Anda di halaman 1dari 24

DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atelektasis didefinisikan sebagai kolapsnya alveoli dan berkurangnya udara di
dalam ruang intrapulmonal atau kolapsnya semua atau sebagian paru. Keadaan ini sering
menjadi komplikasi paru pasca operasi dengan bukti pemeriksaan radiografi mencapai
70% pada pasien yang sedang menjalani thorakotomy dan celiotomy.
Komplikasi pada paru relatif sering terjadi pasca operasi dan dapat dikaitkan
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, yang paling umum terjadi adalah setelah
operasi thorakoabdominal, dan operasi jantung. Kejadian ini dilaporkan bahwa
komplikasi paru pascaoperasi berkisar 5 hingga 80%, diantaranya adalah: atelektasis,
bronkospasme, pneumonia, dan penyakit paru eksarserbasi kronis. Komplikasi pada paru
merupakan resiko pasca operasi,dimana keadaan ini tergantung oleh faktor anastesia,
faktor bedah, dan pasiennya sendiri.
Penyebab atelektasis bervariasi, diantaranya adalah sumbatan mukus
padabronkus, kompresi ekstrinsik dari hemopneumothoraks dan hipoventilasi alveolus.
Keadaan ini timbul karena penurunan volume tidal pernapasan yangsering dicetuskan
oleh nyeri insisi selama beberapa hari pertama setelah operasi.Terdapat tiga faktor utama
yang merupakan faktor pencetus pada perkembangan terjadinya atelektasis pada pasien
pascabedah, yaitu posisi terlentang untuk waktu yang lama, ventilasi dengan gas tinggi
dalam konsentrasi oksigen yangtinggi, dan pengurangan surfaktan paru setelah operasi
.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis dan tingkat keparahan
pada kasus atelektasis.
2. Untuk mengetahui hasil interpretasi radiologi X-ray pada kasus atelektasis.
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan


DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 3

Pernapasan adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh
untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme
tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer kedalam
sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh
kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan
berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan
pengaturan hormonal tekanan darah.
Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan
dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut: rongga
hidung - faring laring - trakea - bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus).
Adapun alat-alat Pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut :
1. Alat Pernafasan Atas
a. Rongga hidung (cavum nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan
udara sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun
terlalu lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun
juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan
nitrogen (N2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra
pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat
terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang
mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga
hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring.
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 4

b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian
belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (plica vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita
suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat
mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran
pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita
akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.

Gambar:
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 5

c. Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).
Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara. Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk
melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat
tersumbat, antara lain oleh benda asing ( gumpalan makanan ), infeksi
( misalnya infeksi dan tumor).
Gambar. Laring

2. Alat Pernafasan Bawah


a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian
di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.
b. Bronkus

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus


kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea,
hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 6

yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo
dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura.
Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).

Gambar.paru-paru
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 7

Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari
plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat
permeabel terhadap air dan zat-zat lain.

Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan


pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan
daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan


diameter 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus.
Bronkiolus memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak
bersilia.

Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam


campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton). Bronkiolus
tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan
di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian
distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung
udara (alveolus).

Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil


yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang
tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara
kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan (Setiadi,
2007).
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 8

B. Atelektasis
1. Definisi
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami
hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkurang atau sama
sekali tidak berisi udara.
2. Etiologi
Atelektasis merupakan akibat suatu kelainan paru yang dapat disebabkan:
1. Bronkus tersumbat, penyumbatan bisa berasal di dalam bronkus (tumor
bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif) dan penyumbatan
bronkus akibat penekanan dari luar bronkus (tumor sekitar bronkus,
kelenjar membesar).
2. Tekanan ekstrapulmoner
Biasa diakibatkan oleh pneumotoraks, cairan pleura, peninggian diafragma,
herniasi alat perut ke dalam rongga toraks, dan tumor infratoraks tapi
ekstrapulmoner (tumor mediastinum).
3. Paralisis atau paresis gerak pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru
tidak sempurna, misalnya pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologic
lainnya. Gerak nafas yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran
pengeluaran sekret bronkus dan ini akan memyebabkan penyumbatan bronkus
yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis.
4. Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma toraks yang
menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret
bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.

C. Macam-Macam Atelektasis
Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan
1. Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak
matur dan gerakan pernapasan masih terbatas.Faktor pencetus termasuk komplikasi
persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant,
lembek dan alastis.Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air.Secara
histologis, alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam,
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 9

dilapisi dindingin septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem
melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur
dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi neonatorum pada sistem, gawat
napas, telah di bahas disebelumnya.

2. Atelektasis Acquired atau Didapat

Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan


kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang. Jadi terbagi atas
atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan bercak. Istilah ini banya menyangkut
mechanisme dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari
perubahan tersebut.
Atelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat
sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang telah
tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya
alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan
lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat terlibat. Penyebab tersering dari
kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini
sering terjadi pasca operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut
serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat pula
menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi
karena sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh
aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau selama operasi
rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga tersumbat oleh tumor,
terutama karsinoma bronkogenik dengan pembesaran kelenjar getah bening
(seperti pada tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.
Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan darah
atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis menyebabkan kolaps paru
di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab
apa pun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan dengan hidrotoraks
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 10

pada payah jantung kongesti. Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis


kompresi pada penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites,
atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.
Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang
menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.
Atelektasis bercak berarti adanya daerah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti
terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat pada
kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus,
atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada dinding
dada.
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena
sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena mendadak
timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah
satu prosedur pembedahan, hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis. Yang
penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi yang tepat
dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps peka terhadap infeksi.
Atelektasis persisten segmen paru mungkin merupakan bagian penting untuk
terjadinya karsinoma bronkogenik.

Berdasarkan luasnya atelektasis:


1. Massive atelectase, mengenai satu paru
2. Satu lobus, percabangan main bronchus
3. Gambaran khas yaitu inverted S sign tumor ganas bronkus dengan atelektasis
lobus superior paru.
4. Satu segmen segmental atelektasis
5. Platelike atelectase, berbentuk garis
Misal : Fleischner line oleh tumor paru
6. Bisa juga terjadi pada basal paru post operatif

Berdasarkan lokasi atelektasis:


1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan
tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA hamya
memperlihatkan diafragma letak tinggi.
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 11

2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan


peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi
dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.
4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka
perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang
memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis.
5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada
bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan
horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan
dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya
tidak ada keluhan.
6. Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian
anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan dengan fisura
minor bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral,
fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai
pergeseran ke arah superior.

D. Patofisiologi
Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak sirkulasi darah
perifer akan diserap oleh udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya
kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit, hal ini
tanpa desebabkan adanya infeksi. Paru-paru akan menyusut secara komplek. Dalam
tingkat awal, perfusi darah paru-paru akan kekurangan udara yang menyebabkan
hipoksemi arterial. Jika kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan timbulnya transudat
berupa gas dan cairan serta udem paru. Pengeluaran transudat dari alveoli dan sel
merupakan pencegahan komplit kolaps dari atelektasis paru. Daerah sekitar paru-paru
yang mengalami udem kompensata sebagian akan kehilangan volume. Bagaimanapun
juga pada kasus kolaps yang luas diafragma mengalami peninggian, dinding dada nyeri
dan hal ini akan mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum.
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 12

Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi


dan kortek serebral. Stimulus berasal dari kemoreseptor di mana terdapat daerah
atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2 kurang atau berasal dari paru-paru
dan otot pernapasan, dimana paru-paru kekurangan oksigen tidak terpenuhi dan
penambahan kerja pernapasan. Kiranya aliran darah pada daerah yang mengalami
atelektasis berkurang. Tekanan CO2 biasanya normal atau seharusnya turun sedikit dari
sisa hiperventilasi parenkim paru-paru yang normal (Price, 2006).

E. Gejala Klinis
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang
ringan.Gejalanya bisa berupa :
Gangguan pernafasan
Bunyi nafas berkurang
Nyeri dada
Batuk
Pucat
Cemas
Sianosis
Gelisah
Takikardia
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang
sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah) (Sharma, 2003).

F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik :
Pada tahap dini sulit diketahui.
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara umforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)

G. Pemeriksaan Radiologi :
Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan volume
bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi
sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 13

kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit. Dengan
adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu enfisema kompensasi
yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi herniasi hemithorak yang sehat
kearah hemethorak yang atelektasis (Rasad, 2000)
Beberapa atelektasis di kenal sebagai:
Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan
tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA hanya
memperlihatkan diafragma letak tinggi.
Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan
peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi
dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.
Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka
perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang
memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure
interlobularis.
Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada
bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan
horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan
dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya
tidak ada keluhan.
Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian
anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan dengan fisura
minor bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto
lateral, fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga
mengalamai pergeseran ke arah superior. Berikut ini beberapa tanda klasik yang
sering timbul S Sign of Golden, tanda ini berupa gambaran huruf S terbalik
yang merupakan bentuk dari fisura minor yang mengalami pergesaran (Rasad,
2000).

H. Diagnosis
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 14

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang


jelas dari berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya penarikan tulang
iga, peninggian diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung dan mediastinum dan sela
lobus kehilangan udara, di celah interlobus menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya,
dan densitas pada lobus menjadi lebih opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah
kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Dan pemeriksaan khusus misalnya dengan
bronkoskopi dan bronkografi, dapat dengan tepat menetukan cabang bronkus yang
tersumbat.

Gambaran radiologi atelektasis

1. Normal

2. Atelektasis total paru kanan


DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 15

3. Atelektasis total paru kiri

4. Atelektasis lobus kanan atas


DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 16

5. Atelektasis lobus medius kanan


DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 17

6. Atelektasis lobus bawah kanan

7. Atelektasis lobus atas kiri


DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 18

8. Atelektasis lobus bawah kiri

I. DIAGNOSIS BANDING
1. Efusi pleura masif dapat menyebabkan dyspneau, sianosis, kelemahan, pekak pada
perkusi hemitorak, dan tidak adanya bunyi nafas. Gambaran radiologisnya pun mirip
dengan atelektasis. Namun, pada efusi pleura jantung dan mediastinum biasanya
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 19

terdorong ke sisi kontralateral, sedangkan pada atelektasis biasanya tertarik ke sisi yang
sakit (ipsilateral) (Eisenberg, 2003).

Gambar 2.5. Efusi pleura. Tampak opasitas homogen pada hemithorax dextra dengan
jantung dan mediastinum yang terdorong ke sisi kontralateral (Eisenberg,
2003).
2. Adanya konsolidasi pada lobus paru juga dapat menunjukkan tampilan radiologi yang
mirip dengan atelektasis. Pemeriksaan foto thorax lateral dan adanya volume paru yang
berkurang dapat digunakan sebagai diagnostik untuk membedakannya (Eisenberg, 2003;
Andrew dan Rakesh, 2007).

Gambar 2.6. Konsolidasi homogen dari lobus kanan atas dan segmen medial dan
posterior dari lobus kanan bawah akibat pneumococcal pneumonia.
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 20

Tampak gambaran air bronchograms (panah). Jantung dan mediastinum


tidak tertarik maupun terdorong ke salah satu sisi (Eisenberg, 2003).

3. Adanya massa juga dapat menunjukkan tampilan radiologi yang mirip dengan atelektasis.
Tampak opasitas inhomogen padahemithorax yang letaknya dapat berada dimana sja dan
tidak membentuk suatu pola atau pattern dari segmen maupun lobus paru. Sedangkan
pada atelektasis biasanya menunjukkan suatu pola atau pattern dari segmen maupun
lobus paru (Eisenberg, 2003).

Gambar 2.7. Massa pada paru

Kiri : Massa paru pada parahiler dextra akibat suatu lipoid pneumonia yang berbatas
tegas dan dibatasi oleh suatu massa lipoid granulomatosa.

Kanan : Massa paru pada parahiler dextra akibat suatu karsinoma sel alveolar. Tampak
air bronchogram atau bronchiologram pada massa dan pleural tail sign
(garis linier yang memanjang dari lesi ke arah pleura). Tumor
cenderung tumbuh sangat lambat (Eisenberg, 2003).

J. Terapi Atelektasis
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 21

Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali


mengembangkan jaringan paru yang terkena.

Tindakan yang biasa dilakukan:

Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya

Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)

Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak

Postural drainase

Antibiotik diberikan untuk semua infeksi

Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.

Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat.

Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan
kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut atau pun kerusakan
lainnya.

Terapi Simptomatik:

a. Bronkodilator

Bronkodilator berfungsi untuk mendilatasi jalan nafas karena sediaan ini melawan edema
mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta
memperbaiki pertukaran gas. Medikasi ini mencakup antagonis -adrenergik (metoproterenol,
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 22

isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi


bronkial.Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau
inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser.Bronkodilator
mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia
jantung, dan perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan
gastrointestinal seperti mual dan muntah.

b. Pengobatan Infeksi

Pasien dengan atelektasis rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada saat awal
timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat dan demam.Organisme
yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Terapi
antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol
(Bactrim) mungkin diresepkan.

c. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema
berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan
oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg.

K. PROGNOSIS

Pada umumnya atelektasis dapat hilang jika penyebab obstruksi telah dihilangkan kecuali jika
ada infeksi sekunder. Cepat lambatnya penyembuhan tergantung pula pada luasnya daerah
atelektasis, letak atelektasis. Pada daerah atelektasis umumnya mudah terjadi infeksi, karena
gerakan mukosilier pada bronkus yang bersangkutan terganggu, sehingga efek batuk tidak
bekerja. Jika infeksi ini berlangsung lebih lanjut, dapat pula mengakibatkan bronkiektasis atau
abses paru.
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 23

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, atelektasis merupakan suatu keadaan kolaps, dimana paru-paru tidak dapat
mengembang secara sempurna, tepatnya pada alveolus/alveoli paru yang tidak mengandung
udara.
Etiologi atelektasis merupakan akibat suatu kelainan paru yang dapat disebabkan bronkus
yang tersumbat, tekanan ekstra pulmonary, paralisis, hambatan gerak pernafasan oleh kelainan
pleura atau trauma toraks. Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi
dispnea dengan pola pernapasan yang cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis,
temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran.
B. Saran
Atelektasis merupakan penyakit yang harus ditangani dengan cepat dan tepat karena
sebagian angka mortalitas dari penyakit gangguan pola nafas adalah penyakit atelektasis.
Penanganan yang baik dan pendiagnosaan yang tepat akan memberiakan ketepatan dalam
pencegahan penyakit ini.
DEPARTEMEN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 24

DAFTAR PUSTAKA

Azizah S, 2009. Atelektasis. Jakarta.

Ekayudha Iwan, 2016. Radiologi Diagnostik. Badan Penerbit FKUI. Jakarta

Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu, Yogyakarta..

Sloane, ethel. 1994. Anatomi dan fisiologi. Penerbit buku kedokteran. Jakarta.

Sidhartani M. Peran Edukasi Pada Penatalaksanaan Asma Pada Anak. Badan Penerbit

Universitas Diponegoro Semarang. 2007; 2-4.

Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, FKUI 1996 : 21.

Leonhardt, helmut. 1988. Atlas dan buku teks anatomi manusia. Penerbit buku kedokteran.
Jakarta.

Gunawan, S. Saluran Napas:Bronkodilator. Dalam Farmakologi dan terapi FKUI Edisi V.


Jakarta:Balai Penerbit FKUI.2009.hal 92

http://www.spesialis.info/?atelektasis-%28atelectasis%29,988

http://learningradiology.com

Anda mungkin juga menyukai