Anda di halaman 1dari 15

ENZIM LIPASE

DARI ENDOSPERM KELAPA

Oleh
Moh. Su'i

Badan Penerbitan
Universitas Widyagama Malang
ENZIM LIPASE DARI ENDOSPERM KELAPA

Penyusun : Moh. Sui


Penerbit : Badan Penerbitan Universitas Widyagama Malang
Jl. Borobudur No. 35 Malang
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Alloh SWT. yang


telah melimpahkan rahmatNya sehingga penyusunan buku ini
bisa selesai. Sholawat dan salam saya haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Buku ini edisi lanjutan dari buku sebelumnya yang
berjudul ENZIM LIPASE DATI BUAH KELAPA. Buku
sebelumnya banyak memaparkan memaparkan tentang enzim
lipase dari kentos kelapa. Sedangkan buku ini banyak
membahas enzim lipase dari daging buah kelapa (endosperm).
Beberapa hal yang diuraikan dalam buku ini meliputi proses
isolasi enzim lipase, karakteristik, pemurnian dan aplikasi enzim
lipase dari endosperm kelapa. Sebagian isi buku ini ada
kesamaan dengan buku sebelumnya yaitu pada tahap isolasi
enzim lipase.
Buku ini merupakan referensi atau bahan acuan untuk
mata kuliah Enzim dalam Industri Pangan. Penulis menyadari
bahwa buku ini masih memerlukan penyempurnaan. Oleh
karena itu, apabila ada saran, kritik dan masukan dari pembaca
penulis sangat menghargainya demi perbaikan buku ini.
Terima kasih disampaikan kepada kedua orang tua yaitu
H. Ach. Masduki dan Hj. Supiya, Istri tercinta Nurhayati serta
kedua anak saya Muhammad Ilham Akbar dan Muhammad
Wahyu Fikri, semua kolega di Universitas Widyagama Malang
serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penulisan buku ini.
Demikian pengantar dari penulis semoga paparan dalam
buku ini bisa diambil manfaatnya.

Malang, Oktober 2015


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................... ii
I. PENDAHULUAN ........ 1

II. ISOLASI ENZIM LIPASE ..................................................... 13


2.1. Pertunasan pengaruhnya tehadap Aktivitas
Enzim Lipase ...................................................................... 7
2.2. Isolasi Enzim Lipase ........... 10

2.3. Aktivitas Enzim Lipase .............................. 13


2.4. Pengaruh Penambahan air terhadap Aktivitas
Enzim Lipase ................................................................... 16

III. KARAKTER ENZIM LIPASE ENDOSPERM KELAPA ..50


3.1. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim ......................... 20
3.2. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim ...................... 22
3.3. Pengaruh Konsentrasi Enzim dan Substrat
terhadap Aktivitas Enzim .................................................. 23
3.4. Pengaruh Jenis Substrat terhadap Aktivitas Enzim ....... 26

IV. FRAKSINASI ENZIM LIPASE .......................................... 27


4.1. Fraksinasi Enzim dengan Garam Amonium Sulfat........ 27
4.2. Fraksinasi enzim lipase endosperm kelapa ................. 32
4.3. Enzim Lipase Hasil Fraksinasi........................................ 33

V. PEMANFAATAN ENZIM LIPASE UNTUK ISOLASI


ASAM LAURAT DARI BUAH KELAPA ........................... 44
5.1. Pengaruh jenis substrat terhadap produksi
asam laurat ... 47
5.2. Pengaruh konsentrasi substrat dan lama
hidrolisa terhadap produksi asam laurat ......................... 47

ii
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................ 59
6.1. Kesimpulan ....................................................................... 59
6.2. Saran .................................................................................. 59

DAFTAR PUSTAKA . 60

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

Enzim lipase merupakan enzim yang menghidrolisa


lemak atau minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Dalam keadaan tertentu, keberadaan enzim lipase tidak
diharapkan karena menurunkan mutu minyak. Aktivitas
enzim lipase akan menyebabkan aroma asam karena asam
lemak bebas yang dihasilkan atau menurunkan titik didih
minyak. Tetapi dalam kondisi yang lain, aktivitas enzim lipase
justru sangat diperlukan.
Dalam industri oleo kimia peranan enzim lipase
sangat penting. Enzim lipase merupakan enzim yang mampu
menghidrolisa ikatan ester terutama lemak netral seperti
trigliserida (Sana, et al., 2004).
Menurut Pahoja, et. al. (2001), enzim lipase
menghidrolisa trigliserida, digliserida dan mono gliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Disamping itu, enzim
lipase juga mengkatalisa reaksi interesterifikasi yang berperan
dalam pembentukan lipid terstruktur.
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan
kebutuhan enzim lipolitik (lipase). Enzim tersebut sangat
potensi digunakan dalam beberapa industri seperti industri
detergen, industri makanan dan industri farmasi (Savendsen,
2000). Disamping itu, enzim lipase banyak digunakan dalam
2

industri susu, industri oleo kimia dan produksi lemak


terstruktur (lemak termodifikasi) (Sana, et al., 2004).
Sumber enzim lipase diantaranya jaringan tanaman,
hewan atau mikroorganisme (Sana, et al., 2004). Beberapa
tanaman yang mempunyai aktivitas enzim lipase seperti biji
Caesalpinia bonducella L (Pahoja, et al., 2001), biji Brassica napus L.
(Sana, et al., 2004), biji jagung (Lin, Wimer dan Huang, 1983),
Castor bean (Muto dan Beevers, 1974) dan biji sawit (Oo dan
Stumpf, 1983).
Secara umum enzim lipase banyak terdapat dalam biji
atau buah mengandung minyak seperti yang tersebut di atas.
Salah satu sumber enzim lipase alternative adalah buah kelapa
karena kelapa merupakan buah yang banyak mengandung
minyak. Sampai sejauh ini, pemanfaatan kelapa sebagai
sumber enzim lipase belum banyak dilaporkan.
Tanaman kelapa bisa tumbuh hampir di seluruh
wilayah Indonesia, tetapi beberapa daerah mempunyai
produksi yang tinggi. Daerah sentra produksi kelapa di
Indonesia adalah Propinsi Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. Beberapa wilayah yang
bukan sentra produksi tetapi memiliki potensi bahan baku
tertentu yang berkualitas seperti NTB dan NTT untuk industri
kayu. Luas areal perkebunan kelapa terbesar berada di Riau
disusul kemudian Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi
Utara. Produksi kelapa dan luas areal perkebunan kelapa di
wilayah Indonesia pada tahun 2001 hingga 2003 selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel berikut (Deptan, 2005).
Produksi tanaman kelapa terus meningkat. Di Jawa
Timur saja produksi kelapa pada tahun 2002 sebesar 258.162
ton meningkat menjadi 261.682 ton pada tahun 2004.
Peningkatan produksi ini didukung oleh luas areal
perkebunan kelapa yang juga mengalami peningkatan. Tahun
2002 luas areal perkebunan kelapa sebesar 286.119 ha
meningkat menjadi 289.685 ha pada tahun 2004 (BPS, 2005).
Berdasarkan road map industri pengolahan kelapa
yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia
3

Departemen Perindustrian tahun 2009, program jangka


menengah (2010-2014) diarahkan kepada mengintegrasikan
hasil kebun kelapa rakyat untuk bahan baku industri yang
dapat diandalkan dan optimalisasi pemanfaatan bahan baku.
Sedangkan program jangka panjang (2015-2025) diarahkan
kepada pengembangan produk-produk coco-chemical dan
berkembangnya industri hilir/turunan dari produk coco-
chemical (Anonimous, 2009).
Sedangkan arah pengembangan agribisnis kelapa yang
dikeluarkan Departemen Pertanian tahun 2005 adalah
pengembangan industri pengolahan daging buah kelapa yang
menghasilkan produk pangan dan non pangan mulai dari
produk primer yang masih menampakkan ciri-ciri kelapa
hingga yang tidak lagi menampakkan ciri-ciri kelapa. Dengan
demikian, nilai ekonomi kelapa tidak lagi berbasis kopra
(Anonimous, 2005).
Produk non pangan yang dimaksud adalah
pengolahan minyak kelapa menjadi senyawa oleokimia (OC)
dan turunannya yang populer dengan sebutan industri
oleokimia. Senyawa oleokimia dasar yang dihasilkan dari
pengolahan minyak kelapa terdiri atas ester asam lemak, asam
lemak amina dan asam lemak (asam laurat, asam miristat,
asam kaprat) (Anonimous, 2005). Dengan mengisolasi enzim
lipase dari buah kelapa akan meningkatkan nilai tambah bagi
buah kelapa.
Hasil penelitian Sui dan Chandra (2007) menunjukkan
bahwa ada aktivitas enzim lipase dalam bagian-bagian buah
kelapa yang ditunaskan selama 45 hari. Tunas, kentos, daging
buah dan akar mempunyai aktivitas enzim lipase berturut-
turut adalah 5,80 ; 2,49 ; 1,78 dan 1,11 u mol FFA/ml
enzim/Jam.
Sedangkan buah kelapa yang tidak ditunaskan, enzim
lipase hanya terdapat pada daging buah kelapa (endosperm)
yaitu 0,241 u mol/mg protein. Hal ini karena pada kondisi
tersebut belum terbentuk tunas, kentos maupun akar.
4

Enzim lipase dalam biji-bijian mulai nampak


(aktivitasnya meningkat) ketika perkecambahan (pertunasan).
Tetapi, pertunasan yang terlalu lama akan menurunkan
aktivitas enzim lipase dan kandungan minyak dalam biji.
Dengan demikian, perlu diketahui lama pertunasan yang
paling tepat untuk mendapatkan enzim lipase yang maksimal
tetapi tidak banyak kehilangan kadar minyak dalam kelapa.
Kualitas enzim sangat ditentukan oleh aktivitasnya.
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh karakteristiknya.
Oleh karena itu, sebelum diaplikasikan dalam industri, enzim
lipase harus diketahui terlebih dahulu karakteristiknya
diantaranya pH, suhu, konsentrasi substrat dan jenis substrat
yang optimum. Enzim akan mempunyai aktivitas yang
maksimal dika digunakan dalam kondisi pH, suhu,
konsentrasi substrat dan jenis substrat yang optimum.
Disamping itu, aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh
tingkat kemurnian enzim. Enzim yang murni memiliki
aktivitas lebih tinggi (Davidson and Sittman, 1999). Untuk
mendapatkan enzim dengan kemurnian yang tinggi,
diperlukan metode pemurnian yang tepat. Salah satu metode
pemurnian enzim menggunakan garam amonium sulfat jenuh.
Pemurnian menggunakan amonium sulfat jenuh pada
umumnya menggunakan amonium sulfat dengan tingkat
kejenuhan 80 % (Sana, et al., 2004). Pada tingkat kejenuhan
tersebut, enzim akan mengendap dan terpisah dari bahan lain
selain protein. Dengan demikian akan diperoleh enzim dengan
kemurnian lebih tinggi sehingga aktivitasnya lebih tinggi.
Masalahnya adalah, penggunaan amonium sulfat
kejenuhan 80% adalah metode pemurnian enzim secara
umum. Pada metode tersebut, yang mengendap adalah semua
jenis enzim termasuk enzim lipase, amilase, protease dan lain-
lain. Padahal setiap enzim tersusun atas protein dengan
tingkat polaritas yang berbeda-beda. Enzim dan protein yang
memiliki tingkat polaritas berbeda, akan mengendap pada
amonium sulfat dengan tingkat kejenuhan yang berbeda pula.
5

Pada tingkat kejenuhan amonium sulfat yang rendah,


banyak diendapkan enzim dengan tingkat polaritas yang
rendah. Semakin tinggi tingkat kejenuhan amonium sulfat,
enzim yang mengendap adalah enzim dengan tingkat polaritas
tinggi. Jika tingkat kejenuhan amonium sulfat yang digunakan
tepat, maka enzim yang diperoleh akan memiliki kemurnian
yang tinggi sehingga aktivitasnya tinggi.
Untuk mendapatkan enzim lipase dengan kemurnian
yang tinggi, maka harus diketahui tingkat kejenuhan amonium
sulfat yang optimum. Untuk mengetahui tingkat kejenuhan
yang optimum maka perlu dilakukan fraksinasi enzim lipase
dari daging buah kelapa menggunakan amonium sulfat
dengan tingkat kejenuhan yang berbeda.
Enzim lipase dapat diaplikasikan pada proses
hidrolisa minyak menjadi asam lemak bebas penyusunnya.
Jika minyak kelapa yang dihidrolisa oleh enzim lipase, maka
akan dihasilkan asam laurat, asam miristat, asam kaprilat,
asam kaprat. Asam lemak ini termasuk asam lemak rantai
sedang atau Medium Chain Fatty Acid (MCFA) yang dapat
menurunkan kadar kolesterol darah (Nicole, Evert dan Martijn,
2001) serta dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Enig,
1996).
Disamping itu, asam laurat dan MCFA dapat
menghambat pertumbuhan bakteri diantaranya Pneumococci,
streptococcus, Micrococci, Candida, S. aureus, S. epidermis (Kabara
et al. 1972) dan menghambat perkembangan virus (Harnung,
Amtmann and Sauer, 1994).
Selain dihasilkan asam lemak dan gliserol, hidrolisa
minyak kelapa juga akan diperoleh gliserol monolaurat
(monolaurin). Menurut Vetter dan Schlievert (2005),
monolaurin dapat menghambat produksi toxin dari Stafilococus
aureus dan bakteri gram positif lainnya dan menghambat
pertumbuhan Bacillus anthracis. Disamping itu, monolaurin
dapat menghambat perkembangan virus HIV (Conrado, 2002),
virus herpes, influensa, sarcoma (Preuss, 2001). Turunan asam
laurat yang lain yaitu lauril alkohol mempunyai aktivitas
6

bakteriostatis lebih tinggi dari pada asam laurat atau bentuk


aldehid (laurilaldehid) (Kabara et. al., 1972).
Proses hidrolisis minyak kelapa menggunakan enzim
lipase dari endosperm kelapa sangat dipengaruhi oleh kondisi
hidrolisis.
Kondisi hidrolisis dalam reaksi enzimatis meliputi
lama hidrolisis, kondisi substrat. Lama hidrolisis sangat
menentukan jumlah asam laurat yang dihasilkan. Jika
hidrolisis oleh enzim lipase tidak cukup waktu, maka asam
laurat yang dihasilkan akan sedikit. Tetapi jika hidrolisis
terlalu lama, maka aktivitas enzim akan menurun sehingga
asam laurat yang diperoleh lebih rendah. Menurut Galliard
(1971), aktivitas enzim akan mengalami penurunan aktivitas
dengan inkubasi yang terlalu lama karena terjadi
pembentukan senyawa penghambat aktivitas enzim, atau
produk samping dari hasil reaksi atau terjadi inaktivasi enzim.
Substrat yang baik akan menghasilkan asam laurat
yang tinggi. Enzim lipase hanya bisa bekerja jika substrat
minyak kelapa berada dalam bentuk emulsi minyak dalam air
(o/w). Untuk membuat emulsi, minyak dicampur dengan air
dan senyawa pengemulsi (emulsifier) kemudian
dihomogenisasi. Sebenarnya, santan kelapa merupakan emulsi
yang terbentuk secara alamiah. Di dalam santan sudah
terdapat minyak kelapa, air dan emulsifier. Dengan
menggunakan santan sebagai substrat, maka proses isolasi
akan efektif dan efisien. Masalahnya, apakah tingkat hidrolisis
pada santan sama baiknya dengan substrat yang dibuat dari
minyak kelapa.

Anda mungkin juga menyukai