Anda di halaman 1dari 9

TERAPI PERILAKU KOGNITIF

Defenisi

Terapi kognitif adalah terapi terstruktur jangka pendek yang


menggunakankerjasama aktif antara pasien dan ahli terapi untuk mencapai
tujuan terapeutik.Terapi ini berorientasi terhadap masalah sekarang dan
pemecahannya.Terapi biasanya dilakukan atas dasar individual, walaupun
metode kelompok jugadigunakan. Terapi juga dapat digunakan bersama-sama
dengan obat. Terapikognitif telah diterapkan terutama untuk gangguan depresif,
tetapi terapi ini jugatelah digunakan pada gangguan panic, obsesif kompulsif,
gangguan kepribadianparanoid dan gangguan somatoform. Terapi depresi dapat
berperan sebagai paradigma pendekatan kognitif.

Terapi perilaku kognitif adalah terapi yang menganggap kesulitan-


kesulitan emosional berasal dari pikiran dan keyakinan yang salah yang
menyebabkan perilaku yang tidak produktif. Terapi ini berusaha untuk
mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu
individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata
tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya. Terapi ini
memiliki asumsi bahwa pola berpikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku, dan
perubahan pada kognitif ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang
diharapkan (Nevid, 2003).

Teknik modifikasi perilaku-kognitif merupakan teknik yang sedang


berkembang pesat sejak dekade yang lalu. Mchenbaum (dalam Ivey, 1993)
menggabungkan antara modifikasi perilaku dan terapi kognitif. Modifikasi perilaku
kognitif didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia secara resiprok
dipengaruhi oleh pemikiran, perasaan, proses fisiologis, serta konsekuensinya
pada perilaku. Jadi bila ingin mengubah perilaku yang maladaptif dari manusia,
maka tidak hanya sekedar mengubah perilakunya saja, namun juga menyangkut
aspek kognitifnya. Terapi perilaku-kognitif merupakan gabungan terapi perilaku
dan terapi kognitif. Dalam pelaksanaannya, modifikasi perilaku-kognitif
menekankan pada pemahaman terhadap aspek pengalaman kognisi yang
berbeda-beda misalnya kepercayaan, harapan, imaji, pemecahan masalah,
disamping mempelajari ketrampilan teknik perilaku (Kanfer dan Goldstein, 1986).
Ellis menggunakan terapi perilaku kognitif mengubah gagasan klien agar emosi
klien terobati atau tidak sekedar perubahan perilaku mereka saja (Corey, 1990).
Menurut Beck (1976 dalam Corey, 1990) rute yang langsung ke berubahnya
emosi dan perilaku yang tidak berfungsi adalah dengan memodifikasi jalan
pikiran yang tidak tepat dan tidak berfungsi. Menurut Marshall & Turnbull (1996
dalam Sagawa, 2001) Terapi perilaku kognitif adalah sebuah pendekatan untuk
membantu menanggulangi masalah dengan lebih efektif dengan menyediakan
suatu kerangka berpikir dan berperilaku, yang memungkinkan mereka untuk
memimpin diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Penelitian yang dilakukan Griffin & Humfleet (1998) menyatakan bahwa


terapi perilaku kognitif juga efektif dalam membantu pasien penyalahgunaan
obat-obatan. Terapi ini efektif dalam mengurangi ketergantungan terhadap obat-
obat terlarang yang salah satunya adalah kokain (NIDA, 2008). Didukung juga
oleh penelitian Brown & Matthew (1997) menemukan bahwa pasien pecandu
alkohol yang diberikan terapi perilaku kognitif lebih efektif dibanding pasien yang
diberikan latihan relaksasi. Pasien dengan terapi perilaku kognitif
menunjukkanhasil yang signifikan dalam menghilangkan penggunaan alkohol
secara total setelah 3 tahun intervensi (NIDA, 2008)

Terapi Kognitif adalah terapi pemahaman yang menekankanpada


pengenalan dan pengubahan jalan pikiran negatif dan keyakinanyang salah
adaptasi. Pendekatan yang berasal dari Beck ini disadarkanpada rasionalisasi
teoritis bahwasanya cara orang merasakan danberperilaku itu ditentukan oleh
cara mereka menyusun pengalaman.Teori dasar dari model kognitif pada
kelainan emosional yangdiajarkan oleh Beck dalam memahami gangguan
emosional, maka halesensial adalah menfokuskan pada isi kognitif dari reaksi
individualterhadap peristiwa atau alur pikiran yang menimbulkan
masalah.Sasarannya adalah mengubah cara berpikir konseli. Terapi kognitif telah
menunjukkan hasilnya jika diaplikasikan pada penanganandepresi, kecemasan
umum, kecemasan sosial, kecemasan terhadap tes,fobia, kelainan psikosomatik,
kelainan persoalan makanan, amarah,masalah rasa sakit yang kronis.

Terapi kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kognisimerupakan penentu utama


mengenai bagaimana kita merasakan danberbuat. Beck (1976) menulis bahwa,
dalam arti yang paling luasterapi kognitif terdiri dari semua pendekatan yang
menjadikankepedihan psikologis lebih bisa tertahankan melalui
mediummengoreksi konsepsi keliru dan sinyal-sinyal dirinya sendiri.
MenurutBeck rute yang paling langsung ke berubahnya emosi dan perilakuyang
tidak berfungsi adalah dengan memodifikasi jalan pikiran yangtidak tepat dan
tidak berfungsi. Distorsi umum dalam memproses informasi berikut telah
diidentifikasi sebagai yang membawa yangmembawa asumsi keliru dan konsepsi
yang salah:

1. Inferensi arbitrer
berarti mencapai kesimpulan tanpa bukti yangcukup relevan. Yang
termasuk ke dalam kerancuan ini penciptaanmala petaka, atau
memikirkan suatu skenario yang sangat buruk dari suatu situasi.
2. Abtraksi yang selektif
Terdiri dari membuat kesimpulan didasarkanpada detail dari suatu
peristiwa yang terpisah satu sama lain, danoleh karenanya kehilangan
signifikasi konteks secara keseluruha.Asumsinya adalah bahwa peristiwa
yang dipersoalkan adalah yangberurusan dengan kegagalan dan
kekurangan-kekurangan.
3. Generalisasi yang berlebihan
Adalah proses memegang keyakinanekstrim berdasarkan suatu insiden
tunggal dan mengaplikasikannyasecara tidak pada tempatnya pada
peristiwa atau latar yang tidak serupa.
4. Membesar-besarkan dan menyangatkan
Terdiri dari estimasi secaraberlebihan atas signifikansi peristiwa-peristiwa
negative
5. Personalisasi
adalah kecenderungan orang untuk menghubungkanperistiwa eksternal
dengan dirinya sendiri, biarpun untuk menghubung-hubungkan itu tidak
ada dasarnya.
6. Polarisasi berpikir
menyangkut berpikir dan menginterpretasidalam arti mencakup semua
atau tidak sama sekali, ataumengkategorikan pengalaman secara
ekstrim.Seorang terapis kognitif mengajarkan kepada konseli
caramengidentifikasi kognisi yang rancu dan tidak berfungsi
melaluiproses evaluasi. Melalui usaha saling membantu antara terapis
dankonseli, konseli belajar memilah-milah antara yang mereka kira
dankenyataan. Mereka belajar tentang pengaruh kognisi atas
perasaan,perilaku, dan bahkan peristiwa sekitar. Konseli diajarkan
mengenali,mengamati, dan memantau jalan pikiran serta asumsi mereka
sendiri,terutama jalan pikiran otomatis mereka
Prinsip - prinsip Terapi Perilaku- Kognitif

Prinsip dasar dari terapi perilaku kognitif adalah mengajarkan kepada


pasien bahwa kepercayaan dan pemikiran tidak rasional adalah penyebab dari
gangguan emosional dan tingkah laku (Hoffman, 1984). Sebelum proses terapi
dimulai, terapis perlu terlebih dahulu menjelaskan susunan terapi kepada subjek,
yang meliputi penjelasan tentang sudut pandang teori modifikasi perilaku dan
teori terapi kognitif terhadap perilaku yang tidak adaptif, prinsip yang melandasi
prosedur modifikasi perilaku kognitif, dan tentang langkah-langkah di dalam
terapi. Penjelasan ini penting perannya untuk meningkatkan motivasi individu dan
menjalin kerjasama yang baik. Perlu pula dijelaskan bahwa fungsi terapis
hanyalah sebagai fasilitator timbulnya perilaku yang dikehendaki, dan individu
yang berperan aktif dalam proses terapi (Ivey, 1993). Oleh karena itu individu
harus benar-benar terampil menggunakan prinsip-prinsip terapi kognitif dan
modifikasi perilaku dengan masalah yang dialaminya, dan peran terapis penting
dalam mengajak individu memahami perasaannya dan teknik terapi yang efektif
untuk terjadinya perubahan perilaku yang dikehendaki. Terkait dengan perlunya
pemahaman tentang prinsip-prinsip modifikasi perilaku-kognitif, Meichenbaum
(dalam Ivey, 1993) mengemukakan 10 hal yang harus diperhatikan seorang
terapis dalam penggunaan modifikasi perilaku-kognitif, yaitu:

1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku klien ditentukan oleh pikiran,


perasaan, proses fisiologis, dan akibat yang dialaminya. Terapis dapat
memasuki sistem interaksi dengan memfokuskan pada pikiran,
perasaan, proses fisiologis, dan perilaku yang dihasilkan klien.
2. Proses kognitif sebenarnya tidak menyebabkan kesulitan emosional,
namun yang menyebabkan kesulitan emosional adalah karena proses
kognitif itu sendiri merupakan proses interaksi yang kompleks. Bagian
penting dari proses kognisi adalah meta-kognisi yaitu klien berusaha
untuk memberi komentar secara internal pada pola pemikiran dan
perilakunya saat itu. Struktur kognisi yang dibuat individu untuk
mengorganisasi pengalaman adalah personal schema. Terapis perlu
memahami personal schema yang digunakan oleh klien untuk lebih
mamahami masalah yang dialami klien. Perubahan personal skema
yang tidak efektif adalah bagian yang penting dari terapi
3. Tugas penting dari seorang terapis adalah menolong klien untuk
memahami cara klien membentuk dan menafsirkan realitas.
4. Modifikasi perilaku-kognitif memahami persoalan dengan pendekatan
psikoterapi yang diambil dari sisi rasional atau objektif.
5. Modifikasi perilaku-kognitif ditekankan pada penjabaran serta
penemuan proses pemahaman pengalaman klien
6. Dimensi yang cukup penting adalah untuk mencegah kekambuhan
kembali.
7. Modifikasi perilaku-kognitif melihat bahwa hubungan baik yang
dibangun antara klien dan terapis merupakan sesuatu yang penting
dalam proses perubahan klien.
8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu klien
perlu dibawa ke dalam suasana terapi yang mengungkap pengalaman
emosi.
9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun
pasangan klien.
10. Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses
pencegahan timbulnya perilaku maladaptif.

Tujuan Pendekatan Terapi Perilaku Kognitif

Pendekatan terapi perilaku kognitif adalah pendekatan pemberian


bantuan yang bertujuan mengubah suasana hati dan perilaku individu dengan
mempengaruhi pola berfikirnya (Beck, 1985; Burns, 1986). Pada dasarnya
pendekatan terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengenali kejadian yang
memberi tekanan, mengenali dan memantau gangguan-gangguan kognitif yang
muncul dalam menanggapi kejadian atau peristiwa, dan mengubah cara berfikir
dalam menginterpretasikan dan menilai kejadian dengan cara-cara yang lebih
sehat.

Menurut Oermarjoedi (2004), tujuan terapi perilaku kognitif adalah


mengajak klien untuk menentang pikiran yang salah dengan menampilkan bukti-
bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang
dihadapi. Terapis diharapkan mampu menolong klien untuk mencari keyakinan
yang sifatnya dogmatis dalam diri klien dan secara kuat mencoba
menguranginya. Terapis harus hati-hati terhadap munculnya pemikiran yang tiba-
tiba yang mungkin dapat dipergunakan untuk merubah klien.

Teknik pemantauan dan kontrol diri


Pemantauan dan kontrol diri merupakan langkah awal untuk merubah
perilaku target. Seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu perilaku yang
mana yang menjadi target terapi perilaku kognitif. Kedua teknik tersebut mengkaji
seberapa sering perilaku target itu timbul dan resiko yang apa yang muncul kalau
tidak segera ditangani. Pada tehnik ini, klien sangat berperan penting (Taylor,
1983). Teknik ini berfungsi sebagai alat pengumpul data sekaligus berfungsi
terapeutik. Dasar pemikiran teknik ini adalah pemantauan diri terkait dengan
evaluasi diri dan pengukuhan diri (Kanfer, 1975). Subjek memantau dan
mencatat perilakunya sendiri, sehingga lebih menyadari perilakunya setiap saat.
Beberapa langkah dalam teknik pemantauan diri adalah sebagai berikut:
mendiskusikan dengan subjek tentang pentingnya subjek memantau dan
mencatat perilakunya secara teliti, subjek dan terapis secara bersama-sama
menentukan jenis perilaku yang hendak dipantau, mendiskusikan saat-saat
pemantauan dilaksanakan, terapis menunjukkan pada subjek cara mencatat data
perilakunya.. Pemantauan diri hendaknya dilakukan untuk satu jenis perilaku dan
relatif merupakan respon yang sederhana (Kanfer, 1975). Kontrol diri dapat
diterapkan dalam teknik terapi apapun. Satu-satunya syarat adalah orang
tersebut harus menginplementasikan prosedurnya sendiri setelah menerima
instruksi dari terapis. Ada tiga kriteria yang terkandung dalam semua konsep
kontrol diri yaitu :

a. Hanya ada sedikit kontrol eksternal yang dapat menjelaskan perilaku


(tidak ada pengawasan atau pemaksaan dari luar atau orang lain)
b. Kontrol adalah suatu hal yang cukup sulit sehingga orang yang
bersangkutan harus berupaya cukup keras (melakukan suatu kegiatan
yang sangat tidak diinginkan dan merasa gembira dan bebas setelah
kegiatan itu selesai)
c. Perilaku dilakukan dengan pertimbangan dan pilihan secara sadar
Individu secara aktif memutuskan untuk melakukan kontrol diri baik
dengan melakukan suatu tindakan atau dengan menahan dirinya untuk
tidak melakukan sesuatu. Orang yang bersangkutan tidak melakukan ini
secara otomatis dan tidak dipaksa oleh orang lain untuk melakukan suatu
tindakan.

Reinforcement (Penguatan diri)


Penguatan diri adalah teknik yang paling menarik apabila kita belajar teori
terapi perilaku kognitif. Penguatan diri meliputi pemberian pujian atau hukuman
pada diri sendiri untuk meningkatkan atau meminimalkan beberapa kejadian
perilaku target. Pujian itu terbagi atas dua bagian yaitu pujian positif dan pujian
negatif. Pujian positif yaitu memberikan pujian yang sepantasnya pada diri sendiri
karena telah berhasil merubah atau memodifikasi perilaku target. Pujian negatif
adalah pujian melalui modifikasi faktor pencetus perilaku target di linkungan klien.
Seperti pemberian pujian pada diri sendiri, hukuman juga dibagi dua bagian yaitu
hukuman yang positif dan hukuman yang negatif. Akan tetapi jarang digunakan
dalam memanajemen atau memodifikasi perilaku (Taylor, 1983). Reinforcement
dihubungkan dengan hemodialisa adalah hal yang sangat tepat untuk mencapai
berat badan yang idel untuk pasien, dan pada umumnya merupakan intervensi
yang paling sering diberikan para medis ke pasiennya (Sagawa, 2001).

Distraksi (pengalihan perhatian)

Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain yang lebih


menyenangkan sehingga klien mampu mengabaikan pemikiran yang tidak
menyenangkan yang sedang dialami. Distraksi bekerja memberi pengaruh paling
baik untuk jangka waktu yang singkat. Perawat dapat mengkaji aktivitas-aktivitas
yang dinikmati klien sehingga dapat dimanfaatkan sebagai distraksi. Aktivitas
tersebut dapat meliputi kegiatan menyanyi, berdoa, mendengarkan musik,
menonton TV, membaca, bercerita, dan lain-lain. Sebagian besar distraksi dapat
digunakan di rumah sakit, di rumah , atau pada fasilitas perawatan jangka
panjang (Potter, 2005). Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan monoton
sampai menggunakan aktivitas fisik dan mental yang sangat kompleks. Ada
orang tertentu yang akan mampu mengalihkan perhatiannya hanya dengan
memainkan suatu permainan yang butuh konsentrasi penuh sperti main catur.
Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain sensori yang sedang dialami ( Smeltzer,
2001).

Distraksi visual Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran,


melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual

Distraksi pendengaran Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau


suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang
disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi
pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh
mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki (Tamsuri,
2007). Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart. Dari sekian banyak
karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart (1756-
1791) yang paling dianjurkan. Beberapa penelitian sudah membuktikan,
Mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya
dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan
sebagai Efek Mozart. Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi
yang tinggi pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan memberdayakan
daerah kreatif dan motivatif di otak. Yang tak kalah penting adalah kemurnian
dan kesederhaan musik Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer
klasik lainnya tidak dapat digunakan (Andreana, 2006)

Distraksi pernafasan yaitu bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang


fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan
melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu
sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi
pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini
hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.

Distraksi intelektual, antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu,
melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko,
menulis cerita

Tehnik pernafasan, seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang.


Imajinasi terbimbing adalah kegiatan klien dengan membuat suatu bayangan
yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta
berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian terhadap stimulus yang
kurang menyenangkan (Tamsuri, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Corey, G. 1995.Teori dan Praktik dari Konseling dan Psikoterapi Edisi ke 4.Semarang:
IKIP Semarang Press.
Corey, G. 2007. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi . Edisi ke 2.Bandung:
Refika Aditama.
Gelson, C dan Bruce Fretz. 2001. Counseling Psychology (Second Edision).
USA:Wadsworth Group/Thomson Learning.

Latipun, 2008. Psikologi Konseling (Edisi ke 3). Malang: Universitas Muhammadiyah


Malang Press.

McLeod, J. 2003. Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Edisi ke 3.Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Winkel, W.S & Hastuti, S.M.M. 2004 Bimbingan dan Konseling di InstitusiPendidikan .
Edisi ke 3. Jokjakarta: Media Abadi.

Anda mungkin juga menyukai