MODUL
12
A. UPAYA HUKUM LUAR BIASA
B. DESKRIPSI SINGKAT
1. PENINJAUAN KEMBALI
Upaya hukum adalah usaha-usaha prosedur dan cara-caranya sudah diatur oleh
hukum. Peninjauan kembali (PK) ini baru ada setelah UU 14/1985,
sebelumnya PK tidak dikenal. Pada UU No. 14 tahun 1970 sudah ada tapi tidak ada
peraturan pelaksanaannya.
Pasal 70 UU 14/85:
1. Permohonan PK diajukan oleh pemohon kepada pengadilan tingkat 1 yang memutus
perkaranya.
2. Hanya MA-lah satu-satunya berwenang dan memutus permohonan PK.
Pasal 66 UU 14/85:
1. Permohonan PK hanya dapat diajukan satu kali saja.
Begitu PK diajukan, naik ke MA, ternyata dicabut maka tidak dapat diajukan lagi.
2. Permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan dan
eksekusi.
Ex Ofisio: bahwa eksekusi hanyalah atas perintah dan dibawah ketua PN yang
memutus.
3. Permohonan PK yang belum diputus tidak dapat diajukan kembali.
Pasal 69 UU 14/85:
Mengatur tentang tenggang waktu mengajukan PK, paling lambat 180 hari: 6 bulan.
Request Civil (RC) diatur dalam B.Rv, karena tidak diatur dalam HIR dan R.Bg. maka
tidak pernah digunakan.PK bisa dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Bedanya apabila
upaya hukum banding dan kasasi, yang mengajukan kuasa hukum atau ahli waris, maka
PK boleh diajukan oleh yang bersangkutan atau ahli waris.
Ahli waris boleh mengajukan PK karena PK adalah upaya hukum luar biasa terhadap
putusan yang sudah inkracht, bisa bertahun-tahun. Bisa saja yang bersangkutan telah
meninggal dunia. Apabila upaya hukum biasa jangka waktunya pendek.
Bagi ahli waris, berlaku asas: saisine : ia mewarisi segala hak dan kewajiban
pewaris.
MA mengadili PK dalam tingkat pertama dan terakhir, artinya MA langsung mengadili
tanpa melalui PN dan PT. Putusan PK merupakan putusan akhir.
Pengajuan PK melalui ketua PN yang memutus perkara tingkat 1.
Semua putusan dapat di PK, meliputi putusan PN, PT, bahkan putusan kaasi.: semua
putusan pengadilan kecuali PK.
Page 2 of 6
Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan
yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut:
Pasal 178 (3) HIR.
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya.
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang
sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang
bertentangan satu sama lain.
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata.
Alasan-alasan ini merupakan alternatif, bisa dipilih. Apabila tidak berdasarkan alasan-
alasan ini sudah pasti permohonan PK ditolak.
Tenggang waktu PK:
a. 180 hari diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau setelah putusan pidana inkracht.
b. 180 hari setelah ditemukannya alat bukti baru.
c. Untuk point c, d, f: sejak putusan inkracht
d. Untuk point e: sejak putusan yang terakhir inkracht.
Selambat-lambatnya 14 hari setelah pernyataan, salinan permohonan PK oleh PN yang
memutus perkara harus diserahkan pada pihak lawan, sebagaimana maksud pasal 72 (1).
Untuk point a dan b, pihak lawan dapat mengajukan jawaban (pasal 67) karena kesalahan
ada pada terlawan.
Untuk point c, d, e, f, untuk sekedar dapat diketahui, artinya tidak diperlukan jawaban,
karena kesalahan ada pada hakim.
Tenggang waktu jawaban (bagi termohon) 30 hari setelah ia menerima memori PK atau
salinan PK (pasal 72 (2)).
Setelah 30 hari menerima salinan, kewajiban panitera untuk mengirimkan memori kasasi
ke MA (pasal 72 (4)).
Ada beberapa kemungkinan:
- Apabila MA mengabulkan maka ia membatalkan putusan yang ada dibawahnya,
kemudian memutus sendiri (pasal 74 (1)).
- Apabila MA menolak berarti PK tidak beralasan (pasal 74 (2)).
Untuk mempermudah pemahaman pemahaman, maka dapat ditampilkan dalam tabel:
Putusan ini oleh panitera MA setelah diputus dikirimkan ke panitera PN, kemudian
panitera PN dalam waktu 30 hari harus menyampaikan salinan keputusan PK kepada
pemohon dan lawan.
Perbedaan PK dan RC
PENINJAUAN KEMBALI REQUEST CIVIL
1. Wewenang penuh MA 1. Bergantung putusan yang
dimohon dibatalkan.
2. Tahap pertama dan terakhir 2. Masih ada kemungkinan
banding dan kasasi
3. Diajukan yang berkepentingan 3. Hanya mereka yang pernah
dan dapat juga oleh ahli waris. menjadi pihak.
- ganti rugi
Dasar derden verzet : harus mengenai hak milik, maksudnya barang yang disita harus
milik pihak ketiga tersebut.
Apakah pemegang barang jaminan dapat mengajukan derden verzet apabila barang yang
dijaminkan akan dieksekusi?
- menurut pasal 195 (6) HIR: tidak dapat
- menurut asas eksekusi : dapat
Barang jaminan dan barang yang sedang berada dalam keadaan tersita tidak boleh
dilakukan penyitaan untuk kedua kalinya: alasan non eksekutabel: berarti si pemegang
jaminan dapat mengajukan derden verzet.
Pasal 195 (6) HIR dapat diperluas:
- barang yang dijaminkan kepada pelawan
- barang dalam sita jaminan / eksekutorial
Dernden verzet tidak memunda eksekusi karena sudah inkracht, tetapi penerapannya
harus kasuistik, ada 2 kategori:
- Apabila dalam derden verzet ternyata dapat membuktikan maka eksekusi ditunda.
- Apabila tidak dapat membuktikan maka eksekusi jalan terus.
Sebaiknya ketua PN menunggu dulu putusan derden verzet
Apabila derden verzet dikabulkan maka eksekusi ditunda.
Apabila derden verzet ditolak eksekusi jalan terus.
Tujuan utama derden verzet adalah pengangkatan sita.
Apabila tidak eksekusi hanya dinyatakan tidak sah, barang tetap tersita karena tidak
meminta sita itu diangkat.
Cara mengatasinya:
- mengangkat sita melalui gugatan baru
- mengangkat sita melalui penetapan
PARTEI VERZET
Adalah perlawanan yang dilakukan oleh pihak yang kalah atau pihak tersita terhadap
penyitaan barang-barang miliknya (tergugat).
Ada 3 alasan:
- Putusan hakim telah dipenuhi secara sukarela oleh pihak yang kalah, tetapi pengadilan
masih melaksanakan sita eksekutorial terhadap barang-barang.
- Penyitaan yang dilaksanakan pengadilan melanggar syarat-syarat yang ditentukan UU
misal: penyitaan terhadap barang-barang bergerak terlebih dahulu.
- Melanggar pasal 197 (8) HIR. melarang eksekusi terhadap barang yang dipakai sehari-
hari.
REFERENSI
1. Hukum Acara Perdata, Sudikno mertokusumo, liberty, yogyakarta, 1979
2. Hukum Acara perdata dalam Teori dan Praktek, Retnowulan Sutantio dan
Iskandar Oeripkartawinata,Mandar maju,1995,Bandung
3. Hukum Acara perdata, M.yahya Harahap, Sinar Grafika,2006
4. Hukum Acara Perdata, permasalahan dan penerapan Conservator Beslag, M.
Yahya Harahap
5. beberapa Asas Pembuktian, Sudikno Mertokusumo
6. Hukum Acara Perdata, Subekti
7. Hukum Acara Perdata, Wiryono Projodikoro
8. HIR
9. Komentar HIR,
Page 5 of 6
Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011
PROPAGASI
A. Latihan dan Diskusi
D. PROYEK ()
Page 6 of 6