NIM : 160534611681
EMAIL : evamasruroh97@gmail.com
I. PENDAHULUAN
1
II. PEMBAHASAN
Definisi Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua
kata dari Sanskerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.(Nyoman Dekker: Pancasila Sebagai Ideologi Negara)
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan
urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama
masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan
sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri.
Definisi pesantren
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata santri berarti
murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq ()
yang berarti penginapan. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk
mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk
mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri
dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup
mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan jugaTuhan.
(Karel A. Steenbrink)
Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam
ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta
besarnya jumlah Santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak
diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan
dan moral.
Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap pesantren,
baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas, menjadikan
pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya.
Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang leading.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya
yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan jaringan yang
diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C. Geertz
menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada zaman
penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi. Banyak
perlawanan terhadap kaum kolonial yang berbasis pada dunia pesantren.
Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas,
karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup
dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok
pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat, bangsa, dan negara
yang terus berkembang. Sementara itu, sebagai suatu komunitas, pesantren dapat
berperan menjadi penggerak bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
2
mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang jumlahnya cukup besar. Secara
umum, akumulasi tata nilai dan kehidupan spiritual Islam di pondok pesantren pada
dasarnya adalah lembaga tafaqquh fid din yang mengemban untuk meneruskan risalah
Nabi Muhammad saw sekaligus melestarikan ajaran Islam.
Sebagai lembaga, pesantren dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-niali
keislaman dengan titik berat pada pendidikan. Pesantren juga berusaha untuk mendidik
para santri yang belajar pada pesantren tersebut yang diharapkan dapat menjadi orang-
orang yang mendalam pengetahuan keislamannya. Kemudian, mereka dapat
mengajarkannya kepada masyarakat, di mana para santri kembali setelah selesai
menamatkan pelajarannya di pesantren.
Dunia pesantren sarat dengan aneka pesona, keunikan, kekhasan dan
karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh institusi lainnya. Pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam pertama dan khas pribumi yang ada di Indonesia pada saat
itu. Tapi, sejak kapan mulai munculnya pesantren, belum ada pendapat yang pasti dan
kesepakatan tentang hal tersebut. Belum diketahui secara persis pada tahun berapa
pesantren pertama kali muncul sebagai pusat-pusat pendidikan-agama di Indonesia.
Pesantren yang paling lama di Indonesia namanya Tegalsari di Jawa Timur. Tegalsari
didirikan pada ahkir abad ke-18, walaupun sebetulnya pesantren di Indonesia mulai
muncul banyak pada akhir abad ke-19. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren)
Namun, jika melihat beberapa hasil studi yang dilakukan beberapa sarjana,
seperti Dhofier (1870), Martin (1740), dan ilmuwan lainnya, ada indikasi bahwa
munculnya pesantren tersebut diperkirakan sekitar abad ke-19. Akan tetapi, terlepas
dari persoalan tersebut yang jelas signifikansi pesantren sebagai sebuah lembaga
pendidikan Islam tidak dapat diabaikan dari kehidupan masyarakat muslim pada masa
itu.
Kiprah pesantren dalam berbagai hal sangat amat dirasakan oleh masyarakat.
Salah satu yang menjadi contoh utama adalah, selain pembentukan dan terbentuknya
kader-kader ulama dan pengembangan keilmuan Islam, juga merupakan gerakan-
gerakan protes terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Di mana gerakan protes
tersebut selalu dimotori dari dan oleh para penghuni pesantren. Setidaknya dapat
disebutkanya misalnya; pemberontakan petani di Cilegon-Banten 1888, (Sartono
Kartodirjo; 1984) Jihad Aceh 1873, gerakan yang dimotori oleh H. Ahmad Ripangi
Kalisalak 1786-1875) dan yang lainnya merupakan fakta yang tidak dapat dibantah
bahwa pesantren mempunyai peran yang cukup besar dalam perjalanan sejarah Islam
di Indonesia. (Steenbrink; 1984)
Apabila kita cermati, di Indonesia terdapat sekira 12.000 pesantren yang
tersebar di seluruh nusantara dan berbeda bentuk dan modelnya, bahkan. Di huni tidak
kurang tiga juta santri. Pendidikan Islam sekarang di Indonesia kini begitu luas.
Sehingga, beranekaragam dan bagaimanapun aliran Islam yang dianut oleh seseorang,
pasti ada pesantren atau sekolah Islam yang sesuai.
3
sebagai agent of change. (M.M. Billah dalam Peranan Pondok Pesantren dalam
Pembangunan : 1974)
2. Sila kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Pengamalan di pondok pesantren: para santri diajarkan ilmu akhlak, yaitu ilmu
yang mengajarkan bagaimana cara bersikap yang benar, kemudian di ponpes, mereka
satu kamar dengan santri yang lainnya, sehingga di ponpes, para santri diajarkan teori
mengenai cara bersikap yang benar, kemudian teori tersebut langsung diterapkan di
ponpes tersebut. Di ponpes, juga terdapat santri-santri dari luar daerah, walaupun
4
begitu mereka tetap menghormati satu sama lain. Di ponpes, jika ada santri yang sakit,
maka teman-temannya akan membantunya, misalkan dengan mengumoulkan
sumbangan atau dengan menjenguknya.
3. Sila ketiga
Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Sila keempat
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
Pengamalan di ponpes: juga terdapat santri dari luar daerah, dan semua
santri mempunyai kedudukan yang sama. Mereka juga tidak boleh memaksakan
kehendak. Dalam hal ini, pelajaran akhlak berperan dalam membentuk sikap para
santri. Kemudian, dalam menangani acara-acara yang besar, para santri
mempercayakannya pada ketua mereka. Di ponpes, dalam mengambil keputusan para
pengurus memusyawarahkannya kepada santri, misalkan mengenai kebijakan
pengaturan serta hukuman, contohnya adalah adanya kewajiban mengikuti madrasah
diniyah, jika tidak mengikuti maka dihukum dengan berdiri di depan saat pengajian
setelah shalat magribh.
5. Sila Kelima
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
III. PENUTUP
Banyak dari pelajaran di pondok pesanten yang sesuai dengan pancasila. Sila
pertama identik hubungannya dengan pelajaran tauhid dan cara beribadah,
pelajaran tersebut banyak diajarkan di pondok pesantren. Sikap-sikap pada sila
pertama sampai sila kelima, juga sudah pasti dijarkan pada ilmu akhlak. Sehingga saat
santri mempelajari ilmu akhlak, mereka juga harus memparektekannya di ponpes
tersebut.
Ponpes adalah salah satu jalan agar pemuda dapat bersikap sesuai dengan
buatir-butir pancasila, karena butir-butir pancasila juga sesuai dengan ajaran islam.
Jadi, jika suatu pemuda belajar di pondok pesantren, dapat dipastikan saat ia lulus,
maka ia menjadi pemuda yang berpancasila.
Pengamalan santri yang sesui dengan pancasila di ponpes, sebenarnya
membuktikan jika seorang ahli agama, dapat berperilaku sesuai dengan pancasila. Ini
berarti jika pemuda di Indonesia belajar lebih dalam mengenai agama, maka pemuda
tersebut dapat berperilaku yang sesuai dengan pancasila. Karena pemuda yang
berketuhanan yang maha esa dapat menjadi pemuda yang adil dan beradab, kemudian
sekumpulan pemuda yang adil dan berabab dapat bersatu dan setelah itu
bermusyawarah untuk mengambil keputusan, dan akhirnya terjadilah keadilan sosial di
sekumpulan pemuda itu.