Anda di halaman 1dari 14

Pengaruh Teknik Progressive Muscle Relaxation Terhadap Tingkat Depresi Pasien Gagal

Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa

Ifa Roifah, Amar Akbar, Ayu Fauziah


Program Studi S1 Keperawatan STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto
ayufauziah252@gmail.com

Abstrak
Hemodialisa adalah terapi pengganti ginjal yang diperlukan untuk menangani penurunan fungsi ginjal secara
progresif akibat penyakit gagal ginjal kronis. Terapi yang kompleks serta tanda kondis fisik yang diakibatkan dari
penyakit GGK dan hemodialisa mengakibatkan stressor berat dan berujung pada gangguan mood (depresi) tersendiri
bagi. pasien. Teknik progressive muscle relaxation adalah salah satu terapi nonfarmakologi yang mampu menurunkan
kondisi depresi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh teknik progressive muscle relaxation terhadap
perubahan tingkat depresi pada pasien GGK yang menjalani di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Pada
penelitian ini menggunakan desain quasy eksperimen dengan pendekatan pre-test pos- test control group design.
Sampel 30 orang diambil dengan simple random sampling. 15 orang kelompok eksperimen diberikan teknik
progressive muscle relaxation 2 kali setiap hari selama semingu (rutin) dan 15 orang kelompok kontrol diberikan
teknik progressive muscle relaxation 2 hari sekali seminggu (tidak rutin). Pengumpulan data menggunakan kuesioner
Beck Depresion Inventory. Uji Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan bahwa p value (0,001) < (0,05), sehingga
Ho ditolak artinya terdapat pengaruh teknik progressive muscle relaxation (rutin) terhadap tingkat depresi pada
pasien GGK yang menjalani HD. Untuk uji U-Mann Whitney menunjukkan bahwa p value (0,005) < (0,05), artinya
Ho ditolak,. Jadi, ada perbedaan perubahan tingkat depresi pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Terapi PMR mampu meningkatkan produksi melatonin, serotonin dan menurunkan hormon stres kortisol. PMR juga
mampu menurunkan ketegangngan otot, menciptakan pikiran positif sehingga berpengaruh pada penurunan tingkat
depresi. Relaksasi yang dilakukan secara rutin mampu mengalihkan stressor depresi setiap harinya

Kata kunci : Depresi, Hemodialisa, Progressive Muscle Relaxation.

Abstract
Hemodialysis is a renal replacement therapy for patients with cronic renal disease who are decline of renal fuction.
The complex therapy and physical condition of chronic kidney disease and hemodialysis patient involve a severe
stressor that lead to depression. Progressive muscle relaxation technique is one of nonpharmacoloical therapies that
treat depression. This research aimed to prove the influence of progressive muscle relaxation technique to changes in
depression level in cronic kidney disease with hemodialysis in RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. In this
research design used is Quasy experiment with pre-test post-test control group design. Sample of 30 people were
taken by simple random sampling. 15 people from experimental group were given routine progressive muscle
relaxation technique in 2 times a day of the week and 15 people from control group were given not routine
progressive muscle relaxation techniques in 2 day one time in a week . The research instrument was Beck Depression
Inventory. Wilcoxon Signed Rank Test shows that p value (0.001) < (0.05), so it is accepted that there is an effect
of progressive muscle relaxation on the depression level of cronic kidney disease patient undergoing hemodialysis. To
test the U-Mann Whitney shows that p value (0.005) < (0.05), so that H 0 is rejected it means there is different of the
channge depression level between experiment group and the control group.this therapy can increase the production
of melatonin and serotonin, reduce stress hormone cortisol. PMR also, lowering the muscle tension ,do make positive
thinking so, throught that is influence to decrease in depression level. Routine muscle relaxation distractify the
stressor everyday in training.

Keywords: Depression, Hemodialysis, Progressive muscle relaxation.

PENDAHULUAN penurunan fungsi ginjal secara progresif


Gagal ginjal kronis terjadi akibat tersebut yakni hemodialisa. Namun,
penurunan fungsi ginjal yang menahun dan hemodialisa diperlukan dalam jangka panjang
irreversibel. Penurunan fungsi ginjal ini akan atau permanen (Suhartono, 2009). Hal inilah
menyebabkan ketidakseimbangan cairan, yang menjadikan masalah psikologis yang
elektrolit serta gangguan metabolisme dalam beragam pada pasien GGK. Depresi menjadi
tubuh (Suhartono, 2009). Maka, terapi masalah psikososial yang sering muncul pada
pengganti ginjal diperlukan untuk menangani

1
pasien yang menjalani hemodialisis (Amalia, Omni, Tangerang (Kompasiana, 2012)
2015). menyebutkan bahwa prevalensi depresi yang
Depresi sering ditandai dengan terjadi pada pasien hemodialisis saat ini
kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan adalah sekitar 20%-30% bahkan bisa lebih
gairah hidup, tidak ada semangat, merasa tinggi lagi mencapai 47% (Azahra, 2013).
tidak berdaya, perasaan bersalah, tidak Insiden depresi banyak ditemukan pada
berguna, dan putus-asa (Yosep, 2011). Faktor- semua klien rawat inap dengan penyakit fisik.
faktor yang mempengaruhi depresi Intensitas dan frekuensi paling tinggi terjadi
diantaranya karena kehilangan objek/orang, pada klien yang mengalami sakit parah dan
faktor genetic, kognitif yang cenderung penyekit ginjal stadium akhir sering dikaitkan
pesimisme, kurangnya penguatan positif, dengan kondisi depresi ini (Stuart, Gail.
factor hormonal dan kepribadian (Stuart, Gail. 2016).
2016). Permulaan dari gejala psikologis
Jumlah penderita penyakit gagal ginjal terutama depresi yang banyak dialami oleh
kronik juga terus meningkat di Indonesia. pasien GGK berawal dari stress fisik yang
Data pada tahun 2013 pasien baru yang akan dialaminya, yang pada akhirnya
menjalani hemodialisis berjumlah 15.128 dan mempengaruhi kejiwaan dan stres psikologis.
pasien yang aktif menjalani hemodialisis Permasalahan depresi ini juga timbul karena
9.396 orang sedangkan Pada tahun 2014 gangguan peran yang dialami penderita GGK.
terjadi peningkatan jumlah pasien baru Hal ini dapat berupa kekhawatiran terhadap
sebesar 17.193 dan pasien aktif sebesar hubungan dengan pasangan, perubahan gaya
11.689 orang. Provinsi Jawa Timur menjadi hidup karena pembatasan diet dan terapi yang
penyumbang pasien hemodialisa terbanyak kompleks serta adanya perasaan terisolasi
kedua di Indonesia setelah daerah Jawa Barat (Armiyati, 2014).
(7th Report Of Indonesian Renal Registry, Timbulnya depresi juga merupakan
2014). respon dari ketidakpastian masa depan dan
Gejala depresi yang terjadi pada klien ketakutan akan kematian (Sadock, 2010).
hemodialisa bisa memburuk dari waktu ke Gejala depresi yang digambarkan pada pasien
waktu (Bossola et al., 2012; Asti, 2014). gagal ginjal kronis yang menjalani
Sebuah penelitian dari fakultas kedokteran hemodialisa berhubungan dengan
Universitas Indonesia menemukan bahwa peningkatan mortalitas seiring dengan
prevalensi depresi pada pasien gagal ginjal bertambahnya komplikasi penyakit dan efek
yang menjalani hemodialisis mencapai 31,1% samping mesin dialiser serta penurunan
(Wijaya, 2005; Eka Nurul, 2014). Kemudian kualitas hidup dari pasien yang menjalani
Dr. Andri, Sp.KJ dari Klinik Psikosomatik RS hemodialisis (Amalia, 2015).

2
Terapi farmakologis depresi jarang menggunakan teknik probability sampling
diberikan mengingat bahwa penyakit ginjal yakni simple random sampling. Jumlah
kronik mempengaruhi baik efek sampel minimum pada jenis penelitian
farmakokinetik maupun farmakodinamik eksprerimen adalah 15 subyek per grup
terapi obat, penggunaan terapi lain yakni (Kasjono H, 2009). 15 subyek untuk
non-farmakologis akan lebih baik digunakan kelompok eksperimen dan 15 subyek untuk
untuk mengatasi depresi (Le Mone, 2015). kelompok kontrol. Penelitian dilakukan
Kondisi psikologis terutama depresi dapat tanggal 11 Maret - 18 April 2017. Alat ukur
dikurangi dengan terapi nonfarmakologi salah menggunakan Kuisioner BDI (Beck
satunya dengan melakukan teknik relaksasi Depression Inventoy) yang terdiri dari 21
otot progresif (Sholihah, 2015). pertanyaan. Pada kelompok eksperimen:
Teknik progressive muscle diberikan perlakuan teknik progressive
relaxation/relaksasi otot progresif adalah muscle relaxation (2 kali perhari dalam
terapi dengan memusatkan perhatian pada seminggu) rutin sedangkan kelompok kontrol:
suatu aktivitas otot dengan mengindentifikasi diberikan teknik progressive muscle
otot yang tegang kemudian menurunkan relaxation (1 kali per 2 hari semiggu) tidak
ketegangan otot dengan perlahan hingga rutin .
mendapatkan perasaan relaks (Herodes, 2010; Uji statistik pada penelitian ini
Setyoadi, 2011). menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test
Pelaksanaan teknik relaksasi otot yakni untuk mengetahui perubahan tingkat
progresif membuat otot akan mendapatkan depresi sebelum dan sesudah pemberian
penegangan terlebih dahulu kemudian perlakuan pada kelompok eksperimen dan
menghentikan penegangan dan merasakan kontrol. H0 ditolak, jika p value < (0,05).
hilangnya ketegangan otot secara rileks. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan
Manfaat yang didapatkan dari PMR yakni antara perubahan tingkat depresi pada
berupa kondisi rileks dan penguatkan pikiran kelompok eksperimen dengan kelompok
positif menjadikan teknik PMR salah satu kontrol pada pada pasien gagal ginjal kronik
terapi non famakologis yang efektif yang menjalani hemodialisa di RSU Dr.
dterapkani untuk menurunkan depresi. Wahidin Sudiro Husodo digunakan uji
statistik U-Mann Whitney. H0 ditolak p value
METODE PENELITIAN < (0,05). Analisa data ini menggunakan
Rancangan dalam penelitian ini adalah program software SPSS 20.0.
pretest-posttest control group design,. Jumlah
populasi yang memenuhi kriteria peneliti
berjumlah 55 orang. Pengambilan sampel

3
HASIL PENELITIAN Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden
1. Data Umum berdasarkan lama menjalani.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden Total
No Lama menjalani
berdasarkan umur . F %
1. 1-7 bulan 12 40,0
No Umur F % 2. 8-14 bulan 9 30,0
3. 15-21 bulan 1 3,3
1. 19-27 tahun 3 10,0 4. 22-28 bulan 5 16,7
2. 28-36 tahun 1 3,3 5. 29-35 bulan 2 6,7
3. 37-45 tahun 10 33,3 6. 36-42 bulan 1 3,3
4. 46-54 tahun 9 30 Total 30 100
5. 55-63 tahun 5 16,7 Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa
6. 64-72 tahun 2 6,7
hampir setengah responden menjalani
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.1 hampir setengah hemodialisa selama 1-7 bulan sebanyak 12

responden yang diambil berusia 37-45 tahun responden (40%).

yakni 10 responden (33,3 %). Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden


berdasarkan riwayat penyakit
dahulu.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden Total
berdasarkan jenis kelamin . No RPD
F %
Total 1. Hipertensi 17 56,7
No Jenis Kelamin
(F) (%) 2. Diabetes Melitus 6 20,0
1. Laki-laki 17 56,6 3. Gaya Hidup 5 16,7
2. Perempuan 13 43,4 4. Penyakit Obstruksi/ 2 6,7
Total 30 100 Infeksi Urinaria
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.2 sebagian besar
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa
responden adalah laki-laki sejumlah 17
sebagian besar responden memiliki riwayat
responden (56,6%).
penyakit dahulu hipertensi yakni 17
responden ( 56,7 %).
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan pekerjaan.

No Pekerjaan F %

1. Tidak bekerja 16 53,3


2. Pelajar 1 3,3
3. Swasta 4 13,3
4. Wiraswasta. 8 26,7
5. Petani 0 0
6. Pensiunan 1 3,3
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa
jumlah sebagian besar responden tidak
bekerja sebanyak 16 responden (53.3%).

4
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tingkat
depresi sebelum pemberian 2. Data Khusus
perlakuan pada kelompok Tabel 4.8 Analisis perubahan tingkat
eksperimen dan kelompok depresi sebelum dan sesudah
kontrol. pemberian perlakuan kelompok
Eksperim eksperimen pada pasien GGK
Kontrol yang menjalani HD.
Tingkat Depresi en
F % F % Tingkat Post-
Pre-Test
1 Depresi Ringan 6 40,0 5 33,3 Depresi Test
2 Batas Depresi 3 20,0 5 33,3 Kelompok
F % F %
3 Depresi Sedang 4 26,7 4 26,7 Eksperimen
4 Depresi Berat 2 13,3 1 6,7 1 Normal 0 0 6 40,0
2 Depresi Ringan 6 40,0 4 26,7
Total 15 100 15 100 3 Batas Depresi 3 20,0 3 20,0
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa 4 Depresi Sedang 4 26,7 2 13,3
5 Depresi Berat 2 13,3 0 0
pada kelompok eksperimen hampir setengah Total 15 100 15 100
responden mengalami depresi ringan yaitu p value= 0,001

sebanyak 6 responden (40,0%) sedangkan Berdasarkan tabel 4.8 Hasil uji statistic
pada kelompok kontrol hampir setengah Wilcoxon Signed Ranks Test menggunakan
memgalami depresi ringan dan batas depresi bantuan SPSS versi 20.0 diketahui bahwa
yaitu masing-masing sebanyak 5 responden nilai p value (0,001) < (0,05), artinya Ho
(33,3%). ditolak, jadi, terdapat pengaruh pemberian
teknik progressive muscle relaxation 2 kali
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi tingkat sehari seminggu (rutin) pasien GGK yang
depresi sesudah perlakuan menjalani HD di RSU Dr. Wahidin Sudiro
pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Husodo Mojokerto.
Eksperi-
Tingkat Kontrol
men
Depresi F % F %
1. Normal 6 40,0 0 0
2. Depresi Ringan 4 26,7 7 46,7
3. Batas Depresi 3 20,0 5 33,3
4. Depresi Sedang 2 13,3 3 20,0
5. Depresi Berat 0 0 0 0
Total 15 100 15 100
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa
pada kelompok eksperimen hampir setengah
responden tidak mengalami depresi (normal)
yaitu sebanyak 6 responden (40,0%)
sedangkan pada kelompok kontrol hampir
setengah memgalami depresi ringan
sebanyak 7 responden (46,7%).

5
Tabel 4.9 Analisis perubahan tingkat nilai p value (0,005) < (0,05), artinya Ho
depresi sebelum dan sesudah
ditolak, H1 diterima. Jadi, Ada perbedaan
pemberian perlakuan
kelompok kontrol perubahan tingkat depresi sebelum dan
Tingkat Depresi Pre-Test Post-Test
sesudah pemberian teknik progressive muscle
Kelompok
Kontrol relaxation 2 kali sehari seminggu (rutin) pada
F % F % kelompok eksperimen dengan perubahan
1 Normal 0 0 0 0 tingkat depresi sebelum dan sesudah
2 Depresi Ringan 5 33,3 7 46,7
3 Batas Depresi 5 33,3 5 33,3 pemberian teknik teknik progressive muscle
4 Depresi Sedang 4 26,7 3 20,0 relaxation 1 kali per 2 hari (tidak rutin) pada
5 Depresi Berat 1 6,7 0 0
kelompok kontrol.
Total 15 100 15 100
p value = 0,025 PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui
1. Tingkat depresi sebelum pemberian
bahwa, Hasil uji statistic Wilcoxon Signed perlakuan pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada pasien
Ranks Test menggunakan bantuan SPSS versi
GGK yang menjalani HD
20.0 diketahui bahwa nilai p value (0,025) < Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa
(0,05), artinya Ho ditolak, jadi terdapat pada kelompok eksperimen hampir setengah
pengaruh pemberian teknik progressive responden mengalami depresi ringan yaitu
muscle relaxation 1 kali per 2 hari (tidak sebanyak 6 responden (40,0%) sedangkan
rutin) kelompok kontrol pasien GGK yang pada kelompok kontrol hampir setengah
menjalani HD di RSU Dr. Wahidin Sudiro memgalami depresi ringan dan batas depresi
Husodo Mojokerto yaitu masing-masing sebanyak 5 responden
(33,3%).
Tabel 4.10 Perbedaan antara perubahan Permulaan dari gejala depresi yang
tingkat depresi sebelum dan
banyak dialami oleh pasien GGK berawal dari
sesudah pemberian perlakuan
pada kelompk eksperimen dan stress fisik yang dialaminya, yang pada
pada kelompok kontrol .
akhirnya mempengaruhi kejiwaan dan stres
Tingkat
psikologis. Kondisi depresi dipengaruhi oleh
No. Depresi N p Value
factor predisposisi dan presipitasi yang
Kelompok mengakibatkan penilaian seseorang terhadap
1. Eksperimen 15
0,005 stressor menjadi negatif. Faktor predisposisi
2. Kelompok 15 (penyebab) dari depresi terdiri dari faktor
Kontrol
genetik, perasaan marah yang dialihkan pada
Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa diri sendiri (agresi), kehilangan, kepribadian,
hasil uji Mann-Whitney test menggunakan kognitif, model belajar, model perilaku, dan
bantuan SPSS versi 20.0 diketahui bahwa factor biokimia (Sadock, 2010). Sedangkan

6
factor presipitasi (pencetus) dari depresi yakni predisposisi (penyebab) terjadi gangguan
kehilangan sistem kasih sayang, peristiwa afektif/mood depresi ini..
kehidupan, ketegangan peran, penilaian Gagal ginjal merupakan penyakit
stressor, dan perubahan fisiologis (Stuart. G, terminall illness. Sehingga, dibutuhkan sistem
2016). keluarga untuk penguatan positif. Tujuan
Faktor fisiologis menjadi faktor utama akhir dari ini adalah pasien lebih sering
terjadinya depresi pada pasien GGK yag berfikir positif agar kondisi psikis tidak
menjalani hemodialisa, Beberapa faktor memperburuk kondisi fisiknya.
fisiologis yang mejadi permulaan terjadinya Kondisi fisik, kehilangan peran,
depresi diantara lain: sesak nafas, mudah dukungan yang inadekuat adalah dominasi
lelah, oedeme, kram, hipertermi, nyeri, faktor-faktor yang mempengaruhi depresi
anemia hingga pruritus dll. Beberapa kondisi pada pasien gagal ginjal kronis yang
fisik inilah yang banyak berimbas dan menjalani depresi. Dan beberapa factor lain
mempengaruhi aktivitas sehari-hari, seperti juga mempengaruhi kondisi depresi.
bekerja, tidur, dan sosial. Kepribadian, Pengalaman, sistem pertahanan
Faktor kehilangan peran juga tidak bisa dan pendukung yang berbeda pada masing-
diabaikan. Faktor kehilangan merupakan masing pasien juga mempengaruhi tingkat
presdisposisi terjadinya depresi (Sadock, depresi pasien. Sehingga respon depresi pada
2010) Teori kehilangan berhubungan dengan masing-masing pasein berbeda.
factor perkembangan (misalnya kehilangan
2. Analisis perubahan tingkat depresi
objek/orang) dan individu tidak berdaya
sebelum dan sesudah pemberian
mengatasi kehilangan (Puwaningsih, 2010). perlakuan pada kelompok eksperimen
dan analisa perubahan tingkat depresi
Dalam hal ini, seorang laki-laki akan
sebelum dan sesudah pemberian
merasakan kehilangan peran sebagai pencari perlakuan kelompok kontrol
Hasil uji statistic Wilcoxon Signed Ranks
nafkah akibat penyakit yang dideritanya.
Test menggunakan bantuan SPSS versi 20.0
Kehilangan peran sebagai pencari
pada table 4.8 diketahui bahwa nilai p value
nafkah menyebabkan ekonomi menjadi
(0,001) < (0,05), artinya Ho ditolak, jadi,
terhambat. Hal ini merupakan stressor
terdapat pengaruh pemberian teknik
tersendiri bagi responden. Dimana mayoritas
progressive muscle relaxation 2 kali sehari
dari pasien masih diusia produktif. Kondisi
seminggu (rutin) pasien GGK yang
fisik yang menurun hingga ketidakmampuan
menjalani HD di RSU Dr. Wahidin Sudiro
melakukan aktivitas sehari-hari adalah
Husodo Mojokerto.
penyebab mereka kehilangan pekerjaan dan
Pengaruh pemberian teknik progressive
peran. Sehingga bukan tidak mungkin karena
muscle relaxation yang significan terhadap
kehilangan peran ini menjadi factor
perubahan tingkat depresi pada pasien gagal

7
ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di (Alam & Hadibroto, 2007; N.E.Alfiyanti,
RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo. Hal 2014).
tersebut dapat terjadi dikarenakan penilaian Teknik PMR pada kelompok eksperimen
terhadap stressor mengakibatkan keteganggan memiliki komponen yang penuh dan sesuai
otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan protap yang ada dengan frekuensi yang sering
membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR dan rutin. Responden yang melakukan teknik
akan menghambat jalur tersebut dengan cara relaksasi otot progresif, individu akan
mengaktivasi cara kerja sistem saraf para menyadari ketegangan pada otot tubuh dan
simapatis dan memanipulasi hipotalamus mencapai relaksasi otot yang total.
melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat Sehingga ,akan mempengaruh perubahan
sikap positif sehingga rangsangan stress tingkat depresi pasien GGK yang menjalani
terhadap hipotalamus berkurang dan depresi hemodialisa.
dapat diturunan (Puji A, 2014). Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa,
Hasil penelitian ini mendukung Hasil uji statistic Wilcoxon Signed Ranks Test
penelitian sebelumnya dari Sholihah bahwa menggunakan bantuan SPSS versi 20.0
teknik progressive muscle efektif untuk diketahui bahwa nilai p value (0,025) <
mengurangi tingkat depresi lansia di desa (0,05), artinya Ho ditolak, jadi terdapat
turigede kec. kepohbaru kab. Bojonegoro pengaruh pemberian teknik progressive
dengan hasil p value (0,000) < (0,05) muscle relaxation 1 kali per 2 hari (tidak
(Sholihah, 2015). rutin) kelompok kontrol pasien GGK yang
Terapi PMR mampu meningkatkan menjalani Meskipun pada kelompok kontrol
produksi melatonin dan serotonin serta diberikan perlakuan proresive muscle
menurunkan hormon stres kortisol. Pengaruh relaxation dengan gerakan yang sama.
serotonin ini berkaitan dengan mood, hasrat Namun, frekuensinya tidak sama yakni 2 hari
seksual, tidur, ingatan, pengaturan temperatur sekali pagi dan sore hari. Dan dalam peneltian
dan sifat-sifat sosial. Bernapas dalam dan ini perlakuan tersebut menbuat perubahan
perlahan serta menegangkan beberapa otot tingkat depresi walau tidak sebesar pada
selama beberapa menit setiap hari dapat kelompok eksperimen.
menurunkan produksi kortisol sampai 50%.
Kortisol (cortisol) adalah hormon stres yang
bila terdapat dalam jumlah berlebihan akan
mengganggu fungsi hampir semua sel dalam
tubuh. Bersantai dan melakukan PMR dapat
membantu tubuh mengatasi stres dan
mengembalikan kemampuan sistem imun

8
3. Analisa perbedaan antara perubahan Namun dalam frekuensi yang berbeda.
tingkat deperesi sebelum dan sesudah
Peneliti hanya mengurangi frekuensi terapi.
perlakuan pada kelompok eksperimen
dengan sebelum dan sesudah pemberian Pada kelompok eksperimen dilakukan secara
perlakuan kelompok kontrol pada
rutin yakni setiap hari selama satu minggu
pasien GGK yang menjalani HD di RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. sedangkan pada kelompok kontrol dilakukan
Berdasarkan tabel 4.10 Hasil uji Mann-
tidak rutin yakni 1 kali per 2 hari seminggu.
Whitney test menggunakan bantuan SPSS
Dan pada kelompok eksperimen satu
versi 20.0 diketahui bahwa nilai p value
responden melakukan 14 kali perlakuan pada
(0,005)< (0,05), artinya Ho ditolak, H1
satu minggu penuh sedangkan pada kelompok
diterima. Jadi, ada perbedaan perubahan
kontrol hanya diberi 6 kali perlakuan saja
tingkat depresi sebelum dan sesudah
dalam satu minggu.
pemberian teknik progressive muscle
Perbedaan frekuensi terapi ini mampu
relaxation 2 kali sehari seminggu (rutin) pada
membuat perbedaan perubahan tingkat
kelompok eksperimen dengan perubahan
depresi pada kelompok kontrol dan kelompok
tingkat depresi sebelum dan sesudah
esperimen. Hal ini dilihat dari perbedaan
pemberian teknik teknik progressive muscle
antara p value dari kedua kelompok, terlihat
relaxation 1 kali per 2 hari (tidak rutin) pada
jelas bahwa terdapat perbedaan nilai
kelompok kontrol..
kebermaknaan perubahan tingkat depresi
Pelaksanaan teknik relaksasi otot
antara kedua kelompok. Dari data sebelumnya
progresif membuat otot akan mendapatkan
diketahui bahwa p value pada kelompok
penegangan terlebih dahulu kemudian
ekperimen adalah (0,001) < (0,05)
menghentikan penegangan dan merasakan
sedangkan pada p value kelompok kontrol
hilangnya ketegangan otot secara rileks.
adalah p value (0,025) < (0,05), sehingga
Untuk hasil yang maksimal, dianjurkan untuk
jika dibandingkan dengan teknik progressive
melakukan teknik relaksasi otot progresif
muscle relaxation yang dilakukan tidak rutin,
sebanyak 2 kali sehari selama satu minggu
teknik progressive muscle relaxation yang
dengan waktu 20-30 menit (Davis, 2005;
dilakukan teratur dan rutin lebih efektif
Nasution, 2016). PMR bisa dilakukan pasien
memberikan efek penurunan tingkat depresi
pada posisi duduk atau pada posisi telentang
pada responden.
(Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011;
Perbedaan perubahan tingkat depresi
N.E.Alfiyanti, 2014).
terjadi karena pada perlakuan eksperimen
Perlakuan pada penelitian ini dilakukan
dilakukan sesuai protap yang ada. Dengan
sama oleh peneliti yakni 15 gerakan yang
frekuensi yang sama dengan referensi
dlakukan secara teratur dan prosedur yang
sebelumya memberikan efek yang lebih baik
sama. Kedua kelompok juga melalukan teknik
dari pada kelompok kontrol. Sedangkan pada
PMR ini 2 kali sehari yakni pagi dan sore,

9
kelompok kontrol beberapa komponen- akan didapatkannya. Bahkan, pada kelompok
komponen yang perlu dipenuhi oleh kontrol akan lebih mungkin tidak melakukan
responden agar tercipta hasil yang maksimal terapi karena terapi dilakukan tidak rutin.
tidak terpenuhi, jika beberapa komponen Sehingga dapat disimpulkan meski keduaya
tersebut kurang atau tidak terpenuhi pada saat mampu menurunkan tingkat depresi. Ada
pelaksanaan teknik relaksasi progressive perbedaan perubahan tingkat depresi pada
muscle relaxation, maka hasil yang dicapai kelompok eksperimen dan kontrol. Teknik
dari pelaksanaan teknik tersbut tidak akan progressive muscle relaxation lebih efektif
maksimal. jika dilakukan sesuai protap pada frekuensi
Ada beberapa hal yang dianalisa yang rutin.
peneliti bahwa teknik relaksasi yang rutin
lebih efektif mempengaruhi perubahan tingkat SIMPULAN DAN SARAN
depresi progressive muscle relaxation Simpulan
dilakukan teratur, sering, dan rutin akan 1 Terdapat pengaruh sigifikan pemberian
memberikan kondisi rileks dan positif, teknik progressive muscle relaxation 2
Sehingga stressor responden dapat teralihkan kali sehari seminggu (rutin) pada
setiap harinya. PMR akan memberikan efek kelompok eksperimen terhadap perubahan
maksimal jika dilakukan pada suasana yang tingkat depresi pada pasien GGK yang
kondusif (tidak ramai, tenang). Dalam menjalani HD di RSU Dr. Wahidin Sudiro
penelitian ini PMR dilakukan rumah masing- Husodo Mojokerto dengan Terapi PMR
masing sehingga lebih bisa mengontrol mampu meningkatkan produksi melatonin
kebisingan dan memfokuskan terapi untuk dan serotonin serta menurunkan hormon
efek yang maksimal. stres kortisol yang berpengaruh pada mood
Dari hasil observasi peneliti pemberian seseorang. PMR juga mampu membuat
terapi teknik progressive muscle relaxation keadaan rileks, menurunkan keteganggan
dengan frekuensi sering dan rutin, ternyata otot, menciptakan pikiran/mental positif
lebih mempengaruhi perubahan depresi pada sehingga berpengaruh pada penurunan
pasien. Dimana pasien akan lebih berelaksasi tingkat depresi.
setiap harinya, menguatkan pikiran positif 1. Terdapat perbedaan signifikan perubahan
setiap harinya dan pasien akan lebih tingkat depresi sebelum dan sesudah
merasakan terlatih merasakan rileksasi otot pemberian teknik PMR rutin pada
lebih sering dari kelompok kontrol. kelompok eksperimen dengan pemberian
Sedangkan pada kelompok kontrol teknik PMR tidak rutin pada kelompok
pelaksaanan terapi yang tidak rutin akan lebih Hal ini karena pada kelompok eksperimen
mungkin mengabaikan rasa rileksasi yang teknik progressive muscle relaxation

10
dilakukan teratur, sering, dan rutin akan le/download/278/303) (Diakses
tanggal 20 November 2016).
memberikan kondisi rileks dan positif
lebih makimal, Sehingga stressor Amalia, Fitri. 2015. Gambaran Tingkat
Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal
responden dapat teralihkan setiap harinya
Kronik yang Menjalani Hemodialisis
dibandingkan dengan pelaksanaan yang di RSUP dr. M. Djamil Padang.
2016. Didapat dari :
tidak rutin. Teknik progressive muscle
(http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php
relaxation lebih efektif jika dilakukan /jka/article/view/209) (Diakses
tanggal 16 November 2016).
sesuai prosedur pada frekuensi yang rutin.
Armiyati , Yunie. 2014. Manajemen Masalah
Psikososiospiritual Pasien Chronic
Saran Kidney Disease (CKD) Dengan
1. Pelaksanaan PMR yang efektif dilakukan Hemodialisis Di Kota Semarang.
Didapat dari:
setiap hari akan lebih baik, jika unit (http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/
hemodialisa menyediakan ruangan psn12012010/article/download/2125/
2152.)
relaksasi tersendiri, ataupun penyediaan
layanan konseling psikologis tertentu di Asti, Arnika Dwi. 2014. Gambaran
Perubahan Hidup Klien Gagal Ginjal
suatu ruangan khusus untuk membantu Kronis yang Menjalani Hemodialisa.
memperbaiki dari aspek psikologis. Didapat dari:
2. Dikarenakan pada penelitian ini, (http://ejournal.say.ac.id/ejournal/inde
x.php/jkk/article/download/62/6)
pengawasan teknik progressive muscle (Diakses tanggal 22 november 2016)
relaxation secara langsung hanya
Azahra, Mega. 2013. Peran Konsep Diri Dan
dilakukan pada pre-post test saja dan Dukungan Sosial Terhadap Depresi
menggunakan lembar observasi serta via Pada Penderita Gagal Ginjal Yang
Menjalani Terapi
telfon diharapkan agar peneliti Hemodialisis.Didapat dari:
selanjutnya menemukan cara alternatif (http://download.portalgaruda.org/arti
cle.php?article=123268&val=5545)
untuk mengawasi responden setiap hari (Diakses tanggal 27 November 2016)
dalam melaksanakan progressive muscle
Eka N, Fitriyani. 2014. Konsep Diri dengan
relaxation agar responden dapat Kejadian Depresi pada Pasien Gagal
melaksanakan teknik ini sesuai dengan Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisa di RSUD Panembahan
prosedur yang ada. Senopati Bantul. Jurnal Ners dan
Kebidanan Indonesia. Didapat dari:
DAFTAR PUSTAKA (http://ejournal.almaata.ac.id/index.ph
Alfiyanti, Nur E. 2014 Pengaruh Relaksasi p/JNKI/article/view/107/106)
Otot Progresif Terhadap Tingkat (Diakses tanggal 27 November
Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal 2016)..
Kronik yang Menjalani Hemodialisis
di Unit Hemodialisa RS Telogorejo Sadock, Benjamin J. 2010. Kaplan &
Semarang. 2016. Didapatkan dari: Sandock Buk Ajar Psikiatri Klinis.
(http://pmb.stikestelogorejo.ac.id/ejou Jakarta : EGC.
rnal/index.php/ilmukeperawatan/artic

11
Le Mone, Priscilla. 2015. Buku Ajar (Diakses tanggal 24 Desember 2016)
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta
: EGC Setyoadi & Kushariyadi. 2011. Terapi
modalitas keperawatan pada klien
Nasution, Rizki .2016. Efektifitas Teknik Psikogeriatrik. Jakarta : salemba
Relaksasi Otot Progresif Terhadap medika.
Tingkat Fatigue Pada Pasien Penyakit
Ginjal Kronik Yang Menjalani Sholihah, Siti. 2015. Pengaruh Relaksasi
Hemodialisis Di Klinik Spesialis Otot Progresif Terhadap Tingkat
Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Depresi Lansia Di desa Turigede
Medan. Kec. Kepohbaru Kab. Bojonegoro..
Didapatkan dari:
Report Of Indonesian Renal Registry (http://stikesmuhla.ac.id/wp-
7th.2014. Didapatkan dari : content/uploads/1-6-Siti-
(http://www.indonesianrenalregistry.o Sholikah.pdf) (Diakses 27
rg) (Diakses tanggal 16 November November.2016).
2016)
Stuart, Gail W. 2013.Prinsip Dan Praktik
Puji, Astuti. 2014. Teknik Progressive Muscle Keperawayan Kesehatan Jiwa Stuart
Relaxation Mempengaruhi Kadar Edisi Indonesia. Jakarta : Elselvier.
Glukosa Darah Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2. Didapatkan dari: Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan jiwa.
(http://journal.unusa.ac.id/index.php/j Bandung: Refika Aditama
hs/article/viewFile/118/106).

12
13
14

Anda mungkin juga menyukai