Anda di halaman 1dari 7

NAMA : EVA MASRUROH

NIM : 160534611681

PRODI : S1 ILMU KEOLAHRAGAAN

EMAIL : evamasruroh97@gmail.com

MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA

DOSEN PEMBIMBING : SUDIRMAN, S.Pd

SANTRI PONDOK PESANTREN SEBAGAI PEMUDA YANG


BERPANCASILA

I. PENDAHULUAN

Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia yang harus diamalkan.


Pancasila mengandung cermin dari sikap-sikap yang luhur, serta dasar dari sikap
Bangsa Indonesia. Dalam era globalisasi, banyak budaya dari nengara luar yang masuk
ke Indonesia, budaya-budaya tersebut perlu disaring dengan pancasila, karena
pancasila adalah cermin dari perilaku Bangsa Indoesia.
Pemuda Indonesia adalah generasi penerus bangsa dari negeri ini, namun
sasaran dari budaya luar adalah pemuda negeri ini, sehingga banyak para pemuda yang
bersikap tidak sesuai pancasila. Sekarang ini, banyak ditemui tawuran pelajar, yang
merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan pancasila. Jika pemuda-pemuda
bangsa ini tidak bersikap sesuai dengan pancasila, maka kemampuan pemuda untuk
menyaring (filter) budaya luar yang masuk sangat rendah. Akibatnya, budaya asli
bangsa ini lama- kelamaan akan luntur dan hilang seiring berkembangnya zaman.
Untuk menjaga budaya-budaya Indonesia yang luhur, serta menciptakan
pemuda yang berkualitas, dan pemuda yang dapat menyaring budaya-budaya luar,
maka haruslah diciptakan pemuda yang mengamalkan pancasila, serta pemuda yang
bersikap sesuai dengan pancasila. Salah satu cara agar menciptakan pemuda yang
berpegang teguh terhadap pancasila adalah dengan menjadikan mereka santri dari
pondok pesantren.
Pondok Pesantren adalah suatu tempat dimana kita dapat belajar ilmu-ilmu
agama lebih dalam. Selain belajar ilmu-ilmu agama, juga sudah ada pondok pesantren
modern yang memasukkan ilmu-ilmu umum. Di pondok pesantren, kita bersekolah di
luar madrasah dari pesantren itu, namun kita tetap tinggal di pondok itu. Di pondok
pesantren, kita dapat memiliki teman yang banyak.
Para santri dari pondok pesantren, jika lulus tentu sudah memiliki ilmu agama
yang dalam, sehingga ia dapat berpegang teguh terhadap pancasila dan menjadi
generasi penerus bangsa yang berkualitas. Jadi, salah satu cara agar para pemuda
Indonesia menjadi pemuda yang berpegang teguh terhadap pancasila adalah dengan
menjadikan mereka santri dari suatu pondok pesantren, sehingga pondok pesantren
berperan dalam mencetak pemuda yang berpancasila. Jadi, saya sebagai penulis akan
menceritakan bagaimana pengamalan nilai- niai pancasila di lingkungan pondok
pesantren berdasarkan pengalaman yang saya alami.

1
II. PEMBAHASAN

Definisi Pancasila

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua
kata dari Sanskerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.(Nyoman Dekker: Pancasila Sebagai Ideologi Negara)
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan
urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama
masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan
sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri.

Definisi pesantren

Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata santri berarti
murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq ()
yang berarti penginapan. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk
mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk
mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri
dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup
mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan jugaTuhan.
(Karel A. Steenbrink)
Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam
ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta
besarnya jumlah Santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak
diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan
dan moral.
Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap pesantren,
baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas, menjadikan
pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya.
Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang leading.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya
yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan jaringan yang
diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C. Geertz
menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada zaman
penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi. Banyak
perlawanan terhadap kaum kolonial yang berbasis pada dunia pesantren.
Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas,
karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup
dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok
pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat, bangsa, dan negara
yang terus berkembang. Sementara itu, sebagai suatu komunitas, pesantren dapat
berperan menjadi penggerak bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
2
mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang jumlahnya cukup besar. Secara
umum, akumulasi tata nilai dan kehidupan spiritual Islam di pondok pesantren pada
dasarnya adalah lembaga tafaqquh fid din yang mengemban untuk meneruskan risalah
Nabi Muhammad saw sekaligus melestarikan ajaran Islam.
Sebagai lembaga, pesantren dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-niali
keislaman dengan titik berat pada pendidikan. Pesantren juga berusaha untuk mendidik
para santri yang belajar pada pesantren tersebut yang diharapkan dapat menjadi orang-
orang yang mendalam pengetahuan keislamannya. Kemudian, mereka dapat
mengajarkannya kepada masyarakat, di mana para santri kembali setelah selesai
menamatkan pelajarannya di pesantren.
Dunia pesantren sarat dengan aneka pesona, keunikan, kekhasan dan
karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh institusi lainnya. Pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam pertama dan khas pribumi yang ada di Indonesia pada saat
itu. Tapi, sejak kapan mulai munculnya pesantren, belum ada pendapat yang pasti dan
kesepakatan tentang hal tersebut. Belum diketahui secara persis pada tahun berapa
pesantren pertama kali muncul sebagai pusat-pusat pendidikan-agama di Indonesia.
Pesantren yang paling lama di Indonesia namanya Tegalsari di Jawa Timur. Tegalsari
didirikan pada ahkir abad ke-18, walaupun sebetulnya pesantren di Indonesia mulai
muncul banyak pada akhir abad ke-19. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren)
Namun, jika melihat beberapa hasil studi yang dilakukan beberapa sarjana,
seperti Dhofier (1870), Martin (1740), dan ilmuwan lainnya, ada indikasi bahwa
munculnya pesantren tersebut diperkirakan sekitar abad ke-19. Akan tetapi, terlepas
dari persoalan tersebut yang jelas signifikansi pesantren sebagai sebuah lembaga
pendidikan Islam tidak dapat diabaikan dari kehidupan masyarakat muslim pada masa
itu.
Kiprah pesantren dalam berbagai hal sangat amat dirasakan oleh masyarakat.
Salah satu yang menjadi contoh utama adalah, selain pembentukan dan terbentuknya
kader-kader ulama dan pengembangan keilmuan Islam, juga merupakan gerakan-
gerakan protes terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Di mana gerakan protes
tersebut selalu dimotori dari dan oleh para penghuni pesantren. Setidaknya dapat
disebutkanya misalnya; pemberontakan petani di Cilegon-Banten 1888, (Sartono
Kartodirjo; 1984) Jihad Aceh 1873, gerakan yang dimotori oleh H. Ahmad Ripangi
Kalisalak 1786-1875) dan yang lainnya merupakan fakta yang tidak dapat dibantah
bahwa pesantren mempunyai peran yang cukup besar dalam perjalanan sejarah Islam
di Indonesia. (Steenbrink; 1984)
Apabila kita cermati, di Indonesia terdapat sekira 12.000 pesantren yang
tersebar di seluruh nusantara dan berbeda bentuk dan modelnya, bahkan. Di huni tidak
kurang tiga juta santri. Pendidikan Islam sekarang di Indonesia kini begitu luas.
Sehingga, beranekaragam dan bagaimanapun aliran Islam yang dianut oleh seseorang,
pasti ada pesantren atau sekolah Islam yang sesuai.

Karena itu, menurut Tholkhah, pesantren seharusnya mampu menghidupkan


fungsi-fungsi sebagai berikut, 1) pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan nilai-nilai Islam (Islamic
values); 2) pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial
(social control); dan 3) pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan
rekayasa sosial (social engineering) atau perkembangan masyarakat (community
development). Semua itu, menurutnya hanya bisa dilakukan jika pesantren mampu
melakukan proses perawatan tradisi-tradisi yang baik dan sekaligus mengadaptasi
perkembangan keilmuan baru yang lebih baik, sehingga mampu memainkan peranan

3
sebagai agent of change. (M.M. Billah dalam Peranan Pondok Pesantren dalam
Pembangunan : 1974)

Pengamalan Nilai- Nilai Pancasila di Pesantren (Hasil penelitian secara


observasi lapangan di Pondok Pesantren Salafiyah Putri Al- Ishlahiyah (Jumat 10 Maret
Minggu 12 Maret 2016))
1. Sila pertama
Ketuhanan yang Maha Esa
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Pengamalan di pondok pesantren: para santri mengikuti pengajian kitab
serta madrasah diniyah. Para santri dapat meningkatkan dan dituntut untuk lebih
bertaqwa kepada tuhan yang maha esa. Kemudian, dengan diadakannya pengajian dan
madrasah diniyah, maka santri dapat lebih memahami secara mendalam tentang
agama, sehingga memiliki toleransi yang kuat.

2. Sila kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Pengamalan di pondok pesantren: para santri diajarkan ilmu akhlak, yaitu ilmu
yang mengajarkan bagaimana cara bersikap yang benar, kemudian di ponpes, mereka
satu kamar dengan santri yang lainnya, sehingga di ponpes, para santri diajarkan teori
mengenai cara bersikap yang benar, kemudian teori tersebut langsung diterapkan di
ponpes tersebut. Di ponpes, juga terdapat santri-santri dari luar daerah, walaupun
4
begitu mereka tetap menghormati satu sama lain. Di ponpes, jika ada santri yang sakit,
maka teman-temannya akan membantunya, misalkan dengan mengumoulkan
sumbangan atau dengan menjenguknya.

3. Sila ketiga
Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Pengamalan di ponpes: dalam membersihkan kamar masing-masing, para


santri bergotong royong satu sama lain untuk membersihkan pondoknya. Dalam ajaran
agama islam, hukum membela negara adalah wajib, karena umat islam rela berkorban
untuk membela Madinah. Kemudian, dalam perang kemerdekaan, kita tentu melihat
para santri yang rela ber[erang dan berkorban. Di ponpes, setiap santri sering bergaul
dengan santri lainnya, karena mereka sering bertemu. Di ponpes Al- Ishlahiyah terdapat
acara PLI(Pondok Liburan Intensif), dalam acara tersebut para santri haruslah bersatu
dalam menggelar acara yang besar itu.

4. Sila keempat
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.

1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia


mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi
kepentingan bersama.

5
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.

Pengamalan di ponpes: juga terdapat santri dari luar daerah, dan semua
santri mempunyai kedudukan yang sama. Mereka juga tidak boleh memaksakan
kehendak. Dalam hal ini, pelajaran akhlak berperan dalam membentuk sikap para
santri. Kemudian, dalam menangani acara-acara yang besar, para santri
mempercayakannya pada ketua mereka. Di ponpes, dalam mengambil keputusan para
pengurus memusyawarahkannya kepada santri, misalkan mengenai kebijakan
pengaturan serta hukuman, contohnya adalah adanya kewajiban mengikuti madrasah
diniyah, jika tidak mengikuti maka dihukum dengan berdiri di depan saat pengajian
setelah shalat magribh.

5. Sila Kelima
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana


kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.
6
Pengamalan di ponpes: santri diajarkan agar adil. Peraturan di ponpes juga
tidak memandang kedudukan para santri, setiap antri yang salah juga harus dihukum.
Sila kelima juga terdapat dalam pelajaran akhlak. Di ponpes, setiap santri para santri
harus hidup mandiri, sehingga mereka bekerja keras.

III. PENUTUP
Banyak dari pelajaran di pondok pesanten yang sesuai dengan pancasila. Sila
pertama identik hubungannya dengan pelajaran tauhid dan cara beribadah,
pelajaran tersebut banyak diajarkan di pondok pesantren. Sikap-sikap pada sila
pertama sampai sila kelima, juga sudah pasti dijarkan pada ilmu akhlak. Sehingga saat
santri mempelajari ilmu akhlak, mereka juga harus memparektekannya di ponpes
tersebut.
Ponpes adalah salah satu jalan agar pemuda dapat bersikap sesuai dengan
buatir-butir pancasila, karena butir-butir pancasila juga sesuai dengan ajaran islam.
Jadi, jika suatu pemuda belajar di pondok pesantren, dapat dipastikan saat ia lulus,
maka ia menjadi pemuda yang berpancasila.
Pengamalan santri yang sesui dengan pancasila di ponpes, sebenarnya
membuktikan jika seorang ahli agama, dapat berperilaku sesuai dengan pancasila. Ini
berarti jika pemuda di Indonesia belajar lebih dalam mengenai agama, maka pemuda
tersebut dapat berperilaku yang sesuai dengan pancasila. Karena pemuda yang
berketuhanan yang maha esa dapat menjadi pemuda yang adil dan beradab, kemudian
sekumpulan pemuda yang adil dan berabab dapat bersatu dan setelah itu
bermusyawarah untuk mengambil keputusan, dan akhirnya terjadilah keadilan sosial di
sekumpulan pemuda itu.

IV. DAFTAR RUJUKAN


1. Dekker, Nyoman. 1993. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa. Malang: IKIP
Malang.
2. Soebahar, Abd.Halim. 2013. Modernisasi Pesantren. Yogyakarta: PT. LkiS
Printing Cemerlang
3. Darmodiharjo, Darji. 1977. Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Jakarta: PT
NEW AQUA Press.
4. Sunoto. 1984. Mengenal Filsafat Pancasila Pendekatan Melalui Sejarah dan
Pelaksanaannya. Yogyakarta : PT. Hanimdita.
5. Wiyono, suko. 2011. Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara. Malang : Wisnu Wardhana Press Malang

Anda mungkin juga menyukai