Mumps Atau Parotitis Epidemika
Mumps Atau Parotitis Epidemika
Di masa sekarang ini, Seorang dokter diwajibkan untuk melakukan anmnesa terhadap
setiap pasien yang datang berobat guna untuk mendapatkan data pribadi yang lengkap
dari pasien. Selain itu, data yang dikumpulkan dapat digunakan oleh para dokter
untuk membuat diagnosis dan prognosis yang tepat dari penyakit yang diderita pasien.
Dalam kasus diketahui terjadinya pembesaran parotitis unilateral pada seorang laki-
laki umur 5 tahun. Parotitis epidemika adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh virus dan ditandai dengan pembesaran pada salah satu atau kedua kelenjar liur.
Virus gondong terutama menyebabkan penyakit kanak-kanak ringan, tetapi pada
orang dewasa, komplikasi yang meliputi meningitis dan orkitis umum terjadi.
Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah
mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda
sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika
dianggap kurang menular jika dibandingkan dengan varicella, measles, dan
sebagainya. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai etiologi,
epidemiologi, diagnosis banding, diagnosis kerja, patofisiologi, pengobatan,
komplikasi, pencegahan serta prognosis dari parotitis epidemika.
Pembahasan
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui apakah pasien benar-benar menderita
penyakit tersebut. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamnesis) atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alloanamnesis) bila keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Anamnesis yang baik akan berhasil
bila kita membangun hubungan yang baik dengan pasien. Anamnesis yang baik terdiri
dari identitas utama (nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
nama orangtua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa dan agama), keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien
yang membawa pasien pergi ke dokter), riwayat penyakit sekarang (riwayat
perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat), riwayat penyakit dahulu (mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang),
riwayat penyakit dalam keluarga (mencari kemungkinan herediter, familial atau
penyakit infeksi), anamnesis susunan sistem (mengumpulkan daya positif dan
negative yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat
tubuh yang sakit) dan anamnesis pribadi (keadaan sosial, ekonomi, budaya,
kebiasaan, obat-obatan, lingkungan. Pada anak-anak perlu juga dilakukan anamnesis
gizi yang seksama). 1-2
Dalam melakukan anamnesis harus diusahakan mendapatkan data-data
sebagai berikut: 1
1. Waktu dan lamanya keuhan berlangsung.
2. Sifat dan beratnya serangan (mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus, hilang
timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang, dsbnya).
3. Lokalisasi dan penyebarannya (menetap, menjalar, berpindah-pindah)
4. Hubungan dengan waktu (pagi lebih sakit daripada siang atau sore, atau
sebaliknya atau terus-menerus tidak mengenal waktu).
5. Hubungan dengan aktivitas (bertambah berat bila melakukan aktivitas atau
bertambah ringan bila beristirahat).
6. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang.
7. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor yang memperberat atau
meringankan serangan.
8. Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang
sama.
Jika data-data dari pasien sudah lengkap, maka usahakan untuk membuat
diagnosis sementara dan diagnosis diferensial, selanjutnya dapat dilakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menunjang anamnesis tersebut. 1-2
Pada anak akan mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan. Pada
anak yang lebih besar mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang pada stadium awal
penyakit, terutama saat makan makanan asam seperti jus lemon atau cuka. Selama
masa pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan sangatlah hebat. 3
Pada inspeksi, diperhatikan bagian tubuh dari pasien yang memperlihatkan perbedaan
dengan orang sehat. Dari inspeksi pembesaran kelenjar parotis unilateral, kita dapat
mengetahui ukuran pembesaran, warna, bentuk serta mobilitas atau perlekatannya.
Dimana kelenjar parotis terletak di antara ramus mandibula descendens dan batas
anterior otot sternomastoideus. Selain itu, kita perhatikan juga kondisi anak tersebut,
apakah masih tetap aktif, atau dalam keadaan sakit berat. 2
Palpasi yang dilakukan pada kelenjar parotis mudah di raba jika membesar.
Pembengkakan parotis akan mengisi lipatan di belakang mandibula. Dari palpasi kita
dapat lebih spesifik mengetahui ukuran, bentuk, selain itu dapat mengetahui nyeri
tekan, suhu, konsistensi, indentasi serta translusensi.
Perkusi, pada pembengkakan kelenjar parotis tidak dilakukan.
Auskultasi, tidak dilakukan pada pembengkakan kelenjar parotis.
Diagnosis, dari hasil pengumpulan data anamnesa dan pemeriksaan fisik, dapat
diketahui diagnosis diferensial serta diagnosis sementara. Setelah dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu melalui hasil laboratorium, kita dapat menyingkirkan
diagnosis diferensial dan menetapkan diagnosis kerja (working diagnosis).
Diagnosis banding
Parotitis supuratifa, yaitu infeksi bakteri pada kelenjar parotis dan paling sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, namun beberapa peniliti pernah melaporkan
infeksi ini disebabkan oleh bakteri anaerob seperti Fusobacterium, Bacteroides dan
Peptostreptococcus. Nanah dapat dilihat keluar dari duktus Stensoni jika dilakukan
penekanan pada kelenjar dan ditemukan peningkatan polimormofonuklear leukosit
pada pemeriksaan darah rutin. 3
Parotitis berulang, berupa peradangan pada kelenjar parotis yang sering tidak
diketahui penyebabnya tapi mungkin bersifat alergi yang sering berulang. Ditandai
oleh pembengkakan frekuen dari kelenjar parotis. Pembengkakan kelenjar sublingual
dan submaksila tidak terjadi pada keadaan ini. 3
Obstruksi duktus Stensoni sering disebabkan oleh kalkulus, penyumbatan kelenjar
ini menyebabkan pembengkakan parotis yang intermitten dapat dideteksi dengan
palpasi atau injeksi media radioopak ke dalam duktus Stensoni. 3-4
Infeksi oleh virus lain, terutama virus parainfluenza, influenza dan coxsackie pernah
dilaporkan sebagai penyebab pembengkakan kelenjar limfe sering sulit dibedakan
dengan parotitis epidemika pada periode akut. 3-4
Reaksi obat, dapat menimbulkan pembengkakan parotis yang sensitif dan kelenjar
liur lainnya. Parotitis iodium, biasanya terjadi setelah prosedur seperti urografi
intravena. Obat antihipertensi seperti guanetidin dapat menyebabkan pembengkakan
parotis dan sensitivitas yang abnormal. 4
Sindroma Sjorgen, merupakan inflamasi kronik parotis dan kelenjar liur lainnya yang
seringkali disertai dengan atrofi kelenjar lakrimalis dan paling sering terjadi pada
wanita pascamenopause. 4
Working Diagnosis
Pemeriksaan serologik kemudian digunakan untuk memastikan diagnosis sementara
menjadi diagnosis kerja yaitu pada anak laki-laki berumur 5 tahun terkena penyakit
Mumps atau gondongan.
Etiologi
Virus yang menyebabkan parotitis epidemika adalah virus RNA untai tunggal
negative sense, berukuran 100 sampai 600 nm, dengan panjang 15.000 nukleotida
termasuk dalam genus Rubulavirus, subfamili Paramyxovirinae dan famili
Paramyxoviridae. Parotitis epidinamika virus bersifat sitopatik, mempunyai hubungan
antigenic dengan grup myxovirus termasuk virus Parainfluenza dan virus Newcastle. 3
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan
selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 C, oleh
formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. 6
Virus parotitis epidemika dapat ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin,
darah, jaringan yang terinfeksi dari penderita parotitis epidemika serta dapat diukur
pada jaringan manusia atau kera. 3
Epidemiologi
Parotitis merupakan penyakit endemik bagi masyarakat kota dan terdistribusi
diseluruh dunia. Parotitis terutama merupakan infeksi pada anak. Penyakit ini
mencapai insiden tertinggi pada anak berusia 5-9 tahun, 80% ditemukan pada anak
yang berumur dibawah 15 tahun. Epidemi pada penyakit ini relatif jarang dan
biasanya terbatas pada kelompok yang tinggal berdekatan seperti yang tinggal di panti
asuhan, kamp tentara atau sekolah. Pada anak berusia kurang dari 5 tahun, gondong
umumnya dapat menyebabkan infeksi saluran napas atas tanpa parotitis. 4, 6
Sebelum era vaksinasi, parotitis epidemika merupakan penyakit endemis hampir
diseluruh daerah di dunia dengan puncak insiden terjadi pada usia 5-9 tahun. Di
Amerika Serikat sekitar 50% anak pernah terinfeksi dan sekitar 1500 kasus dilaporkan
tiap tahunnya, namun setelah era vaksinasi terjadi penurunan yang bermakna. 3
Di daerah dengan empat musim, parotitis epidemika terutama terjadi pada musim
dingin dan musim semi. Namun penyakit ini tetap dapat ditemukan sepanjang tahun.
Virus menyebar dari reservoir manusia melalui kontak langsung dari droplet. Virus
dapat ditularkan dalam sekresi saliva yang terinfeksi dimana yang bersifat infeksius
lebih kurang 6 hari sebelum mulainya parotitis, hingga 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan kelenjar parotis. Bayi dari umur 6-8 bulan tidak dapat terjangkit
penyakit parotitis epidemika karena dilindungi pleh antibodi yang berasal dari
transplasental ibunya. Satu serangan parotitis klinis atau subklinis akan memberikan
imunitas selamanya, dan serangan infeksi kedua sangat jarang. Parotitis unilateral
memberikan perlindungan dengan efektivitas yang sama dengan bilateral. Mortalitas
karena parotitis epidemika sangat jarang dan lebih sering terjadi pada anak diatas 19
tahun. Mortalitas sebagian besar dikarenakan komplikasi ensefalitis. 3-4, 6
Patofisiologi
Virus masuk melalui saluran pernapasan baik hidung maupun mulut. Masa inkubasi
12 sampai 25 hari kemudian virus bereplikasi di dalam traktus respiratorius atas dan
nodus limfatikus servikalis, dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke jaringan
sasaran seperti kelenjar ludah, kelenjar parotis dan meningen selama 3-5 hari. Setelah
replikasi awal, terjadi viremia sekunder menyebabkan terkenanya berbagai organ
yaitu gonad, pankreas, mammae, tiroid, jantung, hati, ginjal, dan otak.4,7 Bila testis
terkena maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus.
Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.5 Adenitis
kelenjar liur merupakan manifestasi dari viremia awal. Viruria biasanya terjadi, dan
disertai oleh gangguan fungsi ginjal.3,8
Manifestasi Klinik
Setelah melewati masa inkubasi selama 14 - 24 hari, 30-40% penderita tidak
menunjukkan gejala klinik dan sisanya 60-70% menunjukkan gejala klinik dengan
berbagai tingkatan. 3
Mulainya parotitis biasanya tiba-tiba, meskipun mungkin didahului oleh periode
prodromal seperti demam dalam suhu 37,8-39,4oC, rasa menggigil, nyeri
tenggorokan, nyeri pada sudut rahang, nyeri kepala, anorexia, malaise, nafsu makan
menurun diikuti pembesaran cepat satu/dua kelenjar parotis serta kelenjar ludah yang
lain seperti submaksilaris dan sublingual dan dapat meluas sampai bagian anterior
dada, menimbukan edema prasternal. Pembesaran kelenjar unilateral terjadi pada
25% kasus sedangkan pembengkakan kelenjar bilateral terjadi pada 70-80% kasus. 3-4,
7
Dalam beberapa hari kelenjar parotis dapat terlihat membesar dengan cepat serta
mencapai ukuran maksimum dalam 1-3 hari dan pembengkakan menghilang dalam
satu minggu setelah pembengkakan maksimal. Kelenjar yang membengkak meluas
dari telinga sampai bagian bawah ramus mandibula dan sampai bagian inferior arkus
zygomatikus, seringkali menggeser telinga ke atas dan keluar. 4
Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun pada perabaan, terlebih-
lebih jika penderita makan atau minum sesuatu yang asam, ini merupakan gejala khas
untuk penyakit parotitis epidemika. 4,5
Treatment (Terapi)
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri) yang
berlangsung kurang lebih dalam satu minggu.7 Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi
virus Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan
suportif.3
1. Penderita rawat jalan.
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi, keadaan umum
cukup baik. 3
a. Istirahat yang cukup
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa (simtomatik):
Metampiron: anak > 6 bulan 250 mg/hari, 500 mg/hari maksimum 2
g/hari, Parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
2. Penderita rawat inap. 3, 5
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat,
gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diit lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
c. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis, simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna
untuk mengurangi sakit kepala. 7
b. Orkhitis, istrahat yang cukup, pemberian analgetik, sistemik kortikosteroid
(hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral, selama 2-4 hari dan globulin
gama.4-5
c. Pankreatitis dan oovoritis, dengan simtomatik saja.
Prognosis
Secara umum prognosis parotitis epidemika baik, dapat sembuh spontan dan komplit
serta jarang berlanjut menjadi kronis. Kecuali pada keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena
meningoensefalitis.3,5,7
Preventif
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan
imunisasi aktif. Cara ini merupakan pendekatan terbaik untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas akibat gondong.
Pasif, Antibodi yang didapatkan dari ibu melalui plasenta dapat melindungi bayi dari
parotitis epidemika. Maka dari itu, jarang ditemukan gondong pada bayi kurang dari 6
bulan.3, 6
Selain itu, Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam
mencegah parotitis atau mengurangi komplikasi.
Aktif, Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis hidup yang
dilemahkan (Mumpsvax-merck, sharp and dohme). Vaksin ini tidak menyebabkan
panas atau reaksi lain dan tidak mengekskresi virus dan tidak menular terhadap
kelompok yang rentan. Jarang ditemukan parotis yang dapat berkembang selama 7-10
hari sesudah vaksinasi. Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan
bersama vaksin campak dan rubella. 5
Pemberian vaksinasi dengan virus mumps, sangat efektif dalam menimbulkan
peningkatan bermakna dalam antibodi mumps pada sekitar 96% individu yang
seronegatif dan memiliki kemanjuran proteksi 75 sampai 95%. Faktor-faktor yang
mempengaruhi serokonversi/seronegatif dari vaksinasi adalah umur saat vaksinasi.
Jika diberikan vaksinasi pada usia 6 bulan terjadi serokonversi 70%, pada usia 9-12
bulan terjadi serokonversi 90%. Serokonversi pada dewasa biasanya lebih rendah
dibandingkan anak-anak. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 17 tahun
dan tidak mengganggu vaksin terhadap rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi
variola yang diberikan serentak. 3,4
Kontraindikasi pada bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal;
Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam akut;
selama kehamilan; leukemia; limfoma; atau keganasan yang menyeluruh; pada
individu yang mendapat glukokortikoid, alkilasi dan anti metabolit; sedang mendapat
radiasi. Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah
pemajanan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin Mumps dalam
situasi ini. 4
Pada tahun 1967, tahun ketika vaksin gondong diizinkan, terdapat sekitar 200.000
kasus gondong (dan 900 pasien dengan ensefalitis) di Amerika Srikat. Pada tahun
1999 hanya terdapat 387 kasus gondong.6
Di Indonesia vaksinasi parotitis epidemika diberikan pada anak berumur 12-18 bulan
dalam bentuk vaksin kombinasi (MMR). Vaksin diberikan secara subkutan dalam
atau intramuskuler dan harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah tercampur dengan
pelarutnya. Vaksin yang digunakan di Indonesia adalah galur Jeryl Lynn dan Urabe
Am-9. 3
Penutup
Kesimpulan
Pembesaran kelenjar parotis unilateral pada laki-laki umur 5 tahun didapatkan
beberapa diagnosis banding yaitu parotitis supuratifa, parotitis berulang, obstruksi
duktus stensoni, sindroma sjorgen, pembengkakan yang disebabkan oleh infeksi virus
lain dan reaksi obat. Dan setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang dapat
ditetapkan working diagnosis yaitu anak tersebut menderita Mumps atau
gondongan atau parotitis epidemika. Jadi pembesaran kelenjar parotis unilateral pada
laki-laki berumur 5 tahun disertai demam didiagnosis menderita Mumps merupakan
pernyataan hipotesis yang benar.
Daftar Pustaka
1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. dalam: Buku ajar: Ilmu penyakit
dalam. Jakarta. Interna Publishing; 2009. h. 25-7.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 2-
6, 8-9, 23.
3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi &
pediatrik tropis. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2008. h. 195-202.
4. Ray G. Gondongan. dalam: Harrison: Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Edisi 13. Jakarta: EGC; 2000. h. 935-8.
5. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku kuliah: Ilmu kesehatan anak
2. Jakarta: FK UI; April 2007. h. 629-32.
6. Brooks G F, Butel J S, Morse S A. Jawetz, Melnick & Adelberg: Mikrobiologi
kedokteran. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2007; 571-2.
7. Hay W. Current diagnosis and treatment pediatrics. 20thed. Newyork:
McGraw-Hill Medical; 2011. h. 817-18.
8. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius UI; 2009. H. 418-19.