Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutasi adalah perubahan materi genetik yang dapat diwariskan, terjadi
secara tiba-tiba dan acak. Mutasi ini mengakibatkan adanya perbedaan
fenotip pada anakan yang dihasilkan.Mutasi meliputi mutasi gen dan mutasi
kromosom. Pada mutasi kromosom terjadi perubahan kromosom yang
meliputi perubahan struktur dan perubahan jumlah kromosom. Salah satu
penyebab terjadinya perubahan jumlah kromosom adalah peristiwa gagal
berpisah atau nondisjunction. Sehingga kromosom sel anak memiliki jumlah
kromosom yang tidak sama antara sel anak yang satu dengan yang lain.
Pernyataan kami ini didukung oleh pendapat dari Balqis (2005) yang
menyatakan bahwa gagal berpisah ini merupakan peristiwa kromosom
mengalami gagal memisah selama meiosis. Sehingga terbentuk inti yang
memiliki jumlah kromosom berlebih dan inti yang kekurangan jumlah
kromosom.
Peristiwa gagal berpisah ini sendiri masih belum dapat diungkap secara
menyeluruh. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Morgan dan Bridges
(1910) dikatakan bahwa faktor internal maupun faktor eksternal dapat
menyebabkan terjadinya fenomena gagal berpisah. Faktor internal meliputi
umur, macam mutan, serta jenis faktor gen yang dimiliki. Sedangkan faktor
eksternal meliputi suhu, radiasi sinar X, radiasi sinar UV, karbon dioksida
dan zat kimia lainnya. Radiasi sinar dapat diperlakukan melalui pengamatan
perlakuan menggunakan sinar UV yang tergolong sinar jarak panjang yang
efek mutageniknya rendah (Corebima, 1997). Sehingga efek radiasi UV
sangat sensitif jika dikenai pada fase telur. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Saadah (2000) yang menegaskan bahwa pengaruh radiasi sinar ultraviolet
akan berbeda pada setiap bagian tertentu dari tubuh organisme. Pada sel yang
sedang aktif tumbuh dan membelah lebih sensitif terhadap radiasi. Dalam hal
ini terbentuknya embrio akan lebih sensitif terhadap radiasi sinar ultraviolet
daripada individu yang dewasa.

1
Selain faktor lingkungan, macam strain juga berpengaruh terhadap
terjadinya mutasi. Persilangan pada Drosophila melanogaster antara individu
betina bermata putih dan jantan berwarna merah seharusnya menghasilkan
turunan jantan berwarna putih dan betina bermata merah. Kelainan pada
persilangan tersebut pertama kali dilaporkan T.H. Morgan dan Bridges,
bahwa salah satu di antara 2000 turunan F1 mempunyai warna mata
menyimpang. Entah betina bermata putih atau jantan bermata merah. Bridges
menduga bahwa penyimpangan itu terjadi karena gagal berpisah pada
kromosom kelamin X. Dalam hal ini kedua kromosom kelamin X gagal
memisah selama meiosis sehingga keduanya menuju ke kutub yang sama dan
terbentuklah telur yang memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang
tidak memiliki kromosom kelamin X (Corebima, 2003). Dari hasil penelitian
tersebut strain yang digunakan terutama gennya terpaut pada kromosom
kelamin. Dinyatakan menurut Corebima (.....) => lihat buku merah.
Dalam penelitian kali ini digunakan Strain N, se dan vg. Strain se dan vg
merupakan mutan Drosophila melanogaster yang faktor gen penandanya
terletak pada kromosom tubuh (autosom). Dari perbedaan ini ditambah
pernyataan dari (S) kami ingin membuktikan apakah peristiwa NDJ juga
terjadi pada kromosom tubuh? Melihat dari frekuensi fenotip anakan yang
dihasilkan, kami juga ingin membandingkan frekuensi fenotip anakan yang
dihasilkan jika NDJ terjadi pada kromosom tubuh. Sehingga peneliti ingin
mengetahui frekuensi terjadinya fenomena nondisjunction yang terjadi pada
autosomD. melanogaster dengan persilangan strainN ><se dan N
><vg beserta resiproknya. Maka dilakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Lama Radiasi Sinar UV dan Macam Strain terhadap Frekuensi
terjadinya fenomena Gagal Berpisah (Nondisjunction) autosom pada
Persilangan D. melanogaster N ><se dan N ><vg beserta
resiproknya
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut:

2
1. Apakah ada pengaruh lama radiasi sinar UV terhadap frekuensi terjadinya
fenomena gagal berpisah (nondisjunction) autosom pada persilangan D.
melanogaster N ><se dan N ><vg beserta resiproknya?
2. Apakah adapengaruh macam strain terhadap frekuensi terjadinya
fenomena gagal berpisah (nondisjunction) autosom pada persilanganD.
melanogaster N ><se dan N ><vg beserta resiproknya?
3. Apakah ada pengaruh interaksi lama penyinaran UV dan macam strain
terhadap frekuensiterjadinya fenomena gagal berpisah (nondisjunction)
autosom pada persilanganD. melanogasterN ><se dan N ><vg
beserta resiproknya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari percobaan ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh lama radiasi sinar UV terhadap frekuensi terjadinya
fenomena gagal berpisah (nondisjunction) autosom pada persilanganD.
Melanogaster N ><se dan N ><vg beserta resiproknya
2. Mengetahui pengaruh macam strain terhadap frekuensi terjadinya
fenomena gagal berpisah (nondisjunction) autosom pada persilangan D.
melanogaster N ><se dan N ><vg beserta resiproknya
3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi lama penyinaran UV dan macam
strain terhadap frekuensiterjadinya fenomena gagal berpisah
(nondisjunction) autosom pada persilangan D. melanogaster N ><se
dan N ><vg beserta resiproknya.
D. Kegunaan Penelitian
Bagi mahasiswa, penelitian ini memiliki beberapa manfaat atau kegunaan
antara lain:
1. Melatih mahasiswa agar terampil dalam melakukan kegiatan penelitian.
2. Membekali kemampuan tersebut sehingga dapat digunakan untuk
menempuh jenjang selanjutnya.
Bagi bidang genetika, penelitian ini memiliki beberapa manfaat atau
kegunaan sebagai berikut:

3
1. Memberikan informasi mengenai fenomena nondisjunction autosom yang
dipengaruhi oleh lama penyinaran sinar ultraviolet yang terjadi pada D.
Melanogaster khususnya pada persilangan strain N ><se dan N
><vg beserta resiproknya.
2. Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan kajian literatur untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh lama penyinaran
sinar ultraviolet dan macam strain terhadap peristiwa gagal berpisah
(nondisjunction) autosom pada persilangan D. melanogaster N ><se
dan N ><vg beserta resiproknya
E. Asumsi Penelitian
Adapun asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kondisi medium dalam tiap botol ulangan dianggap memiliki komposisi
dan nutrisi yang sama.
2. Umur D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini dianggap
sama.
3. Faktor eksternal seperti suhu, cahaya, dan kelembaban yang digunakan
dalam penelitian ini dianggap sama.
F. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terfokus, maka penulis membuat batasan masalah
sebagai berikut:
1. D. Melanogaster yang menjadi objek penelitian adalah strain N, vg, dan se
yang didapatkan dari Laboraturium Geneteika Universitas Negeri Malang.
2. Penelitian mengkaji tentang pengaruh penyinaran sinar ultraviolet selama
0 menit (sebagai kontrol), 2 menit, 4 menit, 6 menit, dan 8 menit serta
macam strain terhadap frekuensi gagal berpisah (nondisjunction) autosom
pada persilangan N ><se dan N ><vg beserta resiproknya.
3. Radiasi sinar ultraviolet diberikan masing- masing selama 0 (sebagai
kontrol), 2 menit, 4 menit, 6 menit, dan 8 menit pada telur D.
melanogasterstrain N, vg, dan se.
4. Pengamatan dalam penelitian dibatasi sampai pada keturunan F1 yang
meliputi jenis kelamin dan fenotip (warna mata, warna tubuh, dan bentuk
sayap).

4
5. Indikator terjadinya nondisjunction pada persilangan N ><se dan N
><vg beserta resiproknya dilihat pada munculnya fenotip yang berbeda
dari fenotip kedua parental yang disilangkan tersebut.
G. Definisi Istilah
Untuk menghindari pemahaman yang salah, maka perlu diberikan definisi
operasional yaitu sebagai berikut:
1. Gagal berpisah adalah kegagalan sepasang kromatid atau kromosom
homolog untuk memisah selama pembelahan sel sehingga keduanya
menuju kutub yang sama(Russel, 1992 dalam Abidin, 1997).
2. Sinar UV adalah salah satu bentuk gelombang elektromagnetik yang
bukan pengion dengan energi rendah serta memiliki panjang gelombang
254250 nm (Gardner, 1991).
3. Fenotip adalah karakter yang dapat diamati pada suatu individu, seperti
morfologi, fisiologi, dan tingkah laku yang merupakan hasil interaksi
antara genotip dengan lingkungan tempat hidup dan berkembang
(Corebima, 2003).
4. Persilangan resiprok adalah persilangan yang merupakan kebalikan dari
persilangan semula yang dilakukan.
5. Generasi F1 adalah karakter-karakter yang dapat diamati pada suatu
individu yang merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan
tempat hidup dan berkembang (Corebima, 2003).
6. Frekuensi gagal berpisah adalah banyaknya individu dari D. melanogaster
yang mengalami gagal berpisah.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Drosophilla melanogaster
Menurut Borror (1992), klasifikasi Drosophila melanogaster sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophiladae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
Drosophilla adalah lalat kecil (small dipteras fly) dan termasuk
dalam kelompok serangga holometabola. Mereka dapat kawin lebih dari
sekali seumur hidupnya. Total generasi yang dihasilkan bergantung pada
waktu dan temperatur. Waktu yang diperlukan selama perkembangan
kurang lebih 10 - 14 hari. Sedangkan suhu yang dibutuhkan agar
Droshopilla melanogaster dapat tumbuh adalah 250C. Satu hari diperlukan
untuk embriogenesis. Empat hari lainnya diperlukan untuk melewati tahap
larva. Empat hari lainnya lagi digunakan untuk melalui masa pupasi.
Sedangkan lalat dewasa baru terbentuk setelah 9 (sembilan) hari dari fase
telur. Diperlukan 1 2 hari untuk menghasilkan lalat yang fertil. Massa
hidup dari Drosophilla melanogaster adalah 4 (empat) minggu. Dalam
kurun waktu tersebut, Drosophilla melanogaster betina mampu
menghasilkan telur sebanyak 300 buah (Russo,dkk. 1992).
B. Gagal berpisah (Non-disjunction)
The failureof the two members of chromosome pair to separate at
first meiotic division, resulting in the formation of gametes which contain
both chromosomes of the pair and of other gametes which contain neither
members of the pair is called non-disjunction (Snyder dan David, 1937).

6
Jadi fenomena non-disjunction adalah kejadian gagal berpisahnya dua
buah kromosom yang berdekatan pada fase meiosis pertama. Sehingga
gamet yang dihasilkan terdiri dari dua kromosom yang saling berpasangan.
Fenomena gagal berpisah pada persilangan D. melanogaster
pertama kali dilaporkan oleh T.H. Morgan dan Bridges. Mereka
menemukan penyimpangan pada persilangan antara individu betina
bermata putih dengan jantan bermata merah, dimana hasil turunan (F1)
yaitu jantan bermata putih dan betina bermata merah. Akan tetapi,
dilaporkan pula bahwa satu diantara 2000 turunan F1 tersebut mempunyai
warna mata menyimpang, entah betina bermata putih atau jantan bermata
merah. Bridges menduga bahwa penyimpangan itu terjadi karena gagal
berpisah pada kromosom kelamin X. Dalam hal ini kedua kromosom
kelamin X gagal memisah selama meiosis sehingga keduanya menuju
kutub yang sama, dan terbentuklah telur yang memilki dua kromosom
kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom kelamin X (Corebima,
2003). Tetapi, menurut Snyder dan David (1937) mengatakan You might
guess that non-disjunction of autosome might also occur at times.
Peristiwa gagal berpisah dibedakan menjadi dua macam yaitu
gagal berpisah primer dan gagal berpisah sekunder. Peristiwa gagal
berpisah dibedakan menjadi gagal berpisahprimer dan sekunder.
Gagal berpisah primer dapat terjadi pada induk lalat yang belum
mengalami gagal berpisah atau lalat Normal, sedangkan gagal
berpisah sekunder terjadi pada keturunan yang merupakan hasil
gagal berpisahprimer(Corebima, 1997).
C. Faktor-faktor penyebab terjadinya peristiwa Non-disjunction
Gagal berpisah dapat dipengaruhi baik oleh faktor luar maupun
dalam. Faktor luar yang dapat meningkatkan peristiwa gagal berpisah pada
Drosophila menurut Herskowitz (1965) dalam Novitasari (1997) adalah
energi radiasi tinggi, karbon dioksida dan zat kimia lain. Faktor luar lain
yang dapat mempengaruhi gagal berpisah adalah suhu.
Faktor dari dalam yang berpengaruh terhadap frekuensi gagal
berpisah adalah adanya gen mutan. Yaitu gen pengatur pembelahan sel

7
yang menyebabkan sentromer tidak berada pada keadaan normal atau
abnormal (Herskowitz, 1977 dalam Novitasari, 1997). Dikatakan
Herskowitz bahwa dalam keadaan normal dua sentromer sesaudara
terletak saling menutup. Satu sentromer akan berorientasi ke salah satu
kutub, sedang sentromer lain berorientasi ke kutub yang berlawanan.
Dengan adanya gen mutan, dalam hal ini gen mei-s332, yaitu gen semi-
dominan pada kromosom II D. melanogaster, maka pada metafase II dua
sentromer sesaudara akan terletak memisah, sehingga kedua sentromer
tersebut akan berorientasi ke kutub yang sama, akibatnya pada anafase II
terjadi peristiwa nondisjunction atau gagal berpisah. Jadi gen mei-S332
berfungsi sebagai agen kohesi pada kromatid bersaudara
Selain Gen mei-S332, adanya gen polo juga dapat menyebabkan
terjadinya peristiwa gagal berpisah yaitu gen polo. Gen polo mengkode
protein atau enzim polokinase yang berperan untuk memisahkan kromatid
bersaudara pada saat anafase meiosis II. Jika gen polo ini mengalami
mutasi, maka gen polo ini tidak dapat menjalankan fungsinya untuk
memisahkan kromatid bersaudara, sehingga kromatid bersaudara tidak
dapat memisah dan akhirnya hanya bisa tertarik ke salah satu kutub
pembelahan saja(Clarke,dkk.2005)
Faktor internal lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
Nondisjunction yaitu adanya transposable element yang tinggi pada
Drosophila melanogasteryaitu sekitar 15% dari jumlah genom yang ada.
Sehingga transposable element menjadi salah satu penyebab mutasi yang
tinggi(Gardner,1991).
D. Radiasi Sinar UV
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik adalah
radiasi dan suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi
radiasi pengion dan bukan pengion. Radiasi pengion berenergi tinggi dan
radiasi bukan pengion berenergi rendah. Radiasi pengion diinduksi oleh
sinar X, proton dan neutron yang dihasilkan, maupun oleh sinar alfa, beta,
dan gamma yang dibebaskan isotop radioaktif dari elemen seperti 32P,

8
35S, Co90, dan sebagainya. Contoh radiasi bukan pengion misalnya
radiasi ultraviolet (Gardner dkk 1991 dalam Corebima 2000).
Sinar ultraviolet dapat menginduksi proses mutasi karena purin dan
pirimidin bisa menyerap sinar ultraviolet. Pirimidin (terutama timin)
menyerap panjang gelombang 254 nm dan menjadi sangat reaktif. Dua
produk utama absorbsi pirimidin yaitu hidrat pirimidin dan dimer
pirimidin. Beberapa bukti mengindikasikan bahwa dimer timin merupakan
penyebab utama mutasi dari faktor sinar ultraviolet. Dimer timin
menyebabkan mutasi dengan dua cara, yaitu dimer mengacaukan DNA
untai ganda dan mengganggu replikasi DNA; serta kadang-kadang
kesalahan terjadi selama proses perbaikan DNA. Hubungan antara laju
mutasi dengan dosis sinar ultraviolet yang diberikan sangat bervariasi,
tergantung pada tipe mutasi, organisme dan kondisinya (Gardner dkk.,
1991).
Akibat pada DNA dengan adanya radiasi sinar ultraviolet yang
mengenainya adalah pembentukan ikatan kovalen stabil karbon-karbon
antara pirimidin yang berdekatan pada unting DNA double helix yang
sama atau antara pirimidin pada unting yang berhadapan. Ikatan yang
abnormal tersebut biasanya terbentuk antara dua timin sehingga dikenal
sebagai dimer timin, namun mungkin juga dimer dua sitosin maupun
campuran dimer timin dan sitosin. Bentuk dimer tersebut dapat
menyebabkan terjadinya semacam bonggol yang menganggu dupleks pada
tapak dimer unting dan perlengkapan sintesis unting DNA maupun RNA
menjadi terhalang dengan adanya tapak-tapak yang ditempati oleh dimer
tadi.Bentukan dimer tersebut dapat menyebabkan terjadinya semacam
bonggol yang mengganggu duplex pada tapak dimer. Unting dan
perlengkapan sintesis unting DNA maupun RNA menjadi terhalang
dengan adanya tapak-tapak yang ditempati dimer tadi. Hal ini dapat
menyebabkan keletalan apabila tidak ada perbaikan, (Nickerson, 1990
dalam Corebima, 2000).
Setelah penelitian yang dilakukan oleh Altenburg terhadap polar
cap cell telur D. melanogaster dengan menggunakan radiasi sinar

9
ultraviolet, semakin banyak dilakukan penelitian untuk mengungkap efek
mutagenik sinar ultraviolet tersebut dari berbagai sudut pandang dan
dengan berbagai obyek. Stadler yang melakukan penelitian terhadap
jagung memperoleh kesimpulan bahwa radiasi sinar ultraviolet dapat
menyebabkan mutasi pada jagung (Saadah, 2000).

10
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konseptual
Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh lama
penyinaran UV dan macam strain D. melanogasterpada persilangan strain
N vg dan N se beserta resiproknya terhadap terjadinya
peristiwa gagal berpisah (Nondisjuction). Kerangka konseptual yang dapat
disusun adalah sebagai berikut:

Peristiwa non-disjunction adalah peristiwa gagal berpisahnya


kromosom saat pembelahan sel (anafase). Peristiwa ini tidak
hanya terjadi pada kromosom kelamin, tetapi juga dapat
terjadi pada autosom.

Peristiwa non-disjunction dipengaruhi oleh 2 faktor

Faktor internal Faktor eksternal

Gen Transposable Radiasi UV


element

Macam strain Lama penyinaran

Pengaruhnya terhadap frekuensi terjadinya


fenomena NDJ

B. Hipotesis Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah disusun, ada beberapa hipotesis yang
kami rumuskan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh lama radiasi UV terhadap frekuensi gagal berpisah dan
fenotipe pada persilangan Drosophila melanogaster N se dan N
vg beserta resiproknya.

11
2. Ada pengaruh macam strain terhadap frekuensi gagal berpisah dan
fenotipe pada persilangan Drosophila melanogaster N se dan N
vg beserta resiproknya.

3. Ada interaksi antara lama radiasi UV dan macam strain terhadap


frekuensi gagal berpisah dan fenotipe pada persilangan Drosophila
melanogaster N se dan N vg beserta resiproknya.

12
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Analisis dengan
analisis varian ganda (ANAVA GANDA) karena penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh lama penyinaran UV dan macam strain
terhadap frekuensi Nondisjunctionpada D. melanogaster persilangan N
><se dan N ><vg beserta resiproknya, jika hasilnya signifikan akan
dilanjutkan dengan uji BNT.
Percobaan ini dilakukandengan memberiperlakuanlama radiasi
sinar UV meliputi kontrol (0 menit radiasi sinar UV), 2 menit, 4 menit, 6
menit, dan 8 menit pada persilangan D. melanogaster N ><se dan N
>< vg beserta resiproknya.
B. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Jurusan Biologi
Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang, Gedung 05 Lantai 3 ruang
310. Penelitian ini dilakukan selama bulan September hingga November
2014
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam percobaan ini adalah seluruh stok D. melanogaster
strain yang dimiliki oleh Laboratorium Genetika, Biologi, Universitas
Negeri Malang.
2. Sampel
Sampel dalam percobaan ini adalah D. melanogaster yang dijadikan
stok dalam percobaan ini yaitu strain N, se, dan vg.
D. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas : lama penyinaran UV dan macam strain.
b. Variabel terikat : frekuensi gagal berpisah.

13
c. Variabel kontrol : panjang gelombang sinar UV, nutrisi (medium),
asal individu yang disilangkan (diambil dari ampulan), intensitas
cahaya, suhu dan kelembaban.
E. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakandalampercobaaniniadalah mikroskop stereo,
botol selai, selang ampulan, selang, pengaduk, cotton bud, kain kassa,
cawan arloji, alat UV, karet, sprayer, kompor, gunting, pinset
timbangan, blender, pisau, cutter, panci.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakanuntukpercobaaniniyaitu pisang rajamala,
tape singkong, yeast, alkohol 70%, kertaslabel, plastik, spons penutup
botol, gula jawa, air, tissue.
F. Prosedur kerja
Pembuatan medium
1. Menimbang pisang yang telah dikupas, gula merah yang sudah
diiris, dan tape singkong yang sudah dibuang seratnya dengan
perbandingan 7: 2 : 1 .
2. Menghaluskan pisang dan tape dengan cara diblender sampai halus
dengan menambahkan air sebagai pelarutnya.
3. Memasak bahan yang telah dihaluskan dengan menambahkan gula
merah dan sedikit air kemudian memasaknya selam empat puluh
lima menit.
4. Menjerang botol dan spons penutup diatas air mendidih
(sterilisasi).
5. Memasukkan medium ke dalam botol biakan dan menutupnya
dengan spons (jika medium disimpan, medium di tunggu agak
dingin kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diletakkan
didalam lemari es).
6. Mendinginkan medium dan menambahkan yeast setelah dingin
sebanyak 4-7 butir.

14
7. Memasukkan kertas pupasi dalam botol biakan tersebut dan
menutupnya dengan spons.
Peremajaan
1. Menyiapkan botol selai yang telah berisi medium untuk
meremajakan stok induk strain N, vg, dan se.
2. Memasukkan beberapa pasang lalat Drosophila melanogaster
dalam beberapa botol berisi medium dengan tiap botol satu strain.
3. Memberi label pada botol sesuai dengan jenis persilangan strain
dan tanggal meremajakan.
4. Perkembangan Drosophila melanogaster diamati sampai muncul
pupa.
5. Mengisolasi pupa yang telah menghitam pada selang ampulan yang
sudah diberi sedikit pisang dengan menggunakan kuas atau cotton
budyang sudah di basahi dengan air.
6. Setelah pupa dalam ampulan telah menjadi lalat maka siap untuk
disilangkan atau mejadi stok UV.
Penyediaan stok UV
1. Mengampul pupa dari masing-masing stok.
2. Menyilangkan 3 (tiga) pasang Drosophila melanogaster dari strain
yang sama ke dalam botol berisi irisan pisang.
3. Memberi identitas pada botol sesuai jenis persilanganstrain dan
tanggal persilangan.
4. Setelah 2 (dua) hari semua pasang Drosophila melanogaster jantan
dan betina dilepas.
5. Irisan pisang diberi perlakuan UV dengan interval 2, 4, 6, dan 8
menit. Perlakuan 0 menit adalah sebagai kontrol.
6. Memindahkan irisan pisang yang telah diberi perlakuan UV ke
dalam botol yang berisi medium tanpa diberi pupasi.
7. Menunggu pupa sampai menghitam.
Persilangan kontrol
1. Mengampul pupa yang menghitam dari stok awal atau dari
peremajaan.

15
2. Menyilangkan N>< se beserta resiproknya dan N>< vg
beserta resiproknya sebanyak 5 (lima) ulangan.
3. Drosophila yang disilangkan maksimal 3 (tiga) hari sejak pertama
kali menetas.
4. Memberi identitas persilangan pada masing-masing botol.
5. Setelah 2 (dua) hari Drosophila melanogaster jantan dilepas.
6. Setelah muncul larva, Drosophila melanogaster betina dipindah ke
medium baru minimal 3 (tiga) kali pemindahan.
7. Mengamati fenotipe dan menghitung F1 yang muncul selama 7
(tujuh) hari berturut-turut sejak pertama kali menetas.
Persilangan kelompok UV
1. Mengampul pupa yang menghitam dari stok UV.
2. Menyilangkan N >< se beserta resiproknya dan N >< vg
beserta resiproknya sebanyak 5 (lima) ulangan pada sesama
perlakuan lama radiasi.
3. Drosophila yang disilangkan maksimal 3 (tiga) hari sejak pertama
kali menetas.
4. Memberi identitas persilangan pada masing-masing botol.
5. Setelah 2 (dua) hari Drosophila melanogaster jantan dilepas.
6. Setelah muncul larva, Drosophila melanogaster betina dipindah ke
medium baru minimal 3 (tiga) kali pemindahan.
7. Mengamati fenotipe dan menghitung F1 yang muncul selama 7
(tujuh) hari berturut-turut sejak pertama kali menetas.
G. Teknik Pengumpulan Data
Diawali dengan pengamatan fenotip ciri khusus yang membedakan antar
strain uji. Teknik untuk pengumpulan data adalah dengan menghitung
jumlah anak berdasarkan ciri fenotip (strain) anak beserta jenis
kelaminnya dari tiap perlakuan untuk masing-masing strain.

16
Ulangan
Perlakuan UV Persilangan Sex Strain
1 dst 7
se
se
N >< se
N
N
se
se
N >< se
N
Kontrol (UV 0 N
menit) vg
vg
N >< vg
N
N
vg
vg
N >< vg
N
N

H. Teknik Analisis Data


Analisis data menggunakan bantuan rekontruksi kromosom
kelamin dan disertai persentase NDJ dari masing masing persilangan.
Data yang telah ditabulasikan kemudian dijumlah dan kemudian
menghitung frekuensi NDJ menggunakan rumus:

Frekuensi NDJ (%) = 100%
1

Karenakan data yang kami peroleh tidak memenuhi syarat uji statistika,
maka dilakukan uji perbandingan menggunakan grafik. Jadi nilai frekuensi
NDJ tiap persilangan dan perlakuan UV dibuat dalam bentuk grafik dan
dianalisis menggunakan kajian literatur. Jika data memenuhi syarat untuk
diuji statistika, maka uji hipotesis yang dilakukan adalah Anava Ganda.

17
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA

A. Data Pengamatan
Pengamatan fenotipe strain stok adalah sebagai berikut:
1. D. melanogaster strain N dengan ciri: warna mata merah, warna tubuh
kuning kecoklatan, sayap menutup tubuh secara sempurna.
2. D. melanogaster strain se dengan ciri: warna mata merah kecoklatan,
warna tubuh kuning kecoklatan, sayap menutup tubuh secara
sempurna.
3. D. melanogaster strain vg dengan ciri: warna mata merah, warna tubuh
coklat kekuningan, sayap tubuh tereduksi.

UL
PERSIL SE STR
P.UV semua
ANGAN X AIN
1 2 3 4 5 F1
se 12 1 0 0 0 13
N >< se 17 2 0 0 0 19
se N 8 37 0 0 0 45
N 5 22 0 0 0 27 104
se 6 0 0 0 0 6
N >< se 3 0 1 0 0 4
se N 17 32 50 0 0 99
0 menit

N 14 29 57 0 0 100 209
vg 0 0 0 0 0 0
N >< vg 0 0 0 0 0 0
vg N 0 0 0 0 0 0
N 0 0 0 0 0 0 0
vg 3 20 0 0 0 23
N >< vg 0 1 0 0 0 1
vg N 22 39 0 0 0 61
N 12 21 0 0 0 33 118

18
B. Analisis Data
1. Analisis Rekonstruksi
a) Persilangan N><se
Rekonsruksi persilangan yang tidak mengalami non-disjunction
(NDJ)
P1 : N ><se
+
Genotip : + ><

Gamet : se+ se+ se se


F1 :



+ +
+ (N) (N)

+ +
+ (N) (N)

Semua anakan berfenotipe N


Rekonstruksi persilangan yang mengalami non-disjunction
(NDJ). Misalkan yang mengalami gagal berpisah adalah
kromosom strain se.

P1 : N ><se
+
Genotipe : + ><

Gamet : se+, se+ , se, 0

F1 :

+ +

+ +
(N) (N)

+ +
se (N) (N)

+ +
0 (N) (N)
0 0

19
Semua fenotipe F1 yang muncul adalah strain N. Tetapi hasil
ini tidak sesuai dengan data yang diperoleh. Maka rekonstruksi
ini tidak cocok.
Rekonsruksi persilangan yang mengalami non-disjunction
(NDJ). Misalkan yang mengalami gagal berpisah adalah
kromosom strain N.
P1 : N ><se
+
Genotip : + ><
+
Gamet : + , se+, 0 se se

F1 :



+ + + + +
(N) (N)
+

+ +
se+ (N) (N)


0 (se) (se)
0 0

Fenotipe anakan yang muncul adalah N dan se


b) Persilangan N><se
Rekonsruksi persilangan yang tidak mengalami non-disjunction
(NDJ)
P1 : N ><se
+
Genotip : + ><

Gamet : se+ se+ se se


F1 :



+ +
+ (N) (N)

20
+ +
+ (N) (N)

Semua anakan berfenotipe N


Rekonstruksi persilangan yang mengalami non-disjunction
(NDJ). Misalkan yang mengalami gagal berpisah adalah
kromosom strain se.
P1 : N><se
+
Genotipe : + ><

Gamet : se+, se+ , se, 0

F1 :

+ +

+ +
(N) (N)

+ +
se (N) (N)

+ +
0 (N) (N)
0 0

Semua fenotipe F1 yang muncul adalah strain N. Tetapi hasil


ini tidak sesuai dengan data yang diperoleh. Maka rekonstruksi
ini tidak cocok.
Rekonsruksi persilangan yang mengalami non-disjunction
(NDJ). Misalkan yang mengalami gagal berpisah adalah
kromosom strain N.
P1 : N ><se
+
Genotip : + ><
+
Gamet : + , se+, 0 se, se

21
F1 :



+ + + + +
(N) (N)
+

+ +
se+ (N) (N)


0 (se) (se)
0 0

Fenotipe anakan yang muncul adalah N dan se


c) Persilangan N><vg
Rekonsruksi persilangan yang tidak mengalami non-
disjunction (NDJ)
P1 : N ><vg
+
Genotip : + ><

Gamet : vg+ vg+ vgvg


F1 :



+ +
+
(N)
(N)

+ +
+
(N)
(N)

Semua anakan berfenotipe N


Rekonstruksi persilangan yang mengalami non-disjunction
(NDJ). Misalkan yang mengalami NDJ adalah strain vg
P1 : N >< vg
+
Genotipe : + ><

Gamet : vg+vg+ , vg, 0

F1 :

vg+ vg+

22
+ +
(N) (N)

+ +
Vg (N) (N)

+ +
0 (N) (N)
0 0

Semua F1 berfenotip N. Tetapi tidak cocok dengan data yang


diperoleh. Sehingga rekonstruksi ini tidak cocok dan tidak
dipakai.
Rekonsruksi persilangan yang mengalami non-disjunction
(NDJ). Misalkan yang mengalami NDJ adalah strain N.
P1 : N >< vg
+
Genotip : + ><
+
Gamet : + , vg+, 0 vgvg

F1 :



+ + + + +
(N) (N)
+

+ +
vg+
(N)
(N)


0 (vg) (vg)
0 0

Fenotipe anakan yang muncul adalah N dan vg


d) Persilangan N ><vg
Rekonsruksi persilangan yang tidak mengalami non-
disjunction (NDJ)
P1 : N ><vg
+
Genotip : + ><

Gamet : vg+ vg+ vgvg

23
F1 :



+ +
+
(N)
(N)

+ +
+
(N)
(N)

Semua anakan berfenotipe N


Rekonstruksi persilangan yang mengalami non-disjunction
(NDJ). Misalkan yang mengalami NDJ adalah strain vg.
P1 : N ><vg
+
Genotipe : + ><

Gamet : vg+ vg+,vg, 0

F1 :

vg+ vg+

+ +
(N) (N)

+ +
Vg (N) (N)

+ +
0 (N) (N)
0 0

Semua F1 berfenotip N. Tetapi tidak cocok dengan data yang


diperoleh. Sehingga rekonstruksi ini tidak cocok dan tidak
dipakai.
Rekonsruksi persilangan yang mengalami non-disjunction
(NDJ). Misalkan yang mengalami NDJ adalah strain N.
P1 : N ><vg
+
Genotip : + ><
+
Gamet : + , vg+, 0 vgvg

24
F1 :



+ + + + +
(N) (N)
+

+ +
vg+
(N)
(N)


0 (vg) (vg)
0 0

Fenotipe anakan yang muncul adalah N dan vg

25
BAB VI
PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang kami peroleh, kami hanya memperoleh data dari
persilangan kontrol saja. Yaitu persilangan antara N >< se, N >< se, dan
N >< vg. Sehingga pembahasan kami mengkaji dua kemungkinan yaitu jika
faktor penyebab non-disjunction berpengaruh atau kah tidak.
Pada persilangan kelompok kontrol, kami temukan fenotip F1 muncul
fenotip kedua parental. Seharusnya jika berdasarkan hukum Mendel, semua
fenotip F1 adalah 100% normal (Corebima,2003). Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada persilangan kelompok kontrol sudah muncul peristiwa non-
disjunction. Kesimpulan ini dibuktikan melalui rekonstruksi kromosom. Peristiwa
ini terjadi dikarenakan faktor internal yaitu faktor dari dalam yang berpengaruh
terhadap frekuensi gagal berpisah adalah adanya gen mutan. Yaitu gen pengatur
pembelahan sel yang menyebabkan sentromer tidak berada pada keadaan normal
atau abnormal (Herskowitz, 1977 dalam Novitasari, 1997).Dikatakan Herskowitz
bahwa dalam keadaan normal dua sentromer sesaudara terletak saling menutup.
Satu sentromer akan berorientasi ke salah satu kutub, sedang sentromer lain
berorientasi ke kutub yang berlawanan. Dengan adanya gen mutan, dalam hal ini
gen mei-s332, yaitu gen semi-dominan pada kromosom II D. melanogaster, maka
pada metafase II dua sentromer sesaudara akan terletak memisah, sehingga kedua
sentromer tersebut akan berorientasi ke kutub yang sama, akibatnya pada anafase
II terjadi peristiwa nondisjunction atau gagal berpisah. Jadi gen mei-S332
berfungsi sebagai agen kohesi pada kromatid bersaudara.
Selain Gen mei-S332, adanya gen polo juga dapat menyebabkan terjadinya
peristiwa gagal berpisah yaitu gen polo. Gen polo mengkode protein atau enzim
polokinase yang berperan untuk memisahkan kromatid bersaudara pada saat
anafase meiosis II. Jika gen polo ini mengalami mutasi, maka gen polo ini tidak
dapat menjalankan fungsinya untuk memisahkan kromatid bersaudara, sehingga
kromatid bersaudara tidak dapat memisah dan akhirnya hanya bisa tertarik ke
salah satu kutub pembelahan saja(Clarke,dkk.2005).

26
Selain itu faktor internal yang lain adalah adanya transposable element
yang tinggi pada Drosophila melanogaster yaitu sekitar 15% dari jumlah genom
(Gardner,1991). Transposable element ini dapat berpindah-pindah dan dapat
menyisip pada gen yang mengkode pembelahan. Sehingga proses pembelahan sel
tesebut terganggu dan terjadilah gagal berpisah.
Faktor eksternal yang dapat menyebabkan terjadinya persitiwa non-
disjunction adalah radiasi sinar UV. Dalam penelitian ini pemberian perlakuan
lama radiasi UV pada setiap persilangan yaitu 2, 4, 6, dan 8 menit. Jika lama
radiasi UV berpengaruh, sinar ultraviolet dapat menginduksi proses mutasi karena
purin dan pirimidin bisa menyerap sinar ultraviolet. Pirimidin (terutama timin)
menyerap panjang gelombang 254 nm dan menjadi sangat reaktif. Dua produk
utama absorbsi pirimidin yaitu hidrat pirimidin dan dimer pirimidin. Beberapa
bukti mengindikasikan bahwa dimer timin merupakan penyebab utama mutasi
dari faktor sinar ultraviolet. Dimer timin menyebabkan mutasi dengan dua cara,
yaitu dimer mengacaukan DNA untai ganda dan mengganggu replikasi DNA;
serta kadang-kadang kesalahan terjadi selama proses perbaikan DNA. Hubungan
antara laju mutasi dengan dosis sinar ultraviolet yang diberikan sangat bervariasi,
tergantung pada tipe mutasi, organisme dan kondisinya (Gardner dkk., 1991).
Akibat pada DNA dengan adanya radiasi sinar ultraviolet yang
mengenainya adalah pembentukan ikatan kovalen stabil karbon-karbon antara
pirimidin yang berdekatan pada unting DNA double helix yang sama atau antara
pirimidin pada unting yang berhadapan. Ikatan yang abnormal tersebut biasanya
terbentuk antara dua timin sehingga dikenal sebagai dimer timin, namun mungkin
juga dimer dua sitosin maupun campuran dimer timin dan sitosin. Bentuk dimer
tersebut dapat menyebabkan terjadinya semacam bonggol yang menganggu
dupleks pada tapak dimer unting dan perlengkapan sintesis unting DNA maupun
RNA menjadi terhalang dengan adanya tapak-tapak yang ditempati oleh dimer
tadi. Bentukan dimer tersebut dapat menyebabkan terjadinya semacam bonggol
yang mengganggu duplex pada tapak dimer. Unting dan perlengkapan sintesis
unting DNA maupun RNA menjadi terhalang dengan adanya tapak-tapak yang
ditempati dimer tadi. Hal ini dapat menyebabkan keletalan apabila tidak ada
perbaikan, (Nickerson, 1990 dalam Corebima, 2000).

27
Karena data kami belum lengkap, maka kami membuat probabilitas
(berengaruh dan tidak berpengaruh) :
A. Pengaruh lama radiasi UV terhadap frekuensi gagal berpisah
Jika berpengaruh, hal ini disebabkan karena radiasi sinar UV
bersifat mutagenik. Sehingga dapat menyerang gen apa saja termasuk
gen pengatur pembelahan. Jika gen pengatur pembelahan sel terserang,
akibatnya kromosom tidak dapat memisah pada saat anafase. Kejadian
ini yang disebut dengan gagal berpisah.
Jika tidak berpengaruh, hal ini dikarenakan radiasi UV itu
energinya rendah. Sehingga tidak memiliki cukup energi untuk
menginduksi suatu ionisasi pada gen terutama gen yang mengkode
pembelahan sel. Akibatnya pembelahan sel berjalan normal. Selain itu
jika meskipun radiasi UV telah mengenai gen, tetapi gen itu segera
diperbaiki oleh suatu mekanisme perbaikan DNA. Sehingga gen sudah
kembali menjadi normal kembali dan pembelahan sel tetap berjalan
normal.
B. Pengaruh macam strain terhadap frekuensi gagal berpisah
Jika berpengaruh, hal ini disebabkan karena tingkat sensitivitas dan
viabilitas (kemampuan memperbaiki DNA) dari setiap strain berbeda-
beda (Gardner,1991). Sehingga peluang terjadinya non-disjunction
pada setiap strain juga berbeda.
Jika tidak berpengaruh, hal ini disebakan karena masing-masing
strain memiliki tingkat transposable element yang sama tinggi
sehingga potensi terjadinya non-disjunction dari setiap strain juga
sama. Selain itu gen dari kedua strain sama-sama terletak pada
kromosom tubuh, sehingga gen tersebut tidak mengontrol sifat yang
berkaitan dengan pemisahan kromosom. jadi peluang terjadinya NDJ
adalah sama.
C. Interaksi lama penyinaran UV dan macam strain terhadap
frekuensi gagal berpisah
Pada penelitian yang kami lakukan belum dapat diketahui ada atau
tidaknya interaksi antara pengaruh lama penyinaran sianr UV dan

28
macam strain secara signifikan. Hal ini dikarenakan keterbatasan data
yang kami peroleh. Sehingga belum dapat dianalisis menggunakan uji
statistik anava ganda. Untuk itu kami membuat kemungkinan.
Jika terdapat interaksi disebabkan karena lama radiasi sinar UV
dan macam strain sama-sama meningkatkan atau menurunkan
frekuensi non-disjunction.
Jika tidak terdapat interaksi disebabkan karena lama radiasi sinar
UV dan macam strain sama-sama tidak menunjukkan perubahan
frekuensi non-disjunction (tidak meningkatkan dan tidak menurunkan).

29
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan sementara
1. Pengaruh lama radiasi UV terhadap frekuensi gagal berpisah
Jika berpengaruh, hal ini disebabkan karena radiasi sinar UV
bersifat mutagenik. Sehingga dapat menyerang gen apa saja termasuk
gen pengatur pembelahan. Jika gen pengatur pembelahan sel terserang,
akibatnya kromosom tidak dapat memisah pada saat anafase. Kejadian
ini yang disebut dengan gagal berpisah.
Jika tidak berpengaruh, hal ini dikarenakan radiasi UV itu
energinya rendah. Sehingga tidak memiliki cukup energi untuk
menginduksi suatu ionisasi pada gen terutama gen yang mengkode
pembelahan sel. Akibatnya pembelahan sel berjalan normal. Selain itu
jika meskipun radiasi UV telah mengenai gen, tetapi gen itu segera
diperbaiki oleh suatu mekanisme perbaikan DNA. Sehingga gen sudah
kembali menjadi normal kembali dan pembelahan sel tetap berjalan
normal.
2. Pengaruh macam strain terhadap frekuensi gagal berpisah
Jika berpengaruh, hal ini disebabkan karena tingkat sensitivitas dan
viabilitas (kemampuan memperbaiki DNA) dari setiap strain berbeda-
beda (Gardner,1991). Sehingga peluang terjadinya non-disjunction
pada setiap strain juga berbeda.
Jika tidak berpengaruh, hal ini disebakan karena masing-masing
strain memiliki tingkat transposable element yang sama tinggi
sehingga potensi terjadinya non-disjunction dari setiap strain juga
sama. Selain itu gen dari kedua strain sama-sama terletak pada
kromosom tubuh, sehingga gen tersebut tidak mengontrol sifat yang
berkaitan dengan pemisahan kromosom. jadi peluang terjadinya NDJ
adalah sama.
3. Interaksi lama penyinaran UV dan macam strain terhadap
frekuensi gagal berpisah

30
Pada penelitian yang kami lakukan belum dapat diketahui ada atau
tidaknya interaksi antara pengaruh lama penyinaran sianr UV dan
macam strain secara signifikan. Hal ini dikarenakan keterbatasan data
yang kami peroleh. Sehingga belum dapat dianalisis menggunakan uji
statistik anava ganda. Untuk itu kami membuat kemungkinan.
Jika terdapat interaksi disebabkan karena lama radiasi sinar UV
dan macam strain sama-sama meningkatkan atau menurunkan
frekuensi non-disjunction.
Jika tidak terdapat interaksi disebabkan karena lama radiasi sinar
UV dan macam strain sama-sama tidak menunjukkan perubahan
frekuensi non-disjunction (tidak meningkatkan dan tidak menurunkan).
B. Saran
1. Dalam penelitian kami terkendala oleh jamur dan serangga
pengganggu, sehingga diperlukan sterilisasi alat dan bahan untuk
menanggulangi kendala tersebut, agar dalam penelitian selanjutnya
kendala ini dapat teratasi.
2. Penelitian ini harus dilakukan dengan teliti dan dilakukan kontrol yang
baik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Dikarenakan hasil percobaan kali ini belum dapat menggambarkan
dengan jelas melalui data yang didapat, maka sebaiknya pada
percobaan serupa yang akan dilakukan perlu dicari solusi agar segala
kendala pada percobaan kali ini dapat diminimalisir sehingga
memperlancar proses percobaan selanjutnya yang serupa

31

Anda mungkin juga menyukai