Anda di halaman 1dari 6

Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan di Lingkungan Kerja

Senin 23 november 2015 . diakses 21 desember 2016

Terkadang kita tidak begitu peduli dengan suara mesin yang sedang
beroperasi, suara yang mendengung dari spare part mesin yang longgar, ataupun
obrolan orang-orang di tempat umum yang membuat gaduh. Semua itu kita
anggap biasa dan membiarkan fungsi tubuh kita beradaptasi dengan kondisi
seperti itu hingga pada akhirnya merasa terbiasa. Padahal kondisi tersebut
termasuk kondisi kurang nyaman dan tidak baik bagi kesehatan khususnya
pendengaran.
Di kota-kota besar kebisingan dari lalu lalang kendaraan pun cukup
mengganggu. Bapedal Kodya Bandung melaporkan, tiga sumber utama
pencemaran udara adalah NO(x), debu, dan kebisingan (Pikiran Rakyat, 31-8-
1999).
Kasus lain dialami saat mendengarkan walkman atau menikmati
musik di diskotik. Bunyi yang diperdengarkan biasanya berintensitas tinggi
namun orang yang mendengarnya tidak merasa terganggu malah menikmatinya.
Kebisingan yang ditimbulkannya setara dengan suara mesin bor yang
intensitasnya mencapai 96 dB. Bahkan hasil penelitian di Australia menyebutkan,
anak-anak yang sering mendengarkan walkman sejak usia 10-an tahun,
kemungkinan akan menderita tuli pada usia 30-an tahun.
Selain menimbulkan ketulian baik sementara maupun permanen,
kebisingan juga dapat menimbulkan dampak yang lain seperti terganggunya
proses komunikasi, emosi di luar kontrol, hingga masalah kesehatan lainnya
seperti meningkatnya tekanan darah dan penyakit jantung.

Pengertian dan jenis kebisingan


Adapun kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak
dikehendaki dan kehadirannya dapat mengganggu kenyamanan dan
membahayakan kesehatan manusia. Jika kita tidak bisa menghindari adanya
kebisingan maka yang dapat kita lakukan adalah memperhatikan intensitas
kebisingan dan lamanya kebisingan itu terjadi (waktu pemaparan) . Intensitas
kebisingan adalah arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam satuan
decibel (dB).
Berdasarkan sumbernya, kebisingan dapat dibagi menjadi empat.
Yang pertama, kebisingan kontinyu berspektrum luas (misal: mesin, kipas angin,
dan dapur pijar). Kedua, kebisingan kontinyu dengan spektrum sempit (contoh:
gergaji sirkuler dan katup gas). Kemudian ada kebisingan impulsif, semisal
tembakan bedil, meriam. Terakhir, kebisingan impulsif berulang, seperti mesin
tempa perusahaan.

Nilai ambang batas kebisingan dan alat ukurnya


Masalah kebisingan ini tidak lepas dari perhatian pemerintah. Sebagai
pembuat kebijakan, pemerintah berwenang membuat aturan agar warganya
terlepas dari masalah kebisingan dan merasa terjamin kenyamanan dan
kesehatannya. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan aturan mengenai nilai ambang
batas/baku intensitas kebisingan.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.Per.13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja, menyebutkan bahwa NAB kebisingan adalah sebesar 85
dB dengan waktu pemajanan selama 8 jam/hari. Sasaran dari peraturan ini adalah
para pekerja yang pada umumnya bekerja selama 8 jam/hari dan berlaku di tempat
kerja. Apabila intensitas kebisingannya melebihi NAB maka waktu pemajanannya
diatur seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 1. NAB Kebisingan (Lampiran I.2. Permenakertrans ini)


Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan (dB)
8 jam 85
4 88
2 91
1 94

30 menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112

28,12 detik 115


14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.

Sedangkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48


Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, menyebutkan adanya baku tingkat
kebisingan yang berbeda di setiap jenis tempat berdasarkan peruntukannya, antara
lain dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2. Baku Tingkat Kebisingan (Lampiran I Kepmenneg LH ini)


Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kesehatan Tingkat kebisingan dB (A)
a. Peruntukan Kawasan,
Perumahan dan Pemukiman 55
Perdagangan dan Jasa 70
Perkantoran dan Perdagangan 65
Ruang Terbuka Hijau 50
Industri
70
Pemerintahan dan Fasilitas Umum
60
Rekreasi
Khusus 70
- Bandar Udara
- Stasiun Kereta Api
- Pelabuhan Laut 60
- Cagar Budaya 70
b. Lingkungan Kegiatan,
Rumah Sakit atau sejenisnya
Sekolah atau sejenisnya
Tempat ibadah atau sejenisnya 55
55
55
Menurut Menteri Lingkungan Hidup, kebisingan yang dihasilkan dari
usaha atau kegiatan manusia memberikan dampak yang dapat mengganggu
kesehatan manusia, makhluk lain dan lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan
upaya pengendalian terhadap kebisingan untuk menjamin kelestarian lingkungan
hidup agar dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Hal serupa pun dilakukan oleh Menteri Kesehatan yang mengeluarkan


Peraturan Menteri Kesehatan No.718 tahun 1987 tentang kebisingan yang
berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat
zona, sebagai berikut :
Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35 45 dB.
Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka kebisingan
45 55 dB.
Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan
kebisingan sekitar 50 60 dB.
Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus.
Tingkat kebisingan 60 70 dB.
Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan
adalah sound level meter. Alat ini bekerja secara manual tanpa memori penyimpan
data. bentuknya dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Sound Level Meter


Bisa juga menggunakan alat yang canggih dan mampu menyimpan
data, yaitu noise logging dosimeter. Namun alat ini menuntut keahlian khusus
untuk menggunakannya, termasuk untuk menentukan titik pengukurannya.

Dampak kebisingan
Kebisingan yang identik dengan bunyi yang mengganggu tersebut
dapat menimbulkan dampak yang negatif. Dampak kebisingan secara umum dapat
dikategorikan menjadi dua berdasarkan tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan
lamanya waktu pemaparan, antara lain sebagai berikut :
a. Dampak kebisingan intensitas tinggi,
Umumnya menyebabkan terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang
dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun
bersifat permanen atau ketulian.
Secara fisiologi, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan
gangguan kesehatan seperti : meningkatnya tekanan darah dan tekanan jantung,
resiko serangan jantung meningkat, dan gangguan pencernaan.
Reaksi emosional masyarakat, apabila kebisingan dari suatu proses produksi
demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya menuntut agar kegiatan
tersebut dihentikan.
b. Dampak kebisingan intensitas rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di lingkungan kerja
seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan, dan lain-lain. Kebisingan
intensitas rendah secara fisiologi tidak menyebabkan kerusakan pendengaran.
Namun kehadirannya sering dapat menyebabkan :
Penurunan performansi kerja, yang dapat menimbulkan kehilangan efisiensi
dan produktivitas kerja.
Sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres
yang disebabkan karena kebisingan dapat menyebabkan kelelahan dini,
kegelisahan dan depresi. Dapat pula menimbulkan keadaan cepat marah, sakit
kepala, dan gangguan tidur.
Gangguan reaksi psikomotorik dan kehilangan konsentrasi.
Tinnitus yaitu bunyi denging di telinga yang sering muncul tiba-tiba.
Meskipun denging itu akan hilang dalam beberapa jam, namun bisa dijadikan
sebagai indikator rusaknya pendengaran.

Pengendalian kebisingan
Kebisingan terjadi karena ada sumber bising, media pengantar (berbentuk
materi atau udara), dan manusia yang terkena dampak. Pengendalian kebisingan
dapat dilakukan terhadap salah satu bagian di atas atau ketiga-tiganya. Tapi
sebelum melakukan pengendalian sebaiknya dilakukan dulu pengukuran.
Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan dengan
memodifikasi mesin atau mereparasinya, dapat pula dengan menempatkan
peredam pada sumber getaran. Tetapi alternatif ini memerlukan penelitian intensif
dan umumnya membutuhkan biaya yang tinggi.
Sedangkan pengurangan kebisingan pada media transmisi dapat dilakukan
dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah
dengan menambah atau melapisi dinding, plafon, dan lantai dengan bahan
penyerap suara, seperti busa, ijuk, dll.
Apabila sumber kebisingannya lalu lintas, penanggulangannya bisa dengan
membuat jalur hijau dan penanaman pohon. Tanaman diyakini dapat mengurangi
suara bising, walau sejauh ini belum ada penelitian berapa besar tepatnya
penurunan kebisingan oleh sebuah pohon.
Pengendalian kebisingan bisa juga dilakukan dengan memproteksi telinga
dengan menggunakan APD (alat pelindung diri). Ada tutup telinga (ear muff), ada
juga sumbat telinga (ear plug). Tutup telinga biasanya lebih efektif daripada
sumbat telinga. Kalau tutup telinga bisa menurunkan kebisingan antara 25 - 40
dB, kemampuan sumbat telinga lebih kecil, tergantung bahannya. Sumbat karet
dapat menurunkan kebisingan 18 - 25 dB. Apalagi bahan cotton wool yang hanya
menurunkan 8 dB. Gambar APD di atas dapat dilihat pada gambar berikut :

Ear Muff
Ear Plug

Kebisingan kelihatannya wajar bagi sebagian orang, namun


dampaknya bisa luar biasa jika dibiarkan. Dampak yang paling terlihat adalah
terganggunya indera pendengaran baik yang sementara maupun
permanen/ketulian. Dampak yang lainnya yaitu adanya gangguan kesehatan
seperti meningkatnya tekanan darah, penyebab penyakit jantung, gangguan
pencernaan, stres, depresi, dll. Masalah sosial juga dapat terjadi, sebagai akibat
meningkatnya emosi masyarakat karena merasa terganggu kenyamanannya.
Selain itu, kebisingan juga dapat menurunkan kinerja pekerja akibat timbulnya
kelelahan dini, hilangnya konsentrasi dan gangguan komunikasi. Menurunnya
kinerja pekerja berdampak pada terganggunya perekonomian negara. Untuk
menghindari permasalahan di atas perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap
kebisingan yang terjadi disertai dengan komitmen kuat dari semua pihak yang
terkait untuk melaksanakannya. Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai