Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kondisi riil pengelolaan sanitasi di Kabupaten
Pulau Morotai dalam pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, pengelolaan drainase
lingkungan, promosi higiene serta pengelolaan komponen terkait sanitasi lainnya yang meliputi
sektor air bersih, limbah industri rumah tangga dan limbah medis. Pengelolaan sanitasi akan
ditinjau dari berbagai aspek mulai dari kelembagaan, sistem dan cakupan pelayanan, peran serta
masyarakat, komunikasi media, peran swasta, pendanaan dan pembiayaan, hingga permasalahan
mendesak dan isu strategis di sektor sanitasi.
Sebelum meninjau lebih jauh mengenai kondisi riil pengelolaan sanitasi di Kabupaten
Pulau Morotai, sebagai gambaran awal perlu dipaparkan terlebih dahulu mengenai kondisi umum
sanitasi di Kabupaten Pulau Morotai. Kabupaten Pulau Morotai merupakan Kabupaten dengan
jumlah penduduk terkecil di Provinsi Maluku Utara. Namun kondisi tersebut kemungkinan kedepan
jumlah populasi penduduk di Kabupaten Pulau Morotai akan mengalami peningkatan,
pertambahan jumlah populasi wilayah ini memunculkan tantangan dalam penyediaan layanan
sanitasi. Sanitasi merupakan aspek pokok dalam kehidupan manusia sehingga pengelolaannya
bersifat mutlak diperlukan. Pada kondisi eksisting, kondisi pelayanan sanitasi di kabupaten Pulau
Morotai belum berlangsung secara optimal.
Wilayah kajian Buku putih sanitasi (BPS) dan strategi sanitasi (SSK) Kabupaten Pulau
Morotai 2014, berdasarkan kesepakatan pokja Sanitasi untuk mengambil semua wilayah
kecamatan untuk masuk dalam wilayah kajian dengan representative 23 desa di 5 Kecamatan
yang masuk dalam Environmental Health Risk Assessment (EHRA).
3.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terkait Sanitasi
Dari semua strata indeks resiko sanitasi yang terbesar adalah persampahan, kemudian diikuti
perilaku hidup bersih dan sehat, air limbah domestik, sumber air dan persentase terkecil adalah
genangan air.
Berdasarkan Hasil Study EHRA dapat diketahui bahwa di Kabupaten Pulau Morotai,
kebiasaan masyarakat untuk mencuci tangan dengan sabun pada 5 waktu penting baru dilakukan
oleh 16,6 % masyarakat. selebihnya yaitu sekitar 83,4 % masyarakat belum melakukan praktek
cuci tangan pakai sabun di lima waktu penting. Grafik di atas menunjukan bahwa praktek cuci
tangan pakai sabun (CPTS) di 5 (lima) waktu penting oleh masyarakat di kabupaten Pulau Morotai
yang membiasakan untuk mencuci tangan pakai sabun (CPTS) masih sangat kecil persentase
sebesar 16,6 %, sedangkan yang tidak membiasakan untuk mencuci tangan pakai sabun (CPTS)
sebesar 83.4 %.
Terlihat pada garafik diatas bahwa BABs masih sangat besar terjadi di Kabupaten Pulau
Morotai yaitu sebesar 57,2 %, sedangkan tidak BABS yaitu sebesar 42,8 %, berdasarkan hasil
study EHRA ditemukan praktek BABS terbanyak berdasarkan pembagian strata ditemukan BABS
terbesar berada pada Strata (strata) 2 yaitu sebesar 62.0 %, kemudian diikuti pada strata (strata)
3 yaitu sebesar 61.7 % dan presentase terkecil berada pada strata (strata) 1 yaitu sebesar 51.0 %.
Gambar 3.3. Grafik Pengelolaan Air Minum (pencemaran pada wadah penyimpanan dan
penanganan air)
Terlihat pada grafik diatas menunjukan bahwa masyarakat di Kabupaten Pulau Morotai
dalam pengelolaan air minum berpotensi tercemar pada saat penanganan air minum pada wadah
penyimpanan air minum sebesar 30.4 %, sedangkan sebagian besar masyarakat sudah aman
dalam pengelolaan air minum sebesar 69.9 %.
Gambar 3.4. Grafik Pengelolaan Sampah Setempat
Sumber: Diolah Pokja
Terlihat pada grafik diatas untuk pengelolaan sampah setempat menunjukan bahwa
presentase tidak diolah sampah sebanyak 97,8 % sedangkan yang diolah sebanyak 2.2 %.
Sedangkan berdasarkan area study berisiko persampahan pada study EHRA berdasarkan Strata
ditemukan terbanyak tidak diolah sampah setempat berada pada strata 3 dan 2 yaitu sebesar
98,7 % dan terkecil pada strata 1 yaitu sebesar 96.8 %.
Berdasarkan pada grafik diatas sesuai hasil study EHRA bahwa pencemaran karena SPAL
atau pengelolaan air limbah yang tidak aman sebersar 80.3 % sedangkan SPAL yang masih aman
sebesar 19.7 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat belum mengelola air
limbah dengan baik.
3.2.2 Tatanan Sekolah
Promosi Hygiene dan Sanitasi Sekolah di tatanan Institusi Pendidikan adalah upaya
membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat bagi guru dan karyawan maupun peserta didik
dilingkungan institusi pendidikan untuk mengenali masalah dan tingkat kesehatannya, serta
mampu mengatasi, memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya masing-masing.
Selain itu mereka juga diharapkan dapat meneruskan proses pembelajaran bagi keluarga dan
masyarakat disekitar tempat tinggalnya masing-masing. Permasalahan spesifik dan paling
prioritas yang ada di wilayah Kabupaten Pulau Morotai saat ini :
Jumlah jamban/WC
Air bersih
Sarana cuci tangan
Fasilitas tempat sampah
Untuk Promosi Hygiene dan Sanitasi Sekolah tatanan sekolah di Kabupaten Pulau Morotai
masih sebatas mengkampayekan Cuci Tangan Pakai Sabun ditingkat sekolah dasar maupun di
SMP dan SMA. Permasalahan spesifik dan paling prioritas yang dihadapi adalah kemauan dan
kesadaran siswa/siswi untuk Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) sebelum jajan maupun makan
yang masih rendah dan anggaran pemerintah daerah yang terbatas untuk membangun sarana
dan prasarana CTPS. Rencana Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai untuk mengatasi masalah
tersebut antara lain selalu mengkampayekan pentingnya CPTS dan bantuan dari Pemerintah
Pusat. Hasil survey layanan sanitasi di beberapa desa yang tersebar di 88 (delapan puluh
delapan) Desa Sampel, diperoleh data, hampir semua sekolah di Kabupaten belum memiliki
sarana sanitasi yang proporsional antara jumlah siswa dengan sarana sanitasi yang ada dan
bahkan tidak berfungsi sama sekali. Sebagian besar sekolah belum memiliki fasilitas cuci tangan.
Pendanaan untuk sarana sanitasi belum dilaksanakan dengan baik dilakukan oleh pihak
sekolah dengan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sementara itu petugas
yang melakukan pembersihan terhadap sarana sanitasi untuk tingkat sekolah dasar belum ada
petugas sendiri, kebanyakan yang melakukan pembersihan fasilitas tersebut adalah siswa itu
sendiri baik laki-laki maupun perempuan, untuk tingkat SD/MI petugas kebersihan terhadap
sarana sanitasi ada tersendiri dan masih sedikit dengan jumlah sekolah yang ada. Untuk
pengetahuan tentang hygiene dan sanitasi di sekolah diperoleh siswa dari mata pelajaran Muatan
lokal (Mulok), Pendidikan Jasmani, Agama dan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Hampir
98 % sekolah belum melakukan proses pengolahan sampah, kebanyakan di kumpulkan dan
dibakar, dan hanya sebagian kecil saja sekolah yang sudah melakukan proses pengolahan
sampah yaitu sekolah yang berada pada 8 (delapan) Desa yang berada dalam kota kabupaten
yang menyediakan tempat sampah oleh instansi terkait.
Pada fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Pulau Morotai, tidak seluruhnya
mendapatkan pelayanan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) langsung. Akan tetapi
secara keseluruhan masing-masing sekolah sudah mempunyai sarana air bersih yang didapat dari
sumber mata air maupun sumur gali yang dibangun oleh Desa. Jumlah toilet guru dan murid yang
ada pada masing-masing sekolah secara keseluruhan sudah ada, akan tetapi belum begitu
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dari keseluruhan jumlah guru dan murid yang ada. Sarana
cuci tangan yang dimanfaatkan untuk mencuci tangan yang dikhususkan untuk siswa dan siswi
disekolah secara keseluruhan belum ada, masih ada beberapa sekolah yang belum mempunyai
sarana cuci tangan. Begitu juga dengan ketersediaan sabun sebagai alat yang digunakan untuk
mencuci tangan, secara keseluruhan tidak semua sekolah yang menerapkannya. Masing-masing
sekolah yang sudah mempunyai toilet dibersihkan oleh siswa/i di sekolah itu sendiri, bahkan ada
juga sekolah yang menggunakan tenaga pesuruh untuk membersihkannya. Dari jumlah data yang
telah diperoleh bahwa untuk kondisi fasilitas sanitasi di sekolah/pesantren yang mencakup SD/MI
serta kelengkapan sarana toilet dan tempat cuci tangan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1. Rekapitulasi Jumlah sarana air bersih dan sanitasi tingkat Sekolah Dasar/MI
Fas.
Fas. Cuci Saluran
Jumlah Siswa Jumlah Guru Sumber Air Bersih *) Toilet Guru**) Toilet Siswa***) Pengolaha
tangan Drainase
n sampah
Status Sekolah Jumlah
No
Dasar Sekolah
L
SPT/ L dan
L P L P PDAM SGL T L/P L/P dan Y T Y T T
PL P T T Y
P
Sekolah Dasar
1 12 648 1,008 48 94 5 - 8 - 9 - 3 12 - - 6 6 - 12
Negeri
Sekolah Dasar
2 10 610 675 35 54 2 - 8 - 9 - 1 4 - - 4 6 - 10
Swasta
3 MI 3 200 221 14 24 - - 2 1 3 - 0 2 - - - 3 - 3
Total 25 1,458 1,904 97 172 7 - 18 1 21 - 4 18 - - 10 15 - 25
Sumber : Morotai dalam Angka
Kondisi sarana sanitasi sekolah secara keseluruhan sekolah yang ada di Kabupaten Pulau Morotai
menunjukan bahwa kondisi sarana sanitasi tersebut masih kurang baik, hal ini bisa disebabkan karena
pihak sekolah belum mengelola dan merawat fasilitas sarana sanitasi yang ada disekolah dengan baik,
serta komitmen, maupun kesadaran dan kemauan pihak sekolah dalam menjalankan pola hidup bersih
dilingkungan sekolah. Kondisi ini dapat dilihat dari minimnya fasilitas sanitasi yang dapat disediakan oleh
pihak sekolah lewat anggaran sekolah dan juga menjaga, merawat serta memanfaatkan fasilitas sarana
sanitasi yang disediakan lewat dana pemerintah baik daerah maupun pusat. Perilaku hidup bersih
disekolah belum dijalankan dengan baik dapat dilihat dengan cara pengumpulan seluruh jenis sampah
dengan memilah antara sampah organik dan anorganik, tapi dilakukan langsung tanpa adanya pemilahan
sampah organik dan anorganik. Kemudian sampah-sampah yang sudah dikumpulkan tersebut dibakar
pada satu tempat. Tempat buangan air kotor secara keseluruhan masing-masing sekolah belum
memanfaatkan sarana toilet, dengan kondisi tanpa melakukan pembersihan/mengosongkan tangki septik
apabila sudah penuh. Dapat diambil kesimpulan bahwa untuk kondisi hygiene seluruh sekolah yang ada di
wilayah Kabupaten Pulau Morotai masih kurang. Untuk jumlah data yang dapat menjelaskan mengenai
kondisi sarana sanitasi sekolah dan PHBS terkait sanitasi (tingkat sekolah: SD/MI) dapat dilihat pada tabel
3.2 dan tabel 3.3 di bawah ini :
1 Toilet Guru 13 29 58
2 Toilet Siswa 22 26 52
5 Pengelolaan Sampah 19 11 70
6 Saluran Drainase 5 23 72
Ketersediaan dana untuk
7 2 14 84
kegiatan Higiene dan sanitasi
Pendidikan Higiene dan
8 6 21 73
Sanitasi
Sumber : Dinas Kesehatan
Dari gambaran tabel diatas terkait dengan kondisi sarana sanitasi Sekolah (tingkat
sekolah/setara: SD/MI) yang ada dikabupaten Pulau Morotai menunjukan bahwa kondisi sanitasi
sekolah yang ada di Kabupaten Pulau Morotai dari aspek toilet guru sampai Pendidikan Hygiene
dan Sanitasi tidak berbanding menunjukan peresentase kurang baik, karena kondisi sarana
sanitasi tersebut tidak dirawat, sehingga masih membutuhkan perhatian baik pemerintah dan
masyarakat.
Tabel 3.3. PHBS terkait sanitasi pada Sekolah Dasar /MI
1 Toilet Guru 3 5 92
2 Toilet Siswa 4 11 85
Fasilitas Cuci Tangan Pakai
3 6 15 79
Sabun (CTPS)
4 Sarana Air Bersih 9 21 70
5 Pengelolaan Sampah 13 46 41
6 Saluran Drainase 5 10 85
Ketersediaan dana untuk
7 6 19 75
kegiatan Higiene dan sanitasi
Pendidikan Higiene dan
8 15 37 48
Sanitasi
Sumber : Dinas Kesehatan
Dari gambaran tabel diatas terkait dengan PHBS sanitasi pada Sekolah Dasar /MI yang ada
dikabupaten Pulau Morotai menunjukan bahwa prilaku PHBS pada sekolah Dasar/MI bisa sangat
kurang baik dari berbagai aspek, sehingga kondisi tersebut menjadi perhatian baik pemerintah
dan masyarakat.
Air limbah (buangan) dapat didefinisikan sebagai air yang mengandung bahan pencemar fisik,
biologi atau kimia. Air buangan Kota berasal dari kegiatan rumah tangga atau domestik dan dari
kegiatan industri. Kedua air buangan ini harus ditangani secara terpisah karena karakteristiknya
berbeda, dimana air buangan industri memiliki karakteristik yang lebih kompleks.
Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang
merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan. Tingkat
pengolahan yang akan diterapkan tergantung pada kualitas air buangan, yang erat kaitannya
dengan jenis-jenis sumber air buangan tersebut. Pengolahan yang dilakukan terhadap air
buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut
standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (Stream Standard) dan standar efluen (Effluent
Standard). (lihat Kep-02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan).
Pengelolaan limbah manusia, khususnya limbah air bekas dilakukan secara individual pada
masing-masing rumah tangga atau memanfaatkan fasilitas umum seperti MCK umum. Sistem
yang digunakan adalah on-site (setempat). Untuk permukiman penduduk yang berada di tepian
sungai, pada umumnya memanfaatkan sungai untuk keperluan mandi, cuci dan buang air.
Biaya pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah meningkat dengan cepat begitu
konsumsi meningkat. Merencanakan hanya satu sisi penyediaan air tanpa memperhitungkan
biaya sanitasi akan menyebabkan kota berhadapan dengan masalah lingkungan dan biaya tinggi
yang tak terantisipasi.
Di Kabupaten Pulau Morotai pengelolaan air limbah masih dilakukan secara individual oleh
penduduknya. Pengelolaan secara komunal maupun sistem perpipaan belum dilaksanakan oleh
masyarakat maupun oleh swasta. Hal ini juga bisa dikaitkan dengan kondisi Kabupaten Pulau
Morotai yang merupakan daerah baru dari hasil pemekaran sejak 2008, serta hampir semua desa-
desanya masih belum terlalu padat. Dan sebagian besar masih berupa ibukota kecamatan yang
kepadatan penduduknya masih belum tinggi.
Sistem yang digunakan adalah On Site (setempat). Untuk pemukiman penduduk pada
umumnya masih ada memanfaatkan sungai untuk keperluan mandi, cuci, dan buang airnya. Dari
seluruh penduduk (KK) yang bertempat tinggal di Kabupaten Pulau Morotai, tidak terdata jumlah
KK yang pembuangan limbah manusia secara On Site menggunakan tangki septik dan
cubluk, On Site secara komunal seperti jamban umum atau MCK atau yang menggunakan
tempat terbuka atau sungai untuk fasilitas pembuangan limbah manusianya. Pada sistem On Site
yang diterapkan umumnya adalah buangan tinja dialirkan ke cubluk atau tangki septik dan air
bekas cuci mandi dialirkan ke saluran drainase dan lahan kosong yang ada disekitarnya. Sarana
sanitasi secara On Site yang dimiliki tiap keluarga pada umumnya tidak dilakukan
pengurasan secara berkala, pengurasan hanya dilakukan apabila terjadi penyumbatan dan
ada gangguan, yang dilakukan secara manual (tanpa truck tinja). Sarana sanitasi secara
On Site yang dimiliki tiap keluarga pada umumnya tidak dilakukan pengurasan secara
berkala, pengurasan hanya dilakukan apabila terjadi penyumbatan dan ada gangguan,
yang dilakukan secara manual (tanpa truck tinja).
Pada saat sekarang belum ada pihak swasta yang mengelola jasa pengurasan
lumpur tangki septik, sedangkan Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pulau Morotai ataupun instansi
terkait belum memiliki truck tinja.
Jenis limbah terbagi dua yaitu libah industri dan limbah rumah tangga. Limbah industri
umumnya dikelola sendiri oleh pihak swasta sebagai persyaratan untuk mendirikan sebuah
industri. Pada prinsipnya kawasan industri harus membuat sistem pengelolaan tersendiri dimana
air buangan limbah yang telah diproses di IPAL tersebut harus memenuhi Standar baku mutu
lingkungan yang telah ditetapkan sehingga tidak mencemari lingkungan ketika air buangan
tersebut dialirkan ke sistem saluran drainase atau saluran pembuangan limbah (sewerage sistem).
Pengelolaan limbah rumah tangga umumnya melibatkan pemerintah sebagai pihak pengelola.
Sistem pengelolaan limbah rumah tangga terbagi dua, yaitu sistem setempat (On Site) dan sistem
terpusat (Off Site). Sistem pengelolaan limbah di Kabupaten Pulau Morotai lebih cocok
menggunakan sistem setempat, karena pembiayaan pengelolaannya relatif terjangkau baik oleh
masyarakat maupun pemerintah.
Setiap rumah tangga di suatu kawasan disyaratkan memiliki MCK dengan tangan tangki
septik dan bidang peresapan. Setiap tangki septik yang telah penuh oleh kotoran tinja harus
dipompa keluar dan dimasukkan ke dalam tangki truk tinja untuk kemudian diangkut ke IPLT.
Layanan truk pengangkut tinja ini lazimnya ditangani oleh pemerintah. Pengambilan kotoran tinja
dari tangki septik ini dimaksudkan agar "Effluents" dari tangki septik tersebut tidak dibuang oleh
masyarakat langsung ke saluran drainase terdekat, sebab effluent tersebut berkemungkinan
masih mengandung bakteri pathogen yang dapat mengganggu kesehatan lingkungan
disekitarnya. Apabila masyarakat menggali sumur dalam sebagai sumber air bersih, maka bakteri
pathogen yang berasal dari effluent tangki septik tersebut dapat masuk kedalamnya. Oleh karena
itu selalu disyaratkan untuk pembuatan rumah tinggal agar jarak minimum tangki septik atau
saluran drainase Kabupaten minimal 15 m.
Berdasarkan pengalaman, kenyataan di lapangan dan penelitian bakteriologi membuktikan
bahwa cubluk sistem lama berbahaya bagi kesehatan dan menganggu. Para ahli sanitasi sepakat
bahwa semua sistem pembuangan air limbah/kotor harus dilengkapi tangki septik. Pada tangki
tersebut limbah ini diubah menjadi gas dan cairan melalui aksi bakterianaerobic, yang kemudian
menjadi tidak berbahaya oleh peluluhan, dimana bakteri mongoksidasi semua komponen yang
menjijikan.
Sistem pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Pulau Morotai belum tertata / dikelola
dengan benar, pengelolaan limbah rumah tangga black water masih dilakukan secara individual
pada masing-masing rumah tangga, di olah dalam property (lahan) milik pribadi dengan teknologi
tengki septik, endapan tinja yang terkumpul didalam tenki septik tidak di angkut untuk di olah
karena tidak ada armada (truk tinja) dan tidak ada istalasi pengelolaan lumpur tinja (IPLT). Kondisi
seperti ini sangat berpengaruh pada kesehatan lingkungan, karena jika air limbah yang dihasilkan
lebih dari 30 liter/orang/hari, besar kemungkinan tanah tidak mampu lagi meloloskan air limbah,
dan jika volume air limbah yang dihasilkan lebih rendah maka tanah berpasir masih mampu
meloloskan air limbah terolah dari tengki septik kedalam tanah. Pengelolaan Air limbah rumah
tangga (Grey Water) masih dibuang begitu saja ke sistem drainase tersier.
Pembuangan air limbah rumah tangga (domestik) yang memenuhi kriteria sehat adalah
dengan sistem pembuangan air limbah melalui septik tank dengan bidang resapan. Permasalahan
prioritas yang dihadapi terkait dengan pengelolaan air limbah domestik pada umumnya
masyarakat di Wilayah Kabupaten Pulau Morotai tidak mempunyai SPAL yang memadai, bahkan
tidak punya SPAL sama sekali.
3.3.1 Kelembagaan
Berdasarkan pemahaman akan Peraturan Bupati Kabupaten Pulau Morotai tentang tugas
pokok dan fungsi detail setiap lembaga, dan Dinas di Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai dan
kondisi aktual pengelolaan air limbah di Kabupaten Pulau Morotai, maka Institusi yang
berwewenang dalam pengelolaan limbah domestik di Kabupaten Pulau Morotai antara lain : Dinas
Pekerjaan Umum dan Tata Kota Kabupaten Pulau Morotai dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pulau
Morotai.
Tabel 3.4. Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Air
Limbah Domestik
PEMANGKU KEPENTINGAN
Pemerintah
FUNGSI Swast
Kabupaten/Kot Masyarakat
a
a
PERENCANAAN
Menyusun target pengelolaan air limbah domestik skala
kab/kota
Menyusun rencana program air limbah domestik dalam PU & Tata Kota
rangka pencapaian target
Menyusun rencana anggaran program air limbah domestik PU & Tata Kota
dalam rangka pencapaian target
PENGADAAN SARANA
Menyediakan sarana pembuangan awal air limbah domestic PU & Tata Kota Swasta Masyarakat
Membangun sarana pengumpulan dan pengolahan awal PU & Tata Kota Swasta Masyarakat
(Tangki Septik)
Menyediakan sarana pengangkutan dari tangki septik ke
IPLT (truk tinja)
Membangun jaringan atau saluran pengaliran limbah dari
sumber ke IPAL (pipa kolektor)
Membangun sarana IPLT dan atau IPAL
PEMANGKU KEPENTINGAN
Pemerintah
FUNGSI Swast
Kabupaten/Kot Masyarakat
a
a
PENGELOLAAN
Menyediakan layanan penyedotan lumpur tinja
Mengelola IPLT dan atau IPAL
Melakukan penarikan retribusi penyedotan lumpur tinja
Memberikan izin usaha pengelolaan air limbah domestik,
dan atau penyedotan air limbah domestic
Melakukan pengecekan kelengkapan utilitas teknis PU & Tata Kota
bangunan (tangki septik, dan saluran drainase perkotaan)
dalam pengurusan IMB
PENGATURAN DAN PEMBINAAN
Mengatur prosedur penyediaan layanan air limbah domestik
(pengangkutan, personil, peralatan, dll)
Melakukan sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal
pengelolaan air limbah domestik
Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan air
limbah domestik
MONITORING DAN EVALUASI
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target
pengelolaan air limbah domestik skala kab/kota
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas PU & Tata Kota
infrastruktur sarana pengelolaan air limbah domestik
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas
layanan air limbah domestic, dan atau menampung serta
mengelola keluhan atas layanan air limbah domestik
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap baku mutu air
limbah domestik
Sumber : Diolah Pokja
Tabel 3.5: Daftar Peraturan Air Limbah Domestik Kabupaten Pulau Morotai
Ketersediaan Pelaksanan
Belum Tidak
Efektif
Ada Tidak efektif efektif
Peraturan dilaksana
(sebutkan) Ada dilaksana dilaksanka Keterangan
kan
kan n
AIR LIMBAH
DOMESTIK
Target capaian
layanan
pengelolaan air
limbah domestic di
kabupaten Pulau
Morotai
Kewajiban dan
sangsi bagi
pemerintah
kabupaten dalam
penyediaan
layanan
pengelolaan air
limbah domestic
Kewajiban dan
sangsi bagi
pemerintah
kabupaten dalam
memberdayakan
masyarakat dan
badan usaha
dalam pengelolaan
air limbah
domestic
Kewajiban dan
sanksi bagi
masyarakat dan
atau pengembang
untuk penyediaan
sarana
pengelolaan air
limbah domestic di
hunian rumah
Kewajiban dan
sanksi bagi
industry rumah
tangga untuk
menyediakan
sarana
pengelolaan air
limbah domestic di
tempat usaha
Kewajiban dan
sangsi bagi kantor
untuk
menyediakan
sarana
pengelolaan air
limbah domestic di
tempat usaha
Kewajiban
penyedotan air
limbah domestic
untuk masyarakat,
industry rumah
tangga, dan kantor
pemilik tangki
septic
Retribusi penyedot
air limbah
domestic
Tatacara perizinan
untuk kegiatan
pembuangan air
limbah domestic
bagi kegiatan
pemukiman, usaha
rumah tangga dan
perkantoran
Sumber : Diolah Pokja
Dari gambaran tabel diatas Terkait dengan daftar peraturan mengenai pengelolaan limbah
domestik pemerintah Kabupaten Pulau Morotai belum memiliki regulasi/perda terkait dengan
pengelolaan limbah, sehingga diharapkan pada tahun mendatang pemerintah daerah diharapkan
untuk menyusun regulasi terkait dengan pengelolaan limbah domestik, hal ini penting dikarenakan
pengelolaan air limbah domestic memerlukan payung hukum terkait retribusi air limbah yang akan
mendatangkan pendapatan asli daerah.
3.3.2 Sistem dan Cakupan Pelayanan
Peningkatan kondisi dan tingkat pelayanan sektor limbah manusia dari
pemukiman perlu diarahkan untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah
penduduk yang masih membuang tinja ditempat terbuka dan mengurangi penyebaran penyakit ya
ng ditularkan melalui air (Water Borne Diseases). Untuk meningkatkan kondisi dan tingkat
pelayanan tersebut perlu ditunjang dengan membangun fasilitas MCK, jamban keluarga,
jamban jamak, dan pengadaan truck tinja untuk menguras lumpur
yang sudah tua pada tangki septik yang ada. Pembangunan fasilitas sanitasi merupakan stimulan,
yang selanjutnya akan dicontoh, serta dibiayai dan dikelola oleh masyarakat.
Pembangunan MCK merupakan "sasaran antara" selama periode jangka
menengah ini, yang nantinya diharapkan masyarakat akan lebih cenderung untuk memiiliki sendiri
fasilitas sanitasi yang berupa Jamban Keluarga. Dengan semakin meningkatnya taraf
kehidupan masyarakat sebagai dampak positif pembangunan disegala bidang,
kecenderungan masyarakat untuk memiliki sendiri satu jamban keluarga perlu didorong
dan dibantu dengan memberikan kemudahan untuk memenuhi keinginan masyarakat tersebut.
Sistem pengolahan air limbah setempat (on-site system) adalah system penanganan air
limbah domestic yang dilakukan individual dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan,
yang pengelolaannya diselesaikan secara setempat atau dilokasi sumber, seperti cubluk, tanki
septik (septic tank) dan paket pengolahan skala kecil. Pengelolaan air limbah di Kabupaten Pulau
Morotai masih dilakukan secara individu dengan mengunakan system cubluk dan tangki septik
skala rumah tangga, Pengunaan MCK komunal belum dilakukan.
Gambar. 3.6. Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
Dari grafik di atas telah terlihat bahwa persentase terbesar penyaluran akhir tinja adalah yang
menjawab tidak tau dengan persentase 52 % kemudian diikuti tangki septik yaitu 46 %, langsung
ke drainase 1 %, sungai/danau/pantai yaitu 1 %, sedangkan ke Cubluk/lobang tanah, kebun/tanah
lapang dan pipa sewer masing-masing persentase yaitu 0 %
Gambar 3.7. Grafik Presentase Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
Sumber : Diolah Pokja
Berdasarkan grafik diatas menunjukan bahwa tangki septik yang dimeliki oleh masyarakat
aman. Sesuai hasil study Ehra bahwa masih ada 19 % yang merupakan tengki septik suspek tidak
aman, namun sudah sebagian besar tengki septik suspect aman sebesar 81 %.
Di Kabupaten Pulau Morotai, kegiatan limbah domestik yang dihasilkan oleh masyarakat
bersumber dari WC sentor, jamban helikopter, tempat cuci piring, tempat pembuangan air cucian
dan. Seperti halnya black water yang dihasilkan oleh rumah tangga tertentu yang disalurkan
langsung dan dikelola/diolah tangki septik dan pada akhirnya diolah/mengendap di tanah dimana
tangki septik itu berada. Pada wilayah Ibukota Kabupaten yang terdapat di Kecamatan Morotai
Selatan, limbah domestik dari masyarakat disalurkan ke penampungan awal/tangki septik, akan
tetapi tidak pernah diangkut dan disedot oleh mobil tinja berhubung jenis dari tangki septik yang
dibangun sifatnya permanen serta fasilitas mobil tinja dan tempat Instalasi Pengelolaan air Limbah
khususnya tinja belum disediakan, sehingga limbah (black water) yang ada tidak dapat
mengendap/diolah langsung oleh tanah. Selain itu, limbah domestik (black water) yang kelompok
penggunanya tanpa ada sarana sanitasi atau jamban helikopter membuang langsung kotorannya
pantai dan ada juga yang membuang kotorannya langsung ke pekarangan belakang rumah/kebun.
Pada wilayah tertentu dibagian desa masih terdapat masyarakat yang membuang limbah
cuciannya langsung ke tanah tanpa ada saluran pembuangan. Sementara itu, ada juga
masyarakat yang membuang limbah air cucian ke pantai. Dari sistem pengelolaan sanitasi yang
berbeda-beda tersebut untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Peta 3.2 dan gambar 38 berikut :
Dari gambar diatas dapat dilihat sesuai kondisi yang ada di Kabupaten Pulau Morotai dimana
input air limbah domestik terdiri dari Black Water yaitu tinja, urin dan lainnya di alirkan langsung ke
tengki septik sedangkan Grey Water yaitu air cucian dari dapur, air cucian pakaian, air dari kamar
mandi biasanya dialirkan ke drainase dan bahkan di alirkan ke lahan kosong yang ada di sekitar
rumah sedangkan air limbah domestik yang berasal dari Grey Water langsung di alirkan ke
drainase lingkungan yang menuju pantai. Dari diagram sanitasi diatas untuk di Kabupaten Morotai
masih sangat kurang memadai, dimana masyarakat yang memiliki jamban pribadi yang
menggunakan septik tank masih sangat kurang, sedangkan armada truk tinja belum tersedia,
sehingga tidak dapat dilakukan layanan sedot tinja untuk kapasitas 1 Kabupaten.
Tabel 3.6. Cakupan layanan air limbah domestik yang ada di Kabupaten Pulau Morotai
Saran
a tidak Sarana Layak
layak
Offsite
BABS* Onsite System
System
Kawasan /
Nama Individual Berbasis Komunal
terpusat
No Kecamatan
Cubluk Jamban MCK
, keluarga umum Tangki
MC IPAL
Tangki dgn / Septik
K++ Komu Sambungan
(KK) septik tangki Jamban Komun
(KK nal Rumah (KK)
tidak septik Bersam al
) (KK)
aman* aman a (KK)
* (KK) (KK) (KK)
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x)
Kecamatan Morotai
I 1,317 112 2,428 1350
Selatan
Kecamatan Morotai
II 959 278 465 859
Timur
Kecamatan Morotai
III 1,277 227 610 1,108
Utara
Kecamatan Morotai
IV 2,733 814 1,001 1,070
Selatan Barat
Kecamatan Morotai
V 1,282 64 250 226
Jaya
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pulau Morotai
Dari tabel diatas menunjukan bahwa jumlah KK yang memiliki tengki septik yang aman
sebanyak 4.754 Kepala keluaraga (KK) sedangkan KK yang mimiliki tengki septik yang tidak aman
sebanyak 1.495 Kepala keluaraga (KK). KK yang masi berprilaku BABS sebanyak 7.568 KK.
Sedangkan KK yang mengunakan MCK Umum sebanyak 4613 KK yang tersebar di 5 Kecamatan
yakni Kec.Morotai Sealatan, Morotai Timur, Morotai Utara, Morotai Selatan Barat dan Morotai
Jaya.
Dari tabel Kondisi Prasarana dan Sarana Air Limbah Domesti diatas,menunjukan bahwa
Prasarana dan Sarana Air Limbah Domestik yang ada dikabupaten Pulau Morotai belum tersedia,
sehingga diharapkan kedepan pemerintah daerah lebih menfokuskan pengembangan Prasarana
dan Sarana Air Limbah Domestik.
Kesadaran masyarakat Kabupaten Pulau Morotai dalam penyediaan sarana penyaluran awal
air limbah domestik (user interface) belum cukup baik. Berdasarkan hasil study EHRA baru 47,6 %
keluarga responden yang memiliki jamban keluarga yang dikelola secara individual oleh masing-
masing rumah tangga. Selain sarana sanitasi berbentuk jamban keluarga, terdapat pula sarana
sanitasi umum berbentuk MCK yang dikelola secara komunal. MCK yang berada di Kabupaten
Pulau Morotai dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu MCK yang dibangun secara
swadaya, dikelola oleh KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dan MCK yang dibangun melalui
program PAM-STBM dan PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat). Untuk sarana
MCK (Mandi Cuci Kakus) yang dikelola oleh KSM, hingga tahun 2014. MCK tersebut terdapat
pada beberapa desa di 3 kecamatan yakni: Morotai Selatan, Morotai Timur, Morotai Utara yang
berada di Kabupaten Pulau Morotai. Sedangkan untuk MCK berbasis masyarakat yang dibangun
melalui program PAM-STBM, hingga saat ini terdapat 30 sarana sanitasi yang tersebar di
beberapa desa di Kabupaten Pulau Morotai. Pembangunan MCK tersebut dilakukan pada tahun
2013. Informasi detail mengani daftar program/kegiatan layanan air limbah domestik berbasis
masyarakat disajikan pada Tabel 3.8.
Perbedaan kondisi fisik dan sosial ekonomi, termasuk kepadatan penduduk, akan
mempengaruhi pilihan masyarakat terhadap sistem dan layanan sanitasi yang cocok untuk
mereka. Pemberdayaan Masyarakat merupakan sebuah proses dalam memberikan kesempatan
dan memberdayakan masyarakat melalui partisipasi, alih pengetahuan, keahlian dan
keterampilan. Masyarakat yang merupakan komponen dalam suatu komunitas menempati posisi
penting dalam pengelolaan sanitasi. Namun sejauh ini partisipasi mereka belum mendapat
perhatian yang proporsional dari berbagai pihak. Disadari juga bahwa pembangunan sanitasi
seringkali mengabaikan kepentingan kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Demikian juga
dengan aspek kesetaraan jender. Kita kerap kali tidak memasukkan aspek ini dalam proses
pengambilan keputusan. Pengabaian aspek jender dalam perencanaan, implementasi, dan
pengawasan/pemantauan pembangunan fasilitas sanitasi seringkali menimbulkan ketimpangan
penyediaan layanan bagi kelompok perempuan. Dengan Pemberdayaan, masyarakat menjadi
lebih bertanggungjawab untuk mengidentifikasi permasalahan mereka, menentukan prioritas,
memobilisasi sumberdaya, memobilisasi kontribusi (in-cash dan inkind), bernegosiasi, menyusun
perencanaan, pelaksanaan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan.
Peran serta masyarakat dan gender dalam penanganan limbah cair di Kabupaten Pulau
Morotai dalam pengolahan air limbah dapat di kategorikan sebagai berikut :
a. Bagi masyarakat yang sudah sadar dan mampu secara finansial untuk penanganan limbah
cair tidak mengalami kesulitan, artinya secara teknis dan kebutuhan sarana prasarana dapat
secara langsung disediakan oleh si pemrakarsa.
b. Bagi masyarakat yang belum sadar dan mayoritas tidak mampu (secara finansial) sangat sulit
untuk penanganan limbah cair dilingkungannya hal ini keterbatasan akan kesadaran dan
biaya yang harus dikeluarkan.
Secara keseluruhan, peran serta masyarakat dan gender dalam penanganan limbah cair di
Kabupaten Pulau Morotai dalam pengolahan air limbah belum maksimal dan masih jauh dari
harapan, masih mengandalkan kegiatan atau proyek dari Pemerintah, baik penyediaan sarana
prasarana maupun perawatannya. Informasi mengenai pengelolaan sarana air limbah domestik
oleh masyarakat disajikan pada 3.9 dibawah ini.
Tabel 3.8. Daftar Program/Kegiatan Air Limbah Domestik Berbasis Masyarakat*)
Nama Penerima Kondisi Sarana Saat
Tahun
Program/ manfaat***) Ini ****)
Program/ Jumlah
No Kegiatan Pelaksana/PJ Lokasi
kegiatan Sarana Tidak
**) Berfungsi
L P Berfungsi
2 PNPM :
MCK PU & PMD - - - - - - -
Total
Sumber Data : Data Sekunder Pokja, wawancara dengan SKPD dan kunjungan lapangan
Dari daftar tabel terkait Pengelolaan sarana air limbah domestik oleh Masyarakat di
Kabupaten Pulau Morotai sampai dengan saat ini belum ada pembangunan sarana sanitasi air
limba domestic yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat dan bahkan belum dilakukan
pengelolaan air limbah domestic ditingkat masyarakat dan bahkan lembaga khusus baik
dikabupaten maupun pada tingkat kecamatan dan desa belum mengelolah air limbah domestik, ,
hal ini disebabkan karena kekurang fasilitas penunjang untuk kegiatan pengelolaan air limbah
domestic.
Gambar 3.9. Penyuluhan atau sosialisasi yang pernah di ikuti di Kabupaten Pulau
Morotai
Ketersediaan sarana dan prasarana air limbah domestik yang terbatas di Kabupaten
Pulau Morotai sangat berpengaruh pada parsipasi dunia usaha lain, swasta/pelaku bisnis
yang dapat dilibatkan dalam pengelolaan air limbah domestik, sehingga pengelolaan air
limbah domestik sepenuhnya baru dikelola oleh instansi terkait yang ada di Kabupaten Pulau
Morotai. Karena pengelolaan air limbah domestik belum dilakukan secara optimal sehingga
sub sektor ini belum dapat memberikan kontribusi kepada daerah. Kedepan diharapkan
adanya peningkatan layanan air limbah domestik sehingga sub sektor ini dapat dikelola
secara optimal agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di sektor sanitasi.
Tabel 3.10. Penyedia layanan air limbah domestik yang ada di Kabupaten Pulau Morotai
Jenis kegiatan/
Nama Tahun mulai
Kontribusi
No Provider/Mitra operasi/ Volume
Terhadap Potensi Kerjasama
Potensial Berkontribusi
Sanitasi
1 - - - - -
2 - - - - -
3 - - - - -
Sumber : Data kegiaatan belum dilakukan
Ketersediaan sarana dan prasarana sub sektor air limbah domestik menjadi salah suatu faktor
keharusan sehingga upaya ke arah tersebut dapat tercapai.
Mesikipun sudah ada pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur air limbah domestik
namun belum ada retribusi dari sub sektor ini, diharapkan kedepan melalui peningkatan cakupan
layanan dan pengelolaan yang baik maka dapat ditetapkan retribusi dari sub sektor air limbah
domestik.
Tabel 3.11. Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi air limbah domestik
Belanja (Rp) Rata- Pertumbuhan
No Komponen
2010 2011 2012 2013 2014 rata (%)
1 Air Limbah (1a+1b)
1.a Pendanaan Investasi air limbah
Pendanaan OM yang dialokasikan dalam
1.b
APBD
Perkiraan biaya OM berdasarkan infrastruktur
1.c
terbangun
Sumber : BPPKAD Kab. Pulau Morotai dan Diolah Pokja
Dari daftar tabel Realisasi dan Potensi Retribusi Air Limbah untuk 5 (lima) tahun terakhir dipemerintah daerah Kabupaten Pulau Morotai
belum merealisasi retribusi atau potensi retribusi terkait pengelolaan air limbah, dikarenakan belum ada regulasi terkait air limbah dan
infrastruktur pengelolaan juga belum ada. sehingga potensi retribusi akan diperkirakan ketika ada regulasi 2015 - 2016.
3.3.7 Permasalahan mendesak
Isu dan permasalahan yang dihadapi terkait dengan pengelolaan air limbah domestik di
kabupaten Pulau Morotai meliputi ;
a. Teknis Operasional
Masih ada masyarakat yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Belum ada Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
Belum ada mobil tinja dan Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT), sehingga septik
tank tidak pernah disedot.
Masih terlihat jamban rumah tangga (tengki septik) yang tidak memeperhatikan
standar kesehatan.
Masih terlihat air limbah rumah tangga (grey water) dibuang ke sistem drainase tersier.
b. Kelembagaan
Sektor swasta belum berminat dalam penanganan pengelolaan limbah domestik.
Perlu ditingkatkan koordinasi lintas sektoral.
Penguatan kelembagaan Desa yang ada di masyrakat dalam pengelolaan air limbah
domestik.
c. Peraturan
Belum ada Perda yang mengatur tentang sanitasi seperti retribusi adanya sanksi yang
dikenakan untuk penghasil limbah domestik.
Belum ada Perda bagi pengembangan perumahan untuk penyediaan sistim Off-site
kawasan.
d. Pendanaan
Sumber dana APBD II belum sesuai dengan kebutuhan.
Belum ada pendanaan lain seperti Corporate Sociality Responsibelity (CSR)
dari pihak swasta terkait dengan pengelolaan limbah domestik.
e. Peran Masyarakat
Kurangnya kesadaran Masyarakat untuk tidak Buang Air Besar sembarangan
(BABS).
Kurangnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik yang
berbasis masyarakat.
Tabel. 3.13. Permasalahan Mendesak
No Permasalahan Mendesak
Minimnya sarana dan prasarana pegelolaan air limbah domestik di Kabupaten Pulau
1.
Morotai
2. Belum ada dokumen perencanaan (master plan) Pengeloalaan Limbah domestik
3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestic
Lemahnya Koordinasi lintas sektor maupun lintas program dalam pengelolaan air limbah
4.
domestik
5. Tidak ada partisipasi pihak swasta dalam pengelolaan limbah domestik
Sumber : Diolah Pokja
Pengelolaan sampah di Pulau Morotai hanya 18,9 % yang sudah menggunakan media TPS
untuk membuang sampah. Sedangkan untuk 58.1 % masih membakar dan menanam sampah pada
lahan kosong milik masyarakat sendiri atau masih diolah menggunakan sistem Open dumping dan
23 % membuang sampah ke pantai/sungai/kali.
Persentase keseluruhan masyarakat masih minim kesadaran untuk membuang sampah pada
fasilitas persampahan yang disediakan, seperti TPS baik yang berupa bak sampah ataupun tong
sampah. Fasilitas yang tersedia ini dilayani oleh armada sampah secara bergiliran setiap hari, dalam
sehari masing-masing armada melakukan pengangkutan dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir
sementara sebanyak 2 (dua) kali ritasi. Kesadaran tersebut dan penyediaan tempat sampah baru
dilakukan di kecamatan morotai selatan pada delapan desa saja.
Keseluruhan jumlah TPS yang terlayani yaitu 3 buah kounteiner dan 382 tong sampah yang
tersebar dalam wilayah pelayanan 8 desa di kecamatan Morotai Selatan. Dominan timbunan sampah
yang dihasilkan berupa sampah rumah tangga, akan tetapi dari sumber sampah sampai pada TPS
belum diolah dan dipilah oleh masyarakat. Begitupun dari TPS menuju ke TPA Sementara juga tidak
diolah dan di pilah, sehingga sampah yang dihasilkan belum dapat dimanfaatkan atau didaur ulang.
Timbulan sampah yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat kesadaran masyarakat,
tingkat kesadaran masyarakat akan membuang sampah pada tempatnya menyebabkan trend
timbunan sampah yang dihasilkan pun semakin meningkat. Hal tersebut tidak sejalan dengan
dukungan armada dan sistem pengelolaan persampahan yang sesuai, selain itu juga belum adanya
TPA merupakan kendala tersendiri. Oleh sebab itu secara akumulatif permasalahan persampahan
yang dihadapi sangat kompleks yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Dengan adanya Sail Morotai maka Kabupaten Pulau Morotai menjadi salah satu ikon pariwisata
skala Internasional, sehingga harus memiliki penanganan dan pengelolaan persampahan yang
baik.
Perubahan pola pikir masyarakat Kabupaten Pulau Morotai umumnya dan Kota Daruba
khususnya semakin mengarah pada tipe kehidupan masyarakat Semiurban .
Perilaku sadar buang sampah dan pengumpulan sampah dalam masyarakat semakin
meningkat, akan tetapi belum di tindak lanjuti dengan pengolahan.
Belumada Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) yang dibangun.
Masih terkendala sarana dan prasarana pengolahan dan pengelolaan sistem persampahan.
Sumber daya manusia untuk pengelolaan persampahan yang masih sangat minim, terutama
dalam hal pengolahan sampah dengan menggunakan sistem 3R.
3.4.1 Kelembagaan
Berdasarkan pemahaman akan Peraturan Daerah Kabupaten Pulau Morotai Nomor 4 Tahun
2010 tentang organisasi dan tata kerja Bapedda, Inspektorat dan lembaga teknis Daerah
Kabupaten Pulau Morotai. Maka Institusi yang berwewenang dalam pengelolaan persampahan di
Kabupaten Pulau Morotai adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Kota dan Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah.
Dari gambaran tabel diatas Terkait dengan daftar peraturan mengenai pengelolaan
Persampahan pemerintah Kabupaten Pulau Morotai telah memiliki regulasi/perda terkait dengan
pengelolaan sampah, akan tetapi peraturan daerah tentang retribusi sampah tersebut masih
tergabung dalam satu peraturan daerah tentang retribusi jasa umum, sehingga masih belum
optimal dalam meningkatkan potensi retribusi sampah serta tingkat pertumbuhan penduduk masih
kecil yang notabene mempengaruhi system pelayanan persampahan yang ada di Kabupaten
Pulau Morotai. Untuk itu kedepan dapat ditingkatkan infrastruktur persampahan dan di barengi
peraturan daerah yang mengatur khusus tentang persampahan tersebut.
3.4.2 Sistem dan Cakupan Pelayanan
Sistim pengelolaan persampahan yang ada saat ini di Kabupaten Pulau Morotai belum di
lakukan secara maksimal, masyarakat hanya menampung sampah di TPS (tong sampah dan
konteiner) yang tersebar di wilayah pelayanan kemudian diangkut dari TPS menuju ke TPA
sementara oleh armada pengangkut sampah di bawah koordinasi Dinas PU & Tata Kota.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak dilakukan proses daur ulang dengan sistem 3R,
karena belum tersedia TPA (Tempat Pembuangan Akhir), perangkat dan teknologi pendukung serta
sumber daya manusia untuk menjalankan program tersebut.
Pada proses pembuangan sampah di TPA sementara dilakukan dengan menaruh sampah di
lahan kosong dan dibiarkan terjadi proses secara alami tanpa memanfaatkan dengan mengambil
dan memilah sampah untuk di jual kembali oleh masyarakat, akan tetapi hanya terbatas pada
sampah tertentu seperti besi tua dan kaleng almunium.
Berdasarsarkan hasil study EHRA yang dilaksanakan yang tidak mengelola sampah sebanyak
23 % yang membuang sampah ke pantai/sungai, 29,2 % membakar sampah, sedangkan dibuang
kelahan kosong 28,9 % dan lainnya 1,9 %. Garafik pengelolaan sampah rumah tangga dapat
disajikan pada gambar 3.10 seperti dibawah ini.
Berdasarkan grafik pengelolaan sampah diatas dari hasil studi EHRA menunjukkan
pengelolaan sampah paling banyak yaitu: sampah dibakar presentase sebesar 29.2 %, kemudian
diikuti dibuang ke lahan kosong sebesar 28.9 %, sedangkan di buang ke sungai/kali/laut/danau
sebesar 23 %, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak tutup dengan tanah 10.5 %, sedangkan yang
terkecil adalah dibiarkan saja sampai membusuk sebesar 3.5 % dan lain-lain 1.9 %.
Input Diagram Sistem Sanitasi terkait komponen persampahan diatas Berdasarkan data
sekunder dan hasil EHRA menunjukan bahwa masyarakat Kabupaten Pulau Morotai dalam
pengelolaan persampahan baik sampah Organik dan An organic dimana masyarakat biasa
membuang ke Halaman rumah atau ditampung ke tong sampah yang telah disediakan oleh Pemda
yang berada di setiap rumah yang berlokasi di dekat Jalan ataupun ke Conteiner,dan membuang
sungai, laut dan dibakar.
Tabel 3.17. Kondisi Prasarana dan Sarana persampahan yang ada di Kabupaten Pulau
Morotai
Jenis Prasarana / Jumlah/ Ritasi Kondisi
N Satu Kapasita /hari Berfungsi Tdk Keteran
Sarana
o an s berfungsi gan
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii)
Pengumpulan
1
Setempat
- Gerobak Unit - - - - -
- Becak/Becak Unit - - - -
-
Motor
Penampungan
2
Sementara
- Bak Biasa/tong Unit 890 - 690 200
- Container Unit
- Transfer Depo Unit - - - - -
3. Pengangkutan
- Dump Truck Unit 2 4 2 -
- Arm Roll Truck Unit 1 1 -
- Compaction Unit - - - -
-
Truck
(Semi)
4 Pengolahan Akhir
Terpusat
- TPS 3R Unit - - - - -
- SPA (stasiun Unit - - - -
peralihan -
antara)
5 TPA/TPA Regional
- Sanitary landfill Ha - - - - -
- Controlled Ha - - - -
-
landfill
- Open dumping Ha - - - - -
6 Alat Berat
- Bulldozerl Unit - - - - -
- Whell/truck Unit - - - -
-
loader
- Excavator / Unit - - - -
-
backhoe
7 IPL
- sistem - - - - -
Sumber : Diolah Pokja IPL: Instalasi Pengolahan Lindi
Berdasarkan tabel kondisi sarana dan prasaran persampahan di kabupaten pulau morotai
diatas menunjukan bahwa kondisi sarana dan prasarana persampahan tersebut sangat kurang,
sehingga kedepan perlu perhatian serius dalam penyedian sarana dan prasaran persampahan dari
sisi kualitas dan kuantitas, agar kedepan pelayanan persampahan dapat lebih luas dan bukan
hanya berada pada 8 desa di Kecamatan Morotai Selatan.
Peran serta masyarakat diharapkan dapat mewujudkan kesadaran dan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sampah berupa penanganan sampah di rumah masing-masing masih sangat
rendah untuk wilayah masyarakat Kabupaten Pulau Morotai, dan belum dilakukan pemilahan di
tingkat rumah tangga serta belum adanya partisipasi secara khusus. Sebagian besar masyarakat
melakukan pemusnahan sendiri dengan cara ditimbun atau dibakar, terutama pada permukiman
dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah. Umumnya pada pengelolaan sampah sudah
melibatkan perempuan misalnya membakar dan menimbum sampah baik dari tingkat rumah
tangga sampai tingkat kelurahan dan kecamatan.
Volume sampah di Pulau Morotai belum terdata dengan baik oleh Dinas Pekerjaan Umum dan
Tata Kota yang menangani tentang pengangkutan sampah. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan
jumlah sampah yang dihasilkan agar kedepan Pemda Kab. Pulau Morotai dapat menghitung dan
mengusulkan jumlah sarana dan prasarana pengelolaan persampahan dapat sediakan sesuai
dengan kebutuhan. Kedepan diharapkan dimasyarakatkannya program 3R (Recycle, Reduce dan
Reuse) baik penyedia saran 3R dan pemahaman masyarakat tentang pengelolaan sampah
dengan cara 3R agar volume sampah yang di hasilkan dan dibawa ke TPA dapat diminimalisasi.
Program 3R ini belum dilaksanakan di Kabupaten Pulau Morotai.
Sementara itu dalam pelaksanaan program/kegiatan yang dilakukan oleh instansi teknis dalam
pengelolaan sampah telah dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah,
melalui penyedian tempat sampah (tong sampah) di sepanjang jalan dan depan rumah masyarakat
diharapkan agar partisipasi masyarakat penerima program dapat membuang sampah pada
tempatnya dan bukan lagi membuang sampah disekitar pekarangan atau lahan kosong. Akan
tetapi program tersebut baru dilaksanakan di kecamatan Morotai selatan pada 8 (delapan) Desa
dan belum menyentuh keseluruh masyarakat karena disebabkan keterbatasan anggaran oleh
Bapedalda. Kondisi riil daftar program/kegiatan persampahan berbasis masyarakat dapat dilihat
pada tabel 3.18 dibawah ini:
Berdasarkan gambaran table di atas menunjukan bahwa baru ada satu desa yang telah
melakukan penyedian tempat sampah secara suakelola yang bersumber anggaran dari satu desa
satu milyar, kegiatan tersebut berada di desa yayasan kecamatan morotai selatan.
Gambar 3.20. Kegiatan Penyuluhan atau Sosialisasi yang pernah diikuti di Kabupaten Pulau
Morotai (data belum tersedia )
Pengelolaan persampahan di Kabupaten Pulau Morotai hanya dilakukan oleh Dinas Tata
Kota/Kebersihan Kabupaten Pulau Morotai belum ada dunia usaha lain atau LSM yang
menyediakan layanan dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Pulau Morotai. keterlibatan
swasta/masyarakat hanya dilakukan oleh individu terbatas pada pemanfaatan sampah yang masih
dapat dijual kembali, seperti besi tua, tembaga dan alumunium, bukan secara langsung mendaur
ulang sampah tersebut dan hanya temporer karena ketersedian sampah besi tua, tembaga, dan
alumunium tidak selamanya dapat diperoleh.
Sampah yang dihasilkan setiap harinya, yang terdiri atas sampah organik dan anorganik,
sebelum dibawa ke tempat pemrosesan akhir, seharusnya bisa dipilah terlebih dahulu untuk
kemudian diolah kembali sebagai bagian dari proses daur ulang. Dan kegiatan ini bisa melibatkan
dunia usaha, karena memiliki prospek bisnis yang cukup menjanjikan.
Saat ini, di Kabupaten Pulau Morotai belum ada program kemitraan antara Pemerintah
Kabupaten dengan dunia usaha. Kondisi ini disebabkan karena jumlah penduduk yang masih kecil
dan belum mempengaruhi jumlah sampah yang di produksi. Tetapi kedepan diharapkan dilakukan
proses kemitraan dengan dunia usaha dalam pengelolaan sampah, peluang ini kemungkinan bisa
dilakukan karena kedepan jumlah penduduk akan bertambah dan Kabupaten Pulau Morotai telah
dicanangkan sebagai daerah KEK (kawasan ekonomi khusus) yang dapat minumbulkan volume
sampah di Kabupaten Pulau Morotai.
1. - - - - -
2. - - - - -
3. - - - - -
Sumber : -
b. Kelembagaan
Sumber Daya Manusia (SDM) masih perlu ditingkatkan sesuai dengan spesifikasi
keilmuan
Kurangnya keseriusan dinas terkait
Sektor swasta belum berminat dalam penanganan dan pengelolaan persampahan
Minimnya partisipasi kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan persampahan.
c. Peraturan
Belum adanya Peraturan Daerah terkait Persampahan
d. Pendanaan
Sumber dana pengelolaan persampahan masih kurang.
Belum ada pendanaan lain seperti Corporate Sociality Responsibelity (CSR), pendanaan
dari pihak swasta , LSM yang terkait dengan pengelolaan persampahan.
e. Peran Masyarakat
Pengelolaan persampahan yang masih minim, terutama dalam hal pengelolaan sampah
mengunakan system Persampahan.
Belum ada kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sampah
Masih terlihat pengelolaan sampah oleh masyarakat dilakukan dengan cara
dibakar/ditanam pada lahan di pekarangan sendiri.
1. Cakupan wilayah pelayanan persampahan hanya pada 8 Desa dikecamatan Morotai Selatan
2. Belum adanya Dokumen Perencanaan (Masterplan)
3. Minimnya jumlah tempat penampungan sementaradan armada angkutan sampah
4. Belum tersedia tempat pembuangan akhir (TPA) yang memadai
5. Minimmya Sumber daya manusia di bidang pengelolaan sampah
Minimnya sumber pendanaan, baik dari APBD, CSR, pihak swasta, LSM yang terkait dengan
6.
pengelolaan persampahan
7. Belum ada pengelolaan persampahan 3R
Sumber : Diolah Pokja
3.5.1 Kelembagaan
Berdasarkan pemahaman akan Peraturan Bupati Kabupaten Pulau Morotai tentang tugas
pokok dan fungsi detail setiap lembaga, dan Dinas di Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai dan
kondisi actual pengelolaan Drainase Lingkungan di Kabupaten Pulau Morotai, maka Institusi yang
berwewenang dalam pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Pulau Morotai yakni Dinas
Pekerjaan Umum dan Tata Kota Kabupaten Pulau Morotai.
Tabel 3.24. Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Drainase
Perkotaan
PEMANGKU KEPENTINGAN
Pemerintah
FUNGSI
Kabupaten/ Swasta Masyarakat
Kota
PERENCANAAN
Menyusun target pengelolaan drainase perkotaan skala PU & Tata
kab/kota Kota
Menyusun rencana program drainase perkotaan dalam PU & Tata
rangka pencapaian target Kota
Menyusun rencana anggaran program drainase perkotaan PU & Tata
dalam rangka pencapaian target Kota
PENGADAAN SARANA
Menyediakan / membangun sarana drainase perkotaan PU & Tata
Kota
PENGELOLAAN
Membersihkan saluran drainase perkotaan
Memperbaiki saluran drainase perkotaan yang rusak PU & Tata
Kota
Melakukan pengecekan kelengkapan utilitas teknis
bangunan (saluran drainase perkotaan) dalam pengurusan
IMB
PENGATURAN DAN PEMBINAAN
Menyediakan advis planning untuk pengembangan
kawasan permukiman, termasuk penataan drainase
perkotaan di wilayah yang akan dibangun
Memastikan integrasi sistem drainase perkotaan (sekunder)
dengan sistem drainase sekunder dan primer
Melakukan sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal
pengelolaan drainase perkotaan
Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan
drainase perkotaan
MONITORING DAN EVALUASI
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target
pengelolaan drainase perkotaan skala kab/kota
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas PU & Tata
infrastruktur sarana pengelolaan drainase perkotaan Kota
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas
layanan drainase perkotaan, dan atau menampung serta
mengelola keluhan atas kemacetan fungsi drainase
perkotaan
Sumber : Diolah Pokja
Tabel 3.25. Daftar Peraturan Drainase Perkotaan Kabupaten Pulau Morotai
Ketersediaan Pelaksanaan
Belum Tidak
Ada Efektif Keterang
Substansi Tidak Efektif Efektif
(Sebutkan Dilaksana an
Ada Dilaksanak Dilaksan
) kan
an akan
DRAINASE PERKOTAAN
Target capaian pelayanan
pengelolaan drainase
perkotaan di Kab/Kota ini
Kewajiban dan sanksi bagi
Pemerintah Kab/Kota
dalam menyediakan
drainase perkotaan
Kewajiban dan sanksi bagi
Pemerintah Kab/Kota
dalam memberdayakan
masyarakat dalam
pengelolaan drainase
perkotaan
Kewajiban dan sanksi bagi
masyarakat dan atau
pengembang untuk
menyediakan sarana
drainase perkotaan, dan
menghubungkannya
dengan sistem drainase
sekunder
Kewajiban dan sanksi bagi
masyarakat untuk
memelihara sarana
drainase perkotaan
sebagai saluran
pematusan air hujan
Sumber : Diolah Pokja
Sistem dan cakupan layanan sub sektor drainase lingkungan di Kabupaten Pulau Morotai yang
terdiri dari saluran Drainase Primer adalah Saluran yang menampung buangan air dari saluran
sekunder. Drainase Sekunder adalah saluran yang menampung buangan air dari saluran tersier, dan
saluran Drainase Tersier adalah saluran yang menampung limpahan air hujan. Pembangunan dan
peningkatan sistem drainase di Kabupaten Pulau Morotai diarahkan untuk mengurangi wilayah
genangan. Pengelolaan sistem drainase dapat dilihat pada gambar diagram sistem berikut ini;
Gambar 3.14. Grafik Prosentase Rumah Tangga yang mengalami banjir rutin
Wilayah rawan genangan terdapat pada daerah Sistem Drainase kurang berfungsi yang dapat dilihat pada
daerah yang diarsis merah pada Peta diatas.
Gambar 3.15 Diagram Sistem Sanitasi pengelolaan drainase perkotaan
Tabel 3.27: Kondisi sarana dan prasarana drainase yang ada di Kabupaten/Kota
Satuan Kondisi Frekuensi
Jenis Prasarana / Jumlah/
No Berfungsi Tdk Pemeliharaan
Sarana Kapasitas
berfungsi (kali/tahun)
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii)
1 Saluran Primer
- S. Primer A m
- S. Primer B m
2 Saluran Sekunder
- Saluran m
Sekunder A1
- Saluran m
Sekunder A2
- Saluran m
Sekunder B1
Bangunan
3.
Pelengkap
- Rumah Pompa unit
- Pintu Air unit
Sumber : -
Peran serta masyarakat jender dalam pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Pulau
Morotai secara keseluruhan masih kurang, hal ini terlihat dari perilaku masyarakat terhadap
pemeliharaan sarana drainase lingkungan. Keterlibatan laki-laki dan perempuan hanya terbatas
pada pembersihan saluran drainase yang ada didepan rumah . Beberapa hal masih terlihat dari
perilaku masyarakat terhadap sarana drainase adalah sebagai berikut berikut:
1 Pembangunan - - - - - - -
Drainase skala
rumah tangga
2 - - - - - - - - -
Total
Sumber : Data Sekunder Pokja, Wawancara dengan SKPD dan Kunjungan lapangan
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa di kabupaten pulau morotai belum terlaksana
program/kegiatan drainase perkotaan berbasis masyarakat, hal ini sebabkan karena minimnya
anggaran yang tersedia serta peran serta masyarakat dalam pemeliharan drainase masih kurang,
apalagi ketrlibatan masyarakat dalam pembangunan drainase yang pada akhirnya pemeliharaan
dan pembangunan drainase bersumber dari anggaran daerah dan pusat. Sehingga dari tabel 3.28
di atas tidak dapat di isi nama program/kegiatan drainase perkotaan berbasis masyarakat.
Berdasarkan data dan kegiatan yang belum dilakukan, maka pada tabel 3.29 pengelolaan
sarana drainase perkotaan oleh masyarakat dibawah ini tidak dapat di isi, karena pengelolaan
sarana drainase perkotaan oleh masyarakat belum pernah dilakukan pengelolaan oleh masyarakat.
Pemanfaatan media komunikasi yang ada di Kabupaten Pulau Morotai saat ini untuk sub
sektor drainase lingkungan belum dimanfaatkan secara maksimal , diharapkan kedepan perlu
dilakukan kampanye melalui media komunikasi sehingga dapat menunjang pengelolaan sub sektor
drainase lingkungan di Kabupaten Pulau Morotai.
Gambar 3.16 Kegiatan Penyuluhan atau sosialisasi yang pernah diikuti di kabupaten/Kota (data belum
tersedia)
Pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Pulau Morotai hanya dilakukan oleh; Dinas
Pekerjaan Umum dan Tata Kota Kabupaten Pulau Morotai belum ada dunia usaha lain atau LSM
yang menyediakan layanan dalam pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Pulau Morotai.
Peran swasta yang dilakukan oleh individu hanya terbatas pada perbersihan drainase di
lingkungan masing-masing.
Tabel 3.30. Penyedia layanan pengelolaan drainase perkotaan yang ada di Kabupaten Pulau
Morotai
Nama Tahun mulai Jenis kegiatan/
N Volum
Provider/Mitr operasi/ Kontribusi
o e Potensi Kerjasama
a Potensial Berkontribusi Terhadap Sanitasi
1. - - - - -
Sumber : -
Pembiayaan dan pendanaan bidang sanitasi sub sektor drainase lingkungan di Kabupaten
Pulau Morotai. Berdasarkan survei Penyediaan Layanan Sanitasi (Sanitasi Supply Assesment) sub
sektor drainase lingkungan di Kabupaten Pulau Morotai pada penyedia layanan sanitasi diantara ;
i). Pemerintah, ii). Dunia Usaha terkait sanitasi, dan iii). LSM/KSM Terkait sanitasi.
Pemerintah
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di beberapa SKPD terkait sanitasi di Kabupaten
Pulau Morotai, bahwa pembiayaan masih dilakukan oleh beberapa SKPD terkait yakni Bidang
DSA Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pulau Morotai.
Isu dan permasalahan pengelolaan drainase lingkungan yang sering dihadapi di Kabupaten
Pulau Morotai meliputi ;
a. Teknis Operasional
Belum ada Master Plan drainase
Masih kurang ketersediaan saluran drainase
Masih terlihat saluran drainase digunakan sebagai pembuangan air limbah domestic (grey
water)
Masih terlihat drainase yang mengalami kerusakan disebabkan karena aktifitas
pembangunan.
Masih terjadi banjir/genangan di beberapa tempat saat hujan.
b. Kelembagaan
Belum adanya ketertarikkan dari Sektor swasta dalam penanganan pengelolaan drainase
lingkungan
Perlu ditingkatkan koordinasi lintas sektoral
c. Peraturan
Belum ada peraturan daerah tentang sanitasi yang mengatur pengelolaan drainase
lingkungan
d. Pendanaan
Sumber dana belum sesuai dengan kebutuhan
Belum ada pendanaan lain seperti Corporate Sociality Responsibelity (CSR)
dari pihak swasta terkait dengan sub sektor drainase lingkungan
e. Peran Masyarakat
Masih terlihat masyarakat memanfaatkan drainase lingkungan sebagai tempat buangan air
limbah domestik (grey water)
Belum ada pengelolaan drainase di tingkat kelurahan/desa
Masih terlihat saluran drainase digunakan sebagai pembuangan sampah praktis
No Permasalahan Mendesak
Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Kabupaten Pulau Morotai yang sebelumnya adalah
merupakan kantor cabang PDAM Morotai berasal dari PDAM Halmahera Utara (kabupaten induk)
setelah terjadi penyerahan asset PDAM ke Kabupaten Pulau Morotai, maka PDAM cabang Morotai
berubah menjadi PDAM Kabupaten Pulau Morotai sesuai dengan peraturan daerah Nomor 04
Tahun 2012 tanggal 12 September 2012 tentang Pendirian Perusahan Daerah Air Minum
kabupaten Pulau Morotai dan keputusan Bupati Pulau Morotai Nomor 800/401/KEP/2012
tertanggal 15 Oktober 2012 tentang Pengangkatan Direksi Perusahan daerah Air Minum
Kabupaten Pulau Morotai yaitu Sdr. Thamrin Robo (NPP. 201 03 75).
Pelayanan air minum di Kabupaten Pulau Morotai yang menyediakan air bagi kebutuhan
masyarakat meliputi Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan Morotai Utara, sedangkan yang
beroprasi hanya di kecamatan Morotai Selatan. Sumber air yang dimanfaatkan sebagai sumber air
baku pada sistim penyediaan air minum PDAM Kabupaten Pulau Morotai berasal dari air
permukaan (mata air). Cakupan layanan air bersih di Kabupaten Pulau Morotai (belum tersedia)
Gambar 3.17. Grafik Akses terhadap Air Bersih/Sumber Air Minum dan Memasak
Sumber : Diolah Pokja
Tabel 3.34. Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih Kabupaten Pulau Morotai
Sistem
No Uraian Satuan Keterangan
Perpipaan
1 Pengelola PDAM
2 Tingkat Pelayanan % 44.53
3 Kapasitas Produksi Lt/detik 20
4 Kapasitas Terpasang Lt/detik 76
5 Jumlah Sambungan Rumah Unit 2725
(Total)
6 Jumlah Kran Air Unit
7 Kehilangan Air (UFW) % 62.64
8 Retribusi/Tarif (rumah tangga) M3 2000
9 Jumlah pelanggan per
kecamatan
- Kecamatan Morotai selatan Pelanggan 1375
- Kecamatan Morotai Utara Pelanggan 135
Sumber : PDAM Kabupaten Pulau Morotai
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pelayanan air minum di Kabupaten Pulau Morotai
dengan jumlah pelanggan sebanyak 2.725 pelanggan yang tersebar di 2 kecamatan yakni;
Kecamatan Morotai Selatan 1.375 Pelanggan dengan kapasitas sumber 60 Ltr/dtk dan kapasitas
produksi/terpasang 29.5 Ltr/dtk , Kecamatan Morotai Selatan Barat 1.017 Pelanggan dengan
kapasitas sumber 80 Ltr/dtk dan kapasitas produksi/terpasang 21 Ltr/dtk, Kecamatan Morotai
Utara 470 (Pelanggan) dengan kapasitas sumber 70 Ltr/dtk dan kapasitas produksi/terpasang 5
Ltr/dtk, Kecamatan Morotai Timur 135 Pelanggan dengan kapasitas sumber 15 Ltr/dtk dan
kapasitas produksi/terpasang 5 Ltr/dtk.
Kualitas Air
Pendistribusian air bersih di kecamatan Morotai Selatan yang telah tercemar abrasi air laut,
berhubung lokasi dimana keberadaan sumber air dekat dengan air laut. Serta banyak penebangan
liar yang mengakibatkan lokasi tersebut telah terbuka dan tidak lagi ditumbuhi pohon-pohon
mengakibatkan tidak ada lagi penahan air di dalam tanah sebagai pelindung abrasi.
Masalah yang dihadapi PDAM Kabupaten Pulau Morotai saat ini adalah :
PDAM Daruba beroperasi menggunakan listrik PLN apabila ada gangguan listrik (listrik
padam), maka pelayanan air bersih di PDAM tidak bisa beroperasi
Kapasitas produksi/terpasang yang kecil sehingga sebagian pelanggan yang tinggal di
daerah ketinggian kurang mendapat pelayanan air bersih