat menunjukan mastoiditis akut
atau inflamasi nodus aurikula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan
tofus (deposit mineral subkutan) terdapat pada pina. Kulit bersisik pada
atau dibelakang uarikulus biasanya menunjukan adanya dermatitis
sebore dan terdapat pula dikulit kepala dan struktur wajah. Untuk
memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrane timpani, kepala
pasien sedikit dijauhkan dari perawat.
6. Informasi Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hb :
Lekosit :
Elektrolit :
b. Diagnostik
II. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut, Domain 12 : Kenyamanan, Kelas 1 : Kenyamanan
Fisik Kode 00132
2. Defisiensi pengetahuan, Domain 5 : persepsi/kongesti, Kelas 4 :
kognisi
Kode 00126
3. Resiko infeksi, Domain 11 : keamanan/perlindungan, Kelas 1 : infeksi
Kode 00004
III. Intervensi dan Rasional
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://online-journal.unja.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/991