Definisi PPP adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisinya
tidak perlu mengukur jumlah perdrahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan
lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang
lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun,
pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100x/menit),
maka penanganan harus segera dilakukan.
Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat ibu hamil,
seberapa tingkat hypervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya. Anemia
dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia (46%) serta fasilitasi transfuse darah yang
masih terbatas menyebabkan PPP akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses
involusi, dan laktasi. PPP bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang ahrus dicari
kausanya. Misalnya PPP karena atonia uteri, PPP oleh karena robekan jalan lahir, PPP oleh
karena sisa plasenta, atau oleh karena gangguan pembekuan darah. Sifat perdarahan pada PPP
bisa banyak, bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi
sedikit tanpa henti.
Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukkan kenaikan tekanan darahs
ebagai respon terhadap kehilangan darah yang terjadi dan pada wanita hamil dengan hipertensi
bisa ditemukan normotensi setelah perdarahan. Pada wanita hamil dengan eklampsia akan sangat
peka terhadap PPP, karena sebelumnya telah terjadi deficit cairan intravascular dan ada
penumpukan cairan ekstravaskular, sehingga perdarahan yang sedikit saja akan cepat
mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum terjadinya tanda-tanda
syok.
Kausalnya dibedakan atas :
a. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta : hipotoni sampai atonia uteri dan sisa
plasenta
b. Perdarahan karena robekan
c. Gangguan koagulasi
Berdasarkan saat terjadinya PPP dapat dibagi menjadi PPP primer, yang terjadi
dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan ljalan
lahir dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, busa karena inversion uteri.
PPP sekunder yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.
Jumlah perdarahan yang diperkirakan terjadi sering hanya 50% dari jumlah darah
yang hilang. Perdarahan yang aktif dan merembes terus dalam waktu lama saat
melakukan prosedur tindakan juga bisa menyebabkan PPP. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemeriksaan Hb dan hematocrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan yang
terjadi saat persalinan dibdandingkan dengan keadaan prapersalinan.
1. Atonia uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir.
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan
masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa
pada saata tonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak
500-1000cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam
uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkukasi pemberian darah pengganti.
Banyaknya darah yang hilang akan memengaruhi keadaan umum pasien. Pasien
bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik.
Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya.
Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagain
berikut :
Sikap Trendelenburg m memasang venous line, dan emmberikan oksigen
Sekaligus merangsang kontraksi uterus
o Masase fundus uteru dan merangsang puting susu
o Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara im, iv atau sc
o Memberikan derivate prostaglandin F2 yang kadang memberikan efek
samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris, dan takikardia
o Pemberian misoprostol 800-1000 ug per-rektal
o Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
o Kompresi aorta abdominalis
o Pemasangan tampon kondom
Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan
operasi laparotomy dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus)
atau melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa :
o Ligase arteria uterine atau arteria ovarika
o Operasi ransel B lynch
o Histerektomi supravaginal
o Histerektomi total abdominal