Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI, DIRUANGAN SERIKAYA. RS

MADANI PALU

DISUSUN OLEH :

EFRIANY CHRISTI

II C

CI LAPANGAN CI PEMBIBINGAN ASKEP

(SYARIPUDIN, S.Kep) (................................)

AKADEMI KEPERAWATAN BALA KESELAMATAN

PALU

2017
LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS HALUSINASI

A. PENGERTIAN

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana

klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu

penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan

yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:

persepsi palsu (Maramis, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah

(Stuart, 2007).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai

halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi


adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada

stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI

1. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini

ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan

otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada

daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku

psikotik.

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter

yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor

dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.

Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan

pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi

otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut

didukung oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat

mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu

sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi

realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang

hidup klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi

realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,

kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai

stress.

2. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan

setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak

berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor

dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan

(Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi

adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur

proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam


otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stressor.

C. TANDA DAN GEJALA

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk

terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara

sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan

gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri

tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).

Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,

1999) :

a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan

Gejala klinis:

1) Menyeriangai / tertawa tidak sesuai


2) Menggerakkan bibir tanpa bicara

3) Gerakan mata cepat

4) Bicara lambat

5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan

Gejala klinis:

1) Cemas

2) Konsentrasi menurun

3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan

Gejala klinis:

1) Cenderung mengikuti halusinasi

2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain

3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah

4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti

petunjuk).

d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan

Gejala klinis:

1) Pasien mengikuti halusinasi

2) Tidak mampu mengendalikan diri

3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata

4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

D. RENTANG RESPON
Respon adaptif respon maladaptif

Pikiran logis distorsi pikiran gangguan fikir /


(pikiran kotor) delusi

Pikiran akurat ilusi


halusinasi
Emosi konsisten reaksi emosi berlebihan perilaku
dengan pengalaman atau kurang disorganisasi

perilaku sesuai perilaku aneh dan tidak isolasi sosial


biasa

E. FASE HALUSINASI

Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):

1. Comforting

Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian,

rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang

menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau

tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan

mata yang cepat, diam dan asyik.

2. Condemning

Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan

menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk

mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi

peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti

peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan

darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan

untuk membedakan halusinasi dengan realita.


3. Controling

Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan

terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien

sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu

mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat

menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

4. Consquering

Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien

mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik

diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu

berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

F. JENIS HALUSINASI

Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :

1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara

orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa

yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan

kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

3. Halusinasi penghidu (olfactory)


Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang

menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum.

Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

4. Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa

stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda

mati atau orang lain.

5. Halusinasi pengecap (gustatory)

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan

menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

6. Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah

mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

7. Halusinasi Kinesthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

G. AKIBAT

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko

mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).

Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan

sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri

sendiri maupuan orang lain.


Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri

sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :

Data subjektif :

a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam

b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif :

a. Wajah tegang, merah

b. Mondar-mandir

c. Mata melotot rahang mengatup

d. Tangan mengepal

e. Keluar keringat banyak

f. Mata merah

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien

akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara

individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh

atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap

perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.

Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien

di beritahu tindakan yang akan di lakukan.


Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang

perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya

jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan

rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara

persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan

betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali

masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta

membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat

melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,

misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat

membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan

dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih

kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data

pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses

keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang


sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang

lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan

agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau

aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga

pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang

di berikan tidak bertentangan.

6. POHON MASALAH

Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan

Core Problem perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Cause Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis


Gambar 1.1 Pohon Masalah perubahan persepsi sensori : halisinasi

7. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis
8. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji

Perubahan persepsi Subjektif:


sensori: halusinasi Klien mengatakan mendengar sesuatu
Klien mengatakan melihat bayangan putih
Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik
Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap,
seperti feses.
Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu
yang berebda pada dirinya

Objektif:
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat
dikaji
Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk
menfengarkan sesuatu
Disorientasi
Kosentrasi rendah
Pikiran cepat berubah-ubah
Kekacauan alur pikiran

9. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

gangguan sensori persepsi: halusinasi

10. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Tujuan umum

Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.

2. Tujuan khusus

a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

1) Kriteria evaluasi:

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,

mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau

duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang

dihadapi.

2) Intervensi

Bina hubungan saling percaya dengan :

a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.

b) Perkenalkan diri dengan sopan.

c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d) Jelaskan tujuan pertemuan.

e) Jujur dan menepati janji.

f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

b. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi

1) Kriteria evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya

halusinasi.

b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.


2) Intervensi

a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.

Rasional : Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan

saling percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.

b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan

tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada

teman bicara.

Rasional: Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan

perawat dalam melakukan intervensi.

c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :

Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara

yang di dengar.

Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.

Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat

sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa

menuduh/menghakimi).

Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.

Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

Rasional : Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari

faktor timbulnya halusinasi.

d) Diskusikan dengan klien tentang :

Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.


Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau

jika sendiri, jengkel, sedih)

Rasional : Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya

halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan

perawat.

e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi

(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

Rasional : Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.

c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.

1) Kriteria evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk

mengendalikan halusinasinya.

b) Klien dapat menyebutkan cara baru.

c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah

didiskusikan dengan klien.

d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan

halusinasi.

e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.

2) Intervensi

a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi

halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)

Rasional : Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak

berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.

Rasional : Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.

c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :

Katakan : Saya tidak mau dengar kau pada saat halusinasi muncul.

Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain

untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.

Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.

Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.

Rasional: Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.

d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus

halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :

Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Quran.

Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.

Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).

Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).

Mencari teman untuk ngobrol

Rasional :

Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih

salah satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan

harga diri klien.

e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.


Rasional :

Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.

f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita

dan stimulasi persepsi.

Rasional :

Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat

halusinasi.

d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol

halusinasinya.

1) Kriteria evaluasi

a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.

b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk

mengendalikan halusinasi.

2) Intervensi

a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama, tujuan

pertemuan dengan sopan dan ramah.

Rasional :

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan

interaksi selanjutnya.

b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Untuk

mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :


Pengertian halusinasi

Gejala halusinasi yang dialami klien.

Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.

Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya :

beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.

Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :

halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan

lingkungan.

Rasional :

Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah

pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai

masalah halusinasi.

e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

1) Kriteria evaluasi

a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek

samping obat.

b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.

c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.

d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.

e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

2) Intervensi

a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta

manfaat minum obat.


Rasional :

Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien

melaksanakan program pengobatan.

b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan

manfaatnya.

Rasional : Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.

c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek

samping obat yang dirasakan.

Rasional :

Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan

setelah minum obat.

d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.

Rasional : Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.

e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar

obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).

Rasional : Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian

klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.

Anda mungkin juga menyukai