Anda di halaman 1dari 40

PENDAHULUAN

Selama pemerintahan Ratu Victoria, James Greenwood menulis disebuah surat kabar
pada era dimana anak-anak di ibukota semakin menderita kelemahan tulang pada kaki atau
riketsia. Riketsia, yang telah dijelaskan dua abad sebelumnya oleh Francis Glissen, telah
terbukti didapatkan pada lebih dari seperempat anak di London, terutama diantara anak
miskin. Pada lebih dari satu abad kemudian, terdapat angka yang sama pada anak di London
yang terdiagnosis gangguan vitamin D, dan secara kritis tidak lagi hanya berpengaruh pada
anak-anak yang miskin. 1

Dokter umum dan pelayanan primer lainnya yang paling mungkin untuk mengamati
dan menangani malnutrisi pada pasien mereka. Meskipun budaya suplemen gizi dan makanan
bebas bahan tambahan telah dipromosikan oleh supermarket dan toko-toko makanan
kesehatan, pentingnya suplemen vitamin D tidak dijelaskan pada anak-anak di London.
Perbedaan telah diamati pada status gizi yang sering dikaitkan dengan berbagai tingkat
pendapatan, pendidikan, kesehatan mental, status migrasi, dan keyakinan kesehatan.
Tantangannya adalah bagaimana atau apakah kekurangan ini harus diperbaiki. 1

Bagaimana secara klinis defisiensi dapat timbul pada anak ?

Defisiensi vitamin D secara khas timbul pada rumah sakit baik pada bayi dengan
riwayat kejang hipokalsemik ataupun riketsia. Akhir-akhir ini, pengukuran kadar serum
vitamin D telah menunjukkan bahwa terdapat prevalensi yang lebih luas dari kekurangan
dalam populasi, dan bahwa hipovitaminosis D sering dikaitkan dengan kekurangan diantara
anggota keluarga dari indeks anak. Telah dikaji 17 bayi yang dirawat di Rumah Sakit Ealing
selama periode dua tahun (2006-2008), yang disajikan dengan kejang hipokalsemik sekunder
dari defisiensi vitamin D. Mayoritas pada bayi ini didapatkan peningkatan kadar alkaline
fosfat dan hormon paratiroid, tiga atau lebih dari mereka menderita penundaan dalam
mencapai gerakan motorik kasar, terutama dalam berjalan seperti yang dilaporkan pada
zaman Ratu Victoria. Dalam jumlah kasus yang kecil disajikan dengan gagal jantung, riketsia
klinis, TBC, patah tulang dan komplikasi pada pernapasan termasuk wheezing pada bayi. 1

1
Reseptor untuk 1,25-dihidroksivitamin D telah ditemukan pada banyak jaringan selain
yang terkait untuk homeostasis kalsium. Reseptor tersebut telah terlibat dalam regulasi fungsi
kekebalan tubuh. Rendahnya kadar vitamin D telah diketahui berhubungan dengan penyakit
infeksi seperti tuberkulosis, serta penyakit autoimun, misalnya pada diabetes. Kekurangan
vitamin D pada ibu dapat memiliki efek pada massa tulang anak-anaknya yang akan berlarut
hingga ke masa kanak-kanaknya. Juga telah ditetapkan bahwa kekurangan vitamin D antara
wanita hamil dapat disertai peningkatan risiko wheezing pada bayi: trial VDAART di Boston
diarahkan pada menentukan apakah berbagai dosis vitamin D mungkin mengubah risiko atau
tingkat wheezing pada bayi. 1

Pola hidup kita telah mengurangi paparan sinar matahari serta mempengaruhi asupan
makanan yang kaya akan vitamin D. Studi di Inggris, Eropa Utara dan Kanada menyarankan
bahwa semakin menetap dan gaya hidup dalam ruangan, dikombinasikan dengan kontribusi
nutrisi yang tidak adekuat dapat meningkatkan angka kadar vitamin D yang rendah pada
individu. 1

Anak-anak yang datang ke rumah sakit dengan tanda-tanda klinis defisiensi vitamin D
hanya mewakili sebagian kecil penderita. Grafik di bawah menunjukkan semua hasil tes
vitamin D yang dilakukan oleh dokter-dokter di Rumah Sakit Ealing selama periode 1 Juli
2009 sampai dengan 22 Oktober 2009. Lima belas persen dari hasil berhubungan dengan
pasien pediatri. Sekitar dua pertiga dari sampel kekurangan vitamin D ketika tingkat normal
yang diterapkan (yaitu tingkat normal antara 50 80 nmol/1). Oleh karena itu terdapat
populasi individu dengan kadar vitamin D rendah yang besar, tersembunyi dan subklinis
sebuah fenomena gunung es. 1

Ketika tes untuk vitamin D dilakukan, ditemukan jumlah anak dengan kadar vitamin
D rendah yang lebih besar. Di Rumah Sakit Ealing, sangat jelas pada anak dengan
tuberkulosis paru atau eksim yang terinfeksi secara mayoritas mereka memerlukan suplemen
vitamin. Dalam kasus tuberkulosis, hubungan dengan defisiensi vitamin D telah ditetapkan.
Namun pada eksim yang terinfeksi mungkin tidak ada hubungan kausatif. Jika kita melihat
survei nasional dari populasi inggris, bukti kekurangan vitamin D adalah jelas dan baru-baru
ini rekomendasi publik sebuah strategi nasional untuk mengatasi kelompok yang berisiko. 1

2
METABOLISME DAN PRODUKSI VITAMIN D
Vitamin D diproduksi di kulit melalui mekanisme proses photolytic. Mekanisme
photolytic terhadap turunan kolesterol yaitu 7-dehydrocholesterol untuk menghasilkan
previtamin D, yang kemudian secara perlahan diisomerisasikan menjadi vitamin D3.
Kemudian oleh vitamin D25-hydroxilase di dalam hati diubah menjadi 25 hydroxyvitamin
D3. Senyawa 25-hydroxyvitamin D3 [25(OH)D3] yang dipantau untuk mengetahui status
vitamin D seseorang. Namun, 25(OH)D3 sendiri merupakan metabolik tidak aktif dan harus
dimodifikasi terlebih dahulu sebelum berfungsi. 25(OH)D3 diubah oleh 25 hydroxyvitamin
D3 1a-hydroxylase menjadi 1,25(OH)2D3 merupakan bentuk aktif dari vitamin D. Dari
proses pembentukan vitamin D, hasil metabolit yang terpenting adalah 24,25-
dihydroxyvitamin D3 dan 1a,24 (R),25-trihydroxyvitamin D3 yang diproduksi oleh enzim
CYP24. 24hidroksilase mampu memetabolisme vitamin D untuk menghasilkan produk asam
calcitroic. Vitamin D penting untuk pembentukan tulang dan berperan penting dalam
beberapa sistem fisiologis lainnya seperti mencegah beberapa penyakit degeneratif, dan
mungkin juga berperan sebagai agen antikanker. 1

FUNGSI FISIOLOGIS VITAMIN D


3
Penjelasan diagram dari peran hormon vitamin D di mineralisasi tulang dan mencegah
hipokalsemi tetani disajikan pada Gambar 3. Konsentrasi kalsium plasma dipertahankan
pada tingkat yang sangat konstan, dan tingkat ini terjadi supersaturasi sehubungan dengan
mineral tulang. Jika plasma menjadi kurang jenuh terhadap kalsium dan fosfat, kemudian
mineralisasi gagal, yang menyebabkan rakitis pada anak-anak dan osteomalasia pada orang
dewasa. 2

Fungsi hormon vitamin D untuk meningkatkan konsentrasi kalsium serum melalui 3


kegiatan terpisah. Pertama, itu adalah satu-satunya hormon yang dikenal yang menginduksi
protein yang terlibat dalam penyerapan kalsium usus aktif. Selain itu, hormon ini juga
merangsang penyerapan usus aktif fosfat. 2
Kedua, konsentrasi kalsium darah tetap dalam posisi berkisar normal bahkan ketika
hewan dikondisikan dengan diet tanpa kalsium. Oleh karena itu, hewan harus memiliki
kemampuan untuk memobilisasi kalsium dalam keadaan di mana tidak didapatkan kalsium
dari lingkungan, sebagai contoh yaitu melalui enterosit. Dua mekanisme memainkan peran
dalam meningkatkan konsentrasi kalsium darah, terutama dalam keadaan tidak adanya
penyerapan kalsium pada usus. Hormon vitamin D merangsang osteoblast untuk
menghasilkan receptor activator nuclear factor-kB (RANKL). RANKL kemudian
merangsang osteoklastogenesis dan mengaktifkan osteoklas yang tidak aktif untuk resorpsi
tulang. Oleh karena itu, hormon vitamin D memainkan peranan penting dalam

4
memungkinkan individu untuk memobilisasi kalsium dari tulang ketika tidak adanya kalsium
pada diet. Hal ini sangat penting untuk dicatat, bahwa secara in vivo baik, vitamin D dan
hormon paratiroid diperlukan untuk proses mobilisasi ini. Oleh karena itu, 2 kunci yang
diperlukan, mirip dengan brankas. 2
Ketiga, tubulus reanalis distal bertanggung jawab untuk reabsorpsi dari 1% dari beban
kalsium yang disaring, dan interaksi 2 hormon untuk merangsang reabsorpsi terakhir 1% ini
dari beban yang disaring. Karena 7 gram kalsium yang disaring setiap hari di antara manusia,
ini menunjukan kontribusi besar untuk pengumpulan kalsium. Sekali lagi, baik hormon
paratiroid dan vitamin D hormon diperlukan. Proses fisiologis kalsium adalah seperti
demikian, konsentrasi hormon tunggal vitamin D rendah merangsang enterosit untuk
menyerap kalsium dan fosfat. Jika konsentrasi kalsium plasma gagal untuk merespon, maka
kelenjar paratiroid yang terus mengeluarkan hormon paratiroid, yang meningkatkan produksi
hormon vitamin D untuk memobilisasi tulang kalsium (bekerja sama dengan hormon
paratiroid). Dalam keadaan normal, kalsium dari lingkungan digunakan pertama; jika
lingkungan kalsium tidak hadir, maka cadangan internal digunakan. 2

SISTEM ENDOKRIN VITAMIN D


5
Gambaran regulasi endokrin terhadap konsentrasi kalsium di dalam plasma dan sistem
endokrin vitamin D terdapat pada Gambar 4. Calcium-sensing proteins yang menilai
konsentrasi kalsium plasma terdapat di dalam kelenjar paratiroid. Ketika konsentrasi kalsium
darah menurun hingga di bawah normal, walaupun sedikit, maka protein transmembran ini
akan merangkai ke sistem G protein, sehingga menstimulasi hormon paratiroid. Kemudian
hormon paratiroid akan segera berproses di osteoblast dan sel-sel tubulus kontortus
proksimal. Yang terpenting, sel-sel pada tubulus kontortus proksimal berfungsi sebagai
kelenjar endokrin untuk vitamin D, ditandai dengan meningkatnya konsentrasi 1-
hidroksilase. Ini menandakan hormon vitamin D, dimana menstimulasi usus untuk absorpsi
kalsium secara langsung maupun bersama hormon paratiroid pada konsentrasi yang lebih
tinggi, stimulasi mobilisasi kalsium dari tulang dan reabsorpsi kalsium pada ginjal. 2
Peningkatan konsentrasi serum kalsium yang melebihi angka yang ditandai oleh
calcium sensing system, akan menghentikan induksi dari hormon paratiroid. Jika konsentrasi
kalsium plasma terlalu tinggi, C-cells pada kelenjar tiroid akan mensekresi 32-asam amino
peptida kalsitonin, dimana memblok mobilisasi kalsium dari tulang. Kalsitonin juga
menstimulasi 1-hidroxilase ginjal untuk menyediakan hormon vitamin D untuk kebutuhan
nonkalsemik pada kondisi normokalsemik. Mekanisme molekuler secara keseluruhannya
masih belum dapat dipastikan, kecuali pada induksi hormon vitamin D oleh 24-hidroxilase
(CYP24). 2
Aspek penting pada sistem endokrin vitamin D adalah diet kalsium untuk menunjang
konsentrasi serum kalsium dalam kondisi normal, tetapi bila tidak berhasil, sistem akan
memediasi mobilisasi kalsium dari tulang dan reabsorpsi dari ginjal untuk memenuhi
kebutuhan organism. Hasilnya akan menyebabkan kehilangan kalsium dari tulang dan dapat
mengarah ke osteoporosis. 2

6
MEKANISME MOLEKULER DARI VITAMIN D
Fungsi hormon vitamin D melalui reseptor tunggal vitamin D (VDR), yang telah
dikloning untuk beberapa spesies termasuk manusia, tikus dan ayam. Ini adalah kelas II
hormon steroid, yang berkaitan erat dengan reseptor asam retinoat dan reseptor hormon tiroid.
Seperti reseptor lainnya, terdapat DNA-binding domain yang disebut C-domain, Ligand-
binding domain yang disebut E-domain dan F-domain yang merupakan salah satu domain
yang mengaktifkan. Meskipun banyak pernyataan yang bertentangan dalam literatur, reseptor
tunggal muncul untuk memediasi semua fungsi vitamin D. yang mempersulit persiapan
persamaan untuk satu fungsi tertentu daripada yang lain. Reseptor manusia adalah 427-asam
amino peptida, dimana reseptor tikus mengandung 423 asam amino dan reseptor ayam
mengandung 451 asam amino. Reseptor ini beraksi melalui vitamin D-responsive elements
(VDREs), dimana biasanya ditemukan antara 1 kilobasis dari gen target. VDREs, yang
ditampilkan pada Gambar 5, adalah urutan berulang dari 6 nukleotida yang dipisahkan oleh
3 basis non spesifik. Sekarang jelas bahwa lengan 5 urutan ini mengikat reseptor asam
retinoat X dan lengan 3 mengikat VDR. Dari semua gen yang ditemukan hingga saat ini,
meregulasi paling kuat adalah CYP24 atau enzim 24-hidroxilase, dimana berperan terhadap
degradasi vitamin D. Rancangan destruksi sendiri merupakan aspek penting dari sistem
endokrin ini, yang menggunakan salah satu ligan yang dikenal paling kuat. 2
7
Diagram yang mendeskripsikan bagaimana efek VDR dengan ligan terhadap
transkripsi gen target terdapat pada Gambar 6. Meskipun terdapat bukti untuk co-represor,
kita berpikir bahwa co-represor pada akhirnya akan ditemukan pada VDR. Ketika VDR
berinteraksi dengan ligan, represor tidak akan bisa mengikat ke reseptor lagi, dan reseptor
berubah bentuk. Bersama RXR, VDR membentuk sebuah heterodimer pada VDREs. Pada
saat yang sama, terikat beberapa protein lain yang dibutuhkan dalam kompleks transkripsi
dan, yang terpenting terdapat aktivator. Hingga saat ini, setidaknya terdapat 3 co-aktivator
yang telah ditemukan, contohnya SARC1, -2, -3 dan DRIP205. Mungkin terdapat co-
aktivator tambahan, dan mungkin terdapat selektivitas antara co-aktivator dengan gen yang
diekspresikan. Banyak perhatian sedang difokuskan pada aspek ini untuk pengaturan selektif
gen target. Ketika kompleks ini terbentuk, DNA menekuk, terdapat fosforilasi pada serine-
205 dan transkripsi dimulai atau ditekan, tergantung pada gen. Hingga saat ini, masih belum
jelas apakah fosforilasi berpegang peran fungsional pada transkripsi. 2

8
Fungsi Vitamin D yang Tidak Berhubungan dengan Kalsium
Salah satu temuan yang paling penting mengenai penemuan reseptor adalah reseptor
tidak hanya ditemukan pada sel target enterosit, osteoblast dan tubulus renalis distal, tetapi
juga ditemukan pada sel kelenjar paratiroid, keratinosit kulit, promielosit, limfosit, sel colon,
sel kelenjar hipofisis, dan sel ovarium. Ekspresi VDR (Vitamin D Receptor) pada sel-sel
tersebut dan bukan hanya pada otot lurik, otot jantung dan hepar memungkinkan fungsi
vitamin D pada sel-sel tersebut. Meski VDR pernah dilaporkan ditemukan pada hepar, otot
jantung dan lurik, hal ini belum dikonfirmasi sumber lainnya yang menguji menggunakan
antibodi monoklonal dan metode lainnya. 2
Penelitian oleh Suda, et al menunjukkan bahwa hormon Vitamin D berperan penting
dalam diferensiasi terminal promielosit menjadi monosit, yang merupakan prekursor
osteoklas. Suda, et al juga menemukan bahwa ketika sel tersebut mengalami diferensiasi,
pertumbuhan berhenti. Fungsi ini tidak melibatkan kalsium dan fosfor dan dibuktikan penting
sebagai produsen osteoklas melalui sistem RANKL. 2

Temuan VDR pada Kelenjar Paratiroid


9
Vitamin D berperan untuk menekan produksi gen preproparatiroid dan juga untuk
menekan proliferasi sel paratiroid. Maka dari itu, fungsi vitamin D pada orang normal adalah
untuk mempertahankan status paratiroid yang normal. Antara pasien dengan gagal ginjal,
produksi vitamin D berkurang dan kelenjar paratiroid menjadi kekurangan vitamin D. Jika
jumlah kalsium dalam aliran darah dalam batas normal, kelenjar paratiroid akan
hiperproliferasi dan hipersekresi hormon paratiroid sehingga terjadi hiperparatiroidisme
sekunder. 2

Fungsi Vitamin D pada sistem imun tubuh


Vitamin D mempengaruhi sistem imun, terutama T-cell mediate immunity, dimana
vitamin D dalam jumlah berlebihan akan menekan sistem imun. Hal ini sedang diteliti untuk
menjadi terapi penyakit autoimun. 2

Analog dari 1,25 (OH)2D3


Kita sekarang membahas analog 1,25 (OH)2D3 dengan kegiatan selektif yang
digunakan untuk melawan penyakit tertentu. Masalah utama adalah bahwa peran utama dari
1,25 (OH)2D3 adalah untuk menyesuaikan konsentrasi kalsium dan fosfor serum. Ini adalah
yang peran yang dominan, dan desain setiap analog untuk mengobati penyakit selain
osteoporosis atau osteomalacia harus mencakup eliminasi atau supresi pada kalsium plasma-
meningkatkan aktivitas. Kebanyakan pembangunan analog di bidang ini telah dilakukan
dengan pemikiran itu. Bertahun-tahun pengalaman dengan modifikasi 1,25 (OH) 2D3 dan
penilaian dari efek akibat fisiologis telah menghasilkan beberapa informasi yang sangat
berguna untuk merancang analog untuk penggunaan tertentu. Sebuah perkembangan baru
yang sedang berkembang, mendapatkan bahwa posisi carbon-2 dari vitamin D tidak hanya
ditoleransi tapi juga sebenarnya memproduksi kompleks transkripsi yang banyak,
dibandingkan dengan analog vitamin D tanpa carbon-2 (56, 57). Telah dikembangkan analog
yang selektif untuk aksi pada osteoblast, terutama anabolik atau tindakan pembentuk tulang
dari jenis sel. Paling menjanjikan senyawa yang diteliti adalah 2-methylene-19-nor-20S-
1,25-dihydroxyvitamin (2MD) (Gambar 8). Senyawa ini sangat selektif untuk aksinya pada
tulang, menjadikan 80-100 kali lebih efektif dibandingkan dengan hormon asli di tulang yang
merangsang mobilisasi kalsium. Senyawa ini juga sama efektifnya dalam usus. 2
10
Demonstrasi mengenai aktivitas osteoblastik ini di senangi dengan penggunaan analog
ini, inkubasi dari 2MD dengan menggunakan osteoblas manusia menyebabkan terbentuknya
formasi nodul tulang dalam 2 minggu (Gambar 9). Namun, inkubasi sel yang sama dengan
konsentrasi tinggi 1,25 (OH)2D3 menghasilkan sedikit atau tidak ada perubahan. Hasil ini
menunjukkan aktivitas pembentuk tulang yang kuat dari 2MD. Untuk menilai apakah analog
ini dapat menyebabkan sintesis tulang in vivo, 2MD diberikan kepada tikus betina yang sudah
tua yang telah diovariektomi untuk memastikan hilangnya massa tulang (osteoporosis). 2MD
menyebabkan peningkatan sintesi tulang baru, menghasilkan nilai massa tulang yang tinggi;
sampel diuji kekuatannya dan terbukti sangat kuat. Dalam model yang sama, 1,25 (OH) 2D3
diberikan pada dosis yang lebih tinggi tidak dapat menginduksi tingkat yang sama dari
sintesis tulang dan tulang massal. Sekarang 2MD dalam pembangunan fase 2 untuk
osteoporosis dan terlihat sangat menjanjikan sebagai agen anabolik untuk pertumbuhan
tulang. 2
Dua analog lainnya dimodifikasi pada karbon-2. Senyawa ini mengikat sangat baik
terhadap reseptor dan aktif dalam transkripsi tetapi, bahkan ketika diberikan secara oral
kepada hewan dalam dosis tinggi 70 g/kg, tidak dapat meningkatkan konsentrasi kalsium
serum. Namun, jauh lebih rendah dari senyawa yang sama mampu menekan konsentrasi
hormon paratiroid plasma, yang menunjukkan bahwa mereka aktif secara sistemik. Oleh
karena itu, ada harapan besar bahwa analog baru dengan bekerja selektif dapat disediakan.
Satu kelompok dari analog sangat selektif dalam merangsang sintesis tulang. pasangan analog
yang lain kekurangan aktivitas kalsium sementara tetap mempertahankan aktivitas sistemik
untuk kelenjar paratiroid. Kelompok terakhir dapat digunakan untuk mengobati penyakit
autoimun dan kanker dan untuk menekan hiperparatiroidisme sekunder antara pasien
menjalani dialisis. 2

11
PENILAIAN STATUS VITAMIN D
Di negara maju, makanan fortifikasi yang mengandung vitamin D sebagian besar
tidak ada. Pada saat musin dingin, pembentukan vitamin D sangat lama butuh waktu berbulan
- bulan. Vitamin D digunakan untuk melindungi terhadap penyakit tulang dan jenis lain dari
penyakit degeneratif dan penyakit autoimun. Suplementasi dengan vitamin D3 pada 2000
IU /d harus dipertimbangkan dan harus benar-benar aman. Untuk menentukan keselamatan,
penilaian status vitamin D diperlukan. Untuk itu dilakukan pemeriksaan 25(OH) D. Ketika
vitamin D diberikan kepada seorang pasien, maka vitamin D disimpan dalam jaringan
12
adiposa. Setelah jenuh, vitamin D tetap diserum dan berubah menjadi 25 (OH) D3, yang
merupakan analog racun dari 1,25 (OH)2D3. Ketika tingkat diet vitamin D3 yang dibutuhkan
untuk mencapai konsterasi normal dari 25 (OH) D3 dalam plasma, vitamin D3 sendiri harus
diukur, mengkonfirmasi bahwa vitamin D3 tidak sedang akumulasi ke tingkat yang akan
mengakibatkan vitamin D keracunan. 2

KEBUTUHAN VITAMIN D DAN CALCIDIOL UNTUK BAYI ATERM


DAN PRETERM

Bayi yang cukup bulan harus mendapat 400 - 800 unit setiap hari untuk mencukupi
kebutuhan vitamin D di dalam tubuh dan untuk memastikan konsentrasi calcidiol dari> 20
ng /mL (50 nmol / L). Bayi yang prematur membutuhkan vitamin D lebih banyak dikarenakan
transfer transplasenta dari ibu lebih pendek. American Academy of Pediatrics
merekomendasikan 200 hingga 400 unit per hari suplementasi vitamin D untuk bayi lahir
sangat rendah ( < 1500 gram) dan 400 unit per hari suplementasi vitamin D pada bayi dengan
berat > 1500 g. Suplementasi vitamin D pada bayi dengan berat > 1500 g. Calcidiol
diberikan sebesar > 20 ng /mL untuk bayi prematur dan aterm. Pada tahun 2010, Institute of
Medicine mengeluarkan panduan yang meningkatkan kecukupan gizi yang dianjurkan
vitamin D untuk 600 unit setiap hari untuk anak-anak yang sehat 1-18 tahun. 3

DEFISIENSI VITAMIN D
Defisiensi vitamin D sekarang banyak terjadi. Penyebab terbanyak adalah kekurangan
pajanan sinar matahari. Sangat sedikit makanan yang memang murni mengandung vitamin D.
Makanan yang diperkaya dengan vitamin D kadang tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan vitamin D anak maupun dewasa. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan riketsia
pada anak. Defisiensi vitamin D berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kanker,
penyakit autoimun, hipertensi, dan penyakit infeksi. Tingkat sirkulasi dari 25-hydroxyvitamin
D dari > 75 nmol/L, atau 30 ng/mL, dibutuhkan untuk memaksimalkan efek benefit vitamin
D untuk kesehatan. Jika pajanan sinar matahari tidak ada, maka paling tidak 800-1000 IU
vitamin D3/d diperlukan untuk mencapai kebutuhan anak dan dewasa. Vitamin D 2 mungkin

13
efektif untuk mempertahankan konsentrasi 25-hydroxyvitamin D jika diberikan dalam
konsentrasi fisiologis. 4

Sejarah
Beberapa bentuk kehidupan fitoplankton awal yang terdapat di bumi tidak berubah di
Samudera Atlantis selama > 750 tahun dapat membuat vitamin D ketika terkena sinar
matahari. Kebanyakan vertebrata, yaitu amfibia, reptile, burung, kera bergantung pada
pajanan sinar matahari untuk kebutuhan vitamin D mereka. Kekurangan sinar matahari dan
hubungannya dengan deformitas tulang menyebabkan penyakit riketsia pada anak pertama
kali diketahui oleh Sniadecki pada tahun 1822. Seratus tahun berlalu sebelum diamati bahwa
paparan radiasi ultraviolet B (UVB 290-315 nm) dari lampu merkuri atau sinar matahari
mencegah dan mengobati riketsia. Pada awal tahun 1930-an, pemerintah US membentuk agen
untuk memberikan rekomendasi kepada orang tua tentang manfaat penting paparan sinar
matahari untuk mencegah riketsia. 4
Penambahan dengan 100 IU vitamin D2 per 800 gram susu efektif dalam
memberantas riketsia di Amerika Serikat dan Eropa. Kejadian yang patut disayangkan tentang
hiperkalsemia di tahun 1950 di Inggris dikarenakan berlebihnya penambahan vitamin D pada
susu, walaupun kejadian ini sangat jarang. Dikarenakan susu sangat langka pada akhir perang,
banyak toko-toko yang menjual susu, menambahkan vitamin D kedalamnya jika tidak ada
tertulis tanggal kadaluarsanya. Hal ini dianggap memperpanjang kualitas vitamin D dalam
susu. Inilah yang menyebabkan meningkatnya kejadian hiperkalsemia pada bayi di tahun
1950 sehingga Eropa melarang penambahan vitamin D pada seluruh produk susu. Hanya
Finlandia dan Swiss yang baru-baru ini mulai menambahkan susu dengan vitamin D. 4

Sumber Vitamin D
Sumber terbesar dari vitamin D pada manusia adalah pajanan sinar matahari (Gambar
1). Jumlah vitamin D yang disintesis pada kulit tergantung beberapa faktor; usia individu,
jumlah paparan pada kulit, lama pajanan terhadap kulit, faktor geografis (lintang, musim,
waktu, polusi udara), penggunaan tabir surya, dan pigmen kulit dari individu tersebut.
Penelitian menunjukkan pada anak, khususnya bayi lebih sedikit membutuhkan pajanan sinar
matahari untuk menghasilkan konsentrasi vitamin D yang adekuat karena luas permukaan
14
yang lebih besar dan meningkatkan kemampuan untuk memproduksi vitamin D dibandingkan
orang tua.3
Penelitian tahun 1985 menunjukkan bahwa 30 menit terpapar sinar matahari pada bayi
yang menggunakan popok atau 2 jam pada bayi dengan pakaian lengkap tanpa topi akan
menjaga konsentrasi mingguan calcidiol sebesar 11 ng/dL. AAP merekomendasikan anak
kurang dari 6 bulan untuk terhindar dari paparan sinar matahari langsung untuk mengurangi
risiko kanker kulit. 3
Sangat sedikit makanan yang secara alami mengandung vitamin D, termasuk minyak
ikan yaitu salmon, mackerel, ikan haring, dan minyak dari ikan yaitu minyak hati ikan cod.
Baru-baru dilakukan penelitian dan diamati bahwa salmon yang ada di alam bebas rata-rata
memiliki 500-1000 IU vitamin D dalam sajian 100 gram (3,5 ons), sedangkan salmon yang
dibudidayakan mengandung 100-250 IU vitamin D per 100 gram. Alasan yang paling
mungkin adalah bahwa vitamin D berlimpah dalam rantai makanan, tetapi tidak banyak
dalam diet pellet diberikan ke salmon yang dibudidayakan. Bagaimanapun, produk-produk ini
kurang bisa diterima pada anak-anak dan penggunaan yang adekuat juga sulit. Di Amerika
Serikat, susu, beberapa produk jus, roti, yogurt, dan keju diperkaya dengan vitamin D. Susu
formula, susu, dan jus jeruk dapat membantu. Susu formula bayi yang dijual setidaknya
mengandung 400 unit/L vitamin D. Multivitamin yang mengandung 400 IU vitamin D dan
suplemen yang mengandung vitamin D sekarang hanya tersedia dalam berbagai jumlah yaitu
400, 1000, 2000, 4000, 5000 dan 50.000 IU vitamin D3. Vitamin D dalam bentuk obat di
Amerika Serikat adalah vitamin D2 dan tersedia sebagai 50.000 IU vitamin D2 dalam kapsul
atau 8000 IU vitaminD2/mL. (4,10) Di Kanada, Eropa, Jepang, dan India, vitamin D3 tersedia
sebagai obat. 3,7
Air susu ibu mengandung vitamin D yang sangan sedikit, rata-rata 22 unit / L (antara
15 sampai 50 unit/L) pada ibu dengan cukup vitamin D. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa ibu dengan asupan vitamin D yang lebih tinggi dari dosis yang direkomendasikan
(4000-6400 unit setiap hari) dapat mencapai konsentrasi vitamin D dalam ASI sehingga
memberikan suplemen vitamin D yang cukup untuk bayi. Namun, pendekatan ini tidak
dianjurkan. Karena konsentrasi vitamin D rendah ditemukan dalam ASI, rekomendasi terbaru
untuk bayi ASI eksklusif adalah untuk memberikan suplemen 400 unit per hari (meningkat
dari 200 unit per hari). 3
15
Vitamin D tersedia secara komersial sebagai ergokalsiferol, cholecalciferol, dan
calcitriol. Ergokalsiferol dan cholecalciferol, pernah dianggap equipotent, dapat
meningkatkan simpanan vitamin D dalam berbagai derajat. Bukti terbaru menunjukkan
bahwa cholecalciferol meningkatkan konsentrasi calcidiol dua sampai tiga kali lipat lebih dari
ergokalsiferol. 3
Formulasi tersedia di AS dirangkum dalam Tabel 3 dan isi D vitamin yang umum
digunakan multivitamin anak di Tabel 4. Meskipun bukti yang menunjukkan perbedaan
antara farmakodinamik cholecalciferol dan ergocalciferol, kebanyakan pedoman tidak
memiliki preferensi antara 2 produk. Namun, pedoman Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative (KDOQI) dan Cystic Fibrosis Foundation (CFF) lebih memilih vitamin D2 karena
data keamanan di hewan. Ada perbandingan langsung dari 2 formulasi dan secara umum,
calcitriol tidak memiliki peran dalam penyimpanan vitamin D. 3

16
Gambar 1. Hubungan Antara Waktu Paparan Sinar Matahari dan serum 25-
hydroxyvitamin-D
Konsekuensi Kekurangan Vitamin D Pada Sistem Muskuloskeletal
17
Banyak perdebatan terhadap arti kekurangan vitamin D. Kebanyakan setuju bahwa
25(OH)D dengan konsentrasi 50 nmol/L, atau 20 ng/mL, merupakan indikasi dari defisiensi
vitamin D, sedangkan 25(OH)D konsentrasi dari 51-74 nmol/L, atau 21-29 ng/mL, dianggap
sebagai insufisiensi. Konsentrasi 30 ng/mL dianggap cukup (Gambar 2). Telah diasumsikan
bahwa anak-anak memiliki kebutuhan yang sama seperti orang dewasa. Namun, tidak ada
penelitian yang dilakukan pada transportasi kalsium usus atau tingkat PTH pada anak-anak.
Defisiensi vitamin D pada anak-anak akan menyebabkan retardasi pertumbuhan dan tanda-
tanda dan gejala klasik riketsia. Keracunan vitamin D biasanya tidak terjadi sampai
konsentrasi 25(OH)D 375 nmol/L, atau 150 ng/mL. 4
Kelemahan otot telah lama dikaitkan dengan defisiensi vitamin D. Sebuah reseptor
vitamin D ada di dalam otot rangka, dan defisiensi vitamin D telah dikaitkan dengan
kelemahan otot proksimal, peningkatan ketidakstabilan tubuh, dan peningkatan risiko jatuh. 4

Gambar 2. Skema Sintesis dan Metabolisme Vitamin D


Defisiensi Vitamin D pada Ricketsia

18
Kekurangan vitamin D yang parah dapat menyebabkan gejala hipokalsemia. Hal
tersebut dapat mengakibatkan kejang, osteomalasia, atau ricketsia. Ricketsia melibatkan
demineralisasi tulang yang terjadi di daerah-daerah yang berdekatan untuk lempeng
pertumbuhan. Prevalensi ricketsia tidak diketahui. Namun, laporan kasus dan seri kasus
ricketsia didokumentasikan masih ada sampai hari ini. yang disebbakan Defisiensi vitamin D
(misalnya kalsium dan kekurangan fosfor, mutasi reseptor vitamin D. 3

Dosis untuk pengobatan kekurangan vitamin D

AAP merekomendasikan awal diberikan pada bulan ke 2 sampai bulan ke 3 dengan


dosis tinggi. Terapi 1000 unit setiap hari pada neonatus, 1000-5000 unit setiap hari pada bayi
berusia 1-12 bulan dan 5000 unit setiap hari pada pasien selama 12 bulan. 3

Meskipun bukti radiologis penyembuhan terjadi dalam waktu 2 sampai 4 minggu


pengobatan, pengobatan dosis besar (baik vitamin D3 atau D2) harus dilanjutkan selama 2
sampai 3 bulan. Setelah konsentrasi calcidiol cukup tercapai, dosis pemeliharaan 400 unit
vitamin D/hari dianjurkan dalam semua usia. Dosis pemeliharaan lebih besar dianjurkan
untuk 1 lebih besar yaitu 800 unit per hari untuk bayi prematur, bayi berkulit gelap, anak,
anak-anak yang tinggal di daerah yang terbatas paparan sinar matahari (> 37,5 lintang),
pasien obesitas (karena penyerapan lemak vitamin D). Untuk pasien lebih dari 1 bulan,
berikan dosis tunggal secara oral 100.000 sampai 600.000 unit vitamin D diikuti dosis
pemeliharaan. 3

Defisiensi Vitamin D pada CKD

19
Data epidemiologis menunjukkan terdapat peningkatan risiko defisiensi vitamin D
pada penderita penyakit ginjal kronik baik karena rendahnya pajanan sinar matahari ataupun
intake dalam diet sehari hari yang kurang, dan tingginya kandungan melanin kulit. Selain itu
pada penderita penyakit ginjal kronik perubahan fisiologis dimana terjadi penurunan fungsi
absorpsi intesyinal, penurunan aktivitas enzim yang digunakan untuk mensisntesis vitamin D
di ginjal, peningkatan eksresi calcidiol melalui urin. 3
Pada pasien CKD , suplementasi vitamin D memberikan manfaat untuk mencegah
ataupun mengurangi hiperparatiroid yang terjadi akibat osteodistrofi renal untuk
memperbaiki gangguan pada tulang dan mineral . 3

Dosis

Pasien dengan konsentrasi calcidiol >30 ng/mL merupakan indikasi untuk mendapat
dosis vitamin D yang lebih besar .Berdasarkan studi pada hewan , suplementasi dengan
Vitamin D2 lebih dianjurkan daripada vitamin D3 dinilai dari segi keamanannya.
3
Penggunaan vitamin D3 dijadikan sebagai alternatif.

Konsentrasi Calcidiol diperiksa kembali setelah 3 bulan menjalani terapi. Pemeriksaan serum
kalsium dan fosfor dilakukan dalam bulan pertama dan setiap 3 bulan . Jika total serum
kalsium >10,2 mg/dL atau jika serum fosfat berada diatas batas normal, maka terapi vitamin
D dapat dihentikan. Jika konsentrasi calcidiol sudah adekuat maka diberikan dosis rumatan
vitamin D2 sebesar 400 IU per hari . 3

Evidensi

Prevalensi insufisiensi vitamin D atau defisiensi pada anak dengan CKD sekitar 39% -
77%. Faktro resiko defisiensi meningkat pada etnik non- caucasian, overweight atau obesitas
dan kurangnya paparan matahari. 3
Dalam sebuah studi tunggal secara retrospektif dari 57 anak-anak (rata-rata usia 11
tahun), dengan CKD ( pada stadium 2 sampai 4 ) , penggunaan vitamin D2 untuk usia 12
tahun di rekomendasikan oleh KDOQI guidelines untuk melengkapi kebutuhan vitamin D .
20
pada studi ini dikatakan, konsentrasi PTH menurun dari 122 80 ng/ml setelah pengobatan.
Pada studi didapatkan peningkatan pada penderita CKD dengan peningkatan konsentrasi
calcidiol dari 17 27 ng/ml (p< 0,05) dan penurunan konsentrasi dari 231 192
pg/mlv(p<0,05) setelah 6 bulan. 52 pasien dewasa dengan CKD (stadium 3 atau 4 ), defisiensi
vitamin D, dan pada hiperparatiroidisme yang mengobservasi kadar normal dari konsentrasi
calcidiol (p<0,05) dan penurunan pada konsentrasi PTH dari 13,1% ke 2.0% (non-significant-
p-value) dengan suplementasi vitamin D 2 . Sebuah percobaan prospektif pada pasien anak
dengan CKD derajat sedang menunjukkan kecepatan pertumbuhan rata-rata meningkat ke
kisaran normal setelah 1 tahun terapi dengan vitamin D , yang berlanjut di tahun-tahun
berikutnya sampai 2 tahun pengobatan. 3

Status Vitamin Calcidiol Dosis Vitamin D2


D (ng/ml)
Defisiensi <5 Dosis awal : 8000 IU/hari aral atau 50.000 IU/minggu oral,
berat selama 4 minggu
Kemudian 4000 IU / hari oral, atau 50.000 IU dua kali per
bulan selama 3 bulan.
Defisiensi 5-15 4000IU / hari atau 50.000 IU setiap minggu , oral, selama 3
ringan bulan.
insufisiensi 16-30 2000 IU/hari oral atau 50.000 IU setiap 4 minggu oral,
selama 3 bulan.

Calcitriol
Pada defisiensi vitamin D , calcitrol tidak direkomendasikan untuk terapi awal atau
terapi rutin karena dapat mengakibatkan pemendekan waktu hidup dan meningkatnya
gangguan untuk penyimpanan vitamin D. Dosisnya sangat terbatas karena onsetnya cepat dan
mempunyai resiko untuk hiperkalsemia. 3
Bagaimanapun calcitriol mempunyai peran pada anak dengan CKD stadium 2 5
serta untuk pengobatan kedua dari hiperparatiroid.Selain itu , dapat digunakan sebagai
tambahan suplemen kalsium untuk pasien dengan defisiensi vitamin D yang parah dengan
gejala hipokalsemia berat , termasuk kejang dan tetanus. pada fungsi ginjal terdapat

21
penurunan pada aktivasi enzim alpha 1 hidroksilase dan oleh sebab itu cadangan calcitrol
kemungkinan dibutuhkan dibandingkan cadangan vitamin D2 atau D3. 3

Defisiensi Vitamin D pada Cystic Fibrosis

Dengan meningkatnya harapan hidup 2 sampai 36 tahun pada 40 tahun terahir,


penyakit tulang telah berubah menjadi komplikasi yang sering pada pasien CF, dengan
densitas tulang yang rendah mineral di observasi pada 50 75% pasien. Banyak faktor yang
yang berontribusi termasuk malnutrisi, defisiensi vitamin D yang diakibatkan karena
malabsorbsi dari insufisiensi pankreas, absorbsi kalsium yang inadekuat, aktivitas fisik, sex
hormon yang terganggu, infeksi paru kronik dengan peningkatan level sitokin aktif tulang,
dan penggunaan steroid pada masyarakat. Pemeliharaan ketersediaan vitamin D yang optimal
sangat penting karena penyakit tulang yang berat dapat menjadikan suatu kontra indikasi
transplantasi jantung.Guidline dari CFFs (Consensus Conference on Bone Health)
merekomendasikan suplementasi vitamin D diberikan untuk menjaga konsentrasi calcidiol
lebih atau sama dengan 30ng / mL. Tetapi, penelitian terbaru yang dipublikasikan pada tahun
2011 menyarankan 35ng /mL lebih tepat sebagai titik potong, dimana PTH kurang dari
50pg /mL dan resorpsi tulang serta resiko fraktur berkurang.3

Dosis

Pada pasien CF dengan konsentrasi calcidiol cukup, dosis hingga 5000 unit vitamin D2

setiap hari selama beberapa bulan mungkin diperlukan untuk treatment. Awal untuk terapi
pemeliharaan, pedoman CFF merekomendasikan setidaknya 400 unit dan 800 unit vitamin D2

harian untuk bayi dan pasien lebih dari 1 tahun. Namun berdasarkan literature, dosis ini
ditemukan tidak dapat mempertahankan konsentrasi calcidiol pada populasi ini, dank arena
itu dosis harus dititrasi untuk mendapatkan konsentrasi calcidiol >30 35 ng / mL. Dosis
rekomendasi untuk anak anak < 5 tahun adalah vitamin D2 12000 unit untuk 2 minggu dan
50000 unit vitamin D2 per minggu atau 2 minggu untuk anak 5tahun atau lebih. 3

Strategi dengan dosis sangat tinggi seperti 700000 unit vitamin D2 selama 14 hari telah
dikelola dengan aman untuk populasi CF anak dengan konsentrasi calcidiol yang adekuat Jika
dosis tinggi vitamin D2 tidak adekuat, mungkin dapat dipilih alternative seperti analog vitamin

22
D, calcitriol atau fototerapi. Dengan catatan, dosis terapi direkomendasikan disamping terapi
pemeliharaan harian yang didapat oleh pasien. 3

Bukti

Mengingat bahwa mayoritas (60%) dari 60.000 pasien dengan CF di Amerika Utara
dan Eropa adalah di bawah usia 18, studi tentang status vitamin D pada pasien dengan CF
sering melibatkan pasien anak. Dalam review grafik konsentrasi retrospektif 147 dari 97
individu pediatrik dengan konsentrasi calcidiol <30 ng / mL, 50.000 unit vitamin D2 harian
selama 28 hari menghasilkan konsentrasi sekitar setengah mencapai > 30 ng / mL. Rejimen
awal ini lebih berhasil daripada vitamin D 250.000 unit 1, 2, atau 3 kali seminggu selama 8
minggu pada pasien anak - anak. Mengikuti perjalanan penyakit jangka panjang (6 sampai 18
bulan pasca-perawatan) pada 39 pasien menunjukkan 48% dari mereka yang mencapai
konsentrasi calcidiol yang cukup menjadi tidak cukup pada dosis pemeliharaan 400 sampai
800 unit vitamin D2. Dalam uji coba tahun 2011 pasien dewasa dengan CF, pasien dengan
konsentrasi calcidiol <30 ng / mL diberi 50.000 unit vitamin D2 harian selama 30 hari diikuti
dengan pemeliharaan dosis vitamin D3 800-1000 unit setiap hari. Setelah 30 hari pengobatan,
calcidiol serum meningkat 15,1-48,7 ng / mL (p <0,05) tanpa terkena efek samping. Namun,
konsentrasi yang memadai tidak berkelanjutan pada pemeliharaan dosis. Nilai rata rata
serum calcidiol turun menjadi 18,9 ng / mL (p <0,05), dan 50% dari pasien yang diobati
menjadi vitamin D cukup dalam 1 tahun. 3

Dalam sebuah studi dari 20 pasien remaja dan dewasa yang mengalami CF,
administrasi 800 unit harian vitamin D tidak memadai untuk 40% pasien tersebut setelah 4 -
10 minggu therapi. Dalam studi lain dari pasien CF eksklusif dewasa, administrasi vitamin
D3 (> 400 unit setiap hari) meningkatkan konsentrasi calcidioldi pada 92% pasien; Namun,
konsentrasi normal calcidiol dicapai hanya pada 17% dari pasien tanpa diberikan terapi
dengan dosis yang tepat. Dalam studi yang dilakukan oleh Kelly et al, 67 - 95% pasien CF
dewasa diperlukan 1.800 unit vitamin D2 harian untuk mencapai konsentrasi calcidiol di atas
25 ng / mL. 3

Meskipun suplemen dengan calcitriol tidak melengkapi persediaan vitamin D, ini


mungkin menjadi pilihan untuk pasien CF yang tidak responsif terhadap vitamin D2 dan D3

23
untuk mengelola konsekuensi dari kekurangan vitamin D. Brown et al melaporkan bahwa
calcitriol yang (0,5 mcg setiap hari selama 14 hari) meningkatkan fraksional penyerapan
kalsium (p <0,05) dan menurunkan PTH (p <0,03) 10 orang dewasa dengan CF. 3

Defisiensi Vitamin D pada Penyakit Sickle Cell

Gejalanya dianggap agak mirip dengan gejala-gejala yang mengalami kekurangan


vitamin D. Sebagai contoh adalah rasa sakit, Lokasi nyeri dapat hanya pada ekstremitas dan
tulang belakang bagian bawah. Itu dapat diperburuk oleh peningkatan kegiatan.2,69-71
karena ini, penelitian telah melihat prevalensi kekurangan vitamin D dalam populasi sel sabit.
Pada kenyataannya, dalam 1 studi terbaru yang dilakukan di Madrid, Spanyol, 56% dari anak-
anak dengan sel sabit memiliki konsentrasi vitamin D < 20 ng/mL dan 18% dari mereka
memiliki konsentrasi < 11 ng / mL. suplemen vitamin d dapat membantu meringankan rasa
sakit yang dialami oleh pasien dengan penyakit sabit cell dan meningkatkan kesehatan tulang
mereka secara keseluruhan. 3

Bukti
Bukti suplemen vitamin D pada anak-anak dan remaja dengan penyakit sabit cell
terbatas. Dalam laporan kasus 1, laki-laki berusia 16 tahun dengan homozygous SS dengan
rasa sakit kronis yang melibatkan banyak bagian dari tubuhnya, yang termasuk ekstremitas
bawah, bahu dan leher, dan rasa sakit berkurang oleh ibuprofen, pregabalin, amitriptyline.76
atau opioid vari-ous (tootal seluruhnya sekitar 40 mg setara morfin setiap hari). 3
Pemeriksaan metabolisme ditemukan memiliki konsentrasi vitamin D < 7,9 ng/mL.
Karena Temuan ini, maka cholecalciferol 50.000 unit oral dua kali seminggu selama 8
minggu. Pada akhir kursus ini terapi, konsentrasi vitamin D telah melompat ke 47 ng/mL dan
beralih ke unit 50.000 cholecalciferol setelah mingguan. Minggu 14, konsentrasi pada 30
ng/mL, semua gejala-gejala sakit berkurang dan kepadatan massa tulang meningkat sebesar
11% dalam 2 tahun. 3
Karena keberhasilan dalam laporan kasus sebelumnya, para penyelidik yang sama
dilakukan double blind, acak pilot studi tahun 2012, dalam mata pelajaran yang (n = 46; 13.2
3.1 tahun) dengan penyakit sel sabit diberi dosis tinggi cholecalciferol (40.000-100.000 unit
mingguan) atau plasebo untuk 6 weeks.77 sekitar 53% dan 83% dari subyek awalnya
24
ditemukan memiliki kekurangan vitamin D. Kelompok peneliti mendapatkan rasa sakit yang
berkurang, nilai kualitas hidup yang lebih tinggi dan konsentrasi serum 25-hydroxyvitamin D
lebih tinggi. 3
Penulis menyarankan bahwa sebuah studi besar dengan durasi yang lebih lama akan
perlu dilakukan untuk memvalidasi hasil ini. Pada kenyataannya, di salah satu rumah sakit
penulis bekerja, dia juga mempunyai keberhasilan dalam menggunakan cholecalciferol
50.000 unit secara oral dua kali seminggu dalam 2 pediatric pasien dengan penyakit sel sabit,
dan nilai sakit mereka sangat berkurang. 3
Masih ada bebderapa pertanyaan tetap mengenai penggunaan suplemen vitamin D
pada penyakit sickle cell, seperti 1) apa adalah dosis optimal cholecalciferol, 2) Berapakah
durasi terapi, 3) Apakah efek samping jangka panjang seperti terapi dosis besar pada populasi
pediatrik, 4) tidak bekerja untuk semua bentuk sabit cell penyakit dan 5) akan bekerja terapi
untuk pasien tanpa kekurangan vitamin D? 3

Defisiensi Vitamin D pada Asma

Asma adalah penyakit yang sering ditemukan pada kasus pediatri. Para ilmuwan
berpendapat bahwa peningkatan angka kejadian asma mungkin disebabkan oleh
meningkatknya defisiensi vitamin D pada pediatri. Intake vitamin D pada masa kehamilan
juga berpengaruh pada resiko anak mengalami gejala wheezing. 3

Angka Kejadian

Sangat sedikit data mengenai jumlah konsentrasi vitamin D pada anak dengan asma.
Sebuah penelitian mengenai alergi pediatri dan imunologi di Qatar meneliti hubuangan antara
asma dan vitamin D pada anak dan melihat perbedaan konsentrasi vitamin D pada anak
dengan asma (7.0 3.8 tahun) dan kontrol (8.4 3.6 tahun). Dalam penelitian ini, defisiensi
vitamin D ditemukan lebih sering pada anak dengan asma dari pada kontrol. Angka rata-rata
vitamin D adalah 17.5 11 ng/mL pada grup asma dan 20.8 10.0 ng/mL pada grup kontrol.
Peningkatan immunoglobulin E serum diamati pada pasien dengan konsentrasi vitamin D
yang rendah. 3
25
Pada studi lain, konsentrasi serum 25-hydroxyvitamin D3 dibandingkan antara grup
asma (n=50) dan grup sehat (n=50). Umurnya berkisar antara 6-18 tahun. Hasil dari penelitian
ini menunjukan bahwa konsentrasi vitamin D memiliki korelasi langsung antara
perbandingan Forced Expiratory Volume / Forced Vital Capacity (FEV1/FVC) dan FEV1
prediksi (p=0.024 dan p=0.026, masing-masing), yang artinya konsentrasi vitamin D yang
menurun, lebih signifikan meningkatkan peluang untuk terjadinya asma. Namun, defisiensi
vitamin D tidak berhubungan dengan durasi penyakit, angka rawat rumah sakit, dan jumlah
eosinofil. 3

Di sisi lain, penelitian lain tidak menemukan hubungan antara keparahan asma dan
konsentrasi serum 25-hydroxyvitamin D. Dalam penelitian ini, 263 subjek dengan asma
dibandingkan dengan 284 subyek normal (usia : 2-19 tahun ). Gejala asma mereka dinilai dan
konsentrasi serum vitamin D diperoleh. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
konsentrasi vitamin D yang ditemukan antara kelompok penderita asma dan kelompok
terkontrol, dan keparahan gejala asma tidak berkorelasi dengan koncentrations vitamin D. 3

Kortikosteroid oral atau intravena sering digunakan sebagai pengobatan untuk pasien
dengan asma eksaserbasi. Jika asma pasien tidak terkontrol dengan baik, mereka berpotensi
untuk memakai kortikosteroid berulang. Jangka panjang atau berulangnya kortikosteroid
diketahui menyebabkan defisiensi vitamin D. Mungkin dipertanyakan adalah apakah
penurunan konsentrasi vitamin D serum pada anak dengan asma karena penyakit itu sendiri
atau karena penggunaan kortikosteroid. Untuk menjawab bagian dari pertanyaan ini, review
dilakukan pada 100 anak penderita asma dengan melihat karakteristik pasien dan konsentrasi
vitamin D mereka. Studi ini menunjukkan bahwa dosis steroid total, penggunaan steroid oral,
dan penggunaan steroid inhalasi dikaitkan dengan korelasi yang terbalik dengan konsentrasi
vitamin D mereka (p = 0,001, p = 0,02, p = 0,0475, masing-masing). Mungkin ada siklus
tidak akan pernah berakhir, di mana kontrol asma yang buruk akan menyebabkan penggunaan
inhalasi dan kortikosteroid oral, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan
konsentrasi vitamin D, yang pada gilirannya dapat memperburuk asma pasien. 3
Pertanyaan berikutnya adalah : apakah suplemen vitamin D meningkatkan asma?
Penambahan suplemen vitamin D dievaluasi dalam studi pada pasien asma yang resisten
steroid. Setelah terekspos sejumlah kecil vitamin D ( 5 10 -7 M ) untuk merangsang sel T

26
regulator CD4 +, sekresi IL- 10 sangat meningkat pada kelompok resisten steroid dan
sebanding dengan konsentrasi terlihat pada kelompok kontrol. Demikian pula, dalam
eksperimen pasien asma, penambahan vitamin D membantu mengurangi dosis deksametason
oleh 10-fold. Para penulis studi ini menyatakan bahwa suplementasi vitamin D dapat
meningkatkan khasiat anti-inflamasi kortikosteroid pada pasien asma dengan meningkatkan
3
ekspresi glukokortikoid-induced mitogen-activated protein kinase phosphatase-1.
Sebelum memulai pasien asma dengan pemberian suplemen vitamin D, studi yang
lebih besar perlu dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas pemberian ini dalam
meningkatkan perjalanan klinis asma dan pengurangan kebutuhan penggunaan steroid pada
pasien asma. Dan juga, studi perlu melihat dosis optimal dan durasi pemakaian untuk kondisi
klinis ini. 3

PENYEBAB DEFISIENSI VITAMIN D


Sumber utama vitamin D pada manusia berasal dari paparan terhadap sinar matahari.
Apa pun yang mengurangi transmisi radiasi sinar ultraviolet B (UVB) matahari ke permukaan
bumi atau yang mengganggu penetrasi radiasi ke dalam kulit akan mempengaruhi sintesis
vitamin D3 ke dalam kulit. 4
Pigmen Melanin sangat berperan dalam menyerap radiasi sinar ultraviolet B (UVB),
dengan demikian peningkatan pigmentasi kulit secara nyata mengurangi sintesis vitamin D 3.
Demikian juga, tabir surya dengan SPF-15 akan mengabsorbsi 99% dari radiasi UVB
sehingga akan terjadi penurunan sintesis vitamin D3 di kulit. Orang Afrika Amerika dengan
kulit sangat gelap memiliki SPF-15 sehingga kemampuan kulit mereka dalam membuat
vitamin D berkurang hingga 99%. Bersamaan dengan asupan kadar susu yang rendah adalah
penjelasan mengapa sebagian orang Afrika-Amerika yang tinggal di iklim subtropis
kekurangan vitamin D, sedangkan orang Afrika yang tinggal di dekat garis khatulistiwa
dimana vitamin D3 disintesis lebih efisien karena tingginya lonjakan foton sinar ultra violet B
(UVB). 4
Sudut dimana matahari mencapai bumi memiliki efek dramatis pada jumlah foton
UVB yang mencapai permukaan bumi. Itulah sebabnya ketika sudut zenith meningkat selama
musim dingin dan di pagi hari dan sore hari, sedikitnya sintesis vitamin D 3 dapat terjadi. Pada
percobaan purdah, dimana kulit terlindungi dan mencegah dari paparan sinar matahari di
27
tempat yang berisiko defisiensi vitamin D dan menjelaskan mengapa di tempat paling cerah
di dunia defisiensi vitamin D sering terjadi pada orang dewasa dan anak anak. Tidak ada
yang kebal terhadap defisiensi vitamin D. Ini termasuk anak anak dan orang dewasa yang
tinggal di Amerika serikat, Eropa, Timur tengah, India, Australia, dan Asia. Studi studi ini
menunjukan bahwa 30-50% dari anak anak dan orang dewasa berisiko untuk kekurangan
vitamin D. 4
Karena vitamin D adalah larut lemak, sehingga mudah diambil oleh sel sel lemak dan
diyakini karena penyerapan vitamin D oleh kumpulan badan sel lemak. Obat obatan
termasuk obat anti kejang dan glukokortikoid dan malabsorbsi lemak juga menjadi penyebab
umum terjadinya kekurangan vitamin D. 4

Gambar 3. Penyebab Defisiensi Vitamin D

Pencegahan dan Terapi Defisiensi Vitamin D

28
The Institute of Medicine merekomendasikan kepada seluruh anak dan dewasa hingga
usia 50 tahun membutuhkan 200 IU/d asupan vitamin D. Cheng, et al melaporkan sebuah
hubungan antara rendahnya konsentrasi 25(OH)D dengan elevasi konsentrasi PTH dan
rendahnya kepadatan tulang kortikal pada perempuan usia pubertas dan prepubertas. Ketika
171 orang perempuan prepubertas diberikan 400 IU/d vitamin D2 pada musim dingin dari
bulan Oktober sampai Februari disertai suplementasi kalsium sebanyak 500 mg,
menunjukkan tidak ada perubahan konsentrasi 25(OH)D. Namun dengan dosis 800 IU
menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi namun konsentrasinya tidak sebanyak saat
musim panas. Banyak ahli yang setuju bahwa dibutuhkan asupan vitamin D sebanyak 800-
1000 IU untuk anak dan dewasa yang tidak mendapat pajanan sinar matahari. Dosis
ditingkatkan pada keadaan malabsorpsi lemak, obesitas, dan hal lainnya yang menyebabkan
katabolisme vitamin D. 4
Disebutkan terdapat 4 macam enzim yang mampu mengonversi Vitamin D mejadi
25(OH)D. Enzim-enzim ini memiliki perbedaan nilai Km untuk vitamin D dan memiliki
berbagai tingkat regulasi negatif feedback. Konsentrasi 25(OH)D yang beredar sebagai
respon terhadap vitamin D dipengaruhi oleh konsentrasi dasar dari 25(OH)D seperti yang
terlihat pada Gambar 5. Ketika konsentrasi 25(OH)D <50nmol/L (20ng/mL) pada pasien
yang dirawat di rumah, dosis vitamin D2 sebanyak 200,400,600 IU selama 5 bulan mampu
meningkatkan konsentrasi 25(OH)D setara 100% settara 62 nmol/L (24ng/ ml). Hanya ketika
dosis dinaikkan sebanyak 800 IU selama 5 bulan, konsentrasi meningkat diatas 75 nmol/L
atau 30 ng/mL (Gambar 5). 4
Subjek yang memiliki konsentrasi 25(OH)D diatas 64 nmol/L (25 ng/ml) dan
mengkonsumsi 200, 400, 600 atau 800 IU tidak menunjukkan perubahan yang signifikan
konsentrasi 25(OH)D dalam serum. Ketika konsentrasi awal 25(OH)D diatas 50 nmol/L
(20ng/ml), dengan konsumsi 800 IU vitamin D2 selama 5 bulan akan didapat peningkatan
konsentrasi 25(OH)D. Studi telah mengevaluasi vitamin D 2, yang telah dilaporkan hanya
sekitar 30 sampai 50% yang seefektif vitamin D 3 dalam mengatur kadar serum 25(OH)D3.
Data menyebutkan bahwa vitamin D2 efektif dalam meningkatkan konsentrasi 25(OH)D
dalam darah dengan dosis 1ng/100 IU, hal serupa dilaporkan juga dengan vitamin D 3. Dalam
studi ini disebutkan bahwa pemberian vitamin D2 sebanyak 1000 IU memiliki efektifitas yang
sama dengan dosis 1000 IU vitamin D3 dalam mengatur konsentrasi 25(OH)D3 dalam darah. 4
29
Untuk mengatasi defisiensi vitamin D di Amerika Serikat, pemberian vitamin D 2 atau
D3 sebanyak 50.000 IU, sekali dalam seminggu dalam 8 minggu, dapat mencapai konsentrasi
25(OH)D sebanyak 75 nmol/L. 4

Sepanjang evolusi, manusia telah bergantung pada matahari untuk kebutuhan


mereka vitamin D. Mungkin alasan peran pigmentasi melanin adalah untuk membekali
manusia yang berada di utara dan selatan khatulistiwa untuk membuat cukup vitamin D di
kulit mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka. Saran untuk menghindari semua paparan
30
sinar matahari telah membuat populasi dunia berisiko kekurangan vitamin D. Ini telah terjadi
jelas di Australia, di mana peningkatan dramatis pada tingkat kanker kulit diakibatkan oleh
tidak pernahnya mengekspos kulit secara langsung ke sinar matahari tanpa perlindungan,
yaitu, pakaian atau tabir surya. Dengan kata lain terlindung dari matahari telah menghasilkan
peningkatan dalam risiko kekurangan vitamin di Australia. 4
Metode terbaik untuk menentukan status vitamin D seseorang adalah untuk
mengukur konsentrasi D25(OH). Kebanyakan tes komersial cukup dapat dipercaya untuk
menentukan status vitamin D seseorang. Termasuk berbagai radioimmunoassays dan yang
sekarang dianggap sebagai standar emas : kromatografi cairspektrometri massa tandem.
Telah ada banyak didiskusikan tentang vitamin D2 yang hanya 30-50 % efektifnya dibanding
vitamin D3 dalam menjaga konsentrasi serum 25(OH)D. Namun, bagaimanapun, tidak berarti
bahwa vitamin D2 kurang aktif daripada vitamin D3 ketika dimetabolisme untuk
1,25(OH)2D2. Itu berarti bahwa vitamin D2 mungkin perlu diberikan dalam dosis tinggi untuk
meningkatkan konsentrasi darah dari 25(OH)D di atas 75 nmol/L, atau 30 ng/mL. Data
(Gambar 5), serta pengamatan terakhir bahwa vitamin D2 sama efektifnya dengan vitamin D3
dalam meningkatkan konsentrasi darah dari 25(OH)D, bagaimanapun, menimbulkan
pertanyaan apakah ini benar-benar diperlukan. 4
Sebuah evaluasi ulang diperlukan untuk mengetahui apakah intake vitamin D
memadai bagi anak-anak dan orang dewasa. Selama dekade terakhir literature menunjukkan
bahwa rekomendasi Institute of Medicine pada tahun 1997 tidak memadai, dan beberapa ahli
menunjukkan bahwa anak-anak dan orang dewasa harus mengambil 800-1000 IU vitamin D
dari sumber makanan dan suplemen ketika sinar matahari tidak dapat menyediakan
kebutuhannya. Rekomendasi ini, bagaimanapun, belum dianut baik oleh pemerintah resmi
atau organisasi anak di Amerika Serikat, Kanada, atau Eropa baik untuk anak-anak atau orang
dewasa. 4

INTOKSIKASI VITAMIN D
Vitamin D sebagai vitamin yang larut dalam lemak dan menimbulkan kekhawatiran
tentang toksisitas dari konsumsi suplemen yang berlebihan. Salah satunya adalah
hiperkalsemia yang bertanggung jawab untuk memproduksi sebagian besar gejala keracunan
vitamin D. 5
31
Gejala awal keracunan vitamin D termasuk gangguan gastrointestinal seperti
anoreksia, diare, sembelit, mual, dan muntah. Nyeri tulang, mengantuk, sakit kepala terus
menerus, denyut jantung tidak teratur, kehilangan nafsu makan, nyeri otot dan sendi gejala
lain yang mungkin muncul dalam beberapa hari atau minggu, sering buang air kecil terutama
pada malam hari, kelemahan, gugup dan gatal-gatal . 5

Terdapat tiga hipotesis tentang intoksikasi Vitamin D :

1. Peningkatan konsentrasi plasma 1,25[OH]D menyebabkan peningkatan konsentrasi


1,24[OH]D intraseluler. Hipotesis ini tidak didukung secara luas karena banyak
penelitian mengungkapkan bahwa toksisitas vitamin D dikaitkan dengan normal atau
sedikit meningkatnya 1,25[OH]D . 6
2. Asupan vitamin D meningkatkan plasma 25[OH]D dengan konsentrasi yang melebihi
kapasitas pengikatan DBP (D-Site-Binding Protein), dan 25[OH]D bebas memiliki
efek langsung pada ekspresi gen setelah memasuki sel target. Asupan yg tinggi
vitamin D saja meningkatkan plasma 25[OH]D. Afinitas rendah 1,25[OH]D untuk
DBP protein transportasi dan afinitas tinggi untuk VDR (Vitamin D Receptors)
mendominasi fisiologi normal. Hal ini membuat satu-satunya ligan dengan akses ke
transkripsi transduksi sinyal . Namun, pada intoksikasi vitamin D terjadi overloading
oleh berbagai metabolit vitamin D secara signifikan dengan kapasitas DBP
memungkinkan metabolit lain untuk masuk ke inti sel. Dari semua metabolit menjadi
tidak aktif, 25[OH]D memiliki afinitas kuat untuk VDR, dan dengan demikian pada
konsentrasi yang cukup tinggi bisa merangsang transkripsi. 6
3. Asupan vitamin D meningkatkan konsentrasi metabolit vitamin D, termasuk vitamin
D sendiri dan 25[OH]D, dan konsentrasi ini melebihi kapasitas DBP dan pelepasan
"bebas " 1,25[OH]D yang memasuki sel target. 6
Jumlah radiasi UVB diperlukan untuk kebutuhan vitamin D dan dapat di
kalkulasikan dari jumlah produksi vitamn D dari one minimal erythermal dose (MED) atau
10.000 25.000 IU dari vitamin D yang diminum secra oral. MED dapat didefinisikan
sebagai jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyebabkan kulit menjadi merah muda.

32
Paparan berlebihan terhadap sinar matahari tidak akan menyebabkan intoksikasi vitamin D
karena sinar matahari akan merusak kelebihan dari vitamin D. 5
Intoksikasi vitamin D biasanya berkembang karena tingginya dosis vitamin D yang
diberikan tenaga kesehatan, sebelum adanya diagnosis pasti dari insufisiensi vitamin D atau
karena riketsia. Sebagai tambahan, pasien mungkin tidak tepat mengkonsumsi dosis
maintenance yang tinggi yang dianjurkan dokter. Kasus lain pada intoksikasi vitamin D
karena pemberian vitamin D dosis tinggi pada bayi oleh keluarganya karena keluhan seperti
erupsi gigi yang terlambat, lambat berjalan, dan knock-kneed gait. Intoksikasi vitamin D
dari suplementasi jarang dilaporkan namun sekarang dapat lebih sering terjadi. 7
Hipervitaminosis D adalah kondisi dimana meningkatnya kadar 25-hydroxyvitamin D
(25OHD) yang dihubungkan dengan hiperkalsemia atau hiperkalsiuria, atau keduanya. 7
Berdasarkan American Academy of Pediatrics, kadar serum vitamin D di atas 250
nmol/L (100 ng/ml) dianggap sebagai hipervitaminosis D, dimana kadar serum di atas 375
nmol/L (150 ng/ml) dihubungkan degan intoksikasi vitamin D. American Academy of
Pediatrics baru-baru ini mengeluarkan suatu kebijakan baru terhadap suplementasi dengan
merekomendasikan semua bayi yang minum ataupun tidak minum ASI yang mengkonsumsi
500 mL formula vitamin D yang terfortifikasi atau susu per hari sebaiknya mendapatkan 200
IU vitamin D per hari. 7,8

Definisi klinis dari 25 (OH) D : 5

Vitamin D 25 (OH) D nmol/L ng/ml


Sangat defisieni 12,5 5
Defisiensi 37,5 15
Insufisiensi 37,5 50 15 20
Normal 50 250 20 80
Kelebihan 250 100
intoksikasi 375 150

Meskipun kulit memiliki kemampuan untuk memetabolisme kolesterol menjadi


prekursor vitamin D, tidak begitu jelas tepatnya seberapa banyak sinar matahari yang
dibutuhkan dalam sehari untuk memetabolisme vitamin D dalam jumlah yang cukup secara
efektif. Sebagai tambahan, organisasi dan pelayanan kesehatan, termasuk Pusat Pengendalian

33
dan Pencegahan Penyakit, merekomendasikan penurunan paparan sinar matahari langsung
dan pemakaian tabir surya untuk mencegah kanker kulit. 7,8
Karena vitamin D mudah untuk dikonsumsi, penting untuk mengerti bagaimana dosis
yang salah dapat menyebabkan overdosis dengan kemungkinan mengancam nyawa. Vitamin
D adalah 1 dari 4 vitamin larut lemak. Dengan hormon paratiroid, vitamin D meregulasi
homeostasis kalsium secara ketat. Ketika kadar serum kalsium rendah, kalsitriol, bentuk aktif
biologis vitamin D, mengembalikan homeostasis melalui peningkatan absorpsi kalsium dari
makanan melalui usus dan melalui peningkatan resorpsi tulang. Sumber makanan yang
mengandung vitamin D terbatas pada ikan, tiram, dan produk susu. Di Amerika Serikat, susu
difortifikasi dengan vitamin D, dan beberapa bentuk dari mentega, margarin, sereal, dan jus
buah juga terfortifikasi. Sayangnya, banyak individu di Amerika Serikat tidak mengkonsumsi
2 porsi makanan yang mengandung vitamin D terfortifikasi yang dibutuhkan dalam sehari
untuk memastikan asupan vitamin D yang adekuat. 8
Untuk menambahkan kekurangan ini, masyarakat seharusnya mengandalkan paparan
sinar matahari, bagaimanapun, jika pasien-pasien ini mematuhi rekomendasi Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit untuk mengurangi paparan sinar matahari langung,
maka mereka akan membutuhkan suplemen vitamin D. Keracunan vitamin D yang tak
disengaja berhubungan dengan fortifikasi berlebihan dari susu, tercemarnya gula dapur, dan
kontaminasi minyak goreng dan dengan penggunaan suplemen bebas. 8
Vitamin D memiliki dosis median mematikan 21 mg/kg (840.000 IU/kg) dan, dalam
dosis yang berlebihan, memengaruhi semua sistem organ mayor. Gejala toksisitas vitamin D
berasal dari endapan kristal kalsium fosfat di jaringan lunak seluruh tubuh, dimana dapat
terjadi ketika produk kalsium fosfat 60mg/dL. Ketika konsentrasi kalsium lebih dari 14
mg/dL, intervensi darurat dibutuhkan karena pengaruh hiperkalsemia ke jantung, sistem saraf
pusat, ginjal, dan fungsi pencernaan. 7,8
Gejala awal hiperkalsemia mencakup anoreksia, mual, muntah, kelemahan, lesu,
penurunan berat badan, rasa haus, konstipasi, dan nyeri yang tidak spesifik. Fungsi ginjal
dapat terganggu sebagai hasil dari nefrokalsinosis. Kalsifikasi vaskular menyebabkan
hipertensi renal. Karena vitamin D lipofilik, dan disimpan dalam jaringan lemak, efek
toksisitas vitamin D dapat bertahan 2 bulan setelah sumber eksogennya dihilangkan, dimana
15 hari di dalam sirkulasi.7,8
34
Tanda dan gejala berhubungan erat dengan usia pasien, konsentrasi serum kalsium dan
durasi dari hiperkalsemia. Jika kadar serum kalsium di bawah 12 mg/dL (<3 mmol/L), maka
diklasifikasikan ringan, antara 12-14 mg/dL (3-3,5 mmol/L) sedang, dan di atas 14 mg/dL
(>3,5 mmol/dL) sebagai hiperkalsemia berat. Kebanyakan kasus dengan hiperkalsemia ringan
dan sedang umumnya asimptomatik. Bagaimanapun, efek dari hiperkalsemia berat dapat
diobservasi pada saluran cerna, ginjal, sistem saraf pusat, kardiovaskular, sistem
muskuloskeletal, mata, dan kulit, tergantung kadar hiperkalsemia. 7

Tanda dan gejala intoksikasi Vitamin D dengan Hiperkalsemia7


Gastrointestinal Mual, muntah
Anoreksia, nyeri abdominal
Penurunan motilitas usus, konstipasi
Retardasi pertumbuhan, pankreatitis, ulkus peptikum
Ginjal Polidipsi, poliuri, dehidrasi dan demam
Hematuria, hipernatremi, hipomagnesia, hipolakemi
Nefrolitiasis, nefrokalsinosis, asidosis tubular distal ginjal
Nefrogenik diabetes insipidus, kronik intestinal nefritis
Gagal ginjal akut dan kronik
SSP Hipotoni, parestesia
Penurunan reflex tendon, sakit kepala
Confusion, seizure, vasospasme serebral
Mesial temporal sclerosis, apatis, letargi, stupor, koma
Kelainan psikiatrik (anxietas, psikosis, halusinasi, dan depresi)
Kardiovaskular Aritmia, bradikardi (pemendekan interval QT, pelebaran QRS,
elongasi PR, ST elevasi, gelombang T dan U melebar)
Kelainan katup, akumulasi kalsium pada arteri coroner dan
miokardial
Hipertensi, kardiomiopati, cardiac arrest
Muskuloskeletal Kelemahan otot
Nyeri tulang
35
Osteopenia / osteoporosis
Metastasis kalsifikasi tulang panjang
Mata Band keratopathy
Kalsifikasi konjungtiva
Kulit Kalsifikasi metastasis
Gatal

Tatalaksana untuk toksisitas vitamin D mencakup menghilangkan segera sumber


eksogen, hidrasi cairan intravena, loop diuretic (thiazid dapat mendukung retensi kalsium),
glukokortikoid, dan diet rendah kalsium. Hidrasi intravena dan diuretik digunakan untuk
kasus ringan. Pasien dengan hiperkalsemia sedang dan berat harus dipantau lebih dekat
setelah dirawat. Ketika kadar kalsium di atas 12 mg/dL, dehidrasi berkembang. Hidrasi
diberikan untuk meningkatkan filtrasi glomerulus, yang mendukung pengeluaran kalsium
melalui glomerulus. Sodium pada cairan mencegah reabsorpsi tubular terhadap kalsium.
Normal salin intravena diberikan 1,5-2,5 kali dosis maintenance, diberikan selama terapi
hidrasi. Kadar kalsium dapat berkurang sebanyak 2 mg/dL melalui pemberian cairan sesuai
protokol. Harus berhati-hati pada pasien dengan penyakit jantung dan ginjal akan kelebihan
cairan. Loop diuretik seperti furosemide, asam etakrinat, ditambahkan setelah terapi hidrasi,
menghambat reabsorpsi kalsium urin, dan mengurangi kadar kalsium melalui urin.
Furosemide dapat diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg/hari setiap 4-6 jam. Glukokortikoid
menurunkan produksi 1,25-dihydroxyvitamin D3, yang menurunkan absorpsi kalsium dari
makanan. Ini juga mencegah kalsium diresorpsi di tubulus ginjal, dengan mendukung
ekskresi kalsium melalui urin. Prednisolon dengan dosis 1-2 mg/kg/hari dapat diberikan
peroral dibagi 4 dosis. Kalsitonin eksogen dapat juga digunakan dengan dosis 2-4
IU/kg/dosis, diberikan secara subkutan dibagi 2-4 dosis.. Hubungan akan risiko, khususnya
risiko dari reaksi alergi, telah menurun karena tak lagi diperoleh dari salmon tapi sekarang
tersedia sebagai rekombinan kalsitonin manusia. Ini menghambat resorpsi tulang dan
menghambat pelepasan kalsium dan fosfat ke dalam serum. Penggunaan bifosfonat, seperti
pamidronate dengan dosis 0,5-1 mg/kg/dosis melalui infus intravena, diterima luas oleh orang
dewasa, namun penggunaan pada anak-anak hanya sebagai anekdot, dan demikian

36
keamanannya tidak diketahui. Bifosfonat mendukung apoptosis osteoklas dengan mengikat
7,8
permukaan membran sel.
Hemodialisis dapat digunakan untuk menangani hiperkalsemia dan dapat menurunkan
kadar serum kalsium secara cepat. Karena rebound hiperkalsemia dapat diprediksi setelah
intoksikasi vitamin D, hemodialisis sebaiknya disiapkan untuk ancaman jiwa, indikasi
penyakit yang tidak dapat dikendalikan seperti gagal ginjal akut dan kronik, dan krisis
hiperkalsemia. 8

Pendekatan terapi untuk hiperkalsemia karena intoksikasi vitamin D 7


Intervensi Cara kerja Onset Durasi
Hidrasi Mengembalikan volume Berjam - jam Selama pengobatan
salineisotonik intravaskular
Meningkatkan ekskresi kalsium urin
Loop diuretik Meningkatkan ekskresi kalsium urin Berjam - jam Selama pengobatan
melalui penghambatan reabsorbsi
calcium pada lengkung henle

kalsitonin Menghambat resorpsi tulang dengan 4-6 jam 48 jam


menganggu maturasi osteoklas,
mendukung ekskresi kalsium urin
Bisphosphonates Meghambat resorpsi tulang pada 24-72 jam 2-4 minggu
fungsi osteoklas
Glukokortikoid Menurunkan produksi 1,25 2-5 hari Hari - minggu
dihidroksivitamin D , dengan
mengaktivasi sel mononuklear
pasien dengan penyakit
granulomatosa dan limfoma
Dialysis Rendah atau tidak adanya kalsium Berjam-jam Selama pengobatan
dialisa

Kesadaran akan pedoman AAP meningkat pada populasi umum, semakin banyak
masyarakat yang mulai mengkonsumsi suplemen vitamin D tanpa pengawasan dokter.

37
Vitamin D adalah suplemen yang berguna dan aman ketika digunakan dengan dosis atas
rekomendasi yang benar. Pemberian vitamin D dilaporkan aman pada 1000 IU/hari untuk
usia 0-1 tahun, 2500 IU/hari untuk usia 1-3 tahun, 3000 IU/hari untuk usia 3-8 tahun, dan
4000 IU/hari untuk usia 9 tahun ke atas, dewasa, dan ibu hamil. 7,8
Intoksikasi vitamin D terjadi setelah beberapa hari mengkonsumsi ribuan
international unit vitamin D; oleh karena itu, jarang pasien akan overdosis dengan dosis
vitamin D yang ditemukan pada multivitamin harian atau makanan yang terfortifikasi dengan
vitamin D. Bagaimanapun, jika pasien datang dengan gejala konsisten intoksikasi vitamin D,
maka kecurigan klinis dengan riwayat penggunaan suplemen vitamin D seharusnya membuat
dokter mempertimbangkan kondisi ini sebagai diagnosa banding. Semua pasien yang secara
klinis dicurigai ricketsia akibat defisiensi vitamin D sebaiknya diperiksa kadar serum vitamin
D. Suplemen vitamin D yang digunakan untuk menangani ricketsia terlalu dipusatkan sebagai
suplemen rutin. Walaupun tidak dibutuhkan untuk mengedukasi semua pasien tentang gejala
akut intoksikasi vitamin D, pada situasi tertentu mereka harus diberi tahu tentang
kemungkinan bahaya vitamin D dan pentingnya dosis. 7,8
Oleh karena itu, dokter perlu untuk mengetahui jenis obat, suplemen, dan obat herbal
yang digunakan pasien. Dokter juga sebaiknya mengingatkan pasien untuk menghindari obat
dan suplemen yang asing dan menyarakan mereka untuk membaca baik-baik kemasan dan
label produk yang ingin digunakan. 8

38
KESIMPULAN

Insufisiensi vitamin D merupakan masalah yang sering terjadi pada anak, terutama
mereka dengan penyakit kronik, malnutrisi, keterbatasan geografis terhadap sejumlah paparan
sinar matahari, kulit lebih gelap dan pengobatan kronik. Tahap percepatan perkembangan
tulang selama hidup anak menunjukan bahwa konsentrasi vitamin D yang adekuat merupakan
masalah penting pada populasi ini. Walaupun penelitian lebih lanjut diperlukan perhatian
tujuan dari terapi dan dosis vitamin D pada populasi ini, ada panduan berdasarkan bukti yang
membantu terhadap terapi langsung untuk riketsia, penyakit ginjal kronik, dan fibrosis sistik.
Perhatian lebih lanjut diperlukan untuk evaluasi efikasi dari suplemen vitamin D untuk pasien
anak dengan asma dan sickle cell disease. Pada pasien dengan pertumbuhan terhambat atau
alasan alasan yang diduga defisiensi, konsentrasi kasidiol harus dievaluasi untuk
memperkirakan perlunya suplementasi.

DAFTAR PUSTAKA
39
1. Michie C, Bangalore S. (2010). Managing Vitamin D Deficiency in Children. London Journal
of Primary Care. From : http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3960685/pdf/LJPC-03-
031.pdf, 2015 Sept 1
2. DeLuca HF. (2004). Overview of General Physiologic Features and Functions of Vitamin D.
The American Journal of Clinical Nutrition. From :
http://m.ajcn.nutrition.org/content/80/6/1689S.full.pdf, 2015 Sept 1
3. Lee JY, So TY, Thackray J. (2013). A Review on Vitamin D Deficiency Treatment in Pediatric
Patients. J Pediatr Pharmacol Ther. From :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3979050/pdf/i1551-6776-18-4-277.pdf, 2015
Sept 1
4. Holick MF, Chen TC. (2008) Vitamin D Deficiency: A Worldwide Problem with Health
Consequences. The American Journal of Clinical Nutrition. From :
http://m.ajcn.nutrition.org/content/87/4/1080S.full.pdf, 2015 Sept 1
5. Alshahrani F, Aljohani N. (2013). Vitamin D: Deficiency, Sufficiency and Toxicity. MDPI.
From : http://www.mdpi.com/2072-6643/5/9/3605, 2015 Sept 1
6. Jones G. (2008). Pharmacokinetics of Vitamin D Toxicity. The American Journal of Clinical
Nutrition. From : http://m.ajcn.nutrition.org/content/88/2/582S.full.pdf, 2015 Sept 1
7. Ozkan B, et al. (2012). Vitamin D intoxication. The Turkish Journal of Pediatrics. From :
http://www.turkishjournalpediatrics.org/?fullTextId=1031&lang=eng, 2015 Sept 1
8. Barrueto F, Wang-Flores HH, Howland MA, Hoffman RS, Nelson LS. (2005). Acute Vitamin
D Intoxication in a Child. American Academy of Pediatrics. From :
http://m.pediatrics.aappublications.org/content/116/3/e453.full.pdf, 2015 Sept 1

40

Anda mungkin juga menyukai