Anda di halaman 1dari 9

DalamPeraturanMenteriini,yangdimaksuddengan:

1.WilayahSungaiadalahkesatuanwilayahtatapengairansebagaihasil
pengembangansatuataulebihdaerahpengaliransungai;
2.Sungaiadalahsystempengaliranairmulaidarimataairsampaimuaradengan
dibatasipadakanandankirinyasertasepanjangpengalirannyaolehgaris
sempadan;
3.DaerahPengaliranSungaiadalahsuatukesatuanwilayahtataairyangterbentuk
secaraalamiah,dimanaairmeresapdan/ataumengalirmelaluisungaidananak
anaksungaiyangbersangkutan;
4.TataPengairanadalahsusunandanletaksumbersumberairdanataubangunan
bangunanpengairanmenurutketentuanketentuanteknikpembinaannyadisuatu
wilayahpengairantertentu;
5.TataAiradalahsusunandanletakair,yaitusemuaairyangterdapatdidalam
ataudanatauberasaldarisumbersumberair,baikyangterdapatdiatasmaupun
dibawahpermukaantanah(tidattermasukdalampengertianiniairyangterdapat
dilaut);

Berdasarkan data digital potensi bahan galian mineral kabupaten yang


dikompilasi oleh Direktorat inventarisasi Sumber daya Mineral terdapat
mineralisasi logam besi laterit dengan kadar bijih Fe = 49 %, sumber daya
terunjuk = 1.500.000 ton bijih di daerah Lingkobale, Kecamatan Asera,
Kabupaten Konawe dan juga terdapat beberapa daerah potensi mineral
bukan logam lainnya.

3.1.1. Daerah Sonai


Daerah Sonai secara administrasi termasuk dalam Desa Sonai, Kecamatan
Puriala, Kabupaten Konawe. Morfologi daerah Sonai terdiri dari daerah
dataran hingga perbukitan rendah dengan ketinggian 300 m dari permukaan
laut. Daerah perbukitan ditempati oleh batuan ultrabasa. Daerah dataran
ditempati oleh alluvium dari endapan rawa dan sungai yang terdiri dari kerikil,
pasir dan lempung . Batuan yang terdapat di daerah uji petik terdiri dari
batuan ultrabasa yang umumnya terdiri dari batuan harzburgit dan menempati
daerah perbukitan, diperkirakan berumur Kapur Awal (T.O. Simanjuntak,
1994) juga merupakan batuan yang tertua dan merupakan alas di Mandala
Sulawesi Timur .Batuan lainnya yang terdapat di daerah Sonai berupa
endapan aluvial rawa dan sungai yang terdiri dari kerakal, kerikil, pasir dan
lumpur. diperkirakan berumur Holosen (T.O.Simanjuntak, 1994).Struktur
geologi yang ditemukan pada daerah uji petik Sonai berupa kekar dan sesar,
struktur sesar dengan arah baratdaya timurlaut kemudian disusul sesar
menganan berarah timur barat, sesarsesar ini dibuktikan dengan adanya
cermin sesar dan munculnya beberapa sumber air panas di sekitar daerah uji
petik.

Pembuatan sumur uji dilakukan di daerah yang dianggap merupakan daerah


endapan Ni, Fe laterit yang cukup menarik. Tujuannya adalah untuk
mengetahui penyebaran batuan dan sebaran kandungan unsur-unsur logam
secara vertikal.Unsur yang dianalisis : Ni, Co, Cr, dan Fe. Pembuatan sumur
uji pada daerah uji petik Sonai, ada 2 (dua) buah sumur uji yaitu :
KD/SU-1 : Sumur ini terletak pada zona anomaly Fe sedang hingga kuat (Fe
> 153.246 ppm=15,3246 %).Hasil analisis tertinggi Fe=20 % sedangkan
analisis Ni tertinggi hanya 0,0399 %, dikarenakan sumur uji ini terletak pada
zona laterit Fe
KD/SU-2 :
Sumur ini terletak pada zona anomali kuat geokimia tanah Ni>8.823
ppm=0.8230 %.Hasil analisis tertinggi Ni=1,4910 % sedangkan analisis Fe
Tertinggi hanya 26 % dikarenakan sumur uji ini terletak pada zona laterit Ni.

(Ni=22.180 ppm=2,218 %);


KD-23-R
(Ni=13.450 ppm=1,345 %);
KD-32-R
(Ni=40.160 ppm=4,015);
KD-33-RA
(Ni=22.330 ppm=2,233 %)

Dari data sumur uji yang dilakukan pada daerah uji petik Sonai KD/SU-1
terlihat, bahwa zona limonit di daerah ini cukup tebal kurang lebih 4 m dengan
kadar Fe = 200.000 ppm = 20 %, pada kedalaman (2 - 3) m, sedangkan zona
laterit terlihat sangat tipis kadar Ni rendah yaitu Ni=3.996 ppm= 0,3996 %
sehingga mineralisasi garnierit yang terjadi berupa hasil konsentrasi residu
dari bahan yang tertinggal (zona paling atas) (Gambar 6). Sumur uji KD/SU-2
menunjukkan bahwa kadar Ni cukup tinggi yaitu Ni=14.910 ppm=1,4910 %
dan Fe= 135.000 ppm= 13,5 % pada kedalaman 1,2 - 2,2 m berupa tanah
saprolit masih terlihat urat-urat kecil garnierit berwarna hijau dengan
ketebalan1-3 mm juga terlihat garnierit menempel pada bidang-bidang cermin
sesar dengan data tersebut kemungkinan mineralisasi garnierit yang terjadi
berupa hasil konsentrasi celah yang terbawa sebagai partikel koloidal (zona
tengah).

Daerah Prospek P1: daerah ini terdapat sebaran anomali Ni, Co, Cr dan Fe
dan batuan mineralisasi garnierit, dengan kandungan Ni = 22.180 ppm =
2,2180 %.

Daerah Prospek P2 : daerah ini terdapat sebaran anomali Ni, Co, Cr dan Fe
dan batuan mineralisasi garnierit, dengan kandungan Ni= 40.150 ppm=4,0150
%.

Daerah Prospek P3 : daerah ini terdapat sebaran anomali Ni, Co, Mg dan Fe
dan batuan dari sumur uji KD/SU-2 dengan kandungan Ni=14.910
ppm=1,4910 % pada kedalaman 1,2 - 2,2m.

Ditinjau dari anomali unsur Ni menunjukkan angka Ni > 6317 ppm (0,63 %) ,
nomali terdapat di bagian tengah, menyebar ke arah baratdaya daerah
penyelidikan , daerah prospek 2 (P2) dan daerah prospek (3) mempunyai
topografi relatip agak landai, sehingga memungkinkan terdapat endapan
laterit nikel.
Geologi Regional

Secara umum daerah ini termasuk Mandala Geologi Sulawesi Timur, yang
dicirikan oleh himpunan batuan malihan, serpentinit, gabro, basal, dan batuan
sedimen pelagos Mesozoikum (Sukamto, 1975). Batuan-batuan yang
tersingkap di daerah kegiatan inventarisasi berumur mulai dari Paleozoikum
sampai Kuarter, menurut E. Rusmana, dkk. (1993) pada Peta Geologi Lembar
Lasusua Kendari, Sulawesi, sekala 1 : 250.000.

Berdasarkan himpunan batuan dan pencirinya, geologi Lembar Lasusua


Kendari dapat dibedakan dalam dua lajur; yaitu Lajur Tinodo dan Lajur Hialu.
Lajur Tinodo dicirikan oleh batuan endapan paparan benua, dan Lajur Hialu
oleh endapan kerak samudra/ofiolit, (Rusmana, dkk., 1985). Secara garis
besar kedua mendala ini dibatasi oleh Sesar Lasolo (Gambar 2).

Batuan yang terdapat di Lajur Tinodo yang merupakan batuan alas adalah
batuan malihan Paleozoikum (Pzm) dan diduga berumur Karbon. Pualam
Paleozoikum (Pzmm) menjemari dengan batuan malihan Paleozoikum
terutama terdiri dari pualam dan batugamping terdaunkan.

Pada Permo-Trias di daerah ini diduga terjadi kegiatan magma yang


menghasilkan terobosan antara lain aplit PTr (ga), yang menerobos batuan
malihan Paleozoikum. Formasi Meluhu (TRJm) ,secara tak selaras menindih
Batuan Malihan Paleozoikum. Pada zaman yang sama terendapkan Formasi
Tokala (TRJt). Hubungan dengan Formasi Meluhu adalah menjemari. Pada
kala Eosen hingga Miosen Tengah (?), pada lajur ini terjadi pengendapan
Formasi Salodik (Tems);

Batuan yang terdapat di Lajur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku) yang terdiri dari
peridotit, harsburgit, dunit dan serpentintit. Batuan ofiolit ini tertindih tak
selaras (?) oleh Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur Akhir, dan terdiri
dari batugamping berlapis bersisipan rijang pada bagian bawahnya.

Batuan sedimen tipe molasa berumur Miosen Akhir Pliosen Awal


membentuk Formasi Pandua (Tmpp). Formasi ini mendindih takselaras
semua formasi yang lebih tua, baik di Lajur Tinodo maupun di Lajur Hialu.
Pada Kala Plistosen Akhir terbentuk batugamping terumbu koral (Ql) dan
Formasi Alangga (Opa) yang terdiri dari batupasir dan konglomerat. Batuan
termuda di lembar peta ini ialah Aluvium (Qa) yang terdiri dari endapan
sungai, rawa dan pantai.

Struktur
Struktur geologi yang dijumpai di daerah kegiatan adalah sesar, lipatan dan
kekar. Sesar dan kelurusan umumnya berarah baratlaut tenggara searah
dengan Sesar geser jurus mengiri Lasolo. Sesar Lasolo aktif hingga kini.
Sesar tersebut diduga ada kaitannya dengan Sesar Sorong yang aktif kembali
pada Kala Oligosen (Simandjuntak, dkk., 1983). Sesar naik ditemukan di
daerah Wawo, sebelah barat Tampakura dan di Tanjung Labuandala di
selatan Lasolo; yaitu beranjaknya batuan ofiolit ke atas Batuan Malihan
Mekonga, Formasi Meluhu dan Formasi Matano. Sesar Anggowala juga
merupakan sesar utama, sesar mendatar menganan (dextral), mempunyai
arah baratlaut-tenggara.

Mineralisasi

Mineralisasi logam yang dijumpai di daerah ini ialah: laterit nikel dan kromit.
Laterit nikel banyak dijumpai di daerah kegiatan, meliputi daerah sebelah
utara sepanjang S. Lasolo, Peg. Tangkeroruwaki; Peg. Morombo dan P.
Bahulu; setempat di daerah Sampara, Wolu, Lasusua (E. Rusmana, dkk,
1993) pada Peta Geologi Lembar Lasusua Kendari, Sulawesi, skala 1 :
250.000.

Berdasarkan data geokimia (M. Bagdja. P., 1998), daerah Sungai Meraka dan
Sungai Sonai, Kec. Puriala, Kab. Kendari merupakan daerah anomali unsur-
unsur Ni, Co, Fe, Cr, dan Mn dengan nilai analisis kimia conto endapan
sungai yang cukup besar (Ni = 860 ppm dan Cr = 13.660 ppm)

Sungai Besar seperti Sungai Konaweha yang terletak di kabupaten Kendari


memiliki debit air 200 m3/detik, dan berdiri sebuah bendungan wawotobi
yang mampu mengairi persawahan di daerah kabupaten kendari seluas
18.000 Ha. Selain itu masih ada beberapa sungai yang berpotensi untuk
pembangunan dan pengembangan irigasi.

Padatahappengupasan(stripping)lapisantanahpenutupyangmengandungbesi(Fe)cukup
signifikan,
harus mendapat perhatian lebih serius. Diharapkan stripping dan dumping material ditata
sedemikianrupa
sehinggamaterialtersebutmasihberpotensiuntukpemanfaatanFedimasadepan.
Dalam tailing terdapat mineral ikutan terutama besi (Fe) dalam jumlah sangat signifikan,
adalahsesuatu
halyangperludipikirkan,danmasalahinisenantiasamenjadibahanpembahasanterutama
pemerintah
daerahmelaluidinasterkait.Apalagipemanfaatannyahinggasaatinimasihterbatasuntuk
ballastatau
uruganpengerasanjalan.

Untukpemenuhankebutuhanair,sebagianbesarmasihmemanfaatkanairpermukaan,air
tanahdangkaldanairtanahdalam.AirpermukaanyangadadiKabupatenKonaweberasal
dariSungaiMatarombeo,SungaiLasolo,danSungaiWalailindu.Selainitu,Sungai
LahumbutidanSungaiKonawehamerupakansungaiyangberpotensiuntukdimanfaatkan
sebagaipengairandansumberairbersih
Sumber Dinas PU
Berdasarkan pengaruh lima faktor pembentuk tanah, yaitu batuan induk, topografi,
umur, iklim,vegetasi/biologi, sebagai berikut:
Alluvial: tanah alluvial merupakan tanah yang masih muda dan belum ada
diferensiasihorison. Tanah alluvial ini umumnya hanya meliputi lahan yang sering
atau barusaja mengalami banjir.
Regosol: tanah regosol dicirikan dengan tekstur kasar, struktur kersai atau remah,
konsistensilepas sampai gembur dengan pH 6 7. Jenis tanah regosol pada umumnya
belumjelas membentuk diferensiasi horison.
Andosol: tanah andosol merupakan tanah yang netral sampai asam, banyak
mengandungbahan organik dan lempung. Tanah andosol di daerah ini merupakan
tanahandosol coklat
Latosol: tanal latosol merupakan tanah yang sudah mengalami pelapukan secara
insentif danperkembangan tanah lanjut. Secara umum sifat-sifat dominan tanah ini
adalah nialiSiO2fraksi, lempung rendah, kapasitas tukar kation rendah, lempungnya
kurangaktif, kadar mineral rendah, kadar bahan larut rendah dan stabilitas agregat
tinggi.
Podsolik: tanah podsolik berasal dari batuan dan tuff, yang mempunyai lepisan
permukaanyang sangat terlindi (highly leached), berwarna kelabu cerah sampai
kekuningan diatas horison yang bertekstur relatif berat dengan struktur gumpal,
agregat kurangstabil dan permeabilitas rendah.
Tanah-tanah yang berasosiasi, yaitu perpaduan dua jenis tanah yang sulit untuk
dibeda-bedakanatau dipisahan. Tanah-tanah asosiasi tersebut meliputi:1) asosiasi glei
humus dan organosol2) asosiasi litosol dan latosol coklat kekuningan3) asosiasi
latosol coklat kemerahan dan latosol kekuningan4) asosiasi podsolik coklat
kekuningan dan podsolik coklat5) asosiasi podsolik merah kekuningan dan podsolik
coklat kekuningan6) asosiasi podsolik coklat kekuningan dan hidromorf kelabu7)

ketinggian tempat 0 7 mdpl (15,6 %)dan didominasi oleh kelas kemiringan lereng 0
3 % (77,8 %).

Kecuali potensi flora dan fauna, kawasan konservasi di Sulawesi Tenggara


memiliki berbagai tipe ekosistem, yakni ekosistem mangrove, dataran rendah,
savana, dan ekosistem rawa, serta ekosistem perairan (laut).

Pengendapan oleh air


Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam
hasil pengendapan oleh air, antara lain meander, dataran banjir, tanggul alam
dan delta.

Meander
Meander merupakan sungai yang berkelok - kelok yang terbentuk karena
adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai dimulai dari sungai
bagian hulu.Pada bagian hulu, volume air kecil dan tenaga yang terbentuk
juga kecil. Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari rute
yang paling mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi
pengendapan. Pada bagian tengah, yang wilayahnya mulai datar aliran air
mulai lambat dan membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi
sungi, baik bagian dalam maupun tepi luar. Di bagian sungai yang aliranya
cepat akan terjadi pengikisan sedangkan bagian tepi sungai yang lamban
alirannya akan terjadi pengendapan.
Apabila hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander.
Proses terjadinya meander
Meander biasanya terbentuk pada sungai bagian hilir, dimana pengikisan dan
Pengendapan terjadi secara berturut turut. Proses pengendapan yang terjadi
secara terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan
terpisah dari aliran sungai, Sehingga terbentuk oxbow lake.

Delta

Pada saat aliran air mendekati muara, seperti danau atau laut maka
kecepatan aliranya menjadi lambat. Akibatnya, terkadi pengendapan sedimen
oleh air sungai. Pasir akan diendapkan sedangkan tanah liat dan Lumpur
akan tetap terangkut oleh aliran air. Setelah sekian lama , akan terbentuk
lapisan - lapisan sedimen. Akhirnya lapian lapisan sedimen membentuk
dataran yang luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya dan
membentuk delta. Pembetukan delta memenuhi beberapa syarat. Pertama,
sedimen yang dibawa oleh sungai harus banyak ketika akan masuk laut atau
danau. Kedua, arus panjang di sepanjang pantai tidak terlalu kuat. Ketiga ,
pantai harus dangkal. Contoh bentang alam ini adalah delta Sungai Musi,
Kapuas, dan Kali Brantas.

Dataran banjir dan tanggul alam


Apabila terjadi hujan lebat, volume air meningkat secara cepat. Akibatnya
terjadi banjir dan meluapnya air hingga ke tepi sungai. Pada saat air surut,
bahan bahan yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi sungai.
Akibatnya, terbentuk suatu dataran di tepi sungai. Timbulnya material yang
tidak halus (kasar) terdapat pada tepi sungai. Akibatnya tepi sungai lebih
tinggi dibandingkan dataran banjir yang terbentuk. Bentang alam itu disebut
tanggul alam.

Pengendapan oleh Air Laut


Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine.
Pengendapan oleh air laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam
hasil pengendapan oleh air laut, antara lain pesisir, spit, tombolo, dan
penghalang pantai.

Pesisir merupakan wilayah pengendapan di sepanjang pantai. Biasanya


terdiri dari material pasir. Ukuran dan komposisi material di pantai sangat
bervariasi tergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin, dan arus
laut.

Arus pantai mengangkut material yang ada di sepanjang pantai. Jika terjadi
perubahan arah, maka arus pantai akan tetap mengangkut material material
ke laut yang dalam. Ketika material masuk ke laut yang dalam, terjadi
pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat akumulasi material
yang ada di atas permukaan laut. Akumulasi material itu disebut spit.

Jika arus pantai terus berlanjut, spit akan semakin panjang. Kadang kadang
spit terbentuk melewati teluk dan membetuk penghalang pantai (barrier
beach). Apabila di sekitar spit terdapat pulau, biasanya spit akhirnya
tersambung dengan daratan, sehingga membentuk tombolo

Pengendapan oleh angin


Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang
alam hasil pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dune).
Gumuk pantai dapat terjadi di daerah pantai maupun gurun. Gumuk pasir
terjadi bila terjadi akumulasi pasir yang cukup banyak dan tiupan angin yang
kuat. Angin mengangkut dan mengedapkan pasir di suatu tempat secara
bertahap sehingga terbe

Pengendapan oleh gletser.


Sedimen hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen glacial. Bentang
alam hasil pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang semula
berbentuk V menjadi U. Pada saat musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh
gletser yang meluncur menuruni lembah. Batuan atau tanah hasil pengikisan
juga menuruni lereng dan mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang
semula berbentuk V menjadi berbentuk U.ntuk timbunan pasir yang disebut
gumuk pasir.

Laterit Nikel
Endapan nikel laterit terdapat pada sabuk ultrabasa yang potensial
memanjang >120 km dan lebar >60
km. Batuan Ultramafik yang dianggap sebagai source merupakan akibat dari
pergerakan tektonik lempeng
pada zaman Kapur - Tersier ketika lempeng Pasifik bergerak menunjam ke
bawah Lempeng Eurasia. Batuan
tersebut terserpentinitkan oleh pelapukan tropis selama kurun waktu yang
amat panjang, menghasilkan
endapan laterit-nikel-kobalt. Nikel dan kobalt dalam mineral garnierite dan
mangan oksida terkonsentrasi
terutama pada lapisan saprolit. Lapisan endapan ini umumnya terdiri atas
beberapa meter tanah pucuk, 5-15
m laterit dan 10-20 m saprolit yang merupakan lapisan bijih nikel.

Sistem Penambangan
Kegiatan penambangan yang dilakukan diawali dengan kegiatan eksplorasi.
Data hasil kegiatan eksplorasi tersebut digunakan dalam proses perencanaan
tambang (mine planning) sebagai bahan masukan, pedoman atau acuan
dalam pelaksanaan penambangan (mine operation). Alur data eksplorasi
dalam proses penambangan dapat dilihat pada Gambar 5. Sedangkan
Gambar 6 memperlihatkan alur kegiatan penambangannya.
Sistem penambangan yang dilakukan oleh PT Inco adalah open cast, yaitu
penambangan terbuka yang aktifitasnya meliputi mengupas, membongkar
dan menggali bahan galian yang terdapat di permukaan.Secara umum
tahapan kegiatan tersebut sebagai berikut :
1 Pengupasan lapisan tanah penutup dan limonit setebal 15 20 meter
ditimbun di tempat tertentu atau
digunakan langsung untuk menutupi daerah bekas penambangan.
2 Penggalian lapisan tanah ketiga yang berkadar nikel tinggi (bijih nikel)
setebal 7 10 meter diangkut ke
stasiun penyaring.
3 Pemisahan bijih di stasiun penyaring berdasarkan ukurannya. Produk akhir
hasil penyaringan bijih tipe
Blok Timur adalah 18/-6 mesh, sedangkan produk akhir hasil penyaringan
bijih tipe Blok Barat adalah 4 mesh.
4 Penyimpanan bijih yang telah disaring ditimbun di tempat tertentu untuk
pengeringan dan penyaringan
ulang di pabrik.
5 Penghijauan (revegetasi) lahan-lahan daerah bekas tambang (purna
tambang), mulai dari penimbunan
material, pembuatan terasering dan penanaman kembali.

Pada gambar
tersebut terlihat bahwa disposal area letaknya tersebar karena sebagian
digunakan untuk reklamasi. Jarak pengangkutan dari front penambangan ke
tempat pengolahan 2,34 km. Untuk mendukung kegiatan penambangan PT.
INCO memiliki 57 buah truk, 5 buah shovel dan 12 buah excavator.

Penambangan
Pada tahap pengupasan (stripping) lapisan tanah penutup yang mengandung
besi (Fe) cukup signifikan,
harus mendapat perhatian lebih serius. Diharapkan stripping dan dumping
material ditata sedemikian rupa sehingga material tersebut masih berpotensi
untuk pemanfaatan Fe di masa depan.
Penggalian dengan metode truck and shovel, dilakukan ore control secara
kuantitas dan kualitas, agar sesuai dengan perencanaan tambang dan target
produksi(Gambar10).

Dalam tailing terdapat mineral ikutan terutama besi (Fe) dalam jumlah sangat
signifikan, adalah sesuatu hal yang perlu dipikirkan, dan masalah ini
senantiasa menjadi bahan pembahasan terutama pemerintah daerah melalui
dinas terkait. Apalagi pemanfaatannya hingga saat ini masih terbatas untuk
ballast atau urugan pengerasan jalan.

Anda mungkin juga menyukai