Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat
benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini
akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang
mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan
mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar
prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya
obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet
obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar
prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struk-tur buli-buli maupun ginjal
sehingga menye-babkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS
(lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi
retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua
pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan
miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam
proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh
pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih
berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain
(estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan
diduga berperan dalam proliferasi selsel kelenjar prostat secara tidak langsung.
Faktor faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis

1
protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam
memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu
meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik
sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang
menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat.
Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan
pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di
berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas
terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia
di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di daerah terpencil pun diharapkan
dapat menangani pasien BPH dengan sebaik-baiknya. Penyusunan guidelines di
berbagai negara maju ternyata berguna bagi para dokter maupun spesialis urologi
dalam menangani kasus BPH dengan
benar.

1.2 Batasan Masalah


Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik,
gejala pasien, serta penatalaksanaan BPH atau benign prostatic
hyperplasia. Laporan ini juga membahas mengenai BPH secara umum.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk:
- Melaporkan pasien dengan diagnose BPH.
- Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang
kedokteran.
- Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta BLUD
Sekarwangi.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS
Nama : Tn. A
Umur : 88 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Parungkuda, Sekarwangi
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : tamat SD
Agama : Islam
St.Perkawinan: Menikah
Suku : Jawa
Tgl. Berobat : 28 Agustus 2017
No. Register : 549290

2.2 ANAMNESA
Keluhan Utama:
Susah BAK sejak 5 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang air kecil.
Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang harus
disertai dengan mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama
dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti.
Sebelumnya pasien juga merasakan anyang-anyangen, pasien
menceritakan bahwa dirinya sering berkali-kali ke kamar kecil
dikarenakan rasa ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil
hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien
mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan ke kamar mandi untuk
buang air kecil. Kemudian pasien memeriksakan diri ke PKM dan
dipasang kateter. Jika kateter dilepas, pasien susah BAK. Pasien tidak

3
merasakan pusing, mual, muntah, BAB (+) normal, tidah dirasa nyeripada
daerah tertentu, kencing darah (+) , Panas (-), pinggang terasa sakit.

Riwayat penyakit dahulu


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kejadian serupa seperti
sekarang. tidak ada riwayat kencing keluar batu.
- Diabetes Melitus : disangkal
- Hipertensi : disangkal
- Alergi : disangkal
- Batuk lama : disangkal

Riwayat penyakit keluarga


- Diabetes Melitus : Tidak diketahui
- Hipertensi : Tidak diketahui
- Alergi : Tidak diketahui

Riwayat Kebiasaan
- Makan : 3 x sehari.
- Minum air putih : Jarang.
- Rokok : (+)
- Alkohol : (-)
- Obat tanpa resep dokter : (-)
- Jamu : (-)
- Olahraga : (-)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
Tidak tampak sakit, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi
kesan cukup.

Tanda Vital
Tensi : 130/80 mmHg

4
Nadi : 80 x/menit, isi cukup
Pernafasan : 20x/menit, regular, Kusmaull (-), Cheyne-Stokes (-)
Suhu : 36,7o C
Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : warna putih beruban, distribusi merata
Mata
Sklera Ikterik : -/-
Conjuctiva Anemis : -/-
Telinga
Bentuk : normotia
Secret : -/-
Hidung
Tidak ada deviasi septum
Sekret : -/-
Mulut dan tenggorokan
Bibir : tidak kering dan tidak cyanosis
Tonsil : T1/T1
Pharing : tidak hiperemi
Leher
Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa
Palpasi : teraba masa kistik pada supra simpisis, defence muskular
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal

5
Status lokalisata
Pemeriksaan suprapubik inspeksi didapatkan cembung, dengan
teraba keras serta adanya nyeri tekan.
Pemeriksaan dalam (digital rectal examina-tion) : sfingter ani
mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba
prostat kenyal, kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus
tidak teraba, tidak berbenjol-benjol.

2.4 RESUME
Pasien Tn.A umur 88 tahun datang ke poli bedah RSUD
Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan. Sejak 1 tahun yang lalu pasien
merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai
BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air
kacil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien
mengalami kencing tiba-tiba berhenti. Sebelumnya pasien juga merasakan
anyang-anyangen. Pasien menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali
ke kamar kecil dikarenakan rasa ingin buang air kecil akan tetapi saat di
kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas,
selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar
mandi untuk buang air kecil. Kemudian pasien memeriksakan diri ke PKM
dan dipasang kateter
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram
kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal,
kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak
berbenjol-benjol.

2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Benign Prostat Hiperplasia (BPH)
Diagnosis Banding
Vesikolitiasis, Batu uretra, Tumor.

6
Dasar Diagnosis
- Anamnesa : sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang
air kecil. Pancaran melemah dan terkadang harus disertai dengan
mengedan
- Pada pasien didapatkan Hesitansi, Pancaran lemah, Intermitensi, Miksi
tidak puas, Terminal dribbling, disuria.
- Pemeriksaan dalam : sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin,
ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri
simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-
benjol.

2.6 DISKUSI
Berdasarkan data tersebut di atas pasien ini di diagnose Pembesaran
prostat jinak (BPH) kategori berat. Hal-hal yang mendukung diagnosis
tersebut berdasarkan anamnesa adalah sejak 1 tahun yang lalu pasien
merasakan susah buang air kecil. Pancaran melemah dan terkadang harus
disertai dengan mengedan dan juga pada pasien didapatkan Hesitansi (susah
memulai miksi), Pancaran lemah, Intermitensi (kencing tiba-tiba berhenti
dan lancar kembali), Miksi tidak puas, Terminal dribbling (menetes setelah
miksi), disuria (rasa tidak enak saat kencing). Pemeriksaan dalam
didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum
tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-),
sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol. Dan di kategorikan
berat karena skor IPSS = 27
Diagnosis banding dari kasus ini adalah karsinoma prostat, Neurogenic
bladder, Acute prostatitis.
Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding didasarkan pada
anamnesa dari pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa
susah untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan
untuk buang air kacil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang
pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali, dan
disingkirkan dikarenakan pada rectal touser karsinoma prostatharusnya

7
didapatkan konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara
lobus prostat tidak simetri.
Neurogenic bladder dijadikan diagnosis banding didasarkan pada
anamnesa dari pasien merasakan, pancaran semakin lama dirasa melemah
dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan lancar
kembali. keluha lain juga kadang terasa menetes padahal pasien telah buang
air kecil 15 menit yang lalu. akan tetapi disingkirkan dikarenakan pada
Neurogenic bladder bisa terjadi akibat Penyakit, Cedera,
Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau saraf yang
menuju ke kandung kemih, saraf yang keluar dari kandung
kemih maupun keduanya, dan itu tidak di dapatkan pada
pasien tersebut.
Acute prostatitis dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa
dari pasien yang menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar
kecil dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil
hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien
mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk
buang air kecil, akan tetapi Acute prostatitis disingkirkan dikarenakan pada
acute prostatitis sering sering menggigil, demam, sakit di punggung bawah
dan daerah kelamin, nyeri tubuh, dan dibuktikan dengan adanya infeksi
saluran kemih (sebagaimana dibuktikan oleh keberadaan sel-sel darah putih
dan bakteri dalam urin).

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


-
2.8 PENATALAKSANAAN
Non operatif
Non medikamentosa
KIE : Pengaturan gaya hidup yang meliputi, Jangan
mengkonsumsi kopi atau alcohol Kurangi makanan dan
minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat), Kurangi

8
makanan pedas atau asin, Jangan menahan kencing terlalu
lama

9
Medikamentosa
Per oral
Cefotaxim 3x1 amp.
Kalnex 3x1 amp.
Ketorolac 3x1 amp.
Operatif
Pro operasi (prostatektomi)

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Anatomi Prostat


Berat prostat normal orang dewasa berkisar antara 18 20 gram. Pada anak-
anak beratnya sekitar 8 gram. Pada keadaan dimana terjadi pembesaran kelenjar
prostat beratnya bisa mencapai 40 150 gram dan umumnya pada usia diatas 50
tahun. Ukuran prostat normal adalah tinggi 3 cm yang merupakan diameter
vertikal, lebar 4 cm pada dasar transversal dan lebar anteroposterior 2,5 cm, dan
dilewati oleh urethra pars prostatica.
Prostat merupakan glandula fibromuskular yang mempunyai bentuk seperti
piramid terbalik dengan basis (basis prostatae) menghadap ke arah collum vesicae.
Basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan
tanpa terputus dari satu organ ke organ lain. Urethra masuk bagian tengah dari
basis prostat. Apex (apex prostatae) menghadap ke arah difragma urogenitale.
Urethra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior. Facies
anterior berbentuk konveks, facies posterior berbentuk agak konkaf dan dan dua
buah facies infero-lateralis.
Facies anterior berada 2,5 cm disebelah dorsal facies posterior symphysis
osseum pubis. Celah yang terbentuk ini terisi oleh jaringan lemak ekstraperitoneal
yang terdapat pada cavum retropubica (cavum Retzii) dan ligamentum
puboprostaticum. Ligamentum puboprostaticum menghubungkan selubung
fibrosa prostat dengan facies posterior os pubis. Ligamentum ini terletak pada
pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi fascia pelvis. Facies posterior
prostat menghadap ke arah rectum, berhubungan erat dengan permukaan anterior
ampulla recti dan dipisahkan oleh septum rectovesicalis (fascia / ligamentum
Denonvilliers). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis. Facies infero-lateralis difiksasi oleh serabut-serabut
anterior m. pubocoocygeus (m. levator ani) pada saat serabut berjalan ke posterior
dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostat
untuk bermuara pada urethra pars prostatica pada pinggir lateral orificium
utriculus prostaticus.

11
Prostat dikelilingi oleh capsula prostatica yakni jaringan ikat pada
permukaan prostat. Diluar capsula terdapat terdapat fascia prostatica, yang
membungkus capsula prostatica, merupakan bagian dari lapisan viseral fascia
pelvis, yang ke arah caudal melanjutkan diri menjadi fascia diaphragmatis
urogenitalis superior dan difiksasi pada symphysis osseum pubis oleh ligamentum
puboprostaticum mediale (ligamentum pubovesicale). Selain difiksasi oleh
ligamentum puboprostaticum mediale yang mengandung m. puboprostaticus, juga
difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum laterale pada arcus tendineus fascia
pelvis. Pada sisi lateral prostat, diantara fascia prostatica dan capsula prostatica
terdapat plexus venosus prostaticus. Plexus venosus prostaticus menerima vena
dorsalis penis, meneruskan aliran darah venous kepada plexus venosus vesicalis
dan selanjutnya bermuara ke dalam vena iliaca interna. Urethra berjalan vertical
menembus bagian anterior prostat. Basis prostat mempunyai hubungan erat
dengan collum vesicae, kecuali di bagian lateral. Celah yang terbentuk
diantaranya terisi oleh plexus venosus vesicoprostaticus dan ductus ejaculatorius.

Gambar 1. Ukuran Prostat

3.1.1 Struktur Dan Zona Anatomi


Prostat terdiri atas kelenjar (50%) dan jaringan ikat fibromuscular (25%
myofibril otot polos dan 25% jaringan ikat). Jaringan fibromuscular ini tertanam
mengelilingi prostat dan berkontrasi selama proses ejakulasi untuk mengeluarkan

12
sekresi prostat ke dalam urethra. Kelenjar prostat adalah modifikasi bagian
dinding urethra. Ujung urethra terproyeksi ke bagian dalam garis tengah posterior,
berjalan sepanjang urethra prostatika dan berakhir spinkter striata. Pada bagian
ujung yang lain, sebuah celah terbentuk (sinus prostaticus), dimana seluruh
kelenjar mengalir kesitu (Mc. Neal, 1972). Pada bagian pertengahan, urethra
melengkung kira-kira 35o kearah anterior (lengkungan ini dapat bervariasi antara
0 90o). Sudut yang terbentuk dari lengkungan ini membagi urethra prostatika
secara anatomi dan fungsional menjadi bagian proksimal (preprostat) dan distal
(prostat) (Mc. Neal 1977, 1988). Pada bagian proximal, otot polos sirkuler
menebal untuk membentuk spinkter urethra internum.
Pada lengkungan urethra, seluruh bagian utama kelenjar prostat terbuka
sampai ke urethra prostatika. Ujung urethra melebar dan menonjol dari dinding
posterior disebut verumontanum. Celah orificium kecil dari utrikulum prostat
ditemukan pada bagian apex dari verumontanum dan terlihat melalui sistoskopi.
Utrikulum panjangnya 6 mm sisa mullerian terbentuk dari kantong kecil yang
terproyeksi ke atas dan bawah prostat. Pada pria dengan kelamin ganda, bisa
terbentuk suatu divertikulum panjang yang menonjol pada bagian posterior
prostat. Pada bagian lain dari orificium utrikula, 2 pembukaan kecil pada duktus
ejakulatorius bisa terlihat. Duktus ejakulatorius terbentuk dari persambungan vas
deferens dengan vesikula seminalis dan masuk ke basis prostat yang bergabung
dengan vesica urinaria. Secara umum kelenjar prostat berbentuk tubuloalveolar
dengan sedikit percabangan dan sejajar dengan epitel kuboid atau kolumner.
Penyebaran sel neuroendokrin, yang fungsinya tidak diketahui, ditemukan
diantara sel sekretorius. Dibawah sel epitel, sel basal terletak sejajar setiap asinus
dan akan menjadi stem sel untuk epitel sekretorius. Setiap asinus terlindungi oleh
otot polos yang tipis dan jaringan ikat.

3.1.2 Vaskularisasi Dan Aliran Lymphe


Arteri
Ramus prostaticus dipercabangkan oleh arteria vesicalis inferior. Prostat seringkali
juga mendapatkan suplai darah darah dari percabangan arteria rectalis superior.
Apabila ada arteria rectalis media maka ada percabangannya yang mensuplai

13
prostat. Ramus prostaticus memasuki prostat sepanjang garis posterolateral pada
hubungan antara prostat dengan bagian bawah vesica urinaria sampai ke apex
prostat. Ketika akan memasuki prostat arteri vesicalis inferior terbagi dalam dua
cabang utama. .
Arteri-arteri ini mendekati collum vesica urinaria pada posisi antara jam 1 sampai
jam 5 dan posisi jam 7 sampai jam 11, dengan cabang paling besar pada bagian
posterior. Selanjutnya memutar kearah caudal sejajar dengan urethra, untuk
mensuplai urethra, kelenjar periurethral dan zone transisional. Begitupun pada
pembesaran prostat yang jinak, arteri ini yang terutama menyediakan suplai darah
untuk adenoma.
Pada saat prostat direseksi atau dienukleasi, perdarahan yang paling
penting biasanya ditemukan pada collum vesica urinaria, terutama pada posisi
antara jam 4 dan jam 8. Arteri capsular merupakan cabang utama yang kedua dari
arteri prostat. Arteri ini memiliki beberapa cabang kecil yang berjalan pada bagian
anterior untuk mempercabangkan ke dalam capsula prostat. Bagian terbesar dari
arteri ini berjalan posterolateral ke prostat dengan nervus cavernosus (serabut
neurovaskuler) dan berakhir pada diafragma pelvis. Cabang capsular menembus
prostat pada sudut 90o dan mengikuti reticular band dari stroma untuk mensuplai
jaringan kelenjar.
Vena
Pembuluh vena berjalan memasuki plexus venosus prostaticus disekitar sisi
anterolateral prostat, sebelah posterior ligamentum arcauata pubic dan bagian
bawah dari symphisis pubis, sebelah anterior dari vesica urinaria dan prostat.
Aliran utama berasal dari vena dorsalis penis profunda. Plexus juga menerima
ramus anterior vesicalis (plexus venosus vesicalis) dan prostatic (yang
menghubungkan dengan plexus vesicalis dan vena pudenda interna) dan
mengalirkan / bermuara kedalam vena vesicalis dan vena iliaca interna.
Lymphe
Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan menuju ke lymphonodus iliacus internus.
Ada juga yang menuju ke lymphonodus iliacus externus dan lymphonodus
sacralis Pembuluh-pembuluh lymphe dari vas deferens berakhir pada
lymphonodus iliacus externus, sedangkan yang berasal dari vesica seminalis

14
mengalir ke lymphonodus iliacus internus dan externus. Pembuluh lymphe prostat
terutama berakhir pada lymphonodus iliacus internus, lymphonodus sacralis dan
lymphonodus obturator. Sebuah pembuluh lymphe dari permukaan posterior
bersama-sama pembuluh lymphe vesicalis menuju ke lymphonodus iliacus
extenus dan satu dari permukaan anterior mencapai lymphonodus iliakus internus
dari gabungan pembuluh lymfe yang mengaliri urethra pars membranosa.

3.1.3 Inervasi
Prostat menerima serabut-serabut saraf sympathis dan parasympathis dari
plexus nervosus prostaticus. Serabut-serabut parasympathis berasal dari medulla
spinalis segmen sacralis. Inervasi sympathis dan parasympathis dari plexus pelvis
berjalan sepanjang prostat sampai nervus cavernosa. Saraf mengikuti cabang dari
arteri capsular untuk mempercabangkan pada bagian kelenjar dan stromal. Saraf
parasympathis berakhir pada acinus dan merangsang sekresi, serabut sympathis
menyebabkan kontraksi otot polos dari kapsul dan stroma. Penghambatan alfa-1
adrenergik mengurangi tonus stroma prostat dan tonus spinkter preprostatik dan
meningkatkan laju aliran kencing pada orang dengan BPH (benign prostat
hypertrophy), hal ini menjelaskan bahwa penyakit ini mempengaruhi stroma dan
epitel. Gabungan peptidergic dan nitric oxida yang dikandung neuron juga telah
ditemukan pada prostat dan bisa menyebabkan relaksasi otot polos. Neuron
afferen dari prostat berjalan sepanjang plexus pelvis sampai pelvis dan pusat
spinal thoracolumbar. Suatu blok prostatik mungkin bisa didapatkan dengan
menyuntikkan anestesi lokal ke dalam plexus pelvis.

3.2 Definisi
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah inferior
bulibuli dan membungkus uretra posterior.1 Paling sering mengalami pembesaran,
baik jinak maupun ganas.2 Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu
uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari buli-buli. 1 Benign
Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang
menghambat aliran urin dari buli-buli.3 Pembesaran ukuran prostat ini akibat
adanya hyperplasia stroma dan sel epitelial mulai dari zona periurethra.3,4

15
Gambar 2. Pembagian Zona Prostat

Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa 20 gram. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa
zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan zona periurethra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada
zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona
perifer.1,6

3.3 Etiologi Dan Patofisiologi


Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara
pasti,tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat:1
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone testosteron.
Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah yang
secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. 1

16
Gambar 3. Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh enzim5 reduktase1

Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 reduktase dan jumlah reseptor


androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat menjadi
lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.1

Gambar 4. Teori Dihidrotestosteron dalam Hiperplasia Prostat8


2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

17
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif
meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen,meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan
testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.1
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan selsel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi
sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun stroma.1
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin
meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon
androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.1
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-
sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini bergantung pada
hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya pada kastrasi),
menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi sel-sel pada
BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.1

18
6. Patofisiologi Hiperplasia Prostat
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-
buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptoms(LUTS).1
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.1

3.4 Manifestasi Klinis


3.3.1 Anamnesa
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya
dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi
dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan
penderita datang berobat, yakni adanya LUTS.4
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala obstruksi
antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, miksi tidak puas,
menetes setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif terdiri dari: frekuensi, nokturia,
urgensi dan disuri.1
Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi urologi
membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh
pasien.
Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah international Prostatic
Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan

19
kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS
dalam 3 derajat, yaitu:1,9
Ringan : skor 0-7
Sedang : skor 8-19
Berat : skor 20-35
IPSS (International Prostate Symptom Score)
Kurang Kadang-
Kurang
Tidak dari sekali kadang Lebih dari Hampir
Dalam 1 bulan terakhir dari Skor
pernah dalam (sekitar setengah selalu
setengah
lima hari 50%)
1. Seberapa sering anda merasa
masih ada sisa selesai 0 1 2 3 4 5 5
kencing?
2. Seberapa sering Anda harus
kembali kencing dalam
0 1 2 3 4 5 3
waktu kurang dari 2 jam
setelah selesai kencing?

3. Seberapa sering Anda


mendapatkan bahwa Anda 0 1 2 3 4 5
4
kencing terputus-putus?

4. Seberapa sering tidak bisa


menahan keinginan untuk 0 1 2 3 4 5
4
kencing?

5. Seberapa sering pancaran


0 1 2 3 4 5 4
kencing Anda lemah?

6. Seberapa sering Anda


harusmengejan untuk mulai 0 1 2 3 4 5
4
kencing?

7. Seberapa sering Anda harus


bangun untuk kencing, sejak
0 1 2 3 4 5
mulai tidur pada malam hari 3
hingga bangun di pagi hari?

Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) =


Pada Pada
Senang Tidak Buruk
Senang umumnya Biasa saja umumnya
sekali bahagia sekali
Puas tidak puas
Seandainya Anda harus
enghabiskan sisa hidup dengan
fungsi kencing seperti saat ini,
agaimana perasaan Anda?

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).1

20
3. Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.1
3.3.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba
massa kistik didaerah supra simpisis akibat retensi urin. 1 Pemeriksaan colok dubur
atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang
penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau
ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang
keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan
tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.1,4,9
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan
mungkin antara lobus prostat tidak simetri.1

Gambar 5. Pemeriksaan Colok Dubur5

21
3.3.3 Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih.1 Obstruksi uretra menyebabkan bendungan
saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti
hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis.1,9 Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel
urotelium yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk
mendeteksi adanya diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan
pada buli-buli. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda
tumor prostat (PSA).1
3.3.4 Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk menca=ri adanya batu opak di saluran
kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat
menerangkan adanya :1
kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan
indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter
bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi buli-buli
Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH. 1 Pemeriksaan
USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui
besar dan volume prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna
sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah
residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans
Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.(purnomo, de jong)

22
Gambar 6. TransRectal Ultra Sound (TRUS)5

3.3.5 Pemeriksaan lain


Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
mengukur:1,9
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.

3.5 Penatalaksanaan
Tujuan terapi:1
- memperbaiki keluhan miksi
- meningkatkan kualitas hidup
- mengurangi obstruksi infravesika
- mengembalikan fungsi ginjal
- mengurangi volume residu urin setelah miksi
- mencegah progressivitas penyakit

23
1. Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi
perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa
terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan
ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih
menawarkan watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang
(IPSS 8-19). Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7),
pancaran urine melemah (Qmax < 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat
> 30 gram tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting.
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau
alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan
obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan
pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju
pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah
jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang
lain.

2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau (2) mengurangi volume prostat
sebagai kom-ponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah :
1. Antagonis adrenergik reseptor yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin
b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin
c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan
tamsulosin
2. Inhibitor 5 redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride

24
3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan:1
- Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
- Mengalami retensi urin
- Infeksi Saluran Kemih berulang
- Hematuri
- Gagal ginjal
- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran
- kemih bagian bawah
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan:1,9

a. Transurethral reseksi prostat (TURP)


Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan prostat
pada pasien BPH. Menurut Wasson et al (1995) pada pasien dengan keluhan
derajat sedang, TURP lebih bermanfaat daripada watchful waiting. TURP lebih
sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan
memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat
memper-baiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga
100%. Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi sebanyak 18-23%, dan yang
paling sering adalah perdarahan sehingga mem-butuhkan transfusi. Timbulnya
penyulit biasa-nya pada reseksi prostat yang beratnya lebih dari 45 gram, usia
lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan lama reseksi lebih dari 90 menit. Sindroma
TUR terjadi kurang dari 1%. Penyulit yang timbul di kemudian hari adalah:
inkontinensia stress <1% maupun inkontinensia urge 1,5%, striktura uretra 0,5-
6,3%, kontraktur leher buli-buli yang lebih sering terjadi pada prostat yang
berukuran kecil 0,9-3,2%, dan disfungsi ereksi. Angka kematian akibat TURP
pada 30 hari pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok usia 65-69 tahun dan
1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun. Dengan teknik operasi yang baik dan
manajemen perioperatif (termasuk anestesi) yang lebih baik pada dekade terakhir,
angka morbiditas, mortalitas, dan jumlah pemberian transfusi berangsur-angsur
menurun.

25
Gambar 7. Transurethral reseksi prostat (TURP)
b. Transurethral sayatan dari prostat (TUIP atau TIP)
TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion) direkomendasikan
pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai
pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma
prostat.. Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan
mono insisi atau bilateral insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara
ureter, leher buli-buli-sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula
prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan
komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu memperbaiki keluhan
akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP. Cara
elektrovaporisasi prostat hampir mirip dengan TURP, hanya saja teknik ini
memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat,
sehingga mampu membuat vaporisisai kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman,
tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di
rumah sakit lebih singkat.

Gambar.8. Transurethral sayatan dari prostat (TUIP atau TIP)

26
c. Buka prostatektomi
Jenis operasi ini umumnya dilakukan jika Anda memiliki prostat
sangat besar, kandung kemih kerusakan atau faktor komplikasi lain, seperti
batu kandung kemih. Ini disebut terbuka karena ahli bedah membuat
sayatan di perut bagian bawah untuk mencapai prostat. Buka prostatektomi
adalah pengobatan yang paling efektif untuk pria dengan pembesaran
prostat yang parah, tetapi memiliki resiko tinggi efek samping dan
komplikasi. Pada umumnya memerlukan kunjungan singkat di rumah sakit
dan berhubungan dengan risiko tinggi memerlukan transfusi darah.

Gambar 9. Buka prostatektomi

d. Pembedahan laser operasi.

Laser (juga disebut terapi laser) menggunakan energi laser tinggi untuk
menghancurkan atau menghapus jaringan prostat lebatLaser bedah umumnya
segera meredakan gejala dan memiliki risiko efek samping yang lebih rendah
daripada TURP. Beberapa operasi laser dapat digunakan pada pria yang tidak
harus memiliki prosedur prostat lain karena mereka mengambil obat
pengencer darah. Pembedahan laser dapat dilakukan dengan berbagai jenis
laser dan dengan cara yang berbeda.

Ablatif prosedur (termasuk penguapan) menghapus jaringan prostat


menekan uretra dengan membakar begitu saja, sambil aliran urin. prosedur
ablatif dapat menyebabkan iritasi gejala urin setelah operasi dan mungkin
perlu diulang di beberapa titik.

27
Prosedur Enucleative serupa untuk membuka prostatektomi, tapi dengan
risiko yang lebih sedikit. Prosedur ini biasanya menghapus semua prostat
jaringan memblokir aliran urin, dan mencegah pertumbuhan kembali
jaringan. Salah satu manfaat dari prosedur enucleative adalah bahwa
jaringan prostat dihapus dapat diperiksa untuk kanker prostat dan kondisi
lainnya.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Pasien Tn.A umur 88 tahun dengan keluhan susah buang air
kecil Sejak 1tahun yang lalu di diagnosa menderita pembesaran prostat
jinak. Diagnosa tersebut berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan
fisik yang telah dilakukan. Penatalaksanaan yang diusulkan pada tn. A
adalah dengan open prostatektomi. Di harapakan setelah dilakukan open
prostatektomi pasien bisa kembali beraktivitas secara normal.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: CV.Sagung Seto.


2007. 69-85
2. Birowo & Rahardjo. Pembesaran Prostat Jinak. 2000.
http://fkui.co.id/urologi/ppj.mht
3. Leveillee. Prostate Hyperplasia, Benign. 2006.
http://www.emedicine.com.
4. Fadlol & Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran
Prostat Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145
5. Anonim. Normal Prostate and Benign Prostate Hyperplasia.
2008.http://www_med_nyu_edu/healthwise/media/medical/nci/cdr00004
62221/jpg.mht
6. Kim & Belldegrun (eds). Urology Dalam Schwartzs Manual Of Surgery,
8thEdition, Brunicardi et al (eds). USA: Mc Graw-Hill Medical
Publishing Division. 2006. 1036-1060
7. Suryawisesa, Malawat, Bustan. Hubungan Faktor Geografis Terhadap
Skor Gejala Prostat Internasional (IPSS) Pada Komunitas Suku Makassar
Usia Lanjut Tahun 1998. Ropanasuri 1998; XXVI 4; 1-10
8. Anonim. The Development of Benign Prostate Hiperplasia. 1998.
http://www_lef_org/magazine/graphics/pros1mar98_jpg.mht.
9. Sjamjuhidayat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005.
782
10. Pheonix5. Transurethral Prostatectomy. 2002.
http://www_phoenix5_org/glossary/graphics-turp/NIDDK/gif.mht

30

Anda mungkin juga menyukai