Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

ATROPIN SULFAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh:
Dina Dinda Restiwi
21504101066

Pembimbing:
dr. I Dewa Gede Tresna Rismantara, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU ANESTESIOLOGI
RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr
pada tahun 1846 yang artinya tidak ada rasa sakit.1
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestasi
umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Pada
operasi-operasi daerah tertentu seperti operasi pada bagian perut, maka selain hilangnya rasa
sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan
dengan lancar.2
Sebelum dilakukan tindakan anestesi, dilakukan tindakan premedikasi yaitu pemberian
obat 1-2 jam sebelum tindakan anestesi, untuk membantu induksi anestesi, pemeliharaan, dan
pemulihan yang baik. Tujuan premedikasi diantaranya meredakan kecemasan, memperlancar
induksi anestesi, mengurangi sekresi kelenjar kelenjar saliva dan bronkus, meminimalkan
jumlah obat anestesi, mengurangi mual muntah pasca bedah, mengurangi isi cairan lambung,
dan mengurangi refleks yang membahayakan.3
Obat-obat yang digunakan untuk premedikasi diantaranya golongan sedatif (diazepam,
midazolam), golongan narkotik analgetik (morphine, pethidin, fentanyl), golongan
neuroleptik (dehydrobenzperidol), dan golongan antikolinergik (atropin sulfat). Atropin sulfat
merupakan agen antikolinergik, diperoleh dari Atropa Belladonna. Dimana obat ini memblok
reseptor muskarinik yang memiliki peran pada otak untuk fungsi belajar, memori, dan
orientasi. Pada dosis terapeutik, atropin memiliki efek stimulasi pada CNS (Central Nervous
System), namun pada dosis yang berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, agitasi,
halusinasi, koma, dan kematian. Pada dosis terapeutik atropin menyebabkan takikardi denga
mekanisme blok pada reseptor M2 pada jantung. Atropin digunakan pada keadaan
bradiaritmia, bradikardia, keracunan organofosfat, AV blok, serta menurunkan produksi
sekresi saliva dan bronkial. Pada pemberian dosis yang berlebihan, atropin dapat
menyebabkan takikardia, delirium, koma, kulit kemerahan, pandangan mata kabur, gelisah,
halusinasi, dan ataksia.4
Pada makalah ini akan membahas tentang atropin sulfat sebagai salah satu obat
premedikasi anestesi yang memiliki mekanisme antikolinergik yang cukup banyak digunakan
dalam tindakan pre anestesi. Telah kita ketahui obat ini memiliki efek terhadap CNS yang
merupakan organ vital dalam tubuh kita sehingga kita perlu lebih memahami mengenai
definisi, indikasi, dosis pemberian, efek samping, kontraindikasi, intoksikasi serta
penanganan terhadap atropin sulfat sehingga dapat membantu terhindar dari gejala-gejala saat
pre anestesi, anestesi hingga post anestesi serta dapat memberikan penanganan yang
maksimal terhadap penyakit yang diderita pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Atropin Sulfat


Atropin sulfat merupakan agen antikolinergik dan antagonis muskarinik.5 Selain sebagai
antikolinergik, atropin sulfat juga berfungsi sebagai midriatika, medikasi preanestetik,
antispasmodik, antidotum, dan untuk insektisida golongan organofosfat.6 Atropin merupakan
agen antikolinergik, diperoleh dari Atropa Belladonna, dimana obat ini memblok reseptor
muskarinik yang memiliki peran pada otak untuk fungsi belajar, memori, dan orientasi.4
Substansi aktif dari atropin sulfat yaitu atropin yang diperoleh dari Atropa Belladonna
yang merupakan amine tersier dengan waktu paruh 2,6-4,3 jam. Tanaman ini berasal dari
famili Solanaceae yang merupakan tanaman yang sangat beracun. Atropin memblok reseptor
muskarinik asetilkolin yang berperan penting pada fungsi otak dalam hal belajar, memori,
dan orientasi. Dengan adanya blokade muskarinik, penurunan asetilkolin menyebabkan
disfungsi memori, halusinasi, dan disorientasi. Atropin merupakan agen antikolinergik atau
antimuskarinik antagonis asetilkolin pada nervus postganglionik, yang dapat mengganggu
reseptor kelenjar eksokrin, otot polos, CNS, dan otot jantung. Efek ke perifer seperi takikardi,
keringat, sekresi cairan lambung, penurunan produksi saliva, nasal, dan penurunan motilitas
usus.4
Atropin digunakan sebagai premedikasi anestesi dimana dapat menekan produksi air liur
dan sekresi jalan nafas dan juga mencegah reflek yang menimbulkan gangguan jantung atau
mencegah timbulnya bradikardi.
2.2 Struktur Kimia Atropin Sulfat

Gambar 2.1 Struktur kimia Atropin Sulfat5


Rumus molekul : (C17H23NO3) H2SO4H2O

2.3 Indikasi Pemberian Atropin Sulfat


Atropin sulfat diindikasikan bila terjadi efek muskarinik yang berlebihan.
Indikasinya seperti:
1. Mengurangi sekresi saluran pernapasan
2. Mencegah penurunan denyut jantung dan tekanan darah
3. Meningkatkan denyut jantung atau mengurangi AV blok (ketika bradikardi atau AV
blok hemodinamik signifikan, dianggap karena vagal tone yang berlebihan)
4. Sebagai penangkal overdosis obat kolinergik atau untuk keracunan kolinesterase
seperti insektisida organofosfat.
5. Untuk mengurangi efek samping muskarinik obat antikolinesterase yang digunakan
untuk pembalikan blokade neuromuskular.5

2.4 Mekanisme Kerja Atropin Sulfat


Atropin menghambat aksi muskarinik asetilkolin pada struktur yang diinervasi oleh nervus
kolinergik postganglionik dan otot polos yang merespon asetilkolin endogen tapi tidak
diinervasi. Atropin sebagai antagonis yang dapat meningkatkan konsentrasi asetilkolin di
tempat reseptor organ efektor. Reseptor antagonis oleh atropin adalah struktur perifer yang
distimulasi atau dihambat oleh muskarin (kelenjar eksokrin, otot halus, dan jantung).5
Penghambatan parasimpatik atropin dapat diawali dengan fase stimulasi sementara,
terutama pada jantung di mana dosis kecil pertama memperlambat laju sebelum takikardia
karena kelumpuhan kontrol vagal. Atropin memberikan efek yang lebih kuat dan
berkepanjangan pada otot jantung, usus dan bronkial. Atropin dalam dosis klinis tidak
menekan sistem saraf pusat tetapi dapat merangsang medula dan pusat serebral yang lebih
tinggi. Bila eksitasi vagal ringan terjadi, kadang-kadang terjadi peningkatan laju pernafasan
dan peningkatan kedalaman respirasi yang dihasilkan oleh atropin dikarenakan oleh dilatasi
bronkus.5
Dosis atropin yang adekuat dapat menghilangkan reflek vagal jantung yang lambat atau
asistole. Obat ini juga dapat mencegah dan menghilangkan bradikardia atau asistole akibat
injeksi ester kolin, agen antikolinesterase, atau obat parasimpatomimetik lainnya, dan henti
jantung yang dihasilkan oleh stimulasi vagus. Atropin juga dapat mengurangi blok jantung
parsial bila aktivitas vagal merupakan faktor etiologinya. Pada beberapa pasien dengan blok
jantung komplit tingkat idioventrikular dapat dipercepat oleh atropin, namun pada pasien
yang lain kadang-kadang dosis yang besar dapat menyebabkan AV blok.5
Injeksi atropin sulfat dalam dosis klinis dapat menetralkan dilatasi perifer dan penurunan
tekanan darah yang tiba-tiba. Pada dosis sistemik, atropin dapat meningkatkan sedikit
tekanan sistolik dan menurunkan tekanan diastolik dan menghasilkan hipotensi postural serta
meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan vena sentral. Kadang-kadang, atropin
juga dapat melebarkan pembuluh darah kutaneus dan menyebabkan demam atropin karena
penekanan aktivitas kelenjar keringat pada bayi dan anak kecil.5
Atropin dapat menghilang dengan cepat dari darah setelah diinjeksikan dan didistribusikan
ke seluruh tubuh. Sebagian besar obat dihancurkan oleh hidrolisis enzimatik, terutama di hati.
Dari 13 sampai 50% diekskresikan dalam urin.Efek atropin intravena terhadap denyut jantung
dan aliran saliva kira-kira 3 menit.5
Pemberian atropin dapat berpengaruh pada susunan saraf pusat dan merangsang medula
oblongata, pada mata dapat menyebabkan midriasis, pada saluran nafas dapat mengurangi
sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, pada jantung dapat merangsang nervus vagus
sehingga terjadi takikardi, pada saluran cerna menyebabkan penghambatan peristaltik usus
dan lambung, pada otot polos akan terlihat adanya dilatasi ginjal, ureter, dan kandung kemih
sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya retensi urin, pada kelenjar eksokrin dapat
menekan produksi kelenjar air liur.4
Pada dosis terapeutik, atropin memiliki efek stimulasi pada CNS, namun pada dosis yang
berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, agitasi, halusinasi, koma, dan kematian. Pada
dosis terapeutik atropin menyebabkan takikardi dengan mekanisme blok pada reseptor M2
pada jantung. Takikardia kemungkinan terjadi akibat penghambatan vagal dan menyebabkan
angina pectoris pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Bradikardia paradoksikal dapat
terjadi pada dosis kurang dari 0,5 mg. Atropin digunakan pada keadaan bradiaritmia,
bradikardia, keracunan organofosfat, AV blok, serta menurunkan produksi sekresi saliva dan
bronkial. Pada pemberian dosis yang berlebihan, atropin dapat menyebabkan takikardia,
delirium, koma, kulit kemerahan, pandangan mata kabur, gelisah, halusinasi, dan ataksia.4

2.5 Dosis Pemberian Atropin Sulfat


Dosis tunggal pada orang dewasa sekitar 0,5-1mg secara IV untuk efek antivagal dan anti
sekresi, 2-3 mg sebagai penangkal overdosis kolinergik dan keracunan. Bila sebagai obat
penawar dosis 2-3mg diulang setiap 20-30 menit sampai tanda-tanda keracunan berkurang
atau tanda keracunan atropin.
Pada pasien dengan penyakit arteri koroner dosis dibatasi (maksimum 0,03-0,04 mg/kg)
untuk menghindari efek takikardi. Pada pasien bradiasistolik, dosis 1 mg diberikan secara IV
diulangi 3-5 menit jika asistol tetap ada. Dosis atropin pada anak-anak kisaran 0,01-0,03
mg/kgBB.5
Gambar 2.2 Algoritma Bradikardia (Anak)7
Gambar 2.3 Algoritma Bradikardia (Dewasa)7

2.6 Efek Samping Atropin Sulfat


Sebagian besar efek samping atropin berhubungan dengan mekanismenya sebagai
antimuskarinik yaitu kekeringan pada mulut, penglihatan kabur, fotofobia, takikardi yang
biasanya terjadi dengan pemberian dosis terapeutik kronis. Anhidrosis juga dapat terjadi jika
terjadi intoleransi panas atau gangguan regulasi suhu tubuh pada orang yang tinggal di
lingkungan yang panas. Konstipasi dan kesulitan berkemih dapat dialami pada lansia. Reaksi
hipersensitivitas dapat terjadi seperti ruam kulit yang berkembang menjadi pengelupasan
kulit.5
Efek samping yang paling sering akibat dosis yang berlebihan yaitu palpitasi, pupil
dilatasi, sulit menelan, kulit kering, rasa haus, pusing, gelisah, tremor, kelelahan, dan ataksia.
Efek akibat keracunan dosis dapat menyebabkan palpitasi, gelisah, halusinasi, delirium, dan
koma. Pada beberapa kasus dapat terjadi penurunan tekanan darah dan kematian akibat gagal
respirasi disertai paralisis dan koma.5
Injeksi atropin sulfat diberikan secara hati-hati pada pasien dengan usia > 40 tahun.
Pemberian dosis sistemik dapat memicu glaukoma akut pada pasien yang rentan, mengubah
stenosis pilorus organik parsial menjadi obstruksi total, menyebabkan retensi urin pada pasien
dengan hipertrofi prostat serta menyebabkan pembentukan sumbatan pada pasien penyakit
paru kronis.5

2.7 Overdosis Atropin Sulfat


Pada kondisi overdosis, barbiturate atau diazepam dapat diberikan untuk mengurangi
gejala. Physostigmine dapat diberikan sebagai penangkal atropin dengan injeksi IV lambat 1-
4 mg pada dewasa (anak-anak 0,5-1 mg). Karena obat ini sifatnya mudah hancur,
kemungkinan pasien bisa koma kembali dalam 1-2 jam, pemberian dosis berulang dapat
diberikan. Selain itu pemberian alat bantu nafas serta oksigen juga diperlukan.5 Pemberian
dosis atropin yang berlebihan pada orang dewasa mencapai 200 mg hingga 1000 mg telah
diberikan. Pada anak-anak sekitar 10 mg yang berakibat fatal.5
Pada keadaan overdosis atropin dapat menyebabkan takikardia, agitasi, delirium, pupil
dilatasi, membran mukosa kering, kulit kering, dan penurunan motilitas usus. Atropin
merupakan alkaloid belladonna yang menghasilkan efek antikolinergik. Keracunan atropin
sistemik dapat menyebabkan karakteristik anticholinergic toxic syndrome yaitu pupil dilatasi,
kulit kering, membran mukosa kering, takikardia, retensi urin, takipneu, peningkatan suhu
tubuh, dan stimulasi CNS seperti gelisah, reaksi psikotik (delirium, agitasi) dan kejang. Pada
keadaan intoksikasi yang parah, dapat menyebabkan depresi CNS, kegagalan sirkulasi dan
respirasi, koma, dan kematian.4
Penatalaksanaan pada pasien keracunan atropin adalah dekontaminasi gastrointestinal dan
pemberian antidote. Kumbah lambung dapat digunakan pada 1 jam pertama post keracunan.
Setelah itu dapat diberikan agen antikolinergik seperti physostigmine yang merupakan
penghambat kolinesterase dan dapat mengurangi gejala agitasi dan delirium.4

2.8 Kontraindikasi Atropin Sulfat


Kontraindikasi pemberian atropin pada pasien dengan glaukoma, stenosis pilorus atau
hipertrofi prostat, kecuali pada dosis yang biasanya diberikan untuk pengobatan pre anestesi.
BAB III
PENUTUP

Atropin sulfat merupakan agen antikolinergik dan antagonis muskarinik yang digunakan
sebagai premedikasi anestesi dimana dapat menekan produksi air liur dan sekresi jalan nafas
dan juga mencegah reflek yang menimbulkan gangguan jantung atau mencegah timbulnya
bradikardi.
Pemberian atropin dapat berpengaruh pada susunan saraf pusat dan merangsang medula
oblongata, pada mata dapat menyebabkan midriasis, pada saluran nafas dapat mengurangi
sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, pada jantung dapat merangsang nervus vagus
sehingga terjadi takikardi, pada saluran cerna menyebabkan penghambatan peristaltik usus
dan lambung, pada otot polos akan terlihat adanya dilatasi ginjal, ureter, dan kandung kemih
sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya retensi urin, pada kelenjar eksokrin dapat
menekan produksi kelenjar air liur. Efek samping yang paling sering akibat dosis yang
berlebihan yaitu palpitasi, pupil dilatasi, sulit menelan, kulit kering, rasa haus, pusing,
gelisah, tremor, kelelahan, dan ataksia. Efek akibat keracunan dosis dapat menyebabkan
palpitasi, gelisah, halusinasi, delirium, dan koma. Dengan pembahasan referat mengenai
atropin sulfat ini, diharapkan tenaga kesehatan khususnya dokter dan perawat dapat lebih
memahami mengenai salah satu obat premedikasi anestesi ini. Diharapkan nantinya dapat
diaplikasikan sehingga akan memperlancar proses induksi, rumatan, hingga pasien bangun
dari anestesia tanpa memperburuk kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition. Singapore : Mc
Graw Hill Lange. 2007. Pp 401-17.
2. Mangku, Gde.; Senapathi, Tjokorda Gde Agung Senaphati. Obat-obat anestetika.
Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta : Indeks Jakarta. 2010. Pp.5-10.
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
2001. Pp. 31-32.
4. Rama RS, Baig MJ, Kumar AA. A case report on Atropine induced CNS side effects
and Tachycardia. International Journal of Allied Medical Sciences and Clinical
Research. 2015. Vol.3 No. 2. Pp: 79-81.
5. Atropine. Diakses pada http://www.rxlist.com/atropine-drug.htm. Tanggal 28 Juli
2017 pukul 19.00 WIB.
6. Sentra Informasi Keracunan Nasional, Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan
POM RI tahun 2012.
7. American Heart Association 2015 Handbook of Emergency Cardiovascular Care for
Healthcare Providers, November 2015, American Heart Association.

Anda mungkin juga menyukai